Anda di halaman 1dari 19

Tugas Psikologi Lingkungan

“Disaster, Toxic Hazards, and Pollution”

Dosen PJMK:
Drs. Sudaryono, SU.

Oleh :
Rom Wahyuni N. 110610098
Selvina Yusniar 110610132

Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga
Tahun Pelajaran 2008/2009
Daftar Isi

Halaman Sampul.......................................................................................................1
Daftar
Isi...................................................................................................................2
Pendahuluan..............................................................................................................3
Bencana Alam...........................................................................................................6
Karakteristik Bencana
Alam.........................................................................7
Persepsi mengenai Bahaya Alam..................................................................8
Pengaruh/Akibat Bencana
Alam.................................................................11
Anak-anak dan Bencana..................................................................... ........12 .

Usia dan Respon terhadap Bencana............................................................12


Teori Lingkungan dan
Bencana..................................................................12
Bencana
Teknologis................................................................................................13
Karakteristik Bencana Teknologis.............................................................
Pengaruh/Akibat Bencana Teknologis.......................................................
Pengaruh/Akibat terkontaminasi Zat-zat
Beracun..................................................15
Bahaya dalam lingkup okupasional/pekerjaan.................................. .........15 .

Bahaya dalam lingkup non-okupasional/pekerjaan....................................15


Polusi Udara dan
Perilaku.......................................................................................16
Persepsi mengenai Polusi Udara.................................................................16
Polusi Udara dan
Kesehatan.......................................................................17
.

2
Polusi Udara dan
Performance...................................................................17
Polusi Udara dan Perilaku Sosial................................................................17
Daftar Pustaka.........................................................................................................18

3
Pendahuluan

Kebanyakan orang megetahui apa itu bencana alam. Ketika angin


topan menyerang, sulit untuk mengabaikannya. Angin dengan
kecepatan 100 meter per jam atau bahkan lebih, banji bandang,
pohon-pohon tumbang, bangunan-bangunan rusak, dan dalam
beberapa kasus, kematian bisa terjadi, bahkan walaupun badai tadi
tidak terlalu destruktif, peristiwa ini akan menjadi headline
mengenai wilayah yang akan ataupun telah mengalaminya.
Misalnya saja saat berita mengenai bakal terjadinya letusan
Gunung Merapi yang membuat gempar banyak pihak. Selain itu
peristiwa tsunam dan pasca-tsunamii di Aceh. Peristiwa seperti ini,
begitu pula dengan gempa dan bencana-bencana lainnya
mempunyai kemiripan, yakni bahwa kehadirannya tidak dapat
diingkari, ancamannya sangat hebat, dan bencana ini dapat bersifat
membunuh.
Bahaya zat beracun dan polusi udara di lain pihak, tidak selalu
jelas. Kadangkala membuat kita batuk atau membuat mata kita
berair atau membuat minuman kita terasa tidak enak, tetapi
seringkali kita tidak benar-benar menyadari hal itu. Sampai
sekarang, bahan kimia beracun ikut berkontribusi dalam
menimbulkan penyakit kanker dan juga merusak jantung dan paru-
paru serta mempengaruhi perilaku kita. Secara diam-diam,
keracunan bahan-bahan kimia terus-menerus membuka bahaya yang
lebih mengkhawatirkan daripada bencana yang mengesankan
sekalipun. Terlepas dari sifat dasarnya, bencana tidaklah lebih
mematikan bila dibandingkan dengan stresor yang tidak terlalu jelas
(tampak nyata).
Beberapa bencana juga merupakan racun dan melibatkan zat-zat
beracun secara tersembunyi. Kita menerima polusi sebagai sebuah
konsekuensi yang tak terelakkan dari pengembangan teknologi dan
4
peradaban. Bagaimana jadinya kita tanpa mobil, yang merupakan
salah satu penghasil polusi terbesar? Bagaimanapun, kita tidak
setoleran itu terhadap bentuk lain zat beracun pada lingkungan.
Bentuk yang secara potensial berbahaya ini dapat juga merupakani
hasil dari teknologi. Seseorang dapat pula bertanya, bagaimana kita
tanpa plastik ataupun kekuatan nuklir? Isu-isu inilah yang nantinya
akan di bahas penulis.

Dalam membahas stres, Lazarus dan Cohen (1977) membedakan stimulus


penyebab stres (stresor) ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Percekcokan sehari-hari, yakni mengarah pada peristiwa yang
terjadi berulang-ulang, seperti pulang pergi bekerja, sekolah dan
kegiatan sejenisnya.
2. Stresor pribadi, yakni mengarah pada ancaman yang lebih
powerful (kuat) ataupun kehilangan yang terjadi pada level individual,
misalnya kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, serta
permasalahan pribadi lainnya.
3. Peristiwa kataklismik (bersifat menyebabkan perubahan besar),
yakni mengarah pada kehebatan peristiwa ini serta potensinya dalam
menyebarluaskan kerusakan dan kehancuran. Ketiba-tibaan dan betapa
hebatnya peristiwa ini secara khas membutuhkan adaptasi yang sangat
besar bagi individu untuk menanggulangi akibatnya, dan peristiwa
kataklismik ini memberikan pengaruh pada sejumlah besar orang. Yang
termasuk dalam peristiwa kataklismik adalah perang (perang GAM-
Pemerintah di Aceh, konflik suku Dayak-Madura di Sampit, perang
Israel-Palestina, dan perang-perang lainnya), hukuman penjara (terutama
bagi narapidana), relokasi (pengungsian, misalnya pengungsian korban
penggusuran stren kali, pengungsian korban lumpur lapindo), dan
bencana alam (gempa bumi Jogja, gelombang tsunami Aceh, serangan
angin topan, dan bencana-bencana alam lainnya). Sebagai peristiwa
besar yang berpotensi membunuh, mengacaukan dan menyapu bersih

5
komunitas, bencana adalah stresor lingkungan yang penting. Disini
penulis akan menimbang-nimbang perbedaan antara bencana akibat
kekuatan alam dengan akibat tangan manusia yang dengan cara tertentu
berbuat ataupun mengubah lingkungan. Selain itu, penulis juga akan
membahas mengenai bahaya-bahaya zat beracun dan polusi udara yang
semakin lazim dan menjadi fenomena lingkungan yang penting yang
menghasilkan sejumlah implikasi terhadap mood, perilaku dan
kesehatan.

Beberapa fenomena alami yang terjadi ikut berkontribusi dalam


menyebabkan polusi udara dan atau memperhebat pengaruhnya, tetapi, mayoritas
pengaruh polusi udara pada perilaku manusia adalah disebabkan ulah manusia
sendiri. Ulah manusia disini tidak selalu berarti modern. Polusi udara tidak hanya
problem yang diterima sebagai akibat dari industrialisasi ataupun asap kendaraan
bermotor. Fakta yang baru-baru ini berhasil ditemukan oleh para peneliti adalah
bahwa ratusan tahun yang lalu, manusia telah menderita efek medis (penyakit)
akibat polusi udara. Yakni dengan ditemukan adanya jenasah wanita eskimo
(diperkirakan meninggal 1600 tahun sebelumnya akibat gempa bumi dan tanah
longsor) yang diidentifikasi menderita penyakit paru-paru, yang diperkirakan oleh
para ahli sebagai hasil dari menghirup udara kotor.

6
Bencana Alam

Bencana alam secara relatif jarang terjadi, namun karena kualitas dramatis-nyalah
yang membuat bencana alam ini seringkali menjadi memorable (berkesan, sulit
dilupakan). Sebagian kecil orang mengalami langsung bencana alam ini lebih dari
sekali, terutama jika mereka tinggal di daerah rawan bencana (seperti Jepang yang
merupakan daerah rawan gempa dan Tsunami, dan seperti gunung Merapi yang
rawan meletus).
Bencana alam sulit untuk didefinisikan bukan karena kita tidak tahu apa itu
bencana alam, tetapi lebih karena kriteria spesifik yang sulit untuk ditegakkan.
Dilihat dari istilahnya (bencana alam), mudahlah mendefinisikan bencana alam
sebagai akibat dari kekuatan alam dan terjadinya adalah diluar kendali manusia.
Karena sifat yang tidak dapat dikendalikan manusia inilah, hasil dari kekuatan
fisik yang menguasai bumi dan atmosfir, maka manusia harus belajar
menghadapinya ketika bencana alam datang menyerang. Mendefinisikan apa yang
merupakan bencana di lain pihak terasa sedikit menipu. Lagipula jelaslah bahwa
tidak semua badai dapat dikategorikan sebagai bencana, jadi apakah yang
membedakan bencana dari peristiwa lain yang kurang serius? Orang dapat secara
sederhana menyebutkan daftar seluruh peristiwa yang diasosiasikan dengan
bencana, seperti misalnya angin topan, gempa bumi atau tsunami, tetapi definisi
seperti inipun masih belum memuaskan karena badai atau beberapa peristiwa itu
sendiri tidak selalu menyebabkan kerusakan. Jadi secara khas, suatu peristiwa
haruslah mengakibatkan kerusakan atau bahkan kematian sebelum dapat
dipertimbangkan sebagai sebuah bencana. Lalu bagaimana orang dapat
mendefinisikan atau setidaknya mengukur kerusakan itu sendiri? Haruskah
dengan melihat pada level individu, seperti kematian, luka-luka, ataupun
kehilangan? Ataukah ada jalan pintas, sejumlah tertentu peristiwa yang dapat
digolongkan sebagai bencana, dan sejumlah peristiwa yang lain sebagai bukan
bencana? Atau apakah seharusnya dilihat dari respon korbannya (misalnya, jika
mereka panik menghadapi suatu peristiwa, maka peristiwa itu dapat dikategorikan
sebagai bencana)?
7
Pada masyarakat, penekanan pada apa yang membuat sebuah bencana
dikatakan sebagai bencana adalah dilihat dari efeknya. Namun, FEMA (Federal
Emergency Management Agency), unit pemerintah Amerika yang bertanggunga
jawab dalam membantu korban bencana, memberikan definisi sebagai berikut:

”Suatu bencana besar didefinisikan... sebagai angin ribut, tornado, badai , banjir bandang,
hujan badai, gelombang pasang, tsunami, gempa bumi, letusan vulkanik, tanah longsor,
lumpur longsor, badai salju, kekeringan, kebakaran, ledakan atau bencana lainnya.... yang
menurut presiden menyebabkan kerusakan cukup hebat dan besarnya tuntutan bantuan
bencana.”

Jadi, berdasarkan definisi di atas kita dapat menggolongkan suatu peristiwa


sebagai bencana berdasar sifat dasar suatu peristiwa dan seberapa luasnya
kerusakan yang ditimbulkan peristiwa itu. Sifat dasar bencana adalah destruktif.
Suatu serangan angin puting beliung yang menyerang daerah tidak berpenghuni
dan tak ada seorangpun angin puting beliung itu, maka peristiwa ini tidak dapat
dikategorikan sebagai bencana, lain halnya jika angin puting beliung tadi
menyerang daerah berpenghuni dan menyebabkan kerusakan besar, maka
peristiwa ini bisa disebut sebagai bencana.

KARAKTERISTIK BENCANA ALAM


Sebagian karena masalah pengukuran, pemahaman seseorang akan bencana alam
menjadi tidak lengkap. Bagaimanapun, banyak penelitian telah dilakukan, dan
dari sana telah banyak diambil pelajaran. Kini orang telah familiar dengan sifat
dasar peristiwa kataklismik seperti bencana alam. Dari pemahaman mengenai sifat
dasar tadi, dapat disebutkan beberapa karakteristik penting dari bencana alam.
Karakteristik itu antara lain:
1. sudden and unpredictable (often)
Bencana terjadi secara tiba-tiba. Masyarakat mungkin telah mendapat
peringatan akan terjadinya suatu bencana, tetapi mereka tidak tahu pasti
kapan tepatnya bencana itu akan terjadi.

8
2. powerful
Bencana itu (walau waktu terjadinya tergolong singkat) menimbulkan
akibat yang dahsyat.
3. uncontrollable
Terjadinya bencana tidak dapat dikendalikan manusia.
4. cause destruction and/or disruption
Bencana menyebabkan kerusakan dan kekacauan hebat (menunjukkan
pula sisi powerful dari bencana)
5. usually relatively brief in duration
bencana alam dapat dianalogikan sebagai penyakit akut (yakni bahwa
kedatangannya hanya sebentar tetapi penyakit itu langsung parah, seperti
penyakit stroke)
6. have low points
Bencana punya sifat keji/kejam, yakni menimbulkan ketakutan, bahaya,
menyusahkan, keprihatinan, dan sejenisnya.
7. sometimes may be predicted
Bencana ini dapat diprediksikan, dengan demikian orang bisa
diperingatkan akan terjadinya suatu bencana, namun menurut Fritz dan
Marks (1954) kekurangan dari peringatan akan bencana adalah bahwa
hal itu akan menambah konsekuensi dari bencana tadi. Bagaimanapun
diperingatkan mengenai bakal terjadi bencana tidak dapat dipastikan
akan meminimalisir konsekuensi akibat bencana itu.

PERSEPSI MENGENAI BAHAYA ALAM


Pada bagian awal pembahasan mengenai bencana, penulis telah memaparkan
fakta bahwa orang-orang mungkin tidak mengetahui secara akurat seberapa besar
resiko yang dapat diakibatkan oleh berbagai bahaya alam. Pada beberapa tingkat,
misalnya akan menunjukkan sifat dramatis dalam beberapa bahaya alam. Bencana
alam lebih dramatis dibandingkan bahaya lain seperti polusi udara, dan ini
mungkin akan mengarahkan beberapa orang untuk beranggapan bahwa mereka
lebih rawan mengalami resiko ataupun bahaya besar.

9
Yang mana faktor-faktor yang mempengaruhi apakah individu sadar akan
konsekuensi potensial ketika menjadi korban bencana? Dari beberapa penelitian
yang telah dilakukan, peneliti menemukan beberapa faktor penting dalam persepsi
mengenai bahaya. Faktor-faktor itu antara lain:
1. Crisis effect
Crisis effect mengarah pada fakta bahwa perhatian atau kesadaran paling
besar akan suatu bencana adalah selama dan segera setelah terjadinya
bencana itu. Misalnya, peringatan akan adanya banjir akan terus
diabaikan hingga banjir benar-benar terjadi. Ketika banjir benar-benar
terjadi, mungkin orang-orang akan menjadi sibuk mempelajari masalah
banjir itu, bersama-sama melaksanakan program kerja masyarakat.
Dilakukan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya bencana yang sama
di kemudian hari, bagaimanapun, seringkali perhatian atau kesadaran ini
akan hilang setelah masa-masa aktivitas yang menyibukkan ini berlalu.
Prinsip yang sama juga berlaku pada bencana lain seperti kekeringan.
Crisis effect tidak hanya terjadi pada level masyarakat, tetapi juga pada
level individu.
2. Leeve effect <lebih menggambarkan persepsi terhadap bencana banjir>
Leeve effect menyinggung fakta bahwa suatu pengukuran tertentu
dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana, orang cenderung
mengatur mekanisme perlindungan di sekitar mereka. Levee sendiri
berarti bendungan, suatu bendungan dibuat untuk menampung aliran air
dan seharusnya jauh dari wilayah berpenghuni.
3. Adaptation
Adaptation menggambarkan fakta bahwa, semakin kita terbiasa dengan
suatu ancaman bencana (semakin banyak mendengar bahayanya),
semakin kita tidak peka akan bahaya dari bencana itu, karena ancaman-
ancaman itu tidak lagi membuat kita takut. Orang-orang yang tinggal
pada wilayah rawan bencana akan belajar beradaptasi dengan keadaan
demikian.

10
4. Personality variables
Variabel-variabel kepribadian juga turut berpengaruh terhadap
bagaimana seseorang memandang bahaya, atau setidaknya apa yang
akan dilakukan seseorang ketika memandang bahaya. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan fakta bahwa perbedaan
persepsi mengenai bahaya dikaitkan dengan dimensi kepribadian internal
dan eksternal locus of control. Orang dengan internal locus of control
percaya bahwa merekalah yang dapat mengendalikan takdir mereka
sendiri. Lain halnya dengan orang yang mempunyai eksternal locus of
control, mereka lebih mempercayai (bergantung) sumber-sumber dari
luar diri mereka, seperti misalnya pada orang-orang yang berkuasa,
pemerintah, Tuhan atau menyerahkan kendali hidup mereka di tangan
takdir.
Dalam studi lain terhadap korban banjir di Kanada, ditemukan
fakta bahwa karakteristik kepribadian yang lain diasosiasikan dengan
usaha untuk meminimalisir kerusakan akibat banjir, seperti misalnya
meninggikan rumah, memasang pompa banjir, dan membeli jasa
asuransi. Individu dengan tipe kepribadian ini dikenal sebagai
’repressor’, mereka cenderung menghadapi ancaman dengan menolak
keberadaan ancaman dan tidak secara verbal menyatakan perasaan
mereka mengenai potensi bahayanya. Meski secara intuitif, apa yang
dilakukan orang-orang dengan tipe kepribadian repressor ini terkesan
aneh bahwa individu itu menjadi orang lebih banyak mengambil
tindakan pencegahan melawan bencana, barangkali dengan melakukan
hal itu, mereka jadi merasa berada pada posisi lebih aman. Jadi,
kepribadian seseorang memainkan beberapa peranan besar dalam
menentukan persepsi seseorang mengenai pengendalian suatu bahaya.

11
PENGARUH/AKIBAT BENCANA ALAM
Penelitian-penelitian yang berhasil dilakukan telah menghasilkan berbagai temuan
mengenai bagaimana bencana alam mempengaruhi perilaku dan kesehatan
mental, Beberapa studi menganggap bahwa bencana menghasilkan stress dan
kekacauan yang sangat besar yang dapat mengarah pada masalah emosional,
Beberapa studi yang lain menganggap bahwa efek psikologis bersifat akut
(muncul secara drastis dan parah) dan menghilang dengan cepat setelah bahaya
telah terlewati. Meski berbagai studi yang sudah dilakukan mengenai bencana
dibatasi oleh banyak masalah metodologis, secara umum dapat disimpulkan
bahwa:
1. kemunculan bencana itu menyebabkan masalah pada kesehatan mental
dan penderitaan yang besar segera setelah serangan bencana itu;
2. kebanyakan penderitaan ini hanya hinggap sebentar, dan sekitar
setahun atau dua tahun, kebanyakan korban itu sudah membiasakan
diri.
3. kerusakan jiwa dan stres kronis yang hebat dikarenakan bencana alam
adalah hal yang tidak biasa dan hanya terbatas pada korban yang
pikirannya mengenai bencana itu mengganggu atau orang yang lebih
dulu punya masalah psikologis

Sebagai tambahan, walaupun dalam berbagai penelitian yang sudah


dilakukan, seringkali ditemukan bahwa pada masa-masa awal segera setelah
terjadinya bencana alam, perilaku orang (korban bencana) akan terpengaruhi
secara dramatis, dan orang pada awalnya akan merasa takut. Efek negatif yang
seringkali dianggap akan muncu pada korban pasca bencana, ternyata hilang lebih
cepat daripada apa yang dipikirkan banyak orang sebelumnya. Faktanya beberapa
studi menemukan bahwa dari keseluruhan efek bencana terhadap korban, ternyata
terdapat pula efek positif, karena dengan terjadinya bencana tadi justru
meningkatkan kohesivitas sosial (merasa senasib dengan orang lain yang juga
menjadi korban sehingga ingin saling menolong).

12
Seperti pernah disinggung sebelumnya, bahwa bencana alam akan
memunculkan stres, kecemasan, depresi dan gangguan perseptual maupun
beberapa mood yang lain.

ANAK-ANAK DAN BENCANA


Riset membuktikan bahwa anak-anak merespon bencana seringkali dengan
cara yang hampir sama dengan orang dewasa, meski dalam beberapa kasus
ditemukan pula bahwa mereka sembuh dengan lebih cepat.

USIA DAN RESPON DISASTER


Berdasarkan beberapa hasil penelitian, ditemukan fakta bahwa ternyata usia
tidak terlalu berpengaruh pada bagaimana seorang individu merespon bencana.
namun pada sejumlah riset yang lain juga ditemukan bahwa orang-orang yang
lebih tua (pada masa dewasa madya) cenderung mengalami stres pasca bencana.

TEORI LINGKUNGAN DAN BENCANA


1. Behavior Constraint Theory
Kerusakan pada komunitas dapat melibatkan hambatan pada perilaku,
seperti aktivitas berkurang dan kebebasan berperilaku terbatasi
2. Teori Ekologi
Pada komunitas yang kehilangan banyak orang (karena bencana) teori
ekologis–lah yang paling dapat mewakili dalam menjelaskan efek
bencana. jadi dalam komunitas setiap orang pasti akan memiliki suatu
peran tertentu, Bila terjadi kehilangan orang dalam jumlah besar, tentunya
akan mempengaruhi hilangnya fungsi tertentu pada komunitas itu, karena
tidak ada yang menjalankan peran tadi.
3. Teori Sumber Daya Konservasi
Orang yang kehilangan sumber daya penting (material, sosial, psikologis)
dapat meminimalisir kehilangan ini dengan menentukan seberapa banyak
stres yang dialami.

13
Bencana Teknologis

Untuk semakin memperluas dominasi terhadap lingkungan alam dan adaptasi kita
terhadap bahayanya, maka manusia mencapainya melalui meningkatkan kemajuan
di bidang teknologi. Ketika kita dihadapkan pada suatu masalah ataupun ancaman
yang menyangkut ketahanan dan kesejahteraan kita, kita menciptakan mesin atau
bila tidak, membuat alat-alat untuk menyelesaikan masalah. Perbaikan dalam
kualitas hidup, memperpanjang usia, menguasai penyakit, dan perluasan jaringan
teknologi telah diciptakan. Namun bagaimanapun usaha manusia untuk terus
memperbaiki kualitas hidup, dengan teknologi tadi, hal itu tetap saja memberikan
efek negatif yang mungkin tidak pernah terpikirkan saat sebelum diciptakan
segala teknologi itu. Misalnya saja, terjadinya kecelakaan transportasi, kerusakan
dam, putusnya jembatan dan sejenisnya.
Riset mengenai bencana akibat perbuatan manusia mempermasalahkan hal
yang sama seperti yang dilakukan dalam riset mengenai bencana alam. Namun
banyak karakteristik yang bila dipahami lebih lanjut akan menunjukkan perbedaan
dengan karakteristik bencana alam.

KARAKTERISTIK BENCANA TEKNOLOGIS


Bebarapa karakteristik dari bencana teknologis yang membedakannya dari
bencana alam antara lain:
1. dibuat oleh manusia (bukan hasil kekuatan alam)
terjadi karena kesalahan manusia, atau salah perhitungan
2. durasi terjadinya bervariasi
bisa jadi akut dan tiba-tiba, bisa pula bersifat kronis dan lambat baru
efeknya benar-benar terlihat.
3. kadang masih dapat dikontrol/dikendalikan/dicegah
hal ini berbeda dengan bencana alam yang kehadirannya tidak dapat
dikendalikan manusia
4. terjadinya biasanya masih dapat diprediksikan

14
misalnya saja bila kita sudah tahu fungsi-fungsi tertentu lalu suatu saat
kita ingat bahwa kita belum mengeceknya, maka kita dapat
memprediksikan efek selanjutnya
5. frekuensi terjadinya lebih sering dan efeknya lebih mudah menyebar
dan lebih kompleks

EFEK BENCANA TEKNOLOGIS


Efek bencana teknologis segera setelah terjadinya adalah serupa dengan efek
bencana alam (terutama jika karakteristik ’tiba-tiba, durasi singkat’ yang
menggambarkan bencana alam juga terdapat pada bencana teknologis yang terjadi
itu). Efek bencana teknologis ini terhadap perilaku manusia dan kesehatan juga
hampir sama dengan yang diakibatkan bencana alam.
Menilik efek bencana teknologis terhadap manusia, riset yang dilakukan
terhadap korban banjir Buffalo Creek terjadi sejumlah masalah terhadap korban,
antara lain:
1. kecemasan
2. menarik diri
3. depresi
4. stres dikaitkan dengan simtom fisik, seperti sakit perus, sakit kepala dan
sejenisnya
5. kemarahan yang tidak jelas
6. Regresi psikologi dalam segi perkembangan
7. mimpi buruk

Paparan itu sudah cukup menggambarkan efek yang akan terjadi pada
individu yang menjadi korban bencana teknologis. Sehingga setiap langkah yang
akan diambil untuk memajukan teknologi hendaknya dipikirkan kembali sisi
positif dan negatifnya

15
Dampak Racun/Keracunan

Banyak orang tahu bahwa zat-zat seperti radiasi, dioxin, dan bahan kimia buangan
dapat menyebabkan masalah pada kesehatan fisik, tetapi kita tidak tahu benar
tentang bagaimana respon orang-orang yang mengetahuinya.
Mempertimbangkan kasus radiasi, para ahli memperdebatkan mengenai
betapa berbahayanya pengaruh toxic. Pada level yang tinggi, dapat menyebabkan
kematian. Bahkan radiasi dapat menimbulkan respon emosional yang kuat pada
diri kita. Tak hanya efek jangka pendek yang perlu kita kuatirkan, tetapi bahkan
efek jangka panjangnya pun berkontribusi dalam menyebabkan stres dan
ketidakpastian/kebingungan.
Pada berbagai penelitian mengenai toxic, dibedakan dua macam toxic
berdasarkan tempat menjangkitnya toxic itu.

TOXIC DI LINGKUNGAN KERJA


Dari namanya sudah cukup jelas bahwa toxic ini biasanya terdapat pada
lingkungan-lingkungan kerja ’yang breesiko’ seperti misalnya pabrik. Zat racun
yang biasanya ada di lingkungan kerja, ini misalnya asbestos
Bisa pula keracunan terjadi karena buruknya sistem ventilasi, desain
bangunan dan sistem pengkondisi ruangan. Hal ini seperti yang terjadi pada
pegawai yang bekerja di bangunan-bangunan tinggi.

TOXIC DI LINGKUNGAN RUMAH


Walaupun seringkali orang menganggap daerah paling aman dari segala
bahaya adalah di rumah, namun kenyataannya tidaklah demikian. Karena racun-
racun berbahaya justru banyak pula terdapat di lingkungan rumah. Zat-zat seperti
misalnya polybrominated byphenyls (PBBs) yang mengontaminasi makanan, dan
meningkatkan perasaan bersalah dan simtom depresif, kecemasan dan menjauh
pada seseorang yang mengonsumsinya.

16
Polusi Udara Dan Perilaku

Seperti halnya racun, polusi udara juga berpengaruh terhadap mood,


perilaku, dan kesehatan sadar ataupun tidak. Polusi udara telah menjadi problem
primer pada lingkungan. Terutama di kota besar seperti Surabaya.

PERSEPSI MENGENAI POLUSI UDARA


Persepsi mengenai polusi udara ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor fisik dan
psikologis. Namun secara lebih spesifik, persepsi tadi dapat dilihat dari beberapa
tipe:
1. Persepsi melalui Pembauan
Manusia menggunakan membran olfactory (pada indera hidung) dalam
mendeteksi polusi lewat pembauan.
2. Persepsi melalui Penglihatan
Misalnya asap, dapat dilihat secara kasat mata. Asap kendaraan bermotor
terlihat sebagai warna putih dan abu-abu di mata kita. Namun tidak
semua polusi dapat dideteksi semata-mata dengan indra penglihatan.
3. Deteksi cara lain
Para ahli menggunakan konsentrasi automobile sebagai isyarat utama
mendeteksi polusi. Cara lain mendeteksi polusi adalah dengan melihat
muncul tidaknya hujan (yang merupakan pembersih udara, kehadiran
bangunan tinggi. Namun inilah yang sering tidak dikenali oleh banyak
orang.
4. Faktor lain yang mempengaruhi persepsi mengenai polusi
Faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi persepsi mengenai
polusi adalah misalnya tingkan sosial-ekonomi, faktor biasa-tidaknya
menyerap polusi. Orang yang tidak terbiasa menghirup polusi, ketika
berpindah ke daerah berpolusi akan merasa cemas.

17
POLUSI UDARA DAN KESEHATAN
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya polusi udara menimbulkan
permasalahan pada kesehatan, namun yang perlu diwaspadai adalah efek ini tidak
akan langsung muncul ketika manusia menghirup polusi, melainkan akan terus
terendap sehingga penyakit kronis dapat muncul di kemudian hari.
Polusi udara yang seringkali menyebabkan bahaya pada kesehatan adalah
misalnya karbon monoksida, pembakaran nitrogen dan sulfur dan lain-lainnya.
Kesehatan yang dimaksud disini bukan hanya kesehatan fisik melainkan
juga kesehatan mental (tampak pada perilakunya)

POLUSI UDARA DAN PEROFRMANCE


Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa Polusi udara berpengaruh
negatif terhadap performance individu.

POLUSI UDARA DAN PERILAKU SOSIAL


Hasil riset menunjukkan bahwa polusi udara mempengaruhi perilaku sosial
dan bagaimana seseorang memandang orang lain.

18
Daftar Pustaka
Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., Baum, A. 1996. Environmental
Psychology: Fourth Edition. Fox Worth: Harcourt Brace College Publishers.

19

Anda mungkin juga menyukai