Penggunaan boraks dilarang oleh pemerintah sejak bulan Juli 1979, dan dikuatkan
dengan SK Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Selain dilarang oleh pemerintah
Indonesia, penggunaan boraks juga dilarang oleh Food Standard Code Australia. Hal ini dikarenakan produk pangan yang didalamnya mengandung boraks dapat membahayakan kesehatan masyarakat, bahkan dapat menyebabkan kematian. Dalam dosis yang cukup tinggi, boraks akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah-muntah, diare, kram perut, kompulsi. Pada bayi dan anak-anak, bila dosis dalam tubuhnya sebanyak 5 gr atau lebih dapat menyebabkan kematian, sedangkan pada orang dewasa dosisnya 1020 gr atau lebih. Absorbsi Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi oleh konsumen mula-mula diserap oleh membran mukosa, kemudian terakumulasi dalam tubuh dan dalam jumlah kecil dikeluarkan melalui urin, tinja, dan keringat. Boraks yang terserap dalam tubuh akan disimpan secara akumulatif dalam hati, otak, dan testis. Pada dosis 1170 ppm selama 90 hari, akan menyebabkan testis mengecil, dan pada dosis tinggi, yaitu 5250 ppm dalam waktu 30 hari dapat menyebabkan degenerasi gonad. Absorbsi dari boraks umumnya dapat melalui jalur pernafasan, saluran pencernaan dan kulit yang terluka. a. Saluran pencernaan Dari beberapa studi yang dilakukan boraks umumnya di absorpsi secara baik melalui saluran pencernaan, umumnya boraks akan di absorpsi secara cepat dalam saluran cerna yaitu >90% boraks yang masuk secara oral akan di absorpsi melalui saluran cerna dalam dalam waktu 3 jam dan akan terabsorbsi secara lengkap dalam 24 jam. b. Saluran Pernafasan Boraks dapat di absorbs melalui saluran pernafasan, dan umumnya jumlah inhalasi boraks melalui saluran pernafasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya kapasitas reservoir di saluran nafas bagian atas dan system pernafasan di saluran nafas berupa mukosillier.
c. Kulit Dari studi yang dilakukan terhadap manusia boraks tidak dapat di absorbs melalui kulit yang utuh, walaupun didapatkan bukti bahwa boraks dapat di absorbsi melalui kulit apabila terjadi kerusakan pada kulit. Distribusi Distribusi dari senyawa boraks adalah dalam bentuk asam borat yang tidak terdisosiasi dan akan terdistribusi pada semua jaringan. Terutama distribusi dari boraks adalah di tulang, dimana konsentrasinya bias mencapai 2-3 kali lipat dari konsentrasi plasma dan di jaringan adipose dimana konsentrasinya mencapai 20% dari plasma. Metabolisme Boraks umumnya tidak di metabolism di dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh karena diperluka energy yang besar (523kJ/Mol) untuk memecah ikatan antara oksigen denga boron. Ekskresi Boraks umumnya akan di ekskresikan >90% melalui urine dalam bentuk yang tidak di metabolisir. Waktu paruh dari senyawa kimia boraks adalah sekitar 20 jam, namun pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah yang besar maka waktu eliminasi senyawa boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50% dalam 12 jam serta 50% lainnya akan di ekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain di ekskresikan melalui urine boraks juga di ekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan feces (Artika, 2009).
Ada beberapa ciri Gejala Keracunan Boraks, antara lain sebagai berikut: Keadaan umum: lemah, sianosis, hipotensi Terhirup: iritasi membran mukosa, tenggorokan sakit, dan batuk, efek pada sistem saraf pusat berupa hiperaktifitas, agitasi dan kejang. Aritmia berupa atrial fibrilasi, syok dan asidosis metabolik. Kematian dapat terjadi setelah pemaparan, akibat syok, depresi saraf pusat atau gagal ginjal. Kontak dengan kulit: Eritrodemik rash (merah), iritasi dan gejala seperti orang mabuk, deskuamasi dalam 3-5 hari setelah pemaparan. Tertelan: mual, muntah, diare, gangguan pencernaan, denyut nadi tidak beraturan, nyeri kepala, gangguan pendengaran dan penglihatan, sianosis, kejang dan koma. Keracunan berat dan kematian umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak dalam 1-7 hari setelah penelanan, sedangkan pada orang dewasa jarang terjadi (Saparinto dan Hidayati, 2006). Dalam jumlah banyak boraks dapat menimbulkan keracunan kronis akibat tibunan boraks, antara lain: demam anuria (tidak terbentuknya urin) Koma merangsang sistem saraf pusat menimbulkan depresi apatis sianosis tekanan darah turun kerusakan ginjal pingsan kematian.
DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, W., 2008, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi kedua , Bumi Aksara, Jakarta,
Saprianto, Cahyo dan Diana Hidayati, 2006, Bahan Tambahan Pangan ,Kanisius,Yogyakarta
Winarno, F.G, 2004,Kimia Pangan dan Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta
Yuliarti, N., 2007,Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Edisi Pertama.Yogyakarta. Penerbit Andi.
Winarno FG, Rahayu TS. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan; 1994.
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamhuri, Agus. 2009. Racun dalam Makanan. Surabaya: Airlangga University Press Hardiansyah,dkk. 2001. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Puspitasari, L. 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta Seto, S. 2001. Pangan dan Gizi; Ilmu, Teknologi, Industri Dan Perdagangan. Institusi Pertanian Bogor, Bandung. Winarno. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.