Anda di halaman 1dari 13

1

REFERAT
PERITONITIS

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Bagian Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo









Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. Irwan Sp.B


Disusun Oleh :
Aditya yodha anfasa H2A008003


KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD TUGUREJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2014




2

BAB I
PENDAHULUAN


Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya
pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut
oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
1.3

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
1.2

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus meneras, bakteri yang virulen,
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.
2

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung
dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
2.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERITONITIS


A. Pendahuluan
1,2,4

Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang menunjukkan adanya
keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan kematian bila tidak
ditanggulangi dengan pembedahan. Keadaan darurat dalam abdomen dapat
disebabkan karena perdarahan, peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat
pencemaan. Peradangan bisa primer karena peradangan alat pencernaan seperti pada
appendisitis atau sekunder melalui suatu pencemaran peritoneum karena perforasi
tukak lambung, perforasi dari Payer's patch,pada typhus abdominalis atau perforasi
akibat trauma. Pada akut abdomen, apapun penyebabnya, gejala utama yang
menonjol adalah nyeri akut pada daerah abdomen. Kadang-kadang penyebab utama
sudah jelas seperti pada trauma abdomen berupa vulnus abdominis penetrans namun
kadang-kadang diagnosis akut abdomen baru dapat ditegakkan setelah pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan radiologi yang lengkap dan masa observasi yang ketat.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal,
peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri. Namun adanya kontaminasi bakteri yang
terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi tubuh yang menurun, dan adanya
benda asing atau enzim pencerna aktif, kesemua hal ini merupakan faktor-faktor yang
dapat memudahkan terjadinya peritonitis (radang peritoneum).
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa
inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan.
Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang
4

mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung
dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

B. DEFINISI
2,3

Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel,
dan pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada
abdomen, konstipasi, dan demam. Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi pada
peritoneum.

C. ANATOMI
2,3

Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom.
Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal
dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian akan
menjadi peritoneum.
5



Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa)
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:
Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon
sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum)
Pankreas, duodenum, kolon ascenden & descenden, ginjal dan ureter
(retroperitoneum)

6

D. PATOFISOLOGI
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (misalnya: apendisitis,
salpingitis), rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang
sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur
apendiks, sedangkan stafilokok dan streptokok sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi
satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita pita fibrosa,
yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi usus
.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau
bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktifitas peristaltik berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara
lengkung lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya
pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus
.
Peritonitis mekonium adalah peritonitis non bakterial yang berasal dari
mekonium yang keluar melalui defek pada dinding usus ke dalam rongga peritoneum.
Defek dinding usus dapat tertutup sendiri sebagai reaksi peritoneal. Bercak
perkapuran dapat terjadi dalam waktu 24 jam.

E. MANIFESTASI KLINIS
2,3,4

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda
tanda rangsangan peritonium. Biasanya diagnosis peritonitis ditegakkan secara klinis
dengan adanya nyeri abdomen (akut abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak
terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral) kemudian lama kelamaan menjadi jelas
lokasinya (peritoneum parietal).
Tanda-tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni:
7

Demam tinggi, atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia
Takikardia, dehidrasi hingga menjadi hipotensi
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat
tertentu sebagai sumber infeksi
Bising usus menurun sampai menghilang.
Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi
yang menyakitkan, atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.
Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas,
batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti
palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina bimanual untuk
membedakan nyeri akibat radang panggul, namun pemeriksaan ini jarang
dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut.

4. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan tanda vital perlu diperhatikan status gizi, kemungkinan adanya
gangguan kesadaran, dehidrasi, syok, anemia, dan gangguan napas. Pada pemeriksaan
fisik pasien dengan peritonitis, biasanya didapatkan keadaan sebagai berikut :
Keadaan umumnya tidak baik
Demam dengan temperatur >38
0
C
Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.
Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan
hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam,
kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya
dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin
hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan
adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.
8

Penderita dengan perdarahan, perforasi atau obstruksi lambung atau duodenum sering
datang dalam keadaan gawat.
Inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran
usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis
biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.


Auskultasi. Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang
paling terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari
yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi
penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan
melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang
lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).
Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang
sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling
sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak
dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak
nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
9

menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale
(nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan
pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan
setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk
melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.

Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara
bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis,
pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya
udara bebas tadi.


5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil
keputusan, misalnya pemeriksaan darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan
pemeriksaan Roentgen dan endoskopi.

Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain:
nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya
perdarahan atau dehidrasi.
Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan.
Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan
bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan
gejala mirip gawat perut.


10

Gambaran radiologi
Foto roentgen di ambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang
terdapat dalam perut dapat terlihat pada foto roentgen dan merupakan
petunjuk adanya perforasi.
Pada pemeriksaan foto polos abdomen dijumpai asites, tanda tanda obstruksi
usus berupa air-udara dan kadang kadang udara bebas (perforasi). Biasanya
lambung, usus halus dan kolon menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai
ileus paralitik. Usus usus yang melebar biasanya berdinding tebal.
Pada peritonitis umum gambaran radiologinya menyerupai ileus paralitik.
Terdapat distensi baik pada usus halus maupun pada usus besar. Pada foto
berdiri terlihat beberapa fluid level di dalam usus halus dan usus besar. Jika
terjadi suatu ruptur viskus bisa menyebabkan peritonitis, udara bebas mungkin
akan terlihat pada kavitas peritoneal.

6. DIAGNOSIS BANDING
2,4

Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,
gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu,.

7. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus
septik (apendiks, dan sebagainya) atau penyebab radang lainnya, bila mungkin
mengalirkan nanah keluar dan tindakan-tindakan menghilangkan nyeri.
Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian dirubah
jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme
mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga
11

merupakan tambahan drainase bedah. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat
pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
Penatalaksanaan peritonitis secara kausal ialah eradikasi kuman yang
menyebabkan radang di peritoneum. Secara non-invasif dapat dilakukan dengan
drainase abses dan endoskopi perkutan, namun yang lebih umum dilakukan ialah
laparotomi eksplorasi rongga peritoneum.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi
laparotomi. Operasi ini untuk mengontrol sumber primer kontaminasi bakteri. Insisi
yang dipilih adalah insisi vertikal digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke
seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi
ditujukan diatas tempat inflamasi. Teknik operasi yang digunakan untuk
mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokasi dan sifat patologis dari saluran
gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat
dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi.
.

8. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
a. Komplikasi dini
Septikemia dan syok septic
Syok hipovolemik
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem
Abses residual intraperitoneal
Portal Pyemia (misal abses hepar)




12

b. Komplikasi lanjut
Adhesi
Obstruksi intestinal rekuren.

Sedangkan komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang
tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,
kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak
adekuat.

9. PROGNOSIS
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada
peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini
bergantung kepada:
Lamanya peritonitis
< 24 jam = 90% penderita selamat
24-48 jam = 60% penderita selamat
> 48 jam = 20% penderita selamat.
Adanya penyakit penyerta
Daya tahan tubuh
Usia
Makin tua usia penderita, makin buruk prognosisnya.









13

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara.1995.
2. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004.
3. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6.
Jakarta : EGC.2000.
4. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994.

Anda mungkin juga menyukai