Anda di halaman 1dari 7

Ida Wilona 406138134

Fistia Naintriani 406138152


Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri Universitas Tarumanagara 1
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014

Efek Psikososial, Lingkungan, dan Keluarga pada
Alzheimer Disease

Demensia merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan berkurangnya
kemampuan kognitif secara progresif yang mengganggu fungsi normal keseharian
termasuk sosial. Meskipun pengobatan secara medis itu penting, tetapi hal tersebut ternyata
tidak dapat mengobati demensia itu sendiri. Modifikasi gaya hidup terintegrasi sosial dan
identifikasi resiko atau strategi preventif lainnya lebih bersifat protektif terhadap
perjalanan penyakit ini.
1
Data tahun 2011 menunjukkan ada sekitar 5,4 juta penduduk
Amerika yang mengalami Alzheimer Disease (AD) dan sekitar 200,000 diantaranya
merupakan individu berusia kurang dari 65 tahun. Penyakit ini merupakan penyebab
keenam tertinggi kematian di Amerika dengan angka peningkatan kematian tertinggi
dibandingkan penyakit lainnya. Jika belum ada terapi utama lanjutan dan jika angka
prevalensi tetap konstan, diperkirakan pada tahun 2050 akan ada sekitar 10,2 juta orang
yang mengalami ini, 3,8 juta diantaranya akan mengalami AD ringan dan 6,5 juta lainnya
akan mengalami AD sedang dan berat. Sebagian besar dari kelompok AD sedang dan berat
akan memerlukan perawatan akibat semakin bertambah parahnya AD.
2
Setiap tahun
penduduk Amerika menghabiskan lebih dari 100 miliar dollar untuk AD,
memposisikannya sebagai masalah kesehatan termahal ketiga setelah kanker dan penyakit
jantung.
3,4

Gejala demensia adalah hal yang paling ditakutkan oleh penduduk Amerika di
atas 60 tahun.
4
Memberitahu pasien dan keluarga tentang demensia merupakan suatu hal
yang sensitif. Reaksi pasien dapat berupa lega, tidak percaya, kemunduran, dan ketakutan.
5
Edukasi dan dukungan berupa caregiver atau pengasuh yang biasanya merupakan keluarga
atau tidak selalu bagian dari anggota keluarga, efektif untuk manajemen jangka panjang
dari penyakit ini untuk mengurangi depresi.
6
Anggota keluarga dan caregiver harus dapat
mengerti dan memberi perhatian yang spesifik tentang informasi strategi koping, rencana
perawatan, perjalanan penyakit, pengobatan yang ada serta rencana tindak lanjut.
Pendekatan bertahap dan komunikasi bertahap dapat dilakukan untuk memastikan pasien
dan keluarga dapat mengerti dan menghindari kesalahpahaman sehingga dapat
direncanakan konseling pasca diagnosis.
5

Gangguan keseimbangan seperti agitasi, emosi dan perilaku fisik yang
meledak-ledak, dan ketidaksesuaian seksual sering berhubungan dengan AD,
Ida Wilona 406138134
Fistia Naintriani 406138152
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri Universitas Tarumanagara 2
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014

menyebabkan distres pada keluarga dan caregiver.
7
Diagnosis lebih awal memberikan
kesempatan berupa dukungan psikososial lebih awal, yang secara langsung mempengaruhi
AD. Intervensi psikososial meningkatkan kualitas hidup dan kualitas perawatan serta
memaksimalkan fungsi pada defisit yang sudah ada. Dukungan psikososial dapat berupa
perencanaan pelayanan berorientasi perilaku, emosi, stimulasi, dan kognitif (pada suatu
studi kasus didapatkan stimulasi kognitif seperti rehabilitasi memori beserta obat terkait,
selama 1 tahun dapat meningkatkan skor 1,5 poin MMSE) yang dilaksanakan oleh praktisi
perawatan kesehatan dan sosial; mendengarkan opini dan harapan mereka; serta mengajak
mereka dalam suatu komunitas termasuk asosiasi Alzheimer. Rencana pelayanan tersebut
harus berpusat pada (a) disabilitas, (b) penggunaan tenaga terkait defisit, termasuk
partisipasi aktivitas yang disukai, dan (c) hubungan sosial. Beberapa intervensi psikososial
pasien demensia dan hasilnya pada perawatan jangka panjang disajikan pada Tabel 1.
6,8

Jenis Intervensi Hasil
Teknik manajemen perilaku berorientasi
perilaku pasien
Pengurangan depresi atau gejala perilaku.
Stimulasi kognitif Pengurangan gejala perilaku atau depresi.
Aktivitas fisik Meningkatkan kebugaran, fungsi fisik,
perilaku positif, dan fungsi kognitif
Perilaku komunikasi verbal dan non-verbal Perbaikan komunikasi selama perawatan
dan kualitas hidup pasien.
Teknik komunikasi anggota pada rutinitas
sehari-hari
Perbaikan komunikasi dan kualitas hidup
pasien.
Intervensi luas dan dukungan berkelanjutan Perbaikan interaksi pasien.
Tabel 1. Intervensi psikososial pasien demensia pada perawatan jangka panjang.
8

Demensia meningkatkan resiko seseorang terhadap gangguan keseimbangan,
cara berjalan, dan presepsi visuospasial yang dapat menyebabkan disabilitas dan
membatasi aktivitas fisik, status fungsional, fungsi kognitif, serta persepsi sensorik kondisi
lingkungan.
9
Latihan fisik dalam bentuk aerobik dan non-aerobik memberikan banyak
dampak positif di bidang kesehatan seperti fungsi kognitif, kekuatan, fungsional,
fleksibilitas, dan kardiovaskular, serta dapat mengurangi depresi dan masalah perilaku juga
meningkatkan mood. Di sisi lain, pembatasan fungsi tubuh dan perubahan struktur
meningkatkan resiko untuk jatuh hingga dua sampai empat kali.
6,9
Selain itu perubahan
Ida Wilona 406138134
Fistia Naintriani 406138152
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri Universitas Tarumanagara 3
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014

perilaku seperti wandering, menyetir, dan kegiatan di dapur meningkatkan resiko kejadian
yang tidak diharapkan.
7
Pasien yang AD yang tinggal di rumah memiliki resiko tinggi
untuk jatuh, gangguan perilaku, nyeri, gangguan tidur, lingkungan, dan bahaya multipel.
Peningkatan kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan memodifikasi faktor resiko dan
melakukan intervensi pada pasien dan ceregiver, seperti menjauhkan benda berbahaya,
memperbaiki perilaku dan gangguan tidur pasien, serta meningkatkan mood dan
komunikasi caregiver.
10

Kebutuhan yang kompleks dibutuhkan untuk menangani AD, meliputi
identifikasi, diagnosis, dan manajemen gejala untuk dukungan jangka panjang yang
melibatkan substansi kesehatan formal maupun keluarga. Dukungan di saat yang tepat dan
pada tempat yang tepat sangat penting untuk para penderita AD (Gambar 1).
11
Tujuan
utama perawatan berpusat untuk stabilisasi kemampuan kognitif dan mood,
mempertahankan kemandiriaan, autonomi, dan perencanaan lebih lanjut. Konsep
manajemen berpusat pada pasien dan lingkungan sekitarnya untuk mempertahankan
kualitas perawatan.
5
Gejala dan perawatan yang berbeda diberikan pada setiap tahap AD
(Tabel 2). Pada tahap awal, biasanya AD memiliki progesivitas yang lambat sehingga
individu didukung untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas kehidupan termasuk
perencanaan di masa yang akan datang (Tabel 3). Pada tahap akhir AD memiliki
ketergantungan dan tingkat morbiditas yang tinggi, pelayanan yang diberikan hanya untuk
memaksimalkan kenyamanan dan mencegah pengobatan yang sia-sia.
6


Gambar 1. Model tujuh tahap untuk perencanan pelayanan demensia.
11
Pre
diagnosis
Kesiagaan
terhadap
penyakit,
mengenali
gejala dan
mencari
tempat yang
tepat untuk
bantuan.
Diagnosis
Mendapat
diagnosis.
Dukungan
pasca
diagnosis
Informasi dan
dukungan
dengan
seseorang
dengan AD
dan pengasuh
keluarga,
rencana masa
depan,
dukungan
lingkungan
yang baik;
melanjutkan
kegiatan dan
tidak
berorientasi
terhadap
disabilitas.
Koordinasi
dan
manajemen
Kontol
berkala dan
membentuk
ikatan.
Layanan
komunitas
Perawatan
dalam
interval yang
lebih singkat,
gejala
perilaku dan
psikologis
menonjol dan
tidak dapat
merawat diri
sendiri.
Dibutuhkan
perawatan di
rumah atau
fasilitas
umum.
Perawatan
lanjutan
Perawatan
harus
berlanjut,
gejala
perilaku dan
psikologis
tidak dapat
diperkirakan;
melibatkan
perawatan
RS.
Perawatan
paliatif
Khusus untuk
seseorang
dengan AD
pada masa
akhir
hidupnya.
Ida Wilona 406138134
Fistia Naintriani 406138152
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri Universitas Tarumanagara 4
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014

Tahap Gejala Perawatan
Awal Menjadi pelupa, terutama pada hal yang baru
terjadi
Sulit berkomunikasi, khususnya mencari kata
yang tepat
Hilang pada tempat yang familiar
Lupa akan waktu
Kesulitan memberi keputusan dan mengatur
keuangan
Kesulitan menyelesaikan pekerjaan rumah
Mood dan perilaku:
- Menjadi kurang aktif, hilang minat
- Perubahan mood (depresi/cemas)
- Bersikap marah/agresif di saat tertentu
Fase pre-diagnostik
Memberi dukungan
diikuti diagnosis
Mengingatkan akan janji
dan hal lain yang
berhubungan dengan
kemandirian.
Menyediakan kegiatan
instrumental
Menengah Menjadi sangat pelupa, kejadian baru &
nama orang
Susah menyesuaikan waktu, dan tempat
Sulit berkomunikasi
Butuh bantuan perawatan personal
Sulit hidup sendiri
Perilaku berubah: wandering, mengulang
pertanyaan, memanggil, menempel, sulit
tidur, halusinasi
Perilaku tidak sesuai
Strategi komunikasi
Menolong perawatan
personal
Menolong aktivtas
sehari-hari
Berespon dan mengatur
gangguan perilaku
Akhir Tidak mengenal waktu dan tempat
Sulit mengerti kejadian sekelilingnya
Tidak mengenali anggota keluarga, teman,
dan benda familiar
Sulit menelan
Peningkatan bantuan untuk perawatan diri
Inkontinensia urin dan inkontinensia alvi
Perubahan mobilitas
Perubahan perilaku, agresif, agitasi non-
verbal
Memberi perawatan dan
dukungan
Bantuan penuh untuk
makan dan minum
Bantuan penuh untuk
kebersihan fisik
Mengatur masalah
perilaku
Tabel 2. Gejala umum demensia dan perawatannya.
11




Ida Wilona 406138134
Fistia Naintriani 406138152
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri Universitas Tarumanagara 5
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014

Tabel 3. Daftar Pelayanan Tahap Awal.
6

Pasien AD mengalami perubahan kognitif dan psikososial yang menganggu
fungsi sehari-hari dan sosialnya. Gangguan psikotik seperti misidentifikasi (salah
mengenali), halusinasi (baik visual maupun auditorik), delusi (cemburu atau paranoid),
kecemasan berlebihan dapat berpengaruh pada gejala afektif walaupun hal ini tidak
mempercepat mortalitas. Gejala afektif seperi agitasi, disforia hingga depresi sering terjadi
dengan kemampuan verbal yang masih intak. Pada tahap AD yang lebih berat gejala afektif
seperti menarik diri, agitasi, dan berteriak dapat diinterpretasi sebagai depresi. Gejala
agitasi terbagi menjadi non-agresif atau agresif serta secara fisik atau verbal. Agitasi non-
agresif fisik seperti wandering dapat menyebabkan pasien tersesat, sedangkan agitasi non-
agresif verbal seperti berteriak dapat diartikan sebagai akibat nyeri atau delirium. Agitasi
agresif fisik menyebabkan pasien menjadi intrusif dan mengganggu, sedangkan agitasi
agresif verbal seperti mengutuk atau mencaci-maki seringkali menyebabkan kekesalan.
Daftar Pelayanan Tahap Awal
Melakukan follow-up untuk memonitor status kognitif dan kemampuan pasien
serta efektivitas dan efek samping setiap pengobatan farmakologi.
Mendiskusikan efek yang muncul pada saat pasien bekerja, mengendarai dan
keamanan lainnya termasuk resiko jatuh.
Merekomendasikan tindakan non-farmakologi untuk melindungi dan
mempromosikan fungsi keseharian termasuk kemandirian dan mempertahankan
kesehatan kognitif.
1. Latihan fisik, diutamakan aerobik jika bisa ditoleransi,
2. Terapi kognitif yang berfokus pada rehabilitasi dan pelatihan kognitif atau
rehabilitasi memori,
3. Terapi rekreasional komprehensif,
4. Partisipasi kelompok pendukung,
5. Program untuk meningkatkan tidur termasuk Nighttime Insomnia Treatment
and Education (NITE) untuk AD,
6. Evaluasi mengendarai minimal setiap 6 bulan termasuk tes di jalan raya
dengan yang sudah ahli,
7. Petunjuk individual pada aktivitas yang membutuhkan kemandirian,
8. Pengingat elektronik dan program pengawasan.
Ida Wilona 406138134
Fistia Naintriani 406138152
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri Universitas Tarumanagara 6
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014

Gangguan tidur dapat meningkatkan agitasi pasien dan stress caregiver karena pasien
jarang berada di tempat tidur pada malam hari.
12

Perubahan yang terjadi akibat efek AD tidak hanya dirasakan pasien tetapi juga
caregiver. Mengasuh pasien AD membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Pada tahun
2013, caregiver AD informal di Amerika menghabiskan lebih dari 17,7 miliar jam.
4
Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan caregiver, antara lain: (a) kualitas hubungan
pasien dan caregiver yang tergantung onset dari penyakit, (b) kesehatan fisik dan emosi
caregiver, (c) respon caregiver untuk mentoleransi gejala, (d) dukungan formal dan
informal yang ada, (e) persepsi caregiver mengenai kondisi pasien, (f) kemampuan
caregiver mengubah gaya hidup pasien, termasuk pengambilan keputusan dalam rumah
tangga. Seiring dengan berjalannya kemunduran, pasien AD menjadi semakin bergantung
dan membutuhkan bantuan dalam aktivitas sehari-hari.
6
Asuhan secara fisik dan emosional
makin dibutuhkan karena pasien mengalami gangguan komunikasi, tidak dapat mengenali,
dan berperilaku tidak pantas. Caregiver pasien AD lebih banyak mengalami depresi,
kehilangan pekerjaan, dan masalah kesehatan dibandingkan mereka yang tidak mengasuh
pasien AD. Hal ini menyebabkan tingginya angka perlakuan yang tidak pantas pada pasien
AD, sedangkan di sisi lain pasien dengan AD memiliki memori yang kurang baik dan
ketidakmampuan untuk mengingat atau menyelesaikan masalah sehingga perlakuan
tersebut jarang dilaporkan dan kebenarannya seringkali dapat menjadi pertanyaan.
13


Ida Wilona 406138134
Fistia Naintriani 406138152
Kepaniteraan Klinik Ilmu Geriatri Universitas Tarumanagara 7
Sasana Tresna Werdha Karya Bhakti, Cibubur
Periode 7 Juli 2014 9 Agustus 2014

Daftar Pustaka

1. Karp A. Psychosocial Factors in Relation to Development of Dementia in Late-life: A
Life Course Approach Within in The Kungsholmen Project. Karolinska University
Press: Stockholm, 2005. 4-7 p.
2. Battle CU. Essentials of Public Health Biology: A Guide forthe Study of
Pathophysiology. 1st ed. Battle CJ, Popovici R. Jones and Bartlett Publishers: USA,
2009. 508p.
3. Weiner MF, Lipton AM. Textbook of Alzheimer Disease and Other Dementias. 1st ed.
Breitner JCS, Albert MS. The American Psychiatric Publishing: USA, 2009. 443.
4. Alzheimers Association: 2014 Alzheimers Disease Facts and Figures. Alzheimers
Dement 2014; 10(2): 54, 60, 61, 76.
5. Fillit HM, Rookwood K, Woodhouse K. Brocklehursts Textbook of Geriatric
Medicine and Gerontology. 7th ed. Bayer A. Saunders Elsevier: USA, 2010. 397 p.
6. Department of Public Health. Guideline for Alzheimers Disease Management. 1st ed.
California: Department of Public Health. 37-42 p.
7. Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, et al, eds. Hazzards Geriatric Medicine and
Gerontology. 6th ed. Clarsson CM. McGraw-Hill: New York, 2009. 810 p.
8. Vernooij-Dassen M, Vasse E, Zuidema S, Cohen`-Mansfield J, Moyle W.
Psychosocial Interventions for Dementia Patients in Long-term Care. Int
Psychogeriatr. 2010 Sep 3; 22(7): 1121-1124.
9. Eshkoor SA, Hamid TA, Nudin SS, Mun CY. A Research on Functional Status,
Environmental Conditions, and Risk of Falls in Dementia. Int J Alzheimers Dis. 2014
May 19; 2014:769062: 1, 4.
10. Gitlin LN, Hodgson N, Piersol CV, Hess E, Hauck WW. Correlates of Quality of Life
for Individuals with Dementia Living at Home: The Role of Home Environment,
Caregiver, and Patient-related Characteristics. Am J Geriatr Psychiatry. 2012 Nov 7;
22 (6): 1.
11. Alzheimers Disease International. Dementia: A Public Health Priority. WHO: UK,
2012. 50, 53, 72 p.
12. Donnelly. Behavioral and psychological disturbances in Alzheimer disease:
Assessmnet and treatment. BCMJ. 2005 Nov 9; 47(9): 487-489.
13. Sadock BJ et al. Kaplan & Sadocks Comprehensive Textbook of Psychiatric. 9th ed.
Richards SS, Sweet RA. Lippinkott Williams and Wilkins: USA, 2009. 1175 p.

Anda mungkin juga menyukai