Teori normatif dianggap merupakan pendapat pribadi yang subjektif, sehingga tidak dapat diterima begitu saja dan harus dapat diuji secara empiris agar memilki dasar teori yang kuat. Teori positif berkembang karena ketidakpuasan terhadap teori normatif (1) ketidakmampuan normatif untuk menguji secara empiris, (2) normatif lebih banyak berfokus pada kemakmuran investor secara individu dari pada kemakmuran secara luas dan (3) normatif tidak mendorong atau memungkinkan terjadinya alokasi sumber daya ekonomi secara optimal di pasar modal. Teori positif mulai berkembang sekitar tahun 1960-an yang dipelopori oleh Watt & Zimmerman menitik beratkan pada pendekatan ekonomi dan perilaku dengan munculnya hipotesis pasar efisien dan teori agensi. Hipotesa yang digunakan oleh Watt & Zimmerman ada 3, yaitu (1) perencanaan bonus, (2) perjanjian hutang dan ( 3) biaya proses politik. Dalam praktik, para profesional dalam bidang akuntansi telah menyadari sepenuhnya bahwa teori akuntansi positif memiliki ciri pemecahan masalah yang disesuaikan dengan realitas praktik akuntansi. Pendekatan yang digunakan dalam teori akuntansi positif adalah pendekatan ekonomi dan prilaku. Tujuan dari pendekatan teori akuntansi positif adalah untuk menjelaskan dan memprediksi praktik akuntansi. Salah satu contoh dalam penggunaan teori positif adalah hipotesa mengenai program pemberian bonus. Hipotesa ini menunjukkan bahwa manajemen yang remunerasinya didasarkan pada bonus, akan berusaha memaksimalisasi bonusnya melalui penggunaan metode akuntansi yang dapat menaikkan laba dan pada akhirnya memperbesar bonus. Teori ini akan dapat menjelaskan atau memprediksi perilaku manajemen dalam hal program pemberian bonus. Penjelasan positif berisi pernyataan tentang sesuatu (kejadian, tindakan atau perbuatan) seperti apa adanya sesuai dengan fakta atau apa yang terjadi atas dasar pengamatan empiris. Penjelasan positif diarahkan untuk memberikan jawaban apakah sesuatu pernyataan itu benar atau salah satu dasar kriteria ilmiah. Penjelasan normatif berisi pernyataan dan penalaran untuk menilai apakah sesuatu itu baik atau buruk atau relevan atau tak relevan dalam kaitannya dengan kebijakan ekonomi atau sosial tertentu. Penjelasan normatif diarahkan untuk mendukung atau menghasilkan kebijakan politik sehingga bersifat pembuatan kebijakan. Aspek Sasaran Teori Teori Positif Teori Normatif Unsur pembeda Masalah fakta Masalah nilai Sasaran pemaparan Positif Normatif Bentuk pernyataan Is Ought/should Bentuk pertimbangan Facts Values Dasar penyimpulan Objective Subjective Nada pernyataan Descriptive Prescriptive Metode pengujian validasi Science Art Kriteria penerimaan teori True/false Good/bad
Standar Akuntansi Akuntansi memiliki kerangka teori konseptual yang menjadi dasar pelaksanaan teknik- tekniknya, kerangka dasar konseptual ini terdiri dari standar (teknik & prinsip) dan praktik yang sudah diterima oleh umum karena kegunaannya dan kelogisannya; contoh dasar GAAP disebut going concern, substance over form, neutrality, accrual basis, conservatism, materiality. Standar akuntansi mencakup konvensi, peraturan, dan prosedur yang sudah disusun dan disahkan oleh lembaga resmi (standard setting body). Dalam standar ini dijelaskan transaksi apa yang harus dicatat; bagaimana mencatatnya, dan bagaimana mengungkapkannya dalam laporan keuangan yang akan disajikan. Standar di Indonesia berlaku Prinsip Akuntansi Keuangan (SAK) Indonesia kemudian menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sedang di USA berlaku General Accepted Accounting Principle (GAAP, kemudian Accounting Principle Board Statement dan terakhir menjadi FASB Statements. SAK merupakan pedoman bagi siapa saja dalam menyusun laporan keuangan yang akan diterima oleh umum. Kewajiban akuntan untuk menyajikan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi sudah diatur dalam berbagai ketentuan yang berlaku, bukan saja oleh organisasi profesi, tetapi juga lembaga lainnya seperti BEJ, BAPEPAM, Bank Indonesia, Departemen Keuangan, Direktorat Jendral Pajak dan sebagainya. Sebagaimana diketahui Standar Pelaporan Auditing pertama menyatakan sebagai berikut : Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Namun perlu juga diketahui bahwa prinsip akuntansi yang berlaku umum juga membuka peluang bagi akuntan untuk memilih berbagai alternative metode dan estimasi akuntansi yang dapat digunakan. Istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum merupakan suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konvensi, aturan dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. Standar akuntansi ini harus juga melihat konsistensinya. Artinya penerapan standar akuntansi itu harus konsisten tidak boleh berubah-ubah. Hubungan standar akuntansi dengan profesi akuntansi Dalam penyusunan laporan keuangan, akuntansi dihadapkan pada kemungkinan bahaya penyimpangan, salah penafsiran, ketidaktepatan, dan hal- hal yang bersifat ganda, maka profesi akuntan perlu mengembangkan suatu teori yang dapat diterima secara umum dan dipraktikkan secara universal. Oleh karena itu, Profesi Akuntan perlu menetapkan Standar Akuntansi Keuangan yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang dapat berguna bagi semua pihak yang berkepentingan. Standar tersebut dijadikan acuan pokok dalam penyusunan laporan keuangan untuk pelaporan kepada pihak luar perusahaan dan juga digunakan sebagai dasar bagi auditor dalam memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan dalam rangka audit umum.
Mengapa pembuatan standar akuntansi harus diatur/ diregulasi? Standar akuntansi ini merupakan masalah penting dalam profesi dan semua pemakai laporan yang memiliki kepentingan terhadapnya. Oleh karena itu, mekanisme penyusunan standar akuntansi harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Standar akuntansi ini akan terus- menerus berubah dan berkembang sesuai perkembangan dan tuntutan masyarakat. Belkaoui(1985) mengemukakan alasan pentingnya standar akuntansi yang relevan sebagai berikut: 1. Dapat menyajikan informasi tentang posisi keuangan, prestasi, dan kegiatan perusahaan. Informasi yang disusun berdasarkan standar akuntansi yang lazim diharapkan mempunyai sifat jelas, konsisten, terpercaya, dan dapat diperbandingkan. 2. Memberi pedoman dan peraturan bekerja bagi akuntan publik agar mereka dapat melaksanakan tugas dengan hati-hati, independen, dan dapat mengabdikan keahliannya dan kejujurannya melalui penyusunan laporan akuntan setelah melalui pemeriksaan akuntan. 3. Memberikan data base kepada regulator tentang berbagai informasi yang dianggap penting dalam perhitungan pajak, peraturan tentang perusahaan, perencanaan dan pengaturan ekonomi, dan peningkatan efesiensi ekonomi, dan peningkatan efesiensi ekonomi, dan tujuan-tujuan makro lainnya. 4. Dapat menarik perhatian para ahli dan praktisi di bidang teori dan standar akuntansi. Semakin banyak standar yang dikeluarkan, semakin banyak kontroversi dan semakin bergairah untuk berdebat, berpolemik, dan melakukan penelitian. Dalam penyusunan standar akuntansi ini ada tiga kemungkinan: 1. Diserahkan sepenuhnya kepada kekuatan atau mekanisme pasar; 2. Diserahkan kepada swasta/profesi; atau 3. Diserahkan kepada pemerintah. Kualitas standar akuntansi dan auditing mempengaruhi perkembangan pasar modal Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan keuangan merupakan produk utama dalam mekanisme pasar modal. Efektivitas dan ketepatan waktu dari informasi keuangan yang transparan yang dapat dibandingkan dan relevan dibutuhkan oleh semua stakeholder. Para stakeholder ini bukan sekadar ingin mengetahui informasi keuangan dari satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan (jika bisa, mungkin dari semua perusahaan) dari seluruh belahan dunia untuk diperbandingkan satu dengan lainnya. Pertanyaannya, bagaimana kebutuhan ini dapat terpenuhi jika perusahaan-perusahaan masih menggunakan bentuk dan prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda? Perkembangan yang mengglobal dengan sendirinya menuntut adanya satu standar akuntansi yang dibutuhkan baik oleh pasar modal atau lembaga yang memiliki agency problem. Agency problem adalah masalah jarak antara pemilik dan buruh atau pekerja yang disebut agency relation, yaitu informasi. Informasi adalah berupa laporan tentang aset, sumber daya, dan lainnya yang berhubungan dengan keadaan perusahaan yang dibuat oleh agen dan diserahkan kepada principle (pemilik). Biaya yang dikeluarkan untuk menjaga hubungan baik antara principle dan agent disebut agency cost. Fenomena inilah yang membuat harmonisasi standar akuntansi internasional yang disebut IFRS. International Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan prinsip yang meliputi penilaian profesional yang kuat dengan disclosure yang jelas dan transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian, pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas antarnegara di berbagai belahan dunia. Implikasinya, mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan keuangannya. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global.
Dampak dari adanya konvergensi IFRS Dalam rangka menyongsong pemberlakuan Standar Akuntansi Keuangan yang sudah secara penuh menggunakan standar akuntansi internasional (Konvergensi IFRS) pada awal tahun 2012 hendaknya setiap pelaku ekonomi bersiap-siap diri dalam menyambutnya. Hal ini sangat penting mengingat penerapan konvergensi IFRS dimungkinkan sangat berpengaruh pada iklim dunia bisnis di Indonesia.
Di sisi lain tujuan konvergensi IFRS adalah agar laporan keuangan berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS dan kalaupun ada diupayakan hanya relatif sedikit sehingga pada akhirnya laporan auditor menyebut kesesuaian dengan IFRS, dengan demikian diharapkan meningkatkan kegiatan investasi secara global, memperkecil biaya modal (cost of capital) serta lebih meningkatkan transparansi perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan.
Dengan konvergensi IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan memerlukan professional judgment, senantiasa peningkatan kompetensi harus pula dibarengi dengan peningkatan integritas. Peta arah (roadmap) program konvergensi IFRS yang dilakukan melalui tiga tahapan. Pertama tahap adosi (2008 - 2011) yang meliputi Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, evaluasi dan kelola dampak adopsi terhadap PSAK yang berlaku. Kedua tahap persiapan akhir (2011) yaitu penyelesaian infrastruktur yang diperlukan. Ketiga yaitu tahap implementasi (2012) yaitu penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi seluruh IFRS dan evaluasi dampak penerapan PSAK secara komprehensif.
Program konvergensi IFRS tentu akan menimbulkan berbagai dampak terhadap bisnis antara lain: 1. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global. 2. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar. 3. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga- harga fluktuatif. 4. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value. 5. Principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management). 6. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.
IFRS: Principles-Based Accounting Standards Dukungan terhadap International Financial Reporting Standards (IFRS) sebagai standar tunggal pelaporan keuangan yang berkualitas semakin meluas. Semakin banyak negara yang mengadopsi IFRS, sehingga pada akhirnya IFRS dapat digunakan di seluruh dunia. Dukungan terhadap IFRS disebabkan karena IFRS merupakan standar yang berbasis lebih pada prinsip (principles-based standards) dibandingkan dengan standar akuntansi yang diakui di Amerika (Generally Accepted Accounting Principles) yang lebih berbasis pada aturan (rules-based standards). Pada dasarnya, tidak ada standar yang murni berbasis aturan atau yang murni berbasis prinsip. Setiap standar akuntansi akan berada pada spektrum antara aturan dan prinsip. Standar akuntansi yang berbasis prinsip memuat prinsip-prinsip umum, yang mengandalkan pada interpretasi dan pertimbangan penyusun laporan keuangan. Standar berbasis prinsip memuat pedoman yang lebih umum yang dimulai dengan tujuan umum dan prinsip-prinsip tanpa memberikan pedoman rinci. Hal ini menjadikan IFRS lebih sederhana dan lebih fleskibel dalam persyaratan akuntansi dan pengungkapannya. Sedangkan standar akuntansi yang berbasis aturan memuat seperangkat aturan, yang membatasi fleksibilitas dan penggunaan pertimbangan profesional. Standar akuntansi yang berbasis aturan berisi pedoman rinci yang harus diikuti ketika perusahaan menyiapkan laporan keuangan. Pedoman tersebut didasarkan pada asumsi bahwa manajemen memerlukan pedoman yang menjamin bahwa transaksi dilaporkan dengan tepat dan konsisten. Pedoman rinci tersebut menjadikan standar tersebut lebih panjang dan lebih kompleks. Standar akuntansi berbasis aturan biasanya hanya berlaku untuk suatu industri tertentu, sedangkan standar akuntansi yang berbasis prinsip tidak mengatur untuk suatu jenis industri tertentu. Standar akuntansi yang berbasis prinsip memberi dasar konseptual bagi akuntan ketimbang daftar aturan rinci. Pada presentasinya di Financial Executives International (2002), Robert Herz, Chairman of Financial Accounting Standard Board (FASB) menjelaskan pendekatan yang berbasis prinsip. Pendekatan berbasis prinsip dimulai dengan menetapkan tujuan utama pelaporan dan kemudian memberikan pedoman yang menjelaskan tujuan tersebut dan mengaitkannya dengan beberapa contoh. Setiap standar akuntansi memiliki kelebihan dan kelemahan, demikian pula dengan standar akuntansi yang berbasis prinsip dan yang berbasis aturan. Kelebihan utama standar akuntansi yang berbasis prinsip adalah terletak pada pedoman umum yang dapat diterapkan pada berbagai situasi, yang fleksibel dalam menghadapi lingkungan yang baru. Sebaliknya, standar akuntansi yang berbasis aturan dipandang kurang fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan. Pedoman umum dapat mencegah perusahaan terperangkap dalam suatu persyaratan kaku yang memungkinkan suatu kontrak ditulis dengan tujuan untuk memanipulasi maksud kontrak tersebut. Misalnya, manajer mengakui suatu kontrak sewa (lease) sebagai sewa operasi untuk menghindari terjadinya liabilitas. Pedoman umum akan mendorong penyajian laporan keuangan dengan sebenarnya (representational faithfulness). Sedangkan standar berbasis aturan dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengelola laporan akuntansi, ketimbang melaporkan substansi ekonomi transaksi. Sebagai contoh, apa yang telah dilakukan oleh Enron dengan tidak melaporkan Special Purpose Entity (SPE) yang dimilikinya dari laporan posisi keuangan (off-balance sheet) karena hanya mencapai 3% kepemilikian ekuitas luar. Enron mampu menstruktur transaksi untuk menghasilkan perlakuan akuntansi yang diinginkan meskipun tidak mencerminkan transaksi yang sebenarnya. Pertimbangan Profesional Kelebihan lainnya adalah, standar akuntansi yang berbasis prinsip memungkinkan akuntan untuk menerapkan pertimbangan profesional dalam menilai substansi suatu transaksi. FASB Chair Robert Herz menyakini bahwa profesionalisme dalam penyajian laporan keuangan akan meningkat jika akuntan diharuskan untuk menggunakan pertimbangan profesional mereka dibandingkan dengan hanya mengandalkan aturan-aturan rinci. Standar akuntansi yang berbasis prinsip memudahkan keseragaman penyajian dan pelaporan laporan keuangan yang bertujuan umum (general purpose financial statements) yang diterbitkan setiap tahun. Keseragaman laporan keuangan tersebut sangat bermanfaat bagi investor dan pengguna laporan keuangan lainnya dalam menilai prospek investasi pada perusahaan yang berbeda dalam negara yang berbeda. Di balik kelebihannya, standar akuntansi yang berbasis prinsip juga memiliki kelemahan. Karena mengandalkan pada pertimbangan individual dalam menginterpretasi dan mengimplementasikan standar, maka kemungkinan dapat digunakan untuk memanipulasi data dan hasil keuangan. Sedangkan pada standar akuntansi berbasis aturan, karena berisi aturan-aturan yang lebih rinci, maka standar tersebut lebih mudah untuk diterapkan dan tidak memerlukan pertimbangan profesional. Adakalanya aturan rinci ini lebih disukai karena kemungkinan terjadinya tuntutan hukum terhadap akuntan lebih kecil. Ketiadaan aturan dapat mengakibatkan tuntutan hukum jika akuntan tidak tepat dalam menggunakan pertimbangan profesionalnya. Pada standar akuntansi yang berdasarkan prinsip, kurangnya pedoman yang jelas menyebabkan ketidakkonsistenan dalam penerapan standar antar organisasi, sehingga sulit untuk membandingkan satu perusahaan dengan perusahaan lain. Sebagai contoh, dengan tidak adanya pedoman yang jelas, bagaimana perusahaan dapat menentukan bahwa suatu liabilitas itu kemungkinan besar terjadi (probable) atau hanya kemungkinan terjadi (possible). Standar akuntansi yang berdasarkan prinsip kurang fleksibel dalam menghadapi masalah- masalah yang dialami oleh bangsa-bangsa dengan lingkungan yang berbeda. Sehingga standar menjadi tidak memadai. Menurut Herdman (2002) dalam testimoninya Are Current Financial Accounting Standards Protecting Investors, standar akuntansi yang ideal adalah standar yang berbasis prinsip dan mensyaratkan pelaporan keuangan dapat mencerminkan substansi ekonomi dari suatu transaksi (bukan sekadar bentuk transaksi tersebut). Standar yang ideal akan menghasilkan keseimbangan antara aturan dan prinsip. Dalam paper DiPiazza et al (2008), standar akuntansi berbasis prinsip mempunyai karakteristik-karakteristik yang diyakini sebagai unsur pelaporan keuangan yang berkualitas. Karakteristik-karakteristik tersebut adalah: (1) Penyajian dengan sebenarnya (faithful presentation) realitas ekonomi, (2) Responsif terhadap kebutuhan pengguna laporan keuangan akan kejelasan dan transparansi, (3) Konsisten dengan Kerangka Konseptual, (4) Didasarkan pada lingkup yang ditentukan dengan tepat yang ditujukan pada area akuntansi yang luas, (5) Ditulis dengan bahasa yang jelas, ringkas, dan sederhana, dan (6) Memungkinkan penggunaan pertimbangan yang masuk akal. Penyusun laporan keuangan harus mampu menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk melaporkan dengan sebenarnya substansi ekonomi perusahaan. Proses pelaporan keuangan tidak lagi diarahkan untuk mencari aturan yang mengatur bagaimana mencatat suatu transaksi atau membuat pengungkapan. Namun, proses pelaporan keuangan akan lebih menekankan penggunaan pertimbangan profesional. Oleh karena itu, penyusun laporan keuangan dan auditor harus diberi ruang untuk menggunakan pertimbangan profesional mereka dan yakin akan pertimbangan mereka. Sedangkan bagi regulator, harus menitikberatkan pada ketepatan pertimbangan yang mendasari laporan keuangan yang merupakan esensi dari pelaporan keuangan yang baik. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh standar akuntansi berbasis prinsip harus jelas dan mudah dimengerti. Part 2 : Theory and Accounting Practice Conceptual Framework The Conceptual Framework for Financial Reporting The IASB Framework was approved by the IASC Board in April 1989 for publication in July 1989, and adopted by the IASB in April 2001. In September 2010, as part of a bigger project to revise the Framework the IASB revised the objective of general purpose financial reporting and the qualitative characteristics of useful information. The remaining of the document from 1989 remains effective. This Conceptual Framework sets out the concepts that underlie the preparation and presentation\ of financial statements for external users. The Conceptual Framework deals with: a. the objective of financial reporting; b. the qualitative characteristics of useful financial information; c. the definition, recognition and measurement of the elements from which financial statements are constructed; and d. concepts of capital and capital maintenance. The objective of general purpose financial reporting is to provide financial information about the reporting entity that is useful to existing and potential investors, lenders and other creditors in making decisions about providing resources to the entity. Those decisions involve buying, selling or holding equity and debt instruments, and providing or settling loans and other forms of credit. Many existing and potential investors, lenders and other creditors cannot require reporting entities to provide information directly to them and must rely on general purpose financial reports for much of the financial information they need. Consequently, they are the primary users to whom general purpose financial reports are directed. General purpose financial reports do not and cannot provide all of the information that existing and potential investors, lenders and other creditors need. Therefore those users need to consider pertinent information from other sources. Other parties, such as regulators and members of the public other than investors, lenders and other creditors, may also find general purpose financial reports useful. However, those reports are not primarily directed to these other groups.. In order to meet their objectives, financial statements are prepared on the accrual basis of accounting. Accrual accounting depicts the effects of transactions and other events and circumstances on a reporting entitys economic resources and claims in the periods in which those effects occur, even if the resulting cash receipts and payments occur in a different period. This is important because information about a reporting entitys economic resources and claims and changes in its economic resources and claims during a period provides a better basis for assessing the entitys past and future performance than information solely about cash receipts and payments during that period. The financial statements are normally prepared on the assumption that an entity is a going concern and will continue in operation for the foreseeable future. Qualitative characteristics identify the types of information that are likely to be most useful to the existing and potential investors, lenders and other creditors for making decisions about the reporting entity on the basis of information in its financial report (financial information). If financial information is to be useful, it must be relevant (ie must have predictive value and confirmatory value, based on the nature or magnitude, or both, of the item to which the information relates in the context of an individual entitys financial report) and faithfully represents what it purports to represent (ie information must be complete, neutral and free from error). The usefulness of financial information is enhanced if it is comparable, verifiable, timely and understandable. The IASB acknowledges that cost may be a constrain on preparing useful financial information.. The elements directly related to the measurement of financial position are assets, liabilities and equity. These are defined as follows: a. An asset is a resource controlled by the entity as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the entity. b. A liability is a present obligation of the entity arising from past events, the settlement of which is expected to result in an outflow from the entity of resources embodying economic benefits. c. Equity is the residual interest in the assets of the entity after deducting all its liabilities. The elements of income and expenses are defined as follows: a. Income is increases in economic benefits during the accounting period in the form of inflows or enhancements of assets or decreases of liabilities that result in increases in equity, other than those relating to contributions from equity participants. b. Expenses are decreases in economic benefits during the accounting period in the form of outflows or depletions of assets or incurrences of liabilities that result in decreases in equity, other than those relating to distributions to equity participants. An item that meets the definition of an element should be recognised if: a. it is probable that any future economic benefit associated with the item will flow to or from the entity; and b. the item has a cost or value that can be measured with reliability. Measurement is the process of determining the monetary amounts at which the elements of the financial statements are to be recognised and carried in the balance sheet and income statement. This involves the selection of the particular basis of measurement. The concept of capital maintenance is concerned with how an entity defines the capital that it seeks to maintain. It provides the linkage between the concepts of capital and the concepts of profit because it provides the point of reference by which profit is measured; it is a prerequisite for distinguishing between an entitys return on capital and its return of capital; only inflows of assets in excess of amounts needed to maintain capital may be regarded as profit and therefore as a return on capital. Hence, profit is the residual amount that remains after expenses (including capital maintenance adjustments, where appropriate) have been deducted from income. If expenses exceed income the residual amount is a loss. The Board recognises that in a limited number of cases there may be a conflict between the Conceptual Framework and an IFRS. In those cases where there is a conflict, the requirements of the IFRS prevail over those of the Conceptual Framework. As, however, the Board will be guided by the Conceptual Framework in the development of future IFRSs and in its review of existing IFRSs, the number of cases of conflict between the Conceptual Framework and IFRSs will diminish through time. The Conceptual Framework will be revised from time to time on the basis of the IASBs experience of working with it. IASB Framework In the IASBs Framework, four qualitative characteristics are suggested by IASB that are assumed to ensure usefulness of the information provided in the financial statements (International Accounting Standards Board, 2006,P. 38). These are, based on the order as adopted by IASB: understandability, relevance, reliability and comparability. The order of these qualitative characteristics by IASB is not justified. In the Exposure Draft of Improved Conceptual Framework for Financial Reporting (The Improved Conceptual Framework), there is a complete change of position. The qualitative characteristics are divided into two groups: fundamental qualitative characteristics and enhancing qualitative characteristics. The fundamental qualitative characteristics consist of relevance and faithful representation. The enhancing characteristics consist of comparability, verifiability, timeliness and understandability. It is obvious that comparability is downgraded, but it is still situated above verifiability, timeliness, and understandability. The change of the location of understandability is rather a very drastic one. From being on the top of the four qualitative characteristics in the IASBs Framework, understandability is located at the bottom of the list of the enhancing qualitative characteristics in the Improved Conceptual Framework. However, the characterization of comparability as an enhancing qualitative characteristic is very problematic and illogical. Being an international harmonizing body, the whole work of IASB must be judged according to the harmonization test since harmonization is considered as the main reason for developing international accounting standards (Radebaugh et al, 2006). Then, comparability must be situated at the top of any list of qualitative characteristics considered as yardsticks against which international accounting standards are tested. We agree with The Improved Conceptual Framework on the location of Understandability. Understandability must be situated at the end of the list of the qualitative characteristics. This is because understandability is required if accounting information is comparable at the international level. Relevance and faithful representation must also precede understandability. Relevance must precede faithful representation due to the fact that information that is faithfully represented but irrelevant for a specific decision is not going to attract the attention of decision makers. Understandability is redundant if accounting information lacks relevance and faithful representation. Although verifiability is not to be judged upon by the users of the information, it must precede understandability since, according to IASB, it is tied to faithful representation (IASB, 2008, P. 39). Verifiability is intended to confer assurance that information faithfully represents the economic phenomena that it purporse to represent. Timeliness must also precede understandability because use of information is jeopardized if the information is not available on a timely basis. In addition, understandability would be achieved if comparability, relevance and faithful representation are existed. IASB itself suggests that Comparability ensures understandability (International Accounting Standards Board, 2008, p. 40). IASB gives greater weight to the two fundamental qualitative characteristics (relevance and faithful representation) since only fundamental qualitative characteristics distinguish useful financial reporting information from information that is not useful or is misleading (International Accounting Standards Board, 2008, P. 13). For enhancing qualitative characteristics (comparability, verifiability, timeliness and understandability), IASB gives them the status of a secondary importance since the enhancing qualitative characteristics, either individually or in concert with each other, cannot make information useful for decisions if that information is irrelevant or not faithfully represented (International Accounting Standards Board, 2008, P. 13). For the reasons discussed above, we agree with IASBs position on verifiability, timeliness and understandability, but we disagree on comparability because IASB is an international harmonizing organization. Harmonization is not an end but a means to achieve comparability. If comparability is not a fundamental qualitative characteristic, then the letter "I" must be removed from IASB to be ASB. Comparability must be considered at least as one of the fundamental characteristics, if not the most fundamental qualitative characteristic. Accounting Measurement Systems Bagaimana bila harga pasar tidak tersedia? Tidak semua aset memiliki harga pasar yang aktif. Bagaimana bila aset tersebut tidak memiliki pasar aktif namun tetap harus diukur sesuai dengan nilai wajar? Apa yang harus dilakukan? Harga pasar aktif (quoted market price) adalah nilai wajar terbaik menurut PSAK 68, yakni memenuhi hirarki tertinggi (level 1). Namun bila pasar aktif tidak tersedia, maka hirarki nilai wajar PSAK 68 mengijinkan turun ke pengukuran level 2 atau bahkan ke level 3 (yang terendah). Level 2 menggunakan harga input berupa harga transaksi aset serupa yang mirip, atau harga kuotasian aset identik di pasar yang tidak aktif, atau harga input lainnya yang masih bisa diobservasi. Sedangkan pengukuran nilai wajar level 3 menggunakan harga input yang tidak lagi bisa diobservasi. Level 3 ini yang biasanya menggunakan teknik-teknik penilaian seperti misalnya dengan discounted cash flow dengan menggunakan arus kas proyeksi dari aset yang diukur selama umur ekonomis aset. Pengukuran dengan level 3 ini tentunya lebih subjektif daripada level 1 dan level 2 karena banyak asumsi dalam pengukurannya. Dengan demikian maka pengungkapan yang disyaratkan juga lebih banyak bila perusahaan menggunakan pengukuran level 3. Bila perusahaan menggunakan teknik penilaian nilai wajar level 3, nilai input dan asumsi- asumsi yang digunakan harus diungkapkan secara lebih rinci. Perusahaan juga harus menjelaskan langkah-langkah proses penilaian yang dilakukan dengan nilai input tersebut. Pengukuran menugaskan melibatkan jumlah uang di mana elemen-elemen laporan keuangan harus diakui dan dilaporkan. Kerangka IFRS mengakui bahwa berbagai pengukuran digunakan sekarang untuk derajat yang berbeda dan dalam berbagai kombinasi dalam laporan keuangan, termasuk: 1. Sejarah biaya 2. Biaya Kini 3. Realisasi bersih (settlement) nilai 4. Nilai (discounted) Harga perolehan adalah dasar pengukuran yang paling umum digunakan saat ini, tetapi biasanya dikombinasikan dengan pengukuran lainnya. [F. 4,56] Kerangka IFRS tidak termasuk konsep atau prinsip-prinsip untuk memilih jenis basis pengukuran harus digunakan untuk elemen tertentu laporan keuangan atau dalam keadaan tertentu. Namun, standar individu dan interpretasi melakukan memberikan bimbingan ini Diskusi narasi tentang analisis sensitivitas tentang perubahan nilai masukan tak terobservasi (Unobservable inputs) termasuk hubungan antar nilai-nilai masukan tersebut yang dapat mempengaruhi pengukuran.