Anda di halaman 1dari 5

Tugas Matakuliah Rural Community

Nilai dan Sistem Nilai dalam Komunitas Pedesaan



Adella Anfidina Putri
250120130508

Nilai dan Sistem Nilai
Dalam berbahasa sehari-hari sering kali kita mendengar atau membaca kata penilaian,
yang kata-asalnya adalah nilai. Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sifat-
sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai (value) juga biasa diartikan
sebagai harga, penghargaan, atau taksiran. Maksudnya adalah harga yang melekat pada
sesuatu atau penghargaan terhadap sesuatu. Bambang Daroeso (1986) mengemukakan bahwa
nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang dapat menjadi dasar
penentu tingkah laku seseorang. Nilai pada dasarnya disebut sebagai standar penuntun dalam
menentukan sesuatu itu baik, indah, berharga atau tidak. Suatu nilai apabila sudah
membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau
petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari hari,
misalnya nilai dalam budaya gotong royong, budaya malas, dan lain lain. Jadi, secara
universal, nilai merupakan kumpulan sikap perasan ataupun anggapan terhadap sesuatu hal
mengenai baik buruk, benar salah, patut tidak patut, mulia hina, penting tidak penting bagi
seseorang dalam mencapai tujuan tertentu (Fraenkel, 1977).
Berkaitan dengan objek dan luaran prilakunya, nilai dikategorikan menjadi beberapa
jenis, diantaranya: nilai etika yang merupakan nilai untuk manusia sebagai pribadi yang
utuh, misalnya kejujuran. Nilai ini berkaitan dengan benar atau salah yang dianut oleh
golongan atau masyarakat; nilai estetika atau nilai keindahan sering dikaitkan dengan benda,
orang dan peristiwa yang dapat menyenangkan hati (perasaan); nilai agama yang
berhubungan antara manusia dengan Tuhan, kaitannya dengan pelaksanaan perintah dan
larangannya. Terakhir, adalah nilai yang bekaitan dengan kehidupan bermasyarakat yaitu
nilai sosial.
Nilai umumnya tidak hanya berlaku dalam individu tapi berkembang dan berlaku
secara kolektif dalam satuan masyarakat, nilai ini dikatakan bersifat nilai sosial. Nilai sosial
merupakan petunjuk petunjuk umum yang telah berlangsung lama dalam suatu komunitas
yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari hari (Woods, ___).
Dalam pelaksanaannya nilai-nilai sosial yang berlaku dalam komunitas saling bersatu
membentuk sebuah sistem yang berkaitan, yang dikenal dengan istilah sistem nilai. Sistem
nilai yang mengatur tatanan kehidupan masyarakat itu dikonsepsikan dengan suatu sistem
norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu
keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyarakat disebut sebagai pranata sosial
(Koentjaraningrat, 1985).

Latar Belakang, Perkembangan dan Fungsi Nilai dalam Komunitas
Nilai awalnya terbentuk dari pengalaman dan pemaknaan atas suatu fenomena atau
objek, fenomena atau objek tersebut pada awalnya dikaitkan dengan kepercayaan dan mitos
yang berkembang dalam komunitas tersebut yang lama kelamaan akan dikaitkan dengan
logika yang kemudian berkembang menjadi nilai yang lebih universal. Nilai pula dapat
terbentuk dari perbuatan alami yang berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama, sehingga
kemudian timbul pengakuan dan persamaan persepsi dalam komunitas. Nilai dan sistem nilai
tersebut kemudian disosialisasikan baik dalam lingkungan keluarga maupun dilingkungan
sekitarnya melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 1985). Sistem nilai yang ada dalam suatu
masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai yang
dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara, alat, dan tujuan
kehidupan.
Nilai dan sistem nilai yang saat ini berlaku tetap bertahan karena adanya kebutuhan
pokok masyarakat yang memerlukan seperangkat ukuran untuk suatu suatu situasi kehidupan
sosial. Ukuran tersebut harus ada sebagai kesepakatan tidak tertulis untuk menyelesaikan
perselisihan/ perbedaan pendapat sekaligus untuk membuat kesepakatan terhadap suatu objek
atau fenomena dengan menyebutnya berharga-tidak berharga, baik-tidak baik, dibolehkan-
dilarang dan lainnya. Berdasarkan nilai yang cenderung abstrak inilah dinamika kehidupan
masyarakat berlangsung dengan terarah dan stabil.
Dalam kaitannya dengan kehidupan, nilai yang berkembang dalam masyarakat sangat
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaan dan pola adaptasi masyarakat terhadap
lingkungan tempat hidupnya. Dikatakan bahwa sistem nilai sosial yang langgeng akan
menjadi sistem nilai budaya. Secara umum setiap kebudayaan akan memiliki sistem nilai
yang berbeda dalam kaitannya dengan suprastruktur kebudayaan tersebut (Teori Cultural
Materialism Harris, 1979) namun kedekatan geografis dan tingginya laju imigrasi antara dua
daerah dapat menyebabkan nilai-nilai yang berlaku di daerah tersebut mirip. Salah satu
kebudayaan yang memiliki nilai nyaris universal di Indonesia adalah kebudayaan di daerah
pedesaan.

Nilai dan Sistem Nilai di Komunitas Pedesaan
Pendekatan yang sesuai dengan kondisi pedesaan Indonesia adalah definisi yang
dikeluarkan oleh Bintaro. Pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang
kuat antarwarga desa, yaitu perasaan setiap warga atau anggota masyarakat yang amat kuat
yang hakikatnya, seorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat atau anggota masyarakat, perasaan batin yang kuat inilah yang menyebabkan
nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat desa jauh lebih jelas ada dan terlihat
dibandingkan dengan masyarakat yang sisi individualitasnya sudah lebih tinggi. Selain dari
ikatan yang masih sangat kuat, ciri lain dari komunitas desa dalah terdapatnya homogenitas
terutama dalam bidang mata pencaharian dan ekonomi, di Indonesia sendiri secara umum
terdapat desa dengan mayoritas petani dan nelayan, Adapun pekerjaan yang bukan pertanian
atau nelayan merupakan pekerjaan komplementer sebagai pengisi waktu luang.
Berdasarkan homogenitas ini, nilai yang dianut oleh komunitas desa lebih mudah
dijabarkan, nilai ini berupa petuah dari tetua desa yang diteruskan ke para orang tua hingga
keturunannya. Nilai yang berlaku di kehidupan desa umumnya adalah nilai sosial dan nilai
religious atau spiritual, sehingga setiap tindakan dan aktivitas akan direfleksikan terhadap
keduanya.
Cotoh yang paling nyata dari nilai yang berlaku dapat terlihat pada komunitas
pedesaan yang mayoritas berprofesi sebagai petani. Kehidupan sehari-hari penduduk
didasarkan pada nilai yang berlaku secara individu maupun kelompok, nilai yang berlaku
sebagian besar akan sama dalam komunitas desa petani lainnya. Nilai-nilai dominan yang
terdapat dalam masyarakat pedesaan antara lain:
1. Nilai Pelestarian dan Kecintaan terhadap Alam
Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, disebabkan oleh lokasi geografi
dan kebergantungan hidupnya terhadap alam. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak
ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam, seperti dalam pola
berpikir dan falsafah hidupnya yang menyebabkan terdapat nilai kesadaran pelestarian alam
dan perasaan ingin melindungi keseimbangan yang ada. Nilai ini diimplementasikan dalam
kehidupan seperti keengganan untuk menebang pohon secara sembarangan, kebijaksanaan
dalam pengelolaan air dan tindakan lainnya.
2. Nilai Empati, Kekeluargaan dan Kebersamaan
Masyarakat pedesaan jumlahnya cenderung tidak terlalu banyak dengan kesejahteraan
terbatas sehingga tingkat mobilitas sosialnya rendah. Demikian pula kontak melalui radio,
televisi, majalah, poster, koran, dan media-media lain. Di desa kontak sosial lebih banyak
melalui tatap muka, ramah-tamah (informal) dan pribadi. Keterbatasan mobilitas sosial
menimbulkan nilai kekeluargaan antara warga di pedesaan yang erat sehingga kepatutan yang
diakui oleh semua individu adalah keharusan untuk saling membantu, menganggap sebagai
satu kesatuan keluarga sehingga nilai kebersamaan sangat terasa. Selain itu nilai
kekeluargaan mengarahkan adanya rasa setara sehingga semua elemen komunitas merasa
sejajar sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan
tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan
menolongnya tanpa pamrih.
3. Nilai Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial (social solidarity) atau kepaduan dan kesatuan, pada
masyarakat pedesaan merupakan akibat dari homogenitas, persamaan dalam pengalaman,
tujuan yang sama, dimana bagian dari masyarakat pedesaan hubungan pribadinya bersifat
informal dan tidak bersifat kontrak sosial (perjanjian). Pada masyarakat pedesaan ada
kegiatan tolong-menolong, gotong-royong dan musyawarah yang pada saat sekarang masih
banyak dirasakan. Nilai kesetiakawanan sosial ini masih sangat terasa di kalangan petani
karena keterkaitan dengan pengelolaan lahan dan pembagian sumberdaya, tanpa adanya nilai
kesetiakawanan akan berpotensi memunculkan konflik dan penurunan hasil produksi. Nilai
kesetiakawanan sosial diaplikasikan dalam kehidupan melalui aktivitas gotong-royong dan
tolong menolong yang masih kental dalam kehidupan komunitas desa. Gotong royong dan
tolong menolong mempunyai pengertian yang berbeda. Seperti dikemukakan Bung Karno
gotong royong lebih pada bentuk kerja bakti yaitu mengerjakan suatu pekerjaan untuk
kepentingan bersama (dalam Marzali, 2005). Tolong menolong, yaitu saling membantu baik
berupa pinjam meminjam alat maupun dalam bentuk jasa. Tolong menolong dibidang
pertanian, dalam bentuk sistem pengerahan tenaga kerja dalam pengolahan lahan, penanaman
dan penanaman yang memerlukan tenaga kerja tambahan dari luar anggota keluarga. Sistem
ini dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga kerja pada masa-masa sibuk dalam
lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam di sawah. Kerjasama seperti ini tidak ada
kompensasi, tetapi dilakukan dengan balas jasa. Jadi tolong menolong suatu bentuk kegiatan
yang dilakukan secara kolektif atau secara individual bukan untuk kepentingan bersama,
melainkan untuk kepentingan perseorangan.
Nilai-nilai dominan yang berlaku di pedesaan tadi dapat berkembang dan saling
berkaitan membentuk suatu sistem nilai. Sistem nilai yang dianut suatu masyarakat kemudian
diwujudkan dalam suatu kegiatan baik untuk kepentingan individual maupun kepentingan
kolektif. Kegiatan-kegiatan yang merupakan konsepsi dari nilai yang berlaku tersebut
dilaksanakan secara berkesinambungan, sehingga merupakan suatu aktivitas-aktivitas yang
terlembagakan (Suwartapradja, 2005). Sebagai contoh kongkrit pelembagaan dari nilai pada
sistem nilai yang berkembang manjadi sebuah pranata adalah sistem Subak di Bali yang
mengacu pada sistem nilai dan kepercayaan Tri Hita Karana. Pranata subak tersebut
merapkan suatu sistem nilai yang terdiri atas nilai-nilai dominan yang tadi telah disampaikan
ditambah nilai spiritual dalam kaitannya dengan kepercayaan hindu setempat.
Nilai dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat pedesaan sering kali dianggap
sebagai sesuatu yang perlu dipertahankan karena keluhuran nilai ideal yang dianut. Namun di
sisi lain terkadang dari sistem nilai yang berlaku dapat menjadikan masyarakat petani
memiliki mental-mental yang kurang mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia,
misalnya seseorang selalu berusaha untuk tidak menonjol melebihi yang lain dalam
masyarakat. Dari sinilah yang membuat masyarakat petani kurang berinisiatif untuk mencoba
membuat inovasi-inovasi baru ataupun mencoba merencanakan sesuatu yang lebih dari
sekedar memikirkan hari ini saja. Selain itu, nilai dan kepercayaan akan takhayul juga
pemikiran religio-magis yang masih kuat juga menjadi faktor mental yang kurang
mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia.
Referensi:
Abdulkadir, Muhammad. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. PT Citra Aditya Bakti, Bandar Lampung.
Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.
Boedhi santoso, Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan , Lokakarya Penyusunan Kumpulan Minimal Peragaan
Mata Kuliah Ilmu Sosial Dasar Universitas Brawijaya, Malang 21-27 Januari 1985.
Daroeso, Bambang. 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Aneka Ilmu, Semarang.
Fraenkel, Jack, R. 1977. How to teach about Values: An Analytic Approach. Practice Hall, Inc., New Jersey.
Harris, Marvin. (1979). Cultural Materialism: The Struggle for a Science of Culture. Random House, New
York.
Koentjaraningrat, 1974, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Gramedia, Jakarta.
Koentjaraningrat, 1985, Pokok-pokok Antropologi Sosial. Aksara Baru, Jakarta.
Marwanto, 12 November 2006. Jangan bunuh desa kami. Jakarta:Kompas
Marzali, Amri. 2005, Antropologi dan Pembangunan Indonesia. Kencana, Jakarta.
Pranadji, Tri. 2010. Perspektif Perkembangan Nilai-nilai Sosial Budaya Bangsa. [Online]
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART02-4a.pdf , 9 Juli 2014
Suwartapradja, Opan S,. 2005. Pranata Sosial Dalam Pertanian (Studi Tentang Pengetahuan Lokal Pada
Masyarakat Petani Di Jawa Barat). PPSDAL, LP-UNPAD, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai