Anda di halaman 1dari 18

Pengobatan dalam Psikiatri

Pengobatan dalam psikiatri dimulai dengan


suatu kasus hipotetikal penggambaran suatu
masalah dalam praktik klinis saaat ini.
Penulis meninjau data dalam prevalensi,
diagnosis, patofisiologi, dan pengobatan.
Kesimpulan artikel sesuai dengan
rekomendasi pengobatan penulis untuk
kasus seperti sebuah pengenalan.
Insomnia Kronik
Daniel j. buysee, M.D.
Nyoya F, seorang wanita yang telah
bercerai berumur 42 tahun. Datang untuk
memeriksakan insomnia kronik. Dia
mengeluh kesulitan tidur, sering dialami 30
menit atau lebih, dan kesulitan tidur itu pada
waktu malam, dengan frekuensi bangun 30
menit terakhir atau lebih. Gejala-gejala
dialami menjelang malam, hanya satu atau
dua malam baik per bulan. Dia biasanya
beranjak tidur sekitar jam 10:00 malam yang
merupakan waktu yang adekuat buatnya
untuk tidur, dan bangun tidur sekitar jam
7:00 pagi pada hari kerja dan terlambat
sekitar jam 09:00 pagi pada akhir
pekan/minggu. Masalah waktu tidur
malamnya itu membuatnya lekas marah
sepanjang hari dan sulit focus dan sulit
mengorganisir pikirannya, mengganggu
pekerjaannya sebagai asisten administrasi,
meskipun penilaian hasil kerjanya itu
memuaskan. Dia mengatakan bahwa dia
tidak punya energy untuk segala sesuatu
yang ekstra. Rumahnya berantakan dan dia
menolak undangan untuk bergabung dan
menolak mengikuti acara keluarga.
Insomnia dimulai kira-kira 5 tahun lalu
selama mengalami stress yang meningkat
yang berhubungan dengan masa sulit
bercerai dan perubahan pekerjaannya. Pada
saat itu dia telah didiagnosa dengan depresi
yang berat dan berhasil dengan percobaan
escitalopram, dengan dosis yang diberikan
10 mg/hari. gejala-gejalanya saat ini berbeda
dari hubungannya dengan episode depresi
berat. Dia mendalam atau kehilangan minat,
tetap sangat frustasi dengan
ketidakmampuan terhadap fungsi yang lebih
efektif. Yang mana dia menyandang
insomnianya. Kenyataannya, dia percaya
bahwa kesulitan dalam kemampuan
kognitifnya dan iritabilitas yang lebih nyata
setelah malam terutama kurang tidur.
Riwayat penyakitnya yang tidak luar biasa
daripada riwayat penyakit graves. dia telah
diobati dengan levothyroxine selama 15
tahun lalu.
Bagaimana seharusnya nyonya F dievaluasi?
Apa pemeriksaan apa yang perlu dilakukan,
jika ada, apa yang sesuai? Factor-faktor apa
saja yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan terapi?
Definisi Insomnia
Insomnia diartikan sebagai sebuah gejala
dan gangguan. Gejala insomnia
didefinisikan sebagai keluhan kesulitan
tertidur secara subjektif, kesulitan tertidur
nyenyak, atau kualitas tidur yang jelek.
Dalam DSM-IV-TR (1), gejala insomnia
dimasukkan sebagai salah satu kriteria untuk
mendiagnosa gangguan mental berat
lainnya. Termasuk gangguan depresi berat
dan gangguan kecemasan menyeluruh.
Insomnia ditandai oleh gejala insomnia
disertai oleh kesulitan atau penurunan yang
signifikan.
Dalam DSM-IV-TR, Insomnia primer
spesifik selanjutnya diartikan berdasarkan
durasi minimal 1 bulan oleh gejala yang
tidak terjadi secara khas selama mengalami
gangguan tidur , gangguan mental,
gangguan kesehatan atau gangguan akibat
dari pengguanaan zat atau obat-obatan.
Akhirnya, DSM-IV-TR meliputi insomnia
sekunder, sebagai insomnia yang
menyebabkan kesulitan, penurunan dan
kelainan perhatian secara klinis, dimana hal
ini dipercaya berhubungan langsung pada
keberadaan gangguan mental, gangguan
kesehatan atau gangguan akibat efek zat atau
obat-obatan.
Ahli kedokteran yang menangani gangguan
tidur menggunakan klasifikasi International
Classification of Sleep Disorders edisi kedua
(ICSD-2) (2) untuk mendiagnosis gangguan
gangguan tidur. ICSD-2 menjelaskan
kriteria umum yang biasa terjadi pada
insomnia (tabel 1) serta delapan gangguan
insomnia secara spesifik (termasuk kategori
tidak spesifik dan tidak ditentukan)
yang masing-masing memenuhi kriteria
umum beserta kriteria diagnose yang lebih
spesifik. Untuk tujuan yang sangat banyak,
insomnia menyeluruh diusulkan dalam
ICSD-2 sebagai dasar penggunaan untuk
mendiskusikan insomnia sebagai gangguan
klinis.

Skema klasifikasi lain untuk insomnia juga
telah digunakan. misalnya, klasifikasi
berdasarkan gejala terbagi atas: insomnia
sleep-onset dan sleep-maintance.
Namun studi longitudinal menunjukkan
bahwa gejala-gejala tertentu cenderung
stabil dari waktu ke waktu (3); Pasien
dengan insomnia sleep-onset pada suatu
saat akan sering terbangun kapan saja.
Namun, sebagian besar pasien datang
dengan gabungan beberapa gejala.
Klasifikasi berdasarkan durasi (akut, jangka
pendek dan kronik) juga telah disarankan
(4). Beberapa klasifikasi dapat memberikan
petunjuk penyebab insomnia. Contohnya
insomnia akut dan insomnia jangka pendek
lebih sering dihubungkan dengan tekanan
hidup, penyakit akut atau obat-obatan,
sedangkan insomnia kronik cenderung
berhubungan dengan factor perilaku atau
dampak dari gangguan medis atau kelainan
mental kronik. Namun mayoritas pasien
dalam uji klinis dan praktik klinis
mempunyai gejala kronik, yang merupakan
fokus dari tinjauan ini.

Perbedaan yang telah tergambarkan antara
gangguan insomnia primer dan gangguan
insomnia sekunder. Yang mendasari secara
rasional bahwa insomnia sekunder
disebabkan oleh gangguan lainnya, padahal
insomnia primer tidak dapat diidentifikasi
penyebab lainnya. Bagaimanapun, seperti
dalalm National Institutes of Health (NIH)
tahun 2005 dalam konferensi ilmiah
mengenai manifestasi dan manajemen
terhadap insomnia kronik pada dewasa (5),
seperti perbedaaan-perbedaan yang mungkin
tidak membantu secara klinis. Insomnia
mempunyai penyebab yang multiple, dan
pembeda ketika kondisi lainnya penyebab
insomnia dapat menjadi sulit. Misalnya,
insomnia mungkin tidak mengikuti
gangguan lainnya, dan dua kondisi yang
mungkin membutuhkan terapi yang berbeda.
Dalam penjelasan ini, konferensi NIH
menyampaikan istilah insomnia komorbid
sebagai alternative yang lebih baik untuk
istilah insomnia sekunder.
TABEL 1 Kriteria Umum untuk
insomnia

A. Keluhan kesulitan memulai tidur,
kesulitan mempertahankan tidur, atau
bangun terlalu dini atau tidur yang tidak
menyegarkan secara kronis atau kualitas
tidur yang buruk. Pada anak anak, kesulitan
tidur sering dilaporkan oleh penjaga dan
dapat terdiri dari mengamati resistensi
waktu tidur atau ketidakmampuan untuk
tidur secara mandiri.
B. Kesulitan tidur di atas sering terjadi
meskipun peluang cukup dan keadaan yang
cukup untuk tidur .
C. Setidaknya salah satu bentuk berikut
perburukan waktu siang hari terkait
kesulitan tidur malam hari dilaporkan oleh
pasien:
i. Kelelahan atau malaise
ii. Perhatian, konsentrasi, atau
gangguan memori
iii. Disfungsi sosial atau kejuruan atau
kinerja sekolah yang buruk
iv. Gangguan mood atau iritabilitas
v. Mengantuk di siang hari
vi. Motivasi, energi, atau pengurangan
inisiatif
vii. Rawan kesalahan atau kecelakaan di
tempat kerja atau saat mengemudi
viii. Ketegangan, sakit kepala, atau gejala
gastrointestinal dalam merespon
tidur yang hilang
ix. Keprihatinan atau kekhawatiran
mengenai tidur

a
yang Dikutip dari Klasifikasi Internasional
Gangguan Tidur, Edisi Kedua (2).

Epidemiologi

Prevalensi insomnia tergantung pada
ketentuan kasus spesifik yang digunakan
dan taksiran jumlah populasi.
Bagaimanapun, apapun ketentuan yang
digunakan, insomnia tetap merupakan
gangguan tidur dengan prevalensi yang
sangat banyak dalam populasi. Gejala
insomnia -- yang mana biasa dikeluhkan
dengan tidak adanya durasi yang spesifik
atau kriteria yang menurun terjadi sekitar
30%- 40% pada dewasa, dan gangguan
insomnia spesifik yang mana selamanya
dikeluhkan dengan durasi yang merapat dan
kriteria perburukanterjadi pada 5 %-10%
pada dewasa (6). Kelak itu sangat relevan
mengarah ke praktik klinis, sejak mayoritas
individu dengan gejala insomnia tidak
datang memeriksakan diri secara medis atau
terapi kecuali mereka memiliki penurunan
yang signifikan atau perburukan. Angka
insomnia yang begitu tinggi dalam medis
dan pemeliharaan psikiatri daripada dalam
populasi secara umum.

Suatu factor risiko yang konsisten untuk
insomnia telah teridentifikasi (6,7). Yang
terkuat dari semua factor itu adalah
bersamaan gejala depresif. Jenis kelamin
perempuan juga berhubungan dengan
insomnia, dengan perbandingan sekitar 1,4 :
1. meningkatnya umur, komorbid gangguan
medis, dan komorbid gannguan psikiatri
merupakan factor risiko konsisten lainnya.
Penambahan fakta bahwa menyendiri atau
bercerai, berpenghasilan yang rendah, status
sosialekonomi yang rendah, meningkatnya
kehidupan stress yang kronik, dan ras hitam
juga berhubungan dengan prevalensi
insomnia.

Insomnia sering berjalan kronik. Studi
longitudinal mengusulkan bahwa sekitar
50% individu dengan insomnia berlanjut
mempunyai gejala setelah menindak lanjuti
periode 1 tahun atau periode yang lebih
panjang, dan studi cross-sectional terbesar
pada pasien insomnia melaporkan
durasi(lamanya) pada beberapa (8-9) tahun.
Meskipun hasil studi insomnia secara
longitudinal benar adalah sebagian kecil,
fakta lainya bahwa perbaikan kondisi medis
dan kondisi dan psikiatri berhubungan
dengan perbaikan insomnia (11). Seperti
diperhatikan di atas, hubungan cross-
sectional antara insomnia dan gangguan
psikiatri adalah kuat. Tetapi penambahan
fakta bahwa insomnia merupakan sebuah
factor risiko untuk perkembangan gangguan
pskiatri dan memperburuk gangguan ini.
Misalnya, sekitar selusin studi longitudinal
menunjukkan bahwa insomnia merupakan
factor risiko yang independen untuk
kemudian berkembang pada depresi (12).
Hubungan ini telah diobservasi dari masa
remaja sampai kelak masa dewasa dan
dirawat setelah penyesuaian untuk
bersamaan gejala depresif. Dalam tambahan,
insomnia merupakan satu gejala yang sangat
persisten dalam mengobati depresi, dan
kehadiran itu merupakan sebuah factor
untuk tidak respon untuk pengobatan depresi
dan untuk remisi yang berulang (13-15).




Insomnia sering berjalan kronik. studi
longitudinal mengusulkan bahwa sekitar 50
% individu dengan insomnia belanjut
mempunyai gejala setelah menindaklanjuti
periode 1 tahun atau periode yang lebih
panjang. Dan studi cross-sectional terbesar
pada pasien insomnia melaporkan sebuah
durasi(lama) pada beberapa tahun.


Evaluasi

Sebuah riwayat klinis seksama merupakan
insomnia kronik (16). Evaluasi itu
sebaiknya focus pada deskripsi terhadap
gejala sekarang, termasuk bukan hanya tipe
gangguan tidur pada malam hari tetapi juga
kebiasaan dan polanya. Dalam keterangan,
klinisi sebaiknya menanyakan tentang waktu
tidur dari hari ke hari, dan emosional,
kognitif, dan posisi badan ketika tidur.
Gejala-gejala lain gangguan tidur spesifik
sebaiknya juga dipertimbangkan. Termasuk
mendengkur keras dan pernapasan berhenti,
yang mana memberi kesan sleep apnea, dan
motor restlessness (kegelisahan) dan
involuntary leg movement (pergerakan kaki
tanpa sengaja), yang mana memberi kesan
restless legs syndrome.

Konsekuensi sianghari berhubungan dengan
insomnia sebaiknya juga dievaluasi.
Keluhan terbanyak yang datang termasuk
gangguan mood (suasana hati) (secara khas
diuraikan seperti iritabilitas dan labilitas
suasana hati, lebih baik daripada depresi dan
kecemasan), kelelahan, dan keluhan kognitif
yang tidak efisien atau kesulitan
berkonsentrasi. Mayoritas pasien dengan
insomnia kronik tidak sesungguhnya
mengeluh tak dapat tidur siang hari,
kecenderungan tertidur dalam situasi yang
tidak tepat. Lebih, insomnia tampaknya akan
dihubungkan dengan kesulitan tidur pada
kapan saja selama 24 jam hari.

Evaluasi terhadap insomnia sebaiknya
dipertimbangkan secara teliti terhadap
komorbid gangguan psikiatri dan gangguan
medis maupun pengobatan dan subtansi
yang menggangu pada saat tidur (tabel 2).
TABEL 2 Komorbid Gangguan Psikiatri
Dan Gangguan Medis Dan
Obat Dan Zat yang Dapat Mengganggu
Tidur
Gangguan Kejiwaan
Gangguan mood (depresi berat, gangguan
Dysthymic, gangguan afektif bipolar )
Gangguan kecemasan (gangguan kecemasan
menyeluruh, gangguan panik, gangguan
stres pasca trauma) Gangguan psikotik
(skizofrenia) Gangguan penggunaan zat
Gangguan Medis dan Kondisi
Kardiovaskular (gagal jantung kongestif,
penyakit arteri koroner)
Paru (penyakit paru obstruktif kronik, asma)
Neurologis (stroke, penyakit Parkinson,
neuropati, trauma cedera otak, penyakit
serebrovaskular)
Gastrointestinal (gastroesophageal reflux
disease)
Renal dan genitourinari (gagal ginjal kronis,
hipertrofi prostat)
Endokrin dan metabolik (diabetes,
hipertiroidisme, obesitas)
Muskuloskeletal (rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, fibromyalgia)
Lainnya (menopause)
Obat-obatan dan Zat
Alkohol (penggunaan akut, penarikan)
kafein
nikotin
Antidepresan (selective serotonin reuptake
inhibitor, serotoninnorepinephrine reuptake
inhibitor, antidepresan atipikal)
Dekongestan (phenylpropanolamine,
pseudoefedrin)
kortikosteroid
-Agonis dan bronkodilator teofilin-derivatif
-Antagonis
stimulan
statin
agonis dopamin

Pada hakekatnya gangguan psikiatri dapat
dihubungkan dengan insomnia, tetapi
depresif dan gangguan kecemasan
merupakan hal utama yang datang.
Demikian juga,lamanya pengobatan dan
kondisi neurologis dapat dihubungkan
dengan insomnia. Perhatian sebaiknya
mengarah pada kondisi yang dihubungkan
dengan nyeri, pernapasan sulit, dan
mobilitas yang buruk. Pengobatan yang
mempengaruhi neurotransmitter CNS dapat
dihubungkan dengan insomnia. Misanya
termasuk cafein dosis tinggi, alcohol, dan
antidepresan, penghambat serotonin selektif
reuptake, penghambat serotonin-
norepinefrin reuptake, dan antidepresan
atipikal. Itu sering digunakan untuk melihat
riwayat insomnia melalui: factor
presdiposisi, factor pencetus dan factor
perpetuasi (17). Factor-faktor ini membantu
mengidentifikasi penyebab utama insomnia
dan target pengobatan. Factor predisposisi
meliputi riwayat keluarga/ genetic dan
kelainan kesehatan dan kelainan mental
kronik yang meningkatkan kemungkinan
gejala insomnia.
Factor pencetus merupakan kejadian akut
atau kejadian yang pernah dialami
sebelumnya yang dapat mendorong
seseorang untuk menderita insomnia akut.
Factor perpetuasi mencakup masalah prilaku
(seperti tidur yang berlebihan) dan faktor
obat-obatan yang meningkatkan gejala
insomnia.
Riwayat klinik dapat dilengkapi dengan
catatan tentang kejadian tidur terbangun
dalam 2 minggu. Hal ini digunakan untuk
memetakan kebiasaan dan jam tidur pasien
yang sebenarnya serta berguna pula dalam
mengidentifikasi variabilitas pola tidur dan
hubungannya dengan tidur siang yang dapat
memberikan target intervensi berikutnya.
Pengujian laboratorium khusus memiliki
manfaat terbatas dalam diagnose dan
penilaian insomnia. Namun dalam kondisi
spesifik, panel metabolisme umum, CBC
atau pengujian endokrin (seperti tes
hormone tiroid) mungkin dapat berguna.
Studi tidur semalaman dengan menggunakan
polysomnography tidak disarankan secara
rutin dalam evaluasi insomnia kronik.
Namun dalam situasi spesifik seperti
pengujian mungkin dapat berguna. Sebagai
contoh, orang dengan indeks kecurigaan
tinggi untuk sleep apnea harus melalui uji
polysomnographic. Faktor resiko termasuk
kegemukan, mendengkur keras, jeda dalam
bernapas, ketidaknormalan craniofacial atau
faktor-faktor yang mungkin memicu kepada
gangguan pusat regulasi pernapasan, seperti
congestive heart failure dan stroke. Pasien-
pasien insomnia dengan perilaku tidak biasa
selama tidur seperti perilaku kekerasan,
harus juga dipertimbangkan mengunakan
polysomnography.
Akhirnya, kegagalan untuk merespon
pengobatan insomnia biasa memerlukan
bantuan dari ahli dan beberapa kasus
membutuhkan polysomnnosography.

Diagnosa Differensial
Seperti telah tertulis di atas, perbedaan
antara insomnia primer dan sekunder adalah
utilitas klinik terbatas karena kesulitan
dalam menemukan penyebab. ICSD-2
mendaftar 8 insomnia spesifik, masing-
masing dibedakan oleh sifat klinik secara
spesifik. Namun secara umum hal ini lebih
banyak berguna untuk mengidentifikasi
gangguan insomnia dengan menggunakan
criteria yang terdapat dalam tabel 1, dan
untuk membedakan antara bentuk penyerta
atau bukan penyerta (primer) dari insomnia.
Komorbiditas umum seperti yang tertulis di
atas mencakup gangguan kejiwaan, penyakit
umum dan gangguan saraf serta gangguan
tidur seperti apnea dan restless legs
syndrome.
Pentingnya mengidentifikasi komorbiditas
insomnia harus mengarah pada pengobatan
yang tepat, baik untuk gangguan insomnia
maupun kondisi penyerta. Selain itu,
pengobatan insomnia primer focus hanya
pada gangguan tidur dan korelasi aktifitas
siang hari mereka.
Patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi dari insomnia
kronik tidak diketahui. Namun menyatukan
bukti dari studi psikologi dan fisiologi
menunjukkan bahwa beberapa bentuk dari
hyperarousal pada umumnya terjadi
pada orang-orang yang insomnia (18).
Gambar 1. Grafik diari tidur pasien
dengan insomnia
a


Hyperarousal cognitive dan affective dalam
insomnia telah ditunjukkan baik dengan
ditemukannya gejala ataupun hasil
pengujian pradigma kognitif. Indicator
psikologi pada peningkatan arousal
termasuk peningkatan kortisol / ACTH di
malam hari, peningkatan denyut jantung,
perubahan variabilitas detak jantung dan
peningkatan seluruh metabolisme tubuh.
EEG menandai peningkatan aousal yang
meliputi peningkatan aktifitas dengan
frekuensi antara 16 sampai 50 Hz. Bukti dari
studi positron emission tomography (PET)
juga mendukung hipotesis hyperarousal:
orang dengan insomnia primer mempunyai
peningkatan metabolisme otak secara
keseluruhan selama tidur dan terjaga,
aktivasi regional afektif dan pusat arousal
selama tidur non-REM (19)

Terapi Psikologi dan Prilaku
Terapi psikologi-prilaku dan farmakologi
telah menunjukkan efesiensi dalam
pengobatan insomnia kronik. Variasi dari
teknik psikologi dan perilaku merupakan
teknik yang baik dalam mengontrol masalah
masalah klinis. Teknik spesifik termasuk
terapi pembatasan tidur, terapi control
stimulus, pendekatan relaksasi dan
pengobatan kognitif-perilaku pada insomnia
(20). Sifat - sifat umum dari pengobatan ini
dirangkum dalam tabel 3.
TABEL 3 Terapi Psikologis dan Perilaku
Untuk Insomnia
Teknik dan Tujuan
Pendidikan Higieni Tidur
Promosi terhadap perilaku yang
meningkatkan tidur; pembatasan
perilakuyang mengganggu tidur. Petunjuk
khusus termasuk mendapatkan olahraga
rutin, membatasi konsumsi kafein dan
alkohol, menjaga jadwal tidur-bangun yang
teratur, dan menghindari tidur siang.
Terapi Kontrol Stimulus
serangkaian intervensi perilaku yang
mempromosikan pengkondisian hubungan
antara lingkungan tidur dan mengantuk.
pasien diperintahkan untuk menggunakan
tempat tidur hanya untuk tidur (dan seks);
tidak pergi ke tidur kecuali mengantuk;
untuk keluar dari tempat tidur dan terlibat
dalam aktivitas stimulasi rendah lain jika
terjaga dan tidak bisa tidur semalaman dan
kembali ke tempat tidur hanya bila
mengantuk; untuk mempertahankan waktu
bangun tidur terlepas dari durasi tidur; dan
untuk menghindari tidur siang.

Terapi pembatasan tidur
Praktek Tidur yang meningkatkan durasi
yang terjaga dan "perjalanan tidur" untuk
memfasilitasi kemampuan untuk tidur.
Sebuah diari tidur digunakan untuk
menentukan waktu tidur aktual, waktu di
tempat tidur, dan "efisiensi tidur" ([waktu
tidur waktu di tempat tidur] 100). Waktu
di tempat tidur menurun sesuai waktu tidur
aktual dan meningkat sebesar 15-30 menit
ketika efisiensi tidur melebihi 85% selama
seminggu. Pasien juga dilarang tidur siang
dan diperintahkan untuk mempertahankan
waktu bangun reguler.
Terapi perilaku kognitif untuk insomnia
Identifikasi, tantangan, dan penggantian
terhadap keyakinan disfungsional dan sikap
mengenai tidur dan tidur hilang. Keyakinan
ini meningkatkan gairah dan ketegangan,
yang pada gilirannya menghambat tidur dan
memperkuat keyakinan disfungsional.
Teknik kognitif paling sering
dikombinasikan dengan kontrol stimulus dan
terapi pembatasan tidur (lihat di atas).

Latihan Relaksasi
Pelatihan dalam teknik-teknik yang
menurunkan gairah bangun dan
memfasilitasi tidur di malam hari,
didasarkan pada premis(pemikiran) bahwa
ketegangan otot dan gairah kognitif tidak
kompatibel dengan tidur. Teknik-teknik
khusus termasuk relaksasi otot progresif,
dipandu pencitraan, dan pernapasan perut.
Pasien harus berlatih untuk kemahiran
saat jam bangun sebelum menggunakan
teknik relaksasi menjelang tidur.
a
Diambil dari referensi 20, 21, 23, dan 25.
Pengobatan analisis kualitatif dan kuantitaif
yang mempelajari penggunaan teknik-teknik
ini telah menunjukkan efek pengobatan yang
baik pada variasi pengukuran self-report
sleep outcome dan jumlah yang lebih kecil
dari pengukuran objective sleep outcome
dengan menggunakan polysomnography
(21). Teknik manual dan buku self-help
menjelaskan teknik spesifik untuk
pengobatan-pengobatan ini yang cukup
sederhana untuk diimplementasi dalam
praktik klinik secara rutin (22-25).
Berbagai pengobatan psikologi dan prilaku
untuk insomnia dibagi dalam beberapa
elemen umum yang dikombinasikan menjadi
bentuk pengobatan yang lebih singkat.
Elemen umum pada pengobatan ini meliputi
1) pendidikan tentang tidur, kebutuhan tidur
dan regulasi psikologi tidur; 2) Penetapan
jam tidur yang lebih teratur dengan
menekankan pada bangun tepat waktu pada
pagi hari; 3) pembatasan waktu di tempat
tidur agar lebih mudah menyesuaikan jam
tidur seseorang yang sebenarnya; 4)
Menggunakan kamar tidur sebagai stimulus
untuk tidur bukan untuk terjaga dan frustasi
untuk tidur.
Mekanisme pengobatan psikologi-prilaku
tidak diketahui tetapi elemen-elemen ini
umumnya menunjukkan pentingnya
dorongan tidur homeostatic, tidur-bangun
secara teratur (dan gelap-terang), system
waktu sikardian dan mengurangi
cognitiveaffective Arousal.
Pengobatan psikologi-prilaku untuk
insomnia kronik dapat diberikan oleh ahli
psikologi dan ahli pengobatan prilaku
lainnya dengan latihan yang adekuat. Selain
itu, sertifikasi dalam pengobatan prilaku
tidur dilakukan oleh the American Academy
of Sleep Medicine. Bentuk yang lebih
mendasar dari pengobatan psikologi-prilaku
dapat pula dilakukan oleh tenaga kesehatan
professional lainnya termasuk perawat serta
dokter umum.
Terapi farmakologis

Banyak obat yang direkomendasi dan tidak
direkomendasikan telah digunakan untuk
menangani insomnia. Obat-obat yang saat
ini disetujui oleh the U.S. Food and Drug
Administration (FDA) untuk pengobatan
insomnia mencakup 8 benzodiazepine
receptor agonists (BzRAs) and 1 melatonin
receptor agonist.

Meskipun banyak obat barbiturate dan
miscellaneous nonbarbiturate (seperti
chloral hydrate, ethchlorvynol) digunakan
sebagai sedative-hipnotik. Tetapi obat-
obatan ini tidak direkomendasikan sebagai
penggunaan klinis yang diberikan kepada
mereka yang berada dalam indeks terapetik
rendah.
Penyetujuan penggunaan BzRAs meliputi
satu set obat yang merupakan
benzodiazepines murni sesuai dengan
struktur kimianya dan satu set obat yang
bukan benzodiazepines sebagai tindakan
mekanisme umum.
BzRAs bereaksi pada daerah rekognisi
-aminobutyric
tipe A (GABAA) pada CNS; pengenalan
tempat ini berbeda dari pengakuan GABA
itu sendiri (26).
Benzodiazepines memiliki afinitas untuk
beberapa sub tipe dari reseptor GABAa yang
didefinisikan oleh komposisi khusus dari 5
sub unit protein.
Efek menenangkan dan amnestik dari
BzRAs menunjukkan hubungan afinitas
pada receptor alpha1-containing GABAA,
tetapi signifikansi klinis dari spesikasi obat
in vivo tidak bisa dipastikan.
BzRAs berbeda satu sama lain dalam hal
farmakokinetik, khususnya dalam
pengurangan waktu paruh pusat (tabel 4).




TABEL 4. farmakokinetik Sifat Obat
Hipnotik Disetujui oleh U.S. Food and Drug
Administration
a

Obat-obat Waktu
puncak
(jam)
Eleminas
i waktu
paruh
pada
dewasa
muda
(jam)
dosis
pada
orang
dewasa
khas
Benzodiaze
pine
receptor
agonists

Zaleplon 1 1 5-20
Zolpidem 1,6 2,5-2,8 5- 10
b

Eszopiclone 1 5-6 1-3
Triazolam 1-2 1,5-5,5 0,125-
0,50
Temazepa
m
1,2-1,6 3,5-18,4 7,5-30
Estazolam 2 8-28 0,5-2
Quazepam 1-3 47-100 7,5-15
Flurazepam 0,5- 2-100 15-30
13,6
Melatonin
receptor
agonists

Ramelteon 0,75 0,8-2,6 8
Other
drugs not
approved
as
hypnotics

Doxepin 0,5-1 18-37 10-150
Amitriptyli
ne
3-4 21-31 25-150
Diphenhydr
amine
2-3 8-9 25-50
Trazodone 1-2 5-9 25-150

a
Diambil dari referensi 27 dan 28 Nilai
farmakokinetik tercantum adalah nilai-nilai
perkiraan pada orang dewasa muda.
b
Zolpidem juga tersedia dalam formulasi
modified-release, dosis dewasa khas adalah
6,25-12,5 mg.
c
Nilai mencerminkan obat induk dan
metabolit aktif.

Agen yang tersedia mempunyai
pengurangan waktu paruh pusat dari 1
sampai 120 jam.
Durasi kerja obat sangat kuat, meskipun
tidak secara ekslusif berhubungan dengan
dengan waktu paruh. Oleh karena itu,
memilihan obat tertentu sering bergantung
pada durasi kerja ideal untuk pasien tertentu,
bukan pada perbedaan spesifik dari obat.
Obat-obat BzRAmerupakan kelas obat yang
mengurangi onset tidur secara laten dan
meningkatkan total waktu tidur; bergantung
pada farmakokinetik tertentu pada obat
tersebut, penurunan terjaga setelah tidur
juga bisa merupakan hasil.
Analisis kuantitatif dan kualitatif masalah
klinis dengan BzRAs menunjukkan
efesiensinya. Hal ini dinilai melalui self-
report dan objektif outcome (29,30).
Namun, dalam kasus dengan pengobatan
psikologi dan prilaku, beberapa studi
dilakukan pada outcomes fungsional atau
pada sindrom broader insomnia.
BzRAs juga memiliki efek samping
diantaranya amnesia anterograde,
ketidakseimbangan tubuh dan mengantuk
(16,31). Adanya beberapa efek samping
dapat mempengaruhi waktu paruh
spesifikasi obat; gangguan daya ingat dan
sedasi siang hari yang mungkin memiliki
waktu paruh yang lebih panjang.
Berbagai konsekuensi gangguan prilaku
lebih serius, termasuk sleep- related
eating, prilaku seksual dan gangguan saat
mengendarai yang telah dilaporkan di media
massa secara berlebihan.
Meskipun sebagian besar laporan ini
mempunyai hubungan dengan zolpidem
yang diresepkan secara luas dalam kelas ini
dan tampaknya efek samping serupa
mungkin dapat terjadi pada agen lain pada
kelas ini.
BzRAs juga dapat dihubungkan dengan
insomnia kambuh, withdrawal, toleransi dan
ketergantungan (16,31). Insomnia kambuh
terutama ditunjukkan dengan kerja obat
jangka pendek dan ini dapat dikurangi
dengan mengurangi dosis dan frekuensi obat
secara bertahap, dapat juga dengan dosis
alternative sehari setelah dosis dikurangi.
Gejala withdrawal dpat juga dikurangi
dengan mengurangi dosis dan frekuensi
obat. Penyalahgunaan obat BzRA sebagai
agen pilihan utama tidak lazim. Namun
orang yang menyalahgunakan obat ini
umumnya menyalahgunakan zat lainnya,
dan penggunaan atau permintaan dosis obat
yang lebih tinggi untuk peresepan ulang
harus dipertimbangkan.
Ketergantungan hipnotik baik secara
fisiologi maupun psikologi. Ketergantungan
aspek fisiologis berhubungan dengan efek
penghentian yang tertulis di atas.
ketergantungan aspek fisiologi berhubungan
dengan ketakutan atau kepercayaan bahwa
tidur yang baik tidak akan mungkin terjadi
tanpa obat obatan. Ini membuat orang akan
lanjut meminum obat-obatan dalam waktu
yang lama meskipun tidak ada keuntungan
terapetik yang jelas.
BzRAz juga berguna untuk orang-orang
dengan penyakit insomnia, termasuk mereka
yang menderita penyakit depresi (32). Obat-
obatan ini juga mengurangi insomnia pada
wanita perimenopausal (33). Baik dosis
setiap malam maupun intermitten (3 kali
seminggu) dosis telah terbukti berkhasiat
(34). Meskipun sebagian besar uji coba
klinis telah dilakukan selama 1 atau kurang
dari satu minggu, bukti terbaru dari studi
double-blind menunjukkan bukti lanjutan
untuk keberhasilan sampai 5 bulan pada
penggunaan setiap malam (35).
Satu agonist reseptor melatonin dan
ramelton menunjukkan keberhasilan
pengobatan insomnia (36). Efek utamanya
menunjukkan pada onset tidur secara laten
dengan sedikit efek terjaga pada tengah
malam. selain efek samping lainnya yang
cenderung ringan. Namun peningkatan
jumlah darah dan beberapa perubahan
hormone (misalnya pengurangan
testosterone) telah diteliti pada orang tua.
Berbagai macam obat yang belum disetujui
oleh FDA untuk pengobatan insomnia telah
digunakan dalam praktik klinis. Hal ini
mencakup obat-obatan penenang
antidepresi, penenang antipsikotik dan
penenang konvulsan. Obat yang sering
digunakan dalam dosis rendah. Uji klinik
kecil telah mendukung efektifitas dosis
rendah dari trazodone dan obat penenang
tricyclic untuk pengobatan insomnia (16).

Obat-obatan ini belum ditetapkan dalam
pengobatan insomnia secara rutin namun
sngat berguna bagi pasien yang memiliki
riwayat pengguanaan zat dan mereka yang
mengalami kontradiksi atau respon terhadap
BzRAs yang jelek. Efek samping penting
dari obat ini termasuk hipotensi ortostatik
dan efek antikolinergik, yang menjadi
perhatian khusus pada orang tua. Bahkan
keprihatinan yang lebih besar dibangkitkan
dengan menggunakan obat-obatan
antipsikotik sedasi, yang mungkin memiliki
efek samping metabolisme dan neurologis.
Oleh karena itu, penggunaann mereka untuk
pengobatan gangguan tidur dianjurkan
hanya dalam kasus insomnia yang
komorbiditas dengan gangguan kejiwaan
yang secara independen menjamin
penggunaannya, seperti gangguan bipolar
yang parah.
Alkohol dan antihistamin adalah yang paling
umum digunakan pengobatan diri untuk
insomnia. Alkohol dapat membantu
menginisiasi tidur, tapi itu mengganggu
tidur selama waktu malam yang tersisa dan
menimbulkan masalah tambahan yang
terkait dengan penggunaan alkohol kronis.
Sangat sedikit bukti yang tersedia
mendukung efektivitas atau keamanan
diphenhydramine atau antihistamin lain
untuk pengobatan insomnia. Selain itu, sifat
antikolinergik mereka menimbulkan
pertanyaan terhadap keamanan, terutama
pada orang tua. Akhirnya, obat naturopati
seperti valerian (37) telah dinilai dalam
beberapa uji klinis. Namun, kesulitan besar
muncul dalam standardisasi produk ini, dan
keberhasilan secara keseluruhan mereka
merupakan marjinal terbaik.
Implementasi Pengobatan
Sebelum memulai pengobatan apapun,
dokter harus menentukan apakah gejala
insomnia pasien menjamin pengobatan,
seperti ditunjukkan oleh tingkat keparahan
gejala tidur, Gejala siang hari, dan
kesusahan. Tujuan pengobatan yang wajar
juga harus dibahas. Misalnya, pasien harus
menyadari bahwa beberapa tingkat
variabilitas malam hari-malam ini dalam
kualitas tidur alami dan mungkin dialami
bahkan setelah pengobatan. Masalah tidur
mereka harus menjadi lebih mudah
ditangani dengan pengobatan,
bagaimanapun, dan fungsi siang hari mereka
dapat meningkat. pengobatan hasil harus
fokus tidak hanya pada parameter tidur
secara kuantitatif , seperti latensi tidur,
terjaga setelah onset tidur, dan durasi tidur,
tetapi juga pada aspek kualitatif individu
dan tidur siang.
Terapi psikologis dan perilaku yang sesuai
di hampir semua kasus insomnia kronis.
Pendekatan sederhana yang berfokus pada
prinsip-prinsip pendidikan dan perilaku,
seperti diuraikan di atas, dapat
mengakibatkan peningkatan substansial
dalam beberapa kasus. Dirujuk ke individu
dengan pelatihan spesifik dalam pengobatan
perilaku tidur atau penggunaan pendekatan
perilaku kognitif juga mungkin tepat.
Terapi farmakologis mungkin tepat ketika
Insomnia menyebabkan gejala yang
signifikan, kesusahan (distress), atau
gangguan. Efek Obat dan efek samping
harus didiskusikan dengan pasien. Dalam
kebanyakan kasus, pengobatan awal dengan
short-acting BzRA adalah langkah pertama
yang masuk akal. Tergantung pada respon
pengobatan awal, BzRA kedua baik dengan
paruh pendek atau panjang bisa dicoba.
Dalam kejadian yang tidak berespon, atau
dalam kasus individu dengan riwayat
penyalahgunaan zat, percobaan antidepresan
sedasi (penenang) pada dosis rendah
mungkin pendekatan yang masuk akal.
Isu yang belum terpecahkan
Meskipun banyak yang telah dipelajari
mengenai epidemiologi, patofisiologi, dan
pengobatan insomnia kronis,
pertanyaan lainnya tetap harus dijawab.
Pertama, Metode optimal menggabungkan
perilaku dan terapi farmakologis masih
harus ditentukan. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa pengobatan psikologis-
perilaku sendiri dapat memberikan hasil
jangka panjang yang superior, tetapi
Kombinasi dapat memberikan hasil jangka
pendek yang lebih baik (38). Isu kedua
yang belum terpecahkan adalah lamanya
pengobatan, terutama terapi farmakologis.
meskipun asumsi sebelumnya mengenai
perkembangan pesat terhadap toleransi tidak
ditanggung dalam studi- kontrol double-
blind placebo , itu adalah pengamatan klinis
umum yang pasien mengatakan obat ini
"tidak bekerja lagi." Selain itu, penghentian
pengobatan jangka panjang dengan hipnotik
sering mengakibatkan perbaikan tidur yang
lebih lanjut (39). Ketiga, manfaat yang
intermiten atau dibutuhkan penggunaan
obat, yang bertentangan dengan pengobatan
malam, masih harus didefinisikan.
Akhirnya, belum jelas ditunjukkan apakah
pengobatan Insomnia menyebabkan
perbaikan yang konsisten dalam kondisi
komorbiditas atau aspek yang lebih umum
lainnya tentang fungsi siang hari. Bukti awal
menunjukkan bahwa pengobatan insomnia
dapat meningkatkan komorbiditas depresi
(40, 41), tetapi uji coba terkontrol lebih
lanjut diperlukan.

Ringkasan dan Rekomendasi
Insomnia kronis harus dievaluasi secara
cermat, mulai dengan riwayat klinis
menyeluruh, termasuk kebiasaan tidur dan
pola. Kemungkinan gangguan tidur lainnya,
komorbiditas dengan gangguan medis atau
kejiwaan yang lain, dan efek dari zat dan
obat-obatan harus dipertimbangkan pada
pasien dengan insomnia. Pengobatan untuk
insomnia termasuk perawatan psikologis dan
perilaku dan farmakoterapi, yang dapat
digunakan dalam kombinasi.
Nyonya F adalah seorang dokter
memerintahkan pengujian medis lanjut ,
termasuk penilaian tes fungsi tiroid , yang
menunjukkan T4 normal, T3, dan kadar
hormon thyroid-stimulating. Mengingat
bahwa insomnia nyonya F telah tidak
tergantung terhadap depresi mayor
sebelumnya, sebuah diagnosis insomnia
primer telah dibuat. Diskusi awal dengan
pasien difokuskan pada edukasi tidur,
termasuk kebutuhan untuk durasi yang
adekuat terjaga setiap hari untuk
mempromosikan tidur sepanjang malam
hari. Variabilitas jam tidur pasien dan waktu
lamanya yang berlebihan di tempat tidurjuga
dibahas. Rencana terapi telah disepakati
menggunakan empat aturan umum yang
dibahas di atas, berdasarkan pembatasan
tidur dan prinsip kontrol stimulus ; pasien
diberikan sebuah "resep dokter" untuk pergi
tidur pada jam 11:00 malam dan bangun
tidur tidak lewat jam 06:00 pagi setiap hari.
Dia juga diminta untuk membuat catatan
tidur. Pada follow-up 4 minggu kemudian,
buku harian tidur menunjukkan peningkatan
konsolidasi tidur malam harinya, meskipun
nyonya F masih merasa lelah di siang hari.
Dia berpikir bahwa fungsi kognitifnya
itu agak membaik. Sebuah percobaan
hipnotis shortacting, zolpidem, kemudian
diinisiasi, dengan pasien mempertahankan
jam tidur yang sama. Selanjutnya follow-up
di bulan lain menunjukkan lebih lanjut
perbaikan dalam konsolidasi tidur
malam, tetapi dengan beberapa perasaan
sedatif saat pagi, terjadi sekitar tiga
malam dalam seminggu. Pasien merasa
lebih mengendalikan masalah tidurnya. Ini
disepakati bahwa penggunaan intermiten
zolpidem mungkin cocok. Dengan demikian,
pasien mulai percobaan zolpidem dengan
intermiten, sambil mempertahankan
perhatian perilaku tidurnya. Dia disarankan
untuk menggunakan obat jika dia memiliki
beberapa malam buruk berturut-turut, jika
dia merasa sangat stres, atau jika ia
membutuhkan kepastian terhadap
konsolidasi tidur sebelum kegiatan penting
hari berikutnya. Beberapa bulan kemudian,
dia melaporkan perbaikan umum
dalam tidurnya, ke tingkat yang lumayan.
Suasana hatinya juga tetap stabil, dengan
tidak ada bukti muncul kembali depresi.

Anda mungkin juga menyukai