Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian
Lembaga sektor publik merupakan suatu lembaga yang memiliki ruang
lingkup luas dan kompleks yang membedakan dengan organisasi lainnya
(Kartana, 2008). Lembaga sektor publik secara kelembagaan mencakup
pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan-badan pemerintah dan unit-unit
pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, lembaga
swadaya masyarakat, organisasi politik, organisasi massa, organisasi
pendidikan, yayasan dan sebagainya (Kartana, 2008). Pada dasarnya setiap
organisasi dihadapkan pada sebuah keputusan. Keputusan dapat diambil dari
informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi. Perbedaan dalam
pengambilan keputusan, banyaknya konflik kepentingan, rumitnya bidang
pemerintahan, banyaknya pekerjaan merupakan sekelumit permasalahan yang
ada di pemerintah daerah. Permasalahan tersebut terbentuk dari kompleksitas
yang ada pada lingkungan organisasi tersebut. J ika good governance ingin
tercipta dengan baik, maka pemerintah daerah harus memikirkan sebuah
sistem informasi yang memiliki nilai tambah (value added) dalam mengatasi
kompleksitas-kompleksitas tersebut. Supaya sistem informasi yang terbentuk
dapat berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis maka sistem informasi
harus diimbangi dengan kemajuan teknologi informasi.
2

Teknologi informasi saat ini sangat menunjang bagi setiap organisasi


untuk menghasilkan informasi yang dapat digunakan dalam berbagai aspek
kepentingan. Informasi merupakan hal yang amat penting bagi setiap
organisasi dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan. Pemerintah daerah
selaku pengelola dana publik harus mampu menyediakan informasi keuangan
yang diperlukan secara akurat, relevan, tepat waktu dan dapat dipercaya
(Masnoni dan Lyna, 2009). Lembaga-lembaga pemerintah perlu memikirkan
pentingnya penerapan sistem informasi yang terkomputerisasi. Luciana dan
Emiria (2006) menyatakan bahwa penggunaan sistem informasi yang
terkomputerisasi dapat memberikan beberapa keunggulan diantaranya
pemrosesan transaksi menjadi lebih cepat dan terintegrasi, dapat menyimpan
dan mengambil data dalam jumlah yang besar, mengurangi kesalahan
matematis, menghasilkan laporan dengan tepat waktu dalam berbagai bentuk
serta dapat menjadi alat dalam pengambilan keputusan. Setiap organisasi
pasti tidak menginginkan bahwa investasinya dalam pengembangan sistem
tidak memberikan kebermanfaatan dan justru sebaliknya menambah biaya.
Menyadari akan pentingnya sistem informasi yang terkomputerisasi di dalam
organisasi pemerintahan, maka sebuah perencanaan perlu dilakukan. Hal
tersebut penting karena dapat berpengaruh pada pemilihan teknologi
informasi yang akan diterapkan dalam organisasi pemerintahan. Tanpa
perencanaan yang matang, akan membawa konsekuensi pada pengeluaran
biaya yang tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan (Kartana, 2008).
3

Dengan perencanaan yang matang, maka akan membentuk sebuah penerapan


sistem informasi yang sukses dan berhasil.
Pada mulanya penelitian terhadap faktor-faktor yang digunakan dalam
menilai kesuksesan suatu sistem informasi, beberapa peneliti menetapkan
variabel pengukuran yang berbeda-beda, belum adanya standar baku
menjadikan pengukuran kesuksesan sistem informasi menjadi tidak mudah.
Pengukuran atau penilaian kualitas sistem informasi yang efektif sulit
dilakukan (Laundon dalam Kartana, 2008). Hal itulah yang kemudian
mendasari untuk membuat model kesuksesan sistem yang sesuai untuk
menjawab beberapa keterbatasan-keterbatasan tersebut. Dari sekian banyak
peneliti yang mengkaji masalah model kesuksesan sistem informasi, model
DeLone dan McLean menjadi dasar bagi peneliti selanjutnya diantaranya
McGills et al. (2003) dan Livari (2005). DeLone dan McLean mengambarkan
sebuah kesuksesan sistem informasi digambarkan dalam enam dimensi yaitu
kualitas sistem (system quality), kualitas informasi (information quality),
penggunaan sistem (use of system), kepuasan pengguna (user satisfaction),
dampak individual (individual impact) dan dampak organisasional
(organizational impact).
Pada tahun 2005, Livari menerapkan model DeLone dan McLean (1992)
ke dalam sektor publik. Penelitian Livari (2005) bertujuan untuk melihat
model kesuksesan implementasi sistem informasi keuangan dan akuntansi di
Kota Oulu, Finlandia, sebagai hasil reformasi secara nasional sistem
keuangan dan akuntansi di Kota Praja yang dimulai pada awal tahun 1997
4

(Imam, 2009). Livari dalam J ogiyanto (2007) mengusulkan tujuh hipotesis


untuk menguji hubungan-hubungan konstruk di dalam model. Livari di dalam
modelnya menghilangkan variabel organizational impact dari model DeLone
dan McLean (1992). Sehingga model penelitiannya bisa digambarkan sebagai
berikut:

Sumber: J ogiyanto (2007)


Gambar 1.1
Penerapan model DeLone dan McLean dalam lingkup sektor publik oleh
Livari (2005)
Hasil penelitian Livari dalam J ogiyanto (2005) menunjukkan bahwa
seluruh variabel terdukung, kecuali pada variabel hubungan antara kepuasan
pemakai dan penggunaan sistem, kualitas informasi terhadap penggunaan
sistem dan penggunaan sistem tidak terdukung dalam memprediksi dampak
individu. Hal tersebut disebabkan karena penelitian yang dilakukan oleh
Livari (2005) bersifat mandatory atau wajib.
Di lingkungan pemerintah daerah ada sebuah sistem informasi yang
dikenal dengan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). SIKD
merupakan penerapan sistem di dalam organisasi pemerintahan untuk
mendukung informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen
H6+
H7+
H2+
H5b+ H5a+
H1+
H4+
H3+
user satisfaction
system quality
individual impact
actual use
information
quality
5

dalam rangka pengambilan keputusan (Imam, 2009). Salah satu tujuan


penerapan SIKD adalah untuk meningkatkan kinerja keuangan pemda baik
dalam penyajian maupun pelaporannya dan digunakan sebagai evaluasi
kinerja keuangan daerah (PP No. 56 tahun 2005). Hasil dari pengolahan
menggunakan SIKD adalah informasi keuangan daerah (PP No. 56 tahun
2005). Informasi keuangan daerah mencakup Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) dan Realisasi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(RAPBD), neraca daerah, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan
daerah, dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, laporan keuangan
perusahaan daerah dan data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan
kapasitas fiskal daerah. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) terhadap 459 laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2007 di 33
Provinsi dan 426 Kabupaten atau Kota di Indonesia, BPK memberikan opini
wajar tanpa pengecualian atas 3 laporan keuangan pemerintah daerah, wajar
dengan pengecualian atas 326 laporan keuangan pemerintah daerah dan tidak
memberikan pendapat atas 102 laporan keuangan pemerintah daerah dan
tidak wajar 28 laporan keuangan pemerintah daerah (Majalah Pemeriksa
dalam Imam, 2009). Hal tersebut menjelaskan bahwa 28% laporan keuangan
pemerintah daerah masih belum tertib dalam pengelolaan, penyajian dan
kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan paket undang-
undang keuangan negara tahun 2003-2004 yaitu undang-undang 17 tahun
2003 tentang keuangan negara, undang-undang 1 tahun 2004 tentang
perbendaharaan negara dan undang-undang 15 tahun 2004 tentang
6

pemeriksaan pengelolaan tanggungjawab keuangan negara. Dua diantaranya


menekankan akan pentingya penerapan sistem aplikasi teknologi komputer
(IT related) dengan didukung pegawai atau bendahara yang menangani
pembukuan dan pengawasan seyogyanya memiliki pengetahuan dasar ilmu
akuntansi (Imam, 2009).
Patut kita cermati bersama akan hal tersebut di atas. Kita patut bertanya
sebenarnya penerapan SIKD di pemerintah daerah sudah dapat diterima
ataukah belum oleh para aparatur pemerintah daerah. Kesuksesan penerapan
SIKD di pemerintah daerah secara tidak langsung berdampak pada persepsi
aparatur pemerintah daerah terhadap kualitas SIKD yang telah diterapkan
selama ini. Kesuksesan dalam penerapan SIKD di pemerintah daerah akan
memberikan persepsi apakah aparatur pemerintah daerah selama ini puas atau
tidak terhadap penerapan SIKD di SKPD Pemerintah Kota Yogyakarta. Salah
satu alat yang digunakan dalam mengukur kesuksesan SIKD yaitu
menggunakan model DeLone dan McLean (1992). Pada akhirnya kita dapat
menilai seberapa jauh efisiensi, efektivitas dari penggunaan SIKD terhadap
kepuasan aparatur pemerintah daerah dalam menggunakan sistem tersebut,
serta dampaknya terhadap kinerja individu dan organisasi.
Dari paparan tersebut di atas, untuk menguji kemanfaatan dari SIKD
maka peneliti mengangkat tema Pengaruh Kualitas Sistem Informasi
Keuangan Daerah terhadap Kepuasan Aparatur Pemerintah Daerah
Menggunakan Model DeLone dan McLean.

7

B. Batasan Masalah
Pembatasan penelitian yakni terdapat pada:
1. Penelitian ini fokus terhadap sampel SKPD yang dipilih.
2. Penelitian ini fokus terhadap aspek pengguna dari SIKD yaitu seluruh
pegawai aparatur pemeritah daerah yang terlibat dalam penggunaan SIKD
dan bukan dari segi penyedia sistem (provider).
3. Penelitian ini membatasi wilayah penelitian hanya di Pemerintah Kota
Yogyakarta.

C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah kualitas sistem dari SIKD terhadap kepuasan aparatur pemerintah
daerah?
2. Apakah kualitas informasi dari SIKD terhadap kepuasan aparatur
pemerintah daerah?
3. Apakah kualitas sistem dari SIKD terhadap penggunaan SIKD?
4. Apakah kualitas informasi dari SIKD terhadap penggunaan SIKD?
5. Apakah kepuasan aparatur pemerintah daerah terhadap penggunaan SIKD?
6. Apakah penggunaan SIKD terhadap kepuasan aparatur pemerintah daerah?
7. Apakah kepuasan aparatur pemerintah daerah terhadap dampak individual
para aparatur pemerintah daerah?
8

8. Apakah penggunaan SIKD terhadap dampak individual para aparatur


pemerintah daerah?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diutarakan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh antara kualitas sistem
dari SIKD terhadap kepuasan aparatur pemerintah daerah.
2. Menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh antara kualitas informasi
dari SIKD terhadap kepuasan aparatur pemerintah daerah.
3. Menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh antara kualitas sistem
dari SIKD terhadap penggunaan sistem.
4. Menguji dan menemukan bukti pengaruh antara kualitas informasi dari
SIKD terhadap penggunaan SIKD.
5. Menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh antara kepuasan aparatur
pemerintah daerah terhadap penggunaan SIKD.
6. Menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh antara penggunaan
SIKD terhadap kepuasan aparatur pemerintah daerah.
7. Menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh antara kepuasan aparatur
pemerintah daerah terhadap dampak individual para aparatur pemerintah
daerah.
8. Menguji dan menemukan bukti empiris pengaruh antara penggunaan
SIKD terhadap dampak individual para aparatur pemerintah daerah.
9


E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat pada dataran teoritis
maupun praktis bagi semua pihak yang berkepentingan.
1. Manfaat penelitian secara teoritis
a. Dapat menambah wawasan pengetahuan tentang penerapan model
kesuksesan sistem informasi untuk melihat indikator-indikator apa
yang bisa dipandang sebagai perwakilan terhadap keberhasilan dalam
penerapan sebuah sistem.
b. Dapat memberikan gambaran tentang hubungan antar variabel secara
empiris di lapangan dari konsep-konsep yang ada sehingga dapat
mendukung teori.
c. Dapat digunakan sebagai acuan referensi untuk penelitian di masa
yang akan datang baik kalangan akademik maupun praktisi yang
terkait dalam pengembangan sistem informasi.
2. Manfaat penelitian secara praktis dan operasional.
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran di dalam
organisasi pemerintahan tentang pengaruh dan alasan perlunya
pengembangan sistem dengan baik.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi organisasi pemerintahan dalam
melakukan pengembangan sistem informasi.
c. Dapat menjadi acuan bagi organisasi pemerintah dalam menilai
sebuah keberhasilan pengembangan sistem.

Anda mungkin juga menyukai