suatu kasus hipotetikal penggambaran suatu masalah dalam praktik klinis saaat ini. Penulis meninjau data dalam prevalensi, diagnosis, patofisiologi, dan pengobatan. Kesimpulan artikel sesuai dengan rekomendasi pengobatan penulis untuk kasus seperti sebuah pengenalan. Insomnia Kronik Daniel j. buysee, M.D. Nyoya F, seorang wanita yang telah bercerai berumur 42 tahun. Datang untuk memeriksakan insomnia kronik. Dia mengeluh kesulitan tidur, sering dialami 30 menit atau lebih, dan kesulitan tidur itu pada waktu malam, dengan frekuensi bangun 30 menit terakhir atau lebih. Gejala-gejala dialami menjelang malam, hanya satu atau dua malam baik per bulan. Dia biasanya beranjak tidur sekitar jam 10:00 malam yang merupakan waktu yang adekuat buatnya untuk tidur, dan bangun tidur sekitar jam 7:00 pagi pada hari kerja dan terlambat sekitar jam 09:00 pagi pada akhir pekan/minggu. Masalah waktu tidur malamnya itu membuatnya lekas marah sepanjang hari dan sulit focus dan sulit mengorganisir pikirannya, mengganggu pekerjaannya sebagai asisten administrasi, meskipun penilaian hasil kerjanya itu memuaskan. Dia mengatakan bahwa dia tidak punya energy untuk segala sesuatu yang ekstra. Rumahnya berantakan dan dia menolak undangan untuk bergabung dan menolak mengikuti acara keluarga. Insomnia dimulai kira-kira 5 tahun lalu selama mengalami stress yang meningkat yang berhubungan dengan masa sulit bercerai dan perubahan pekerjaannya. Pada saat itu dia telah didiagnosa dengan depresi yang berat dan berhasil dengan percobaan escitalopram, dengan dosis yang diberikan 10 mg/hari. gejala-gejalanya saat ini berbeda dari hubungannya dengan episode depresi berat. Dia mendalam atau kehilangan minat, tetap sangat frustasi dengan ketidakmampuan terhadap fungsi yang lebih efektif. Yang mana dia menyandang insomnianya. Kenyataannya, dia percaya bahwa kesulitan dalam kemampuan kognitifnya dan iritabilitas yang lebih nyata setelah malam terutama kurang tidur. Riwayat penyakitnya yang tidak luar biasa daripada riwayat penyakit graves. dia telah diobati dengan levothyroxine selama 15 tahun lalu. Bagaimana seharusnya nyonya F dievaluasi? Apa pemeriksaan apa yang perlu dilakukan, jika ada, apa yang sesuai? Factor-faktor apa saja yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan terapi? Definisi Insomnia Insomnia diartikan sebagai sebuah gejala dan gangguan. Gejala insomnia didefinisikan sebagai keluhan kesulitan tertidur secara subjektif, kesulitan tertidur nyenyak, atau kualitas tidur yang jelek. Dalam DSM-IV-TR (1), gejala insomnia dimasukkan sebagai salah satu kriteria untuk mendiagnosa gangguan mental berat lainnya. Termasuk gangguan depresi berat dan gangguan kecemasan menyeluruh. Insomnia ditandai oleh gejala insomnia disertai oleh kesulitan atau penurunan yang signifikan. Dalam DSM-IV-TR, Insomnia primer spesifik selanjutnya diartikan berdasarkan durasi minimal 1 bulan oleh gejala yang tidak terjadi secara khas selama mengalami gangguan tidur , gangguan mental, gangguan kesehatan atau gangguan akibat dari pengguanaan zat atau obat-obatan. Akhirnya, DSM-IV-TR meliputi insomnia sekunder, sebagai insomnia yang menyebabkan kesulitan, penurunan dan kelainan perhatian secara klinis, dimana hal ini dipercaya berhubungan langsung pada keberadaan gangguan mental, gangguan kesehatan atau gangguan akibat efek zat atau obat-obatan. Ahli kedokteran yang menangani gangguan tidur menggunakan klasifikasi International Classification of Sleep Disorders edisi kedua (ICSD-2) (2) untuk mendiagnosis gangguan gangguan tidur. ICSD-2 menjelaskan kriteria umum yang biasa terjadi pada insomnia (tabel 1) serta delapan gangguan insomnia secara spesifik (termasuk kategori tidak spesifik dan tidak ditentukan) yang masing-masing memenuhi kriteria umum beserta kriteria diagnose yang lebih spesifik. Untuk tujuan yang sangat banyak, insomnia menyeluruh diusulkan dalam ICSD-2 sebagai dasar penggunaan untuk mendiskusikan insomnia sebagai gangguan klinis.
Skema klasifikasi lain untuk insomnia juga telah digunakan. misalnya, klasifikasi berdasarkan gejala terbagi atas: insomnia sleep-onset dan sleep-maintance. Namun studi longitudinal menunjukkan bahwa gejala-gejala tertentu cenderung stabil dari waktu ke waktu (3); Pasien dengan insomnia sleep-onset pada suatu saat akan sering terbangun kapan saja. Namun, sebagian besar pasien datang dengan gabungan beberapa gejala. Klasifikasi berdasarkan durasi (akut, jangka pendek dan kronik) juga telah disarankan (4). Beberapa klasifikasi dapat memberikan petunjuk penyebab insomnia. Contohnya insomnia akut dan insomnia jangka pendek lebih sering dihubungkan dengan tekanan hidup, penyakit akut atau obat-obatan, sedangkan insomnia kronik cenderung berhubungan dengan factor perilaku atau dampak dari gangguan medis atau kelainan mental kronik. Namun mayoritas pasien dalam uji klinis dan praktik klinis mempunyai gejala kronik, yang merupakan fokus dari tinjauan ini.
Perbedaan yang telah tergambarkan antara gangguan insomnia primer dan gangguan insomnia sekunder. Yang mendasari secara rasional bahwa insomnia sekunder disebabkan oleh gangguan lainnya, padahal insomnia primer tidak dapat diidentifikasi penyebab lainnya. Bagaimanapun, seperti dalalm National Institutes of Health (NIH) tahun 2005 dalam konferensi ilmiah mengenai manifestasi dan manajemen terhadap insomnia kronik pada dewasa (5), seperti perbedaaan-perbedaan yang mungkin tidak membantu secara klinis. Insomnia mempunyai penyebab yang multiple, dan pembeda ketika kondisi lainnya penyebab insomnia dapat menjadi sulit. Misalnya, insomnia mungkin tidak mengikuti gangguan lainnya, dan dua kondisi yang mungkin membutuhkan terapi yang berbeda. Dalam penjelasan ini, konferensi NIH menyampaikan istilah insomnia komorbid sebagai alternative yang lebih baik untuk istilah insomnia sekunder. TABEL 1 Kriteria Umum untuk insomnia
A. Keluhan kesulitan memulai tidur, kesulitan mempertahankan tidur, atau bangun terlalu dini atau tidur yang tidak menyegarkan secara kronis atau kualitas tidur yang buruk. Pada anak anak, kesulitan tidur sering dilaporkan oleh penjaga dan dapat terdiri dari mengamati resistensi waktu tidur atau ketidakmampuan untuk tidur secara mandiri. B. Kesulitan tidur di atas sering terjadi meskipun peluang cukup dan keadaan yang cukup untuk tidur . C. Setidaknya salah satu bentuk berikut perburukan waktu siang hari terkait kesulitan tidur malam hari dilaporkan oleh pasien: i. Kelelahan atau malaise ii. Perhatian, konsentrasi, atau gangguan memori iii. Disfungsi sosial atau kejuruan atau kinerja sekolah yang buruk iv. Gangguan mood atau iritabilitas v. Mengantuk di siang hari vi. Motivasi, energi, atau pengurangan inisiatif vii. Rawan kesalahan atau kecelakaan di tempat kerja atau saat mengemudi viii. Ketegangan, sakit kepala, atau gejala gastrointestinal dalam merespon tidur yang hilang ix. Keprihatinan atau kekhawatiran mengenai tidur
a yang Dikutip dari Klasifikasi Internasional Gangguan Tidur, Edisi Kedua (2).
Epidemiologi
Prevalensi insomnia tergantung pada ketentuan kasus spesifik yang digunakan dan taksiran jumlah populasi. Bagaimanapun, apapun ketentuan yang digunakan, insomnia tetap merupakan gangguan tidur dengan prevalensi yang sangat banyak dalam populasi. Gejala insomnia -- yang mana biasa dikeluhkan dengan tidak adanya durasi yang spesifik atau kriteria yang menurun terjadi sekitar 30%- 40% pada dewasa, dan gangguan insomnia spesifik yang mana selamanya dikeluhkan dengan durasi yang merapat dan kriteria perburukanterjadi pada 5 %-10% pada dewasa (6). Kelak itu sangat relevan mengarah ke praktik klinis, sejak mayoritas individu dengan gejala insomnia tidak datang memeriksakan diri secara medis atau terapi kecuali mereka memiliki penurunan yang signifikan atau perburukan. Angka insomnia yang begitu tinggi dalam medis dan pemeliharaan psikiatri daripada dalam populasi secara umum.
Suatu factor risiko yang konsisten untuk insomnia telah teridentifikasi (6,7). Yang terkuat dari semua factor itu adalah bersamaan gejala depresif. Jenis kelamin perempuan juga berhubungan dengan insomnia, dengan perbandingan sekitar 1,4 : 1. meningkatnya umur, komorbid gangguan medis, dan komorbid gannguan psikiatri merupakan factor risiko konsisten lainnya. Penambahan fakta bahwa menyendiri atau bercerai, berpenghasilan yang rendah, status sosialekonomi yang rendah, meningkatnya kehidupan stress yang kronik, dan ras hitam juga berhubungan dengan prevalensi insomnia.
Insomnia sering berjalan kronik. Studi longitudinal mengusulkan bahwa sekitar 50% individu dengan insomnia berlanjut mempunyai gejala setelah menindak lanjuti periode 1 tahun atau periode yang lebih panjang, dan studi cross-sectional terbesar pada pasien insomnia melaporkan durasi(lamanya) pada beberapa (8-9) tahun. Meskipun hasil studi insomnia secara longitudinal benar adalah sebagian kecil, fakta lainya bahwa perbaikan kondisi medis dan kondisi dan psikiatri berhubungan dengan perbaikan insomnia (11). Seperti diperhatikan di atas, hubungan cross- sectional antara insomnia dan gangguan psikiatri adalah kuat. Tetapi penambahan fakta bahwa insomnia merupakan sebuah factor risiko untuk perkembangan gangguan pskiatri dan memperburuk gangguan ini. Misalnya, sekitar selusin studi longitudinal menunjukkan bahwa insomnia merupakan factor risiko yang independen untuk kemudian berkembang pada depresi (12). Hubungan ini telah diobservasi dari masa remaja sampai kelak masa dewasa dan dirawat setelah penyesuaian untuk bersamaan gejala depresif. Dalam tambahan, insomnia merupakan satu gejala yang sangat persisten dalam mengobati depresi, dan kehadiran itu merupakan sebuah factor untuk tidak respon untuk pengobatan depresi dan untuk remisi yang berulang (13-15).
Insomnia sering berjalan kronik. studi longitudinal mengusulkan bahwa sekitar 50 % individu dengan insomnia belanjut mempunyai gejala setelah menindaklanjuti periode 1 tahun atau periode yang lebih panjang. Dan studi cross-sectional terbesar pada pasien insomnia melaporkan sebuah durasi(lama) pada beberapa tahun.
Evaluasi
Sebuah riwayat klinis seksama merupakan insomnia kronik (16). Evaluasi itu sebaiknya focus pada deskripsi terhadap gejala sekarang, termasuk bukan hanya tipe gangguan tidur pada malam hari tetapi juga kebiasaan dan polanya. Dalam keterangan, klinisi sebaiknya menanyakan tentang waktu tidur dari hari ke hari, dan emosional, kognitif, dan posisi badan ketika tidur. Gejala-gejala lain gangguan tidur spesifik sebaiknya juga dipertimbangkan. Termasuk mendengkur keras dan pernapasan berhenti, yang mana memberi kesan sleep apnea, dan motor restlessness (kegelisahan) dan involuntary leg movement (pergerakan kaki tanpa sengaja), yang mana memberi kesan restless legs syndrome.
Konsekuensi sianghari berhubungan dengan insomnia sebaiknya juga dievaluasi. Keluhan terbanyak yang datang termasuk gangguan mood (suasana hati) (secara khas diuraikan seperti iritabilitas dan labilitas suasana hati, lebih baik daripada depresi dan kecemasan), kelelahan, dan keluhan kognitif yang tidak efisien atau kesulitan berkonsentrasi. Mayoritas pasien dengan insomnia kronik tidak sesungguhnya mengeluh tak dapat tidur siang hari, kecenderungan tertidur dalam situasi yang tidak tepat. Lebih, insomnia tampaknya akan dihubungkan dengan kesulitan tidur pada kapan saja selama 24 jam hari.
Evaluasi terhadap insomnia sebaiknya dipertimbangkan secara teliti terhadap komorbid gangguan psikiatri dan gangguan medis maupun pengobatan dan subtansi yang menggangu pada saat tidur (tabel 2). TABEL 2 Komorbid Gangguan Psikiatri Dan Gangguan Medis Dan Obat Dan Zat yang Dapat Mengganggu Tidur Gangguan Kejiwaan Gangguan mood (depresi berat, gangguan Dysthymic, gangguan afektif bipolar ) Gangguan kecemasan (gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan panik, gangguan stres pasca trauma) Gangguan psikotik (skizofrenia) Gangguan penggunaan zat Gangguan Medis dan Kondisi Kardiovaskular (gagal jantung kongestif, penyakit arteri koroner) Paru (penyakit paru obstruktif kronik, asma) Neurologis (stroke, penyakit Parkinson, neuropati, trauma cedera otak, penyakit serebrovaskular) Gastrointestinal (gastroesophageal reflux disease) Renal dan genitourinari (gagal ginjal kronis, hipertrofi prostat) Endokrin dan metabolik (diabetes, hipertiroidisme, obesitas) Muskuloskeletal (rheumatoid arthritis, osteoarthritis, fibromyalgia) Lainnya (menopause) Obat-obatan dan Zat Alkohol (penggunaan akut, penarikan) kafein nikotin Antidepresan (selective serotonin reuptake inhibitor, serotoninnorepinephrine reuptake inhibitor, antidepresan atipikal) Dekongestan (phenylpropanolamine, pseudoefedrin) kortikosteroid -Agonis dan bronkodilator teofilin-derivatif -Antagonis stimulan statin agonis dopamin
Pada hakekatnya gangguan psikiatri dapat dihubungkan dengan insomnia, tetapi depresif dan gangguan kecemasan merupakan hal utama yang datang. Demikian juga,lamanya pengobatan dan kondisi neurologis dapat dihubungkan dengan insomnia. Perhatian sebaiknya mengarah pada kondisi yang dihubungkan dengan nyeri, pernapasan sulit, dan mobilitas yang buruk. Pengobatan yang mempengaruhi neurotransmitter CNS dapat dihubungkan dengan insomnia. Misanya termasuk cafein dosis tinggi, alcohol, dan antidepresan, penghambat serotonin selektif reuptake, penghambat serotonin- norepinefrin reuptake, dan antidepresan atipikal. Itu sering digunakan untuk melihat riwayat insomnia melalui: factor presdiposisi, factor pencetus dan factor perpetuasi (17). Factor-faktor ini membantu mengidentifikasi penyebab utama insomnia dan target pengobatan. Factor predisposisi meliputi riwayat keluarga/ genetic dan kelainan kesehatan dan kelainan mental kronik yang meningkatkan kemungkinan gejala insomnia. Factor pencetus merupakan kejadian akut atau kejadian yang pernah dialami sebelumnya yang dapat mendorong seseorang untuk menderita insomnia akut. Factor perpetuasi mencakup masalah prilaku (seperti tidur yang berlebihan) dan faktor obat-obatan yang meningkatkan gejala insomnia. Riwayat klinik dapat dilengkapi dengan catatan tentang kejadian tidur terbangun dalam 2 minggu. Hal ini digunakan untuk memetakan kebiasaan dan jam tidur pasien yang sebenarnya serta berguna pula dalam mengidentifikasi variabilitas pola tidur dan hubungannya dengan tidur siang yang dapat memberikan target intervensi berikutnya. Pengujian laboratorium khusus memiliki manfaat terbatas dalam diagnose dan penilaian insomnia. Namun dalam kondisi spesifik, panel metabolisme umum, CBC atau pengujian endokrin (seperti tes hormone tiroid) mungkin dapat berguna. Studi tidur semalaman dengan menggunakan polysomnography tidak disarankan secara rutin dalam evaluasi insomnia kronik. Namun dalam situasi spesifik seperti pengujian mungkin dapat berguna. Sebagai contoh, orang dengan indeks kecurigaan tinggi untuk sleep apnea harus melalui uji polysomnographic. Faktor resiko termasuk kegemukan, mendengkur keras, jeda dalam bernapas, ketidaknormalan craniofacial atau faktor-faktor yang mungkin memicu kepada gangguan pusat regulasi pernapasan, seperti congestive heart failure dan stroke. Pasien- pasien insomnia dengan perilaku tidak biasa selama tidur seperti perilaku kekerasan, harus juga dipertimbangkan mengunakan polysomnography. Akhirnya, kegagalan untuk merespon pengobatan insomnia biasa memerlukan bantuan dari ahli dan beberapa kasus membutuhkan polysomnnosography.
Diagnosa Differensial Seperti telah tertulis di atas, perbedaan antara insomnia primer dan sekunder adalah utilitas klinik terbatas karena kesulitan dalam menemukan penyebab. ICSD-2 mendaftar 8 insomnia spesifik, masing- masing dibedakan oleh sifat klinik secara spesifik. Namun secara umum hal ini lebih banyak berguna untuk mengidentifikasi gangguan insomnia dengan menggunakan criteria yang terdapat dalam tabel 1, dan untuk membedakan antara bentuk penyerta atau bukan penyerta (primer) dari insomnia. Komorbiditas umum seperti yang tertulis di atas mencakup gangguan kejiwaan, penyakit umum dan gangguan saraf serta gangguan tidur seperti apnea dan restless legs syndrome. Pentingnya mengidentifikasi komorbiditas insomnia harus mengarah pada pengobatan yang tepat, baik untuk gangguan insomnia maupun kondisi penyerta. Selain itu, pengobatan insomnia primer focus hanya pada gangguan tidur dan korelasi aktifitas siang hari mereka. Patofisiologi Etiologi dan patofisiologi dari insomnia kronik tidak diketahui. Namun menyatukan bukti dari studi psikologi dan fisiologi menunjukkan bahwa beberapa bentuk dari hyperarousal pada umumnya terjadi pada orang-orang yang insomnia (18). Gambar 1. Grafik diari tidur pasien dengan insomnia a
Hyperarousal cognitive dan affective dalam insomnia telah ditunjukkan baik dengan ditemukannya gejala ataupun hasil pengujian pradigma kognitif. Indicator psikologi pada peningkatan arousal termasuk peningkatan kortisol / ACTH di malam hari, peningkatan denyut jantung, perubahan variabilitas detak jantung dan peningkatan seluruh metabolisme tubuh. EEG menandai peningkatan aousal yang meliputi peningkatan aktifitas dengan frekuensi antara 16 sampai 50 Hz. Bukti dari studi positron emission tomography (PET) juga mendukung hipotesis hyperarousal: orang dengan insomnia primer mempunyai peningkatan metabolisme otak secara keseluruhan selama tidur dan terjaga, aktivasi regional afektif dan pusat arousal selama tidur non-REM (19)
Terapi Psikologi dan Prilaku Terapi psikologi-prilaku dan farmakologi telah menunjukkan efesiensi dalam pengobatan insomnia kronik. Variasi dari teknik psikologi dan perilaku merupakan teknik yang baik dalam mengontrol masalah masalah klinis. Teknik spesifik termasuk terapi pembatasan tidur, terapi control stimulus, pendekatan relaksasi dan pengobatan kognitif-perilaku pada insomnia (20). Sifat - sifat umum dari pengobatan ini dirangkum dalam tabel 3. TABEL 3 Terapi Psikologis dan Perilaku Untuk Insomnia Teknik dan Tujuan Pendidikan Higieni Tidur Promosi terhadap perilaku yang meningkatkan tidur; pembatasan perilakuyang mengganggu tidur. Petunjuk khusus termasuk mendapatkan olahraga rutin, membatasi konsumsi kafein dan alkohol, menjaga jadwal tidur-bangun yang teratur, dan menghindari tidur siang. Terapi Kontrol Stimulus serangkaian intervensi perilaku yang mempromosikan pengkondisian hubungan antara lingkungan tidur dan mengantuk. pasien diperintahkan untuk menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur (dan seks); tidak pergi ke tidur kecuali mengantuk; untuk keluar dari tempat tidur dan terlibat dalam aktivitas stimulasi rendah lain jika terjaga dan tidak bisa tidur semalaman dan kembali ke tempat tidur hanya bila mengantuk; untuk mempertahankan waktu bangun tidur terlepas dari durasi tidur; dan untuk menghindari tidur siang.
Terapi pembatasan tidur Praktek Tidur yang meningkatkan durasi yang terjaga dan "perjalanan tidur" untuk memfasilitasi kemampuan untuk tidur. Sebuah diari tidur digunakan untuk menentukan waktu tidur aktual, waktu di tempat tidur, dan "efisiensi tidur" ([waktu tidur waktu di tempat tidur] 100). Waktu di tempat tidur menurun sesuai waktu tidur aktual dan meningkat sebesar 15-30 menit ketika efisiensi tidur melebihi 85% selama seminggu. Pasien juga dilarang tidur siang dan diperintahkan untuk mempertahankan waktu bangun reguler. Terapi perilaku kognitif untuk insomnia Identifikasi, tantangan, dan penggantian terhadap keyakinan disfungsional dan sikap mengenai tidur dan tidur hilang. Keyakinan ini meningkatkan gairah dan ketegangan, yang pada gilirannya menghambat tidur dan memperkuat keyakinan disfungsional. Teknik kognitif paling sering dikombinasikan dengan kontrol stimulus dan terapi pembatasan tidur (lihat di atas).
Latihan Relaksasi Pelatihan dalam teknik-teknik yang menurunkan gairah bangun dan memfasilitasi tidur di malam hari, didasarkan pada premis(pemikiran) bahwa ketegangan otot dan gairah kognitif tidak kompatibel dengan tidur. Teknik-teknik khusus termasuk relaksasi otot progresif, dipandu pencitraan, dan pernapasan perut. Pasien harus berlatih untuk kemahiran saat jam bangun sebelum menggunakan teknik relaksasi menjelang tidur. a Diambil dari referensi 20, 21, 23, dan 25. Pengobatan analisis kualitatif dan kuantitaif yang mempelajari penggunaan teknik-teknik ini telah menunjukkan efek pengobatan yang baik pada variasi pengukuran self-report sleep outcome dan jumlah yang lebih kecil dari pengukuran objective sleep outcome dengan menggunakan polysomnography (21). Teknik manual dan buku self-help menjelaskan teknik spesifik untuk pengobatan-pengobatan ini yang cukup sederhana untuk diimplementasi dalam praktik klinik secara rutin (22-25). Berbagai pengobatan psikologi dan prilaku untuk insomnia dibagi dalam beberapa elemen umum yang dikombinasikan menjadi bentuk pengobatan yang lebih singkat. Elemen umum pada pengobatan ini meliputi 1) pendidikan tentang tidur, kebutuhan tidur dan regulasi psikologi tidur; 2) Penetapan jam tidur yang lebih teratur dengan menekankan pada bangun tepat waktu pada pagi hari; 3) pembatasan waktu di tempat tidur agar lebih mudah menyesuaikan jam tidur seseorang yang sebenarnya; 4) Menggunakan kamar tidur sebagai stimulus untuk tidur bukan untuk terjaga dan frustasi untuk tidur. Mekanisme pengobatan psikologi-prilaku tidak diketahui tetapi elemen-elemen ini umumnya menunjukkan pentingnya dorongan tidur homeostatic, tidur-bangun secara teratur (dan gelap-terang), system waktu sikardian dan mengurangi cognitiveaffective Arousal. Pengobatan psikologi-prilaku untuk insomnia kronik dapat diberikan oleh ahli psikologi dan ahli pengobatan prilaku lainnya dengan latihan yang adekuat. Selain itu, sertifikasi dalam pengobatan prilaku tidur dilakukan oleh the American Academy of Sleep Medicine. Bentuk yang lebih mendasar dari pengobatan psikologi-prilaku dapat pula dilakukan oleh tenaga kesehatan professional lainnya termasuk perawat serta dokter umum. Terapi farmakologis
Banyak obat yang direkomendasi dan tidak direkomendasikan telah digunakan untuk menangani insomnia. Obat-obat yang saat ini disetujui oleh the U.S. Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan insomnia mencakup 8 benzodiazepine receptor agonists (BzRAs) and 1 melatonin receptor agonist.
Meskipun banyak obat barbiturate dan miscellaneous nonbarbiturate (seperti chloral hydrate, ethchlorvynol) digunakan sebagai sedative-hipnotik. Tetapi obat- obatan ini tidak direkomendasikan sebagai penggunaan klinis yang diberikan kepada mereka yang berada dalam indeks terapetik rendah. Penyetujuan penggunaan BzRAs meliputi satu set obat yang merupakan benzodiazepines murni sesuai dengan struktur kimianya dan satu set obat yang bukan benzodiazepines sebagai tindakan mekanisme umum. BzRAs bereaksi pada daerah rekognisi -aminobutyric tipe A (GABAA) pada CNS; pengenalan tempat ini berbeda dari pengakuan GABA itu sendiri (26). Benzodiazepines memiliki afinitas untuk beberapa sub tipe dari reseptor GABAa yang didefinisikan oleh komposisi khusus dari 5 sub unit protein. Efek menenangkan dan amnestik dari BzRAs menunjukkan hubungan afinitas pada receptor alpha1-containing GABAA, tetapi signifikansi klinis dari spesikasi obat in vivo tidak bisa dipastikan. BzRAs berbeda satu sama lain dalam hal farmakokinetik, khususnya dalam pengurangan waktu paruh pusat (tabel 4).
TABEL 4. farmakokinetik Sifat Obat Hipnotik Disetujui oleh U.S. Food and Drug Administration a
Obat-obat Waktu puncak (jam) Eleminas i waktu paruh pada dewasa muda (jam) dosis pada orang dewasa khas Benzodiaze pine receptor agonists
a Diambil dari referensi 27 dan 28 Nilai farmakokinetik tercantum adalah nilai-nilai perkiraan pada orang dewasa muda. b Zolpidem juga tersedia dalam formulasi modified-release, dosis dewasa khas adalah 6,25-12,5 mg. c Nilai mencerminkan obat induk dan metabolit aktif.
Agen yang tersedia mempunyai pengurangan waktu paruh pusat dari 1 sampai 120 jam. Durasi kerja obat sangat kuat, meskipun tidak secara ekslusif berhubungan dengan dengan waktu paruh. Oleh karena itu, memilihan obat tertentu sering bergantung pada durasi kerja ideal untuk pasien tertentu, bukan pada perbedaan spesifik dari obat. Obat-obat BzRAmerupakan kelas obat yang mengurangi onset tidur secara laten dan meningkatkan total waktu tidur; bergantung pada farmakokinetik tertentu pada obat tersebut, penurunan terjaga setelah tidur juga bisa merupakan hasil. Analisis kuantitatif dan kualitatif masalah klinis dengan BzRAs menunjukkan efesiensinya. Hal ini dinilai melalui self- report dan objektif outcome (29,30). Namun, dalam kasus dengan pengobatan psikologi dan prilaku, beberapa studi dilakukan pada outcomes fungsional atau pada sindrom broader insomnia. BzRAs juga memiliki efek samping diantaranya amnesia anterograde, ketidakseimbangan tubuh dan mengantuk (16,31). Adanya beberapa efek samping dapat mempengaruhi waktu paruh spesifikasi obat; gangguan daya ingat dan sedasi siang hari yang mungkin memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Berbagai konsekuensi gangguan prilaku lebih serius, termasuk sleep- related eating, prilaku seksual dan gangguan saat mengendarai yang telah dilaporkan di media massa secara berlebihan. Meskipun sebagian besar laporan ini mempunyai hubungan dengan zolpidem yang diresepkan secara luas dalam kelas ini dan tampaknya efek samping serupa mungkin dapat terjadi pada agen lain pada kelas ini. BzRAs juga dapat dihubungkan dengan insomnia kambuh, withdrawal, toleransi dan ketergantungan (16,31). Insomnia kambuh terutama ditunjukkan dengan kerja obat jangka pendek dan ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosis dan frekuensi obat secara bertahap, dapat juga dengan dosis alternative sehari setelah dosis dikurangi. Gejala withdrawal dpat juga dikurangi dengan mengurangi dosis dan frekuensi obat. Penyalahgunaan obat BzRA sebagai agen pilihan utama tidak lazim. Namun orang yang menyalahgunakan obat ini umumnya menyalahgunakan zat lainnya, dan penggunaan atau permintaan dosis obat yang lebih tinggi untuk peresepan ulang harus dipertimbangkan. Ketergantungan hipnotik baik secara fisiologi maupun psikologi. Ketergantungan aspek fisiologis berhubungan dengan efek penghentian yang tertulis di atas. ketergantungan aspek fisiologi berhubungan dengan ketakutan atau kepercayaan bahwa tidur yang baik tidak akan mungkin terjadi tanpa obat obatan. Ini membuat orang akan lanjut meminum obat-obatan dalam waktu yang lama meskipun tidak ada keuntungan terapetik yang jelas. BzRAz juga berguna untuk orang-orang dengan penyakit insomnia, termasuk mereka yang menderita penyakit depresi (32). Obat- obatan ini juga mengurangi insomnia pada wanita perimenopausal (33). Baik dosis setiap malam maupun intermitten (3 kali seminggu) dosis telah terbukti berkhasiat (34). Meskipun sebagian besar uji coba klinis telah dilakukan selama 1 atau kurang dari satu minggu, bukti terbaru dari studi double-blind menunjukkan bukti lanjutan untuk keberhasilan sampai 5 bulan pada penggunaan setiap malam (35). Satu agonist reseptor melatonin dan ramelton menunjukkan keberhasilan pengobatan insomnia (36). Efek utamanya menunjukkan pada onset tidur secara laten dengan sedikit efek terjaga pada tengah malam. selain efek samping lainnya yang cenderung ringan. Namun peningkatan jumlah darah dan beberapa perubahan hormone (misalnya pengurangan testosterone) telah diteliti pada orang tua. Berbagai macam obat yang belum disetujui oleh FDA untuk pengobatan insomnia telah digunakan dalam praktik klinis. Hal ini mencakup obat-obatan penenang antidepresi, penenang antipsikotik dan penenang konvulsan. Obat yang sering digunakan dalam dosis rendah. Uji klinik kecil telah mendukung efektifitas dosis rendah dari trazodone dan obat penenang tricyclic untuk pengobatan insomnia (16).
Obat-obatan ini belum ditetapkan dalam pengobatan insomnia secara rutin namun sngat berguna bagi pasien yang memiliki riwayat pengguanaan zat dan mereka yang mengalami kontradiksi atau respon terhadap BzRAs yang jelek. Efek samping penting dari obat ini termasuk hipotensi ortostatik dan efek antikolinergik, yang menjadi perhatian khusus pada orang tua. Bahkan keprihatinan yang lebih besar dibangkitkan dengan menggunakan obat-obatan antipsikotik sedasi, yang mungkin memiliki efek samping metabolisme dan neurologis. Oleh karena itu, penggunaann mereka untuk pengobatan gangguan tidur dianjurkan hanya dalam kasus insomnia yang komorbiditas dengan gangguan kejiwaan yang secara independen menjamin penggunaannya, seperti gangguan bipolar yang parah. Alkohol dan antihistamin adalah yang paling umum digunakan pengobatan diri untuk insomnia. Alkohol dapat membantu menginisiasi tidur, tapi itu mengganggu tidur selama waktu malam yang tersisa dan menimbulkan masalah tambahan yang terkait dengan penggunaan alkohol kronis. Sangat sedikit bukti yang tersedia mendukung efektivitas atau keamanan diphenhydramine atau antihistamin lain untuk pengobatan insomnia. Selain itu, sifat antikolinergik mereka menimbulkan pertanyaan terhadap keamanan, terutama pada orang tua. Akhirnya, obat naturopati seperti valerian (37) telah dinilai dalam beberapa uji klinis. Namun, kesulitan besar muncul dalam standardisasi produk ini, dan keberhasilan secara keseluruhan mereka merupakan marjinal terbaik. Implementasi Pengobatan Sebelum memulai pengobatan apapun, dokter harus menentukan apakah gejala insomnia pasien menjamin pengobatan, seperti ditunjukkan oleh tingkat keparahan gejala tidur, Gejala siang hari, dan kesusahan. Tujuan pengobatan yang wajar juga harus dibahas. Misalnya, pasien harus menyadari bahwa beberapa tingkat variabilitas malam hari-malam ini dalam kualitas tidur alami dan mungkin dialami bahkan setelah pengobatan. Masalah tidur mereka harus menjadi lebih mudah ditangani dengan pengobatan, bagaimanapun, dan fungsi siang hari mereka dapat meningkat. pengobatan hasil harus fokus tidak hanya pada parameter tidur secara kuantitatif , seperti latensi tidur, terjaga setelah onset tidur, dan durasi tidur, tetapi juga pada aspek kualitatif individu dan tidur siang. Terapi psikologis dan perilaku yang sesuai di hampir semua kasus insomnia kronis. Pendekatan sederhana yang berfokus pada prinsip-prinsip pendidikan dan perilaku, seperti diuraikan di atas, dapat mengakibatkan peningkatan substansial dalam beberapa kasus. Dirujuk ke individu dengan pelatihan spesifik dalam pengobatan perilaku tidur atau penggunaan pendekatan perilaku kognitif juga mungkin tepat. Terapi farmakologis mungkin tepat ketika Insomnia menyebabkan gejala yang signifikan, kesusahan (distress), atau gangguan. Efek Obat dan efek samping harus didiskusikan dengan pasien. Dalam kebanyakan kasus, pengobatan awal dengan short-acting BzRA adalah langkah pertama yang masuk akal. Tergantung pada respon pengobatan awal, BzRA kedua baik dengan paruh pendek atau panjang bisa dicoba. Dalam kejadian yang tidak berespon, atau dalam kasus individu dengan riwayat penyalahgunaan zat, percobaan antidepresan sedasi (penenang) pada dosis rendah mungkin pendekatan yang masuk akal. Isu yang belum terpecahkan Meskipun banyak yang telah dipelajari mengenai epidemiologi, patofisiologi, dan pengobatan insomnia kronis, pertanyaan lainnya tetap harus dijawab. Pertama, Metode optimal menggabungkan perilaku dan terapi farmakologis masih harus ditentukan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa pengobatan psikologis- perilaku sendiri dapat memberikan hasil jangka panjang yang superior, tetapi Kombinasi dapat memberikan hasil jangka pendek yang lebih baik (38). Isu kedua yang belum terpecahkan adalah lamanya pengobatan, terutama terapi farmakologis. meskipun asumsi sebelumnya mengenai perkembangan pesat terhadap toleransi tidak ditanggung dalam studi- kontrol double- blind placebo , itu adalah pengamatan klinis umum yang pasien mengatakan obat ini "tidak bekerja lagi." Selain itu, penghentian pengobatan jangka panjang dengan hipnotik sering mengakibatkan perbaikan tidur yang lebih lanjut (39). Ketiga, manfaat yang intermiten atau dibutuhkan penggunaan obat, yang bertentangan dengan pengobatan malam, masih harus didefinisikan. Akhirnya, belum jelas ditunjukkan apakah pengobatan Insomnia menyebabkan perbaikan yang konsisten dalam kondisi komorbiditas atau aspek yang lebih umum lainnya tentang fungsi siang hari. Bukti awal menunjukkan bahwa pengobatan insomnia dapat meningkatkan komorbiditas depresi (40, 41), tetapi uji coba terkontrol lebih lanjut diperlukan.
Ringkasan dan Rekomendasi Insomnia kronis harus dievaluasi secara cermat, mulai dengan riwayat klinis menyeluruh, termasuk kebiasaan tidur dan pola. Kemungkinan gangguan tidur lainnya, komorbiditas dengan gangguan medis atau kejiwaan yang lain, dan efek dari zat dan obat-obatan harus dipertimbangkan pada pasien dengan insomnia. Pengobatan untuk insomnia termasuk perawatan psikologis dan perilaku dan farmakoterapi, yang dapat digunakan dalam kombinasi. Nyonya F adalah seorang dokter memerintahkan pengujian medis lanjut , termasuk penilaian tes fungsi tiroid , yang menunjukkan T4 normal, T3, dan kadar hormon thyroid-stimulating. Mengingat bahwa insomnia nyonya F telah tidak tergantung terhadap depresi mayor sebelumnya, sebuah diagnosis insomnia primer telah dibuat. Diskusi awal dengan pasien difokuskan pada edukasi tidur, termasuk kebutuhan untuk durasi yang adekuat terjaga setiap hari untuk mempromosikan tidur sepanjang malam hari. Variabilitas jam tidur pasien dan waktu lamanya yang berlebihan di tempat tidurjuga dibahas. Rencana terapi telah disepakati menggunakan empat aturan umum yang dibahas di atas, berdasarkan pembatasan tidur dan prinsip kontrol stimulus ; pasien diberikan sebuah "resep dokter" untuk pergi tidur pada jam 11:00 malam dan bangun tidur tidak lewat jam 06:00 pagi setiap hari. Dia juga diminta untuk membuat catatan tidur. Pada follow-up 4 minggu kemudian, buku harian tidur menunjukkan peningkatan konsolidasi tidur malam harinya, meskipun nyonya F masih merasa lelah di siang hari. Dia berpikir bahwa fungsi kognitifnya itu agak membaik. Sebuah percobaan hipnotis shortacting, zolpidem, kemudian diinisiasi, dengan pasien mempertahankan jam tidur yang sama. Selanjutnya follow-up di bulan lain menunjukkan lebih lanjut perbaikan dalam konsolidasi tidur malam, tetapi dengan beberapa perasaan sedatif saat pagi, terjadi sekitar tiga malam dalam seminggu. Pasien merasa lebih mengendalikan masalah tidurnya. Ini disepakati bahwa penggunaan intermiten zolpidem mungkin cocok. Dengan demikian, pasien mulai percobaan zolpidem dengan intermiten, sambil mempertahankan perhatian perilaku tidurnya. Dia disarankan untuk menggunakan obat jika dia memiliki beberapa malam buruk berturut-turut, jika dia merasa sangat stres, atau jika ia membutuhkan kepastian terhadap konsolidasi tidur sebelum kegiatan penting hari berikutnya. Beberapa bulan kemudian, dia melaporkan perbaikan umum dalam tidurnya, ke tingkat yang lumayan. Suasana hatinya juga tetap stabil, dengan tidak ada bukti muncul kembali depresi.