Anda di halaman 1dari 8

Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokus

Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso


BATASAN
Glomerulonefritis akut paska-streptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang
mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe
nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.

ETIOLOGI
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4,
12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi
streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai
resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

PATOFISIOLOGI
Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan
pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu glomerulonefritis yang
bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ diduga sebagai mekanisme patogenesis
glomerulonefritis pascastreptokokus. Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang
dihasilkan oleh streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah
yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat
mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan
imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada
permukaan molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi
kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat
dalam sirkulasi.
Pada GNAPS, sistim imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3 dan IgG pada
subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta normalnya komplemen pada jalur
klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif
akan menarik danmengaktifkan monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses
inflamasi dan selanjutnya terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel
glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.
GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15 tahun, dan
jarang terjadi pada bayi. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki dua kali
lebih sering dari pada perempuan. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis
kelamin.

GEJALA KLINIS
Sembab preorbita pada pagi hari (75%)
Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia
Asites (kadang-kadang)
Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura
Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur) pada > 50% penderita
Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-kadang anuria
Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam
rongga pleura, dan kardiomegali

LABORATORIUM
- Air kemih :
Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus)
Hematuria makroskopis/mikroskopis
Torak granular, torak eritrosit
- Darah
BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali
ASTO >100 Kesatuan Todd
Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama
Hipergamaglobulinemia, terutama IgG
Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat

DIAGNOSIS
Diagnosis GNAPS dibuat berdasarkan :
- Gejala klinis
- Laboratorium :
Air kemih : harus lengkap
Darah : - ASTO > 100 Kesatuan Todd
- C3 < 50 mg/dl

DIAGNOSIS BANDING
- Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA nefropati)
Hematuria berulang yang asimtomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal
Timbunan IgA di glomeruli
- Hematuria berulang ringan
- Purpura Henoch-Schonlein
- Glomerulonefritis progresif

PENATALAKSANAAN
1. Terapi
Medikamentosa
Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan amoksisilin 50 mg/kg BB dibagi 3
dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg
BB/hari dibagi 3 dosis.
Diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jika terdapat hipertensi, berikan
obat antihipertensi, tergantung pada berat ringannya hipertensi.
Bedah
Tidak diperlukan tindakan bedah.
Suportif
Pengobaan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien tampak
sakit misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema. Diet nefritis diberikan terutama pada keadaan
dengan retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal,
hipertensi ensefalopati, gagal jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan
komplikasi yang terjadi.
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati hipertensi, gagal
jantung.

2. Pemantauan
Terapi
Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan dilakukan terhadap
komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus yang
berat, pemantauan tanda vital secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan.
Tumbuh Kembang
Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika terdapat
komplikasi yang menimbulkan sekuele.

KOMPLIKASI
- Hipertensi ringan sampai berat (enselopati hipertensif)
- Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)
- Gagal ginjal

DAFTAR PUSTAKA
1. Arant Jr BS, Roy III S, Stapleton BF, 1983. Poststreptococal acute glomerulonephritis. In : Kelley
VC, ed. Practice of Pediatrics. Volume VIII. New York : harper and Row Publ., 7 : 1.
2. Cole BR, Madrigal LS, 1999. Acute Proliferative Glomerulonephritis. In Barratt TM, Avner ED,
Harmon WE. 4
th
ED. Baltimor, Maryland USA : Lippincott William & Wilkins, 669-689.
3. Jordan CS, Lemire MJ, 1982. Acute Glomerulonephritis : Diagnosis and Treatment. Pediatr Clin
N Am , 29 : 857.
4. Kempe CH, Silver HK, OBrien D, 1980. Current Pediatric Diagnosis and
Treatment. 6
th
ed. Singapore : Maruzen Co./Lange Medical Publ., 508.
5. Noer MS . Glomerulonefritis, 2002. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar
Nefrologi Anak. 2
nd
.Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 323-361.
6. Smith JM, Faizan MK, Eddy AA, 2003. The child with acute nephritic syndrome. In Webb NJA,
Postlethwaite RJ ed, Clinical Paediatric Nephrology 3
rd
ED. GreatBritain : Oxford University Press,
197-225.
http://www.pediatrik.com/isi03.php?page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=0
7110-puzf261.htm
GLOMERULONEFRITIS AKUT (GNA)
Definisi
Glomerulonefritis Akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus
tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman Streptococcus hemolitikus grup A yang
nefritogenik
Etiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur 3 7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria
dibandingkan anak wanita. Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16,
25 dan 49
Hubungan antara GNA dan infeksi Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun
1907 dengan alasan bahwa :
1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama lebih kurang 10 hari. Dari tipe
tersebut di atas, tipe 12 dan 25 lebih bersifat netrifogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih
bersifat nefritogen dari pada yang lain, tidaklah diketahui.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA
setelah infeksi dengan kuman Streptococcus. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah
hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematous.
Patogenesis
Hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan
proses imunologis sebagai penyebab.
Beberapa penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan autoimun
yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membrana basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
Gejala Klinis
Gambaran klinis dapat bermacam macam. Kadang kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak
datang dengan gejala berat. Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria / kencing berwarna merah
daging. Kadangkala disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh
Pasien kadang kadang datang dengan gejala gagal jantung kongestif atau sembab paru. Hipertensi
sering dijumpai bahkan terlihat ensefalopati hipertensif yang ditunjukkan dengan adanya gejala sakit
kepala, muntah, letargi, disorientasi dan kejang. Oliguria serta anuria tidak jarang dikeluhkan beberapa
pasien menampakkan gejala anemia. Umumnya edema berat terdapat oligouria dan bila ada gagal
jantung. Hipertensi terdapat pada 60 70 % anak dengan GNA pada hari I, kemudian pada akhir minggu
I menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal maka tekanan darah akan tetap tinggi
selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi ini
timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan dengan gejala serebrum dan kelainan
jantung. Suhu badan tidak seberapa tinggi tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang kadang
gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita
glomerulonefritis akut.
Selama fase akut terdapat vasokontriksi arteriola glomerulus yang mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi
kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi glomerulus pun menjadi kurang. Filtrasi air, garam, ureum
dan zat zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat.
Fungsi tubulus hati relatif kurang terganggu. Ion natrium dan air diresorpsi kembali sehingga diuresis
mengurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium mengurang, ureumpun diresorpsi kembali
lebih dari biasa. Akhirnya terjadi insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidremia dan
asidosis metabolik.
Pemeriksaan Laboratorium
Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada
pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria makroskopis
ditemukan pada 50 % penderita. Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder
leukosit, eritrosit dan hialin.
Albumin serum sedikit menurun, demikian juga komplemen serum (globulin beta lC). Ureum dan
kreatinin darah meningkat. Titer anti streptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi
Streptococcus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada 50 %
penderita.
Dasar Diagnosis
Penderita umumnya berumur lebih dari 4 tahun dan penyakit timbul biasanya 10 14 hari setelah infeksi
Streptococcus beta hemolitikus golongan A di luar ginjal (saluran nafas bagian atas, kulit, telinga, dsb)
yang kemudian diikuti dengan terjadinya gejala nefritis akut yang terdiri atas kelainann kemih (oligouria,
hematuria, proteinura, silinder uria, granuler / eritrosit / leukosit, leukosituria), edema, hipertensi, sakit
kepala, kelainan biokimiawi darah karena gangguan faal ginjal (meningkatnya kadar serum dan creatinin,
dsb) dan kelainan parameter imunologik (meningkatnya ASTO, menurunnya komplemen C
3
dan kadang
kadang C
2
dan C
4
, meningkatnya kadar IgC) serta kelainan hematologik (anemia, kadang kadang
trombositopenia).
Diagnosis
Diagnosis mudah ditegakkan bila hematuria yang terjadi didahului oleh infeksi saluran nafas akut atau
piodermis 2 3 minggu sebelumnya dan disertai gejala edema dan atau hipertensi. Pemeriksaan titer
ASTO dan komplemen C
3
dapat membantu diagnosis.
Komplikasi
1. Oliguira dan anuria dapat berlangsung 2 3 hari akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Meskipun
oligouria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang kadang diperlukan
2. Hipertensi ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi, disebabkan spasme pembuluh
darah lokal dengan anoksia dan edema otak
3. Gangguan sirkulasi berupa dispnoe, ortopnoe, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran jantung, dan
meningginya tekanan darah yang bukan saja karena hipertensi, juga karena volume plasma yang
bertambah.
4. Anemia karena hipervolemia selain sintesis eritropoetik yang menurun.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
1. Istirahat mutlak selama 3 4 minggu
Dulu dianjurkan istirahat selama 6 8 minggu untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk
menyembuh. Namun penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita setelah 3 4
minggu dari timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
2. Pemberian penisilin pada fase akut
Pemberian antibiotik ini tidak mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama
sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, namun
kemungkinan ini sangat kecil sekali.
3. Makanan
Pada fase akut, diberi makanan rendah protein ( 1g / kgbb / hari) dan rendah garam (1 g /hari). Makanan
lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu telah normal kembali.
Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10 %. Pada penderita tanpa
komplikasi, pemberian cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
4. Pengobatan terhadap hipertensi
Hipertensi dapat diatasi secara efektif dengan vasodilator perifer (hidralazin, nifedipin). Pemberian cairan
dikurangi, pemberian sedatif untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beistirahat. Pada
hipertensi dengan gejala serebral, diberikan reserpin dan hidralasin. Mula mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgbb secara I.M. Bila terjadi diuresis 5 10 jam kemudian, maka selanjutnya reserpin
diberikan per oral dengan dosis rumat 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan
lagi karena memberi efek toksis.
5. Bila anuria berlangsung lama (5 7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan
beberapa cara, misalnya dialisis peritoneum, hemodialisis, bilas lambung dan usus. Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah venapun dapat dikerjakan dan
adakalanya menolong juga
6. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, namun akhir akhir ini pemberian
furosemid (Lasix) secara I.V. (1 mg/kgbb/hari) dalam 5 10 menit tidak berakibat buruk pada
hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus diperlukan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi.
7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativum dan oksigen.
Prognosis
- Sebagian besar pasien akan sembuh, 5 % mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan
cepat.
- Diuresis akan menjadi normal kembali pada hari ke 7 10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap TD menjadi normal kembali.
- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3 4
minggu.
- Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6 8 minggu.
- Kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan bulan bahkan bertahun tahun pada
sebagian besar pasien.
- Prognosa baik, dipengaruhi pada faktor makin muda umur penderita, beratnya gangguan faal ginjal
dan penyulitnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kapita Selekta Kedokteran : Glomerulonefritis Akut, Edisi Ke 2 , Media Aesculapius FKUI, 1982,
601 602.
2. Noer, Muhammad Syaifullah : Glomerulonefritis, Buku Ajar Nefrologi Anak, Jilid II, Ikatan Dokter
Anak Indonesia, Jakarta, 1996, 318 326.
3. Richard E. Behrman, Victor C. Vaughn : Glomerulonefritis Akut Dalam Nelson Textbook of
Pediatrics, Alih Bahasa dr. R.F. Maulana, M.Sc ; EGC, Jakarta, 1992, 89 104.
4. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Glomerulonefritis Akut, Ilmu Kesehatan Anak, Buku
Kuliah 2, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jilid 2, jakarta, 1985, 835 839

GLOMERULONEFRITIS AKUT
-
DEFINISI
Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis akut, Glomerulonefritis Pasca Infeksi) adalah suatu
peradangan pada glomerulus yang menyebabkanhematuria (darah dalam air kemih), dengan gumpalan sel
darah merah danproteinuria (protein dalam air kemih).
1

-
ETIOLOGI
Glomerulonefritis akut dapat timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus. Kasus seperti ini
disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomerulus mengalami kerusakan akibat
penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya.
Gumpalan ini membungkus selaput glomerulus dan mempengaruhi fungsinya. Glomerulonefritis timbul
dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi. Glomerulonefritis pasca streptokokus
paling sering terjadi pada anak-anak diatas 3 tahun dan dewasa muda.
1,2

-
MANIFESTASI KLINIS
Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala. Jika ada gejala, yang pertama kali muncul adalah
penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air kemih dan air
kemih berwarna gelap karena mengandung darah. Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di
wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai. Dapat pula timbul gejala
gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi atau diare.
1,2

-
DIAGNOSIS
Urinalisis (analisa air kemih) menunjukkan jumlah protein yang bervariasi dan konsentrasi urea dan
kreatinin di dalam darah seringkali tinggi. Kadar antibodi untuk streptokokus di dalam darah bisa lebih
tinggi daripada normal. Kadang pembentukan air kemih terhenti sama sekali segera setelah terjadinya
glomerulonefritis pasca streptokokus, volume darah meningkat secara tiba-tiba dan kadar kalium darah
meningkat. Jika tidak segera menjalani dialisa, maka penderita akan meninggal. Glomerulonefritis akut
yang terjadi setelah infeksi selain streptokokus biasanya lebih mudah terdiagnosis karena gejalanya
seringkali timbul ketika infeksinya masih berlangsung. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan
laju endap darah meningkat, kadar haemoglobin menurun akibat hipervomia (retensi air dan garam).
Sedangkan pada pemeriksaan urine didapatkan jumlah urin berkurang, berat jenis meningkat, haematuria
makroskopik dan ditemukan albumin, eritrosit, dan leukosit.
1,2,3

Anda mungkin juga menyukai