Anda di halaman 1dari 5

4.

Terputusnya haidh dan nifas


Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu anhuma. Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam berkata kepada Fathimah binti Abi Khubaisy:

.

Jika datang haidh, maka tinggalkanlah shalat. Dan jika telah lewat, maka mandi
dan shalatlah. [8]

Nifas dan haid dihukumi sama secara ijma'.

Tata Cara Yang Disunnahkan Ketika Mandi
Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, Dahulu, jika Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam hendak mandi janabah (junub), beliau memulainya
dengan membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air dari tangan kanan ke
tangan kirinya lalu membasuh kemaluannya. Lantas berwudhu sebagaimana berwudhu
untuk shalat. Lalau beliau mengambil air dan memasukkan jari-jemarinya ke
pangkal rambut. Hingga jika beliau menganggap telah cukup, beliau tuangkan ke
atas kepalanya sebanyak tiga kali tuangan. Setelah itu beliau guyur seluruh
badannya. Kemudian beliau basuh kedua kakinya." [10]

Catatan:
Tidak wajib bagi seorang wanita mengurai rambutnya ketika mandi janabah
(junub). Namun wajib dilakukan ketika mandi sehabis haidh.

Dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma, ia berkata, Aku berkata, Wahai
Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita berkepang dengan kepangan yang sulit
diurai. Apakah aku harus mengurainya ketika mandi janabah? Beliau berkata:

.

Tidak, cukuplah engkau tuangkan air ke atas kepalamu sebanyak tiga kali.
Kemudian guyurkan air ke seluruh tubuhmu. Maka, sucilah engkau. [11]

Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Asma bertanya kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mandi setelah selesai haidh. Beliau lalu
bersabda, Hendaklah salah seorang dari kalian mengambil air dan bidaranya lalu
bersuci (yaitu berwudhu menurut penafsiran sejumlah ulama, sebagaimana tata
cara mandi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam -ed.) dengan sebaik-baiknya.
Kemudian mengucurkannya ke atas kepala dan menguceknya kuat-kuat hingga ke
pangkal kepalanya. Lantas mengguyur seluruh badannya dengan air. Setelah itu
hendaklah ia mengambil secarik kapas yang diberi minyak misk, lalu bersuci
dengannya." Asma' berkata, "Bagaimana cara dia bersuci dengannya?" Beliau
berkata: "Subhaanallaah, bersucilah dengannya." 'Aisyah Radhiyallahu anhuma
berkata sambil seolah berbisik, "Ikutilah bekas-bekas darah itu dengannya."

Dan aku (Asma) bertanya lagi kepada beliau tentang mandi (junub) janabah.
Beliau lalu bersabda:

.

Hendaklah salah seorang dari kalian mengambil air lalu bersuci (yaitu berwudhu
menurut penafsiran sejumlah ulama-ed.) dengan sebaik-baiknya atau
menyempurnakannya. Kemudian menuangkan air ke atas kepala dan menguceknya
sampai ke dasar kepala. Setelah itu mengguyurkan air ke seluruh badannya." [12]

Dalam hadits ini terdapat perbedaan jelas antara mandinya wanita karena haidh
dan karena (junub) janabah. Yaitu ditekankannya pada wanita yang haidh agar
bersuci dan mengucek dengan kuat dan sungguh-sungguh. Sedangkan pada mandi
janabah tidak ditekankan hal tersebut. Dan hadits Ummu Salamah adalah dalil
bagi tidak wajibnya mengurai rambut saat mandi janabah. [13]

Tujuan mengurai rambut adalah untuk meyakinkan sampainya air hingga ke dasar
rambut. Hanya saja pada mandi (junub) janabah masih ditolerir. Karena seringnya
dilakukan serta adanya kesulitan yang sangat ketika mengurainya. Lain halnya
dengan mandi haidh yang hanya terjadi setiap sebulan sekali.

Selengkapnya baca di http://almanhaj.or.id/content/679/slash/0
Baca juga SEKILAS MENGENAL NIFAS http://almanhaj.or.id/content/2741/slash/0

Wallahu a'lam










Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam ketika beliau ditanya oleh seorangwanita Anshar
tentang tata cara mandi haid, Beliau Shallallahu 'Alaihi WaSallam sebagaimana yang
dikhabarkan oleh Aisyah radhiallahu 'anhabersabda:
Ambillah secarik kain yang diberi misik lalu bersucilah dengannya. Wanita itu
bertanya: Bagaimana cara aku bersuci dengannya? Nabi menjawab: Bersucilah
dengannya. Wanita itu bertanya lagi: Bagaimana caranya? Nabi berkata:
Subhanallah,bersucilah. Aisyah berkata: Maka aku menarik wanita tersebut
ke dekatku, lalu aku katakan kepadanya: Ikutilah bekas darah dengan kain tersebut.
[
43
]Atau lebih lengkapnya disebutkan dalam riwayat Muslim (no. 61),bahawasannya Asma
bintu Syakl bertanya tentang tata cara mandi haidmaka beliau Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam mengajarkan:
Salah seorang dari kalian mengambil air dan daun sidr (bidara), lalu ia bersuci dan
membaguskan bersucinya. Kemudian ia tuangkan air ke kepalanya dan ia gosok
dengan kuat hingga air tersebut sampai ke akar-akar rambutnya, kemudian ia tuangkan
air ke atasnya, kemudian ia ambil secarik kain yang diberi misik (yakni sepotong kain
yang diberi misik) lalu ia bersuci dengannya. Maka bertanya Asma: Bagaimana cara ia
bersuci dengannya? Nabi menjawab: Subhanallah, engkau bersuci dengannya.
Aisyah berkata kepada Asma dengan ucapan yang pelan yang hanya didengar oleh
orang yang diajak bicara: Engkau mengikuti bekas darah dengan kain tersebut.

Al Imam Nawawi rahimahullah ketika mensyarah hadis di atasmenyatakan:Telah
berkata Al Qadli Iyadl rahimahullahu taala: ((Bersuci yangpertama (yang disebutkan
dalam hadis ini) adalah bersuci dari najis-najisdan apa yang terkena najis berupa darah
haid)). Demikian dikatakan AlQadli. Namun yang lebih jelas, Wallahu Alam,
bahawasannya yangdimaksud dengan bersuci yang pertama adalah wuduk
sebagaimana hal inidisebutkan dalam tatacara mandi janabah Nabi Shallallahu 'Alaihi
WaSallam. [
45
]Hadis di atas juga menunjukkan sunnahnya mengelap tempat bekas darahdengan
kain/kapas yang diberi misik wangian, sementara perkara ini banyakdilalaikan oleh para
wanita.Kata Al Imam Nawawi rahimahullah: Ulama berselisih tentang
hikmahmenggunakan misik (ketika mandi haid). Pendapat yang sahih yang terpilihyang
diucapkan oleh jumhur ashab kami (ulama dalam mazhab Syafie) danselain mereka
adalah maksud menggunakan misik itu untukmengharumkan bekas tempat darah dan
menghilangkan bau yang tidaksedap.Dan difahami dari hadis riwayat Muslim di atas
bahawa penggunaan kainyang diberi misik tersebut dilakukan setelah selesai
mandi.Selanjutnya Al Imam Nawawi berkata: Perkara ini disunnahkan bagi
setiapwanita yang mandi dari haid atau nifas, sama saja apakah ia memiliki suamiatau
tidak. Ia gunakan kain bermisik tersebut setelah mandi. Apabila iatidak mendapatkan
misik maka boleh ia menggunakan wewangian apa sajayang ia dapatkan. Apabila ia
tidak mendapatkan apapun, maka air cukupbaginya. Akan tetapi, jika ia meninggalkan
pemakaian wewangian padahalmemungkinkan bagi dirinya unutk memakainya maka
hal itu dimakruhkanbaginya. Namun bila tidak memungkinkan maka tidak ada
kemakruhanbagi dirinya. [
46
]Pemakaian wewangian ketika mandi haid ini sangat ditekankan, sampai-sampai wanita
yang sedang berihdad diberi keringanan untuk mengoleskanwewangian pada daerah
sekitar farji/kemaluan setelah selesai mandi haid,sebagaimana hal ini disebutkan dalam
hadis riwayat Bukhari (no. 313) dariUmmu Athiyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
Kami dilarang untuk berihdad (berkabung) atas mayat lebih dari tiga hari kecuali bila
yang meninggal itu adalah suami maka ihdadnya (isteri) 4 bulan 10 hari. (Selama
berihdad) kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian, tidak boleh
memakai
pakaian yang dicelup kecuali pakaian ashb (dari kain Yaman, pent.).Dan kami diberi
keringanan untuk menggunakan sepotong kain yang diberi wewangian ketika salah
seorang dari kami mandi untuk bersuci dari haid. Dan kami juga dilarang untuk
mengikuti jenazah.
[
47
]Apakah wajib bagi wanita yang mandi haid untuk melepaskan ikatanrambutnya? Al
Imam Muslim dalam Sahih-nya (no. 58) meriwayatkandengan sanadnya sampai kepada
Ummu Salamah radhiallahu 'anha,bahawasannya ia bertanya kepada Nabi Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam:
Aku adalah wanita yang sangat kuat ikatan rambutku,apakah aku harus
melepaskannya untuk mandi janabah? Dalam riwayat lain: dan mandi haid? Beliau
menjawab: Tidak, hanya saja cukup bagimu untuk menuangkan air di atas kepalamu
tiga kali tuangan, kemudian engkau alirkan air ke tubuhmu, dengan begitu maka
engkau suci.
[
48
]Al Imam Ash Shanani dalam Subulus Salam 1/142 dan Al Imam AsSyaukani dalam
Nailul Authar 1/346 keduanya menyebutkan tidakwajibnya melepas ikatan rambut bagi
wanita ketika mandi wajib.Kata Asy Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah:Tidak wajib
melepas ikatan rambut kepala ketika mandi kecuali bilaikatannya sangat kuat sehingga
tidak memungkinkan air mencapai pokok-pokok rambut, berdasarkan hadis Ummu
Salamah yang diriwayatkan olehMuslim (kemudian beliau menyebukan hadis yang
tersebut di atas).
Asy Syeikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah berkata:Yang sahih, tidaklah wajib bagi
wanita untuk melepas ikatanrambutnya ketika mandi haid berdalilkan keterangan yang
datang dalamsebahagian riwayat Ummu Salamah yang dikeluarkan oleh Al
ImamMuslim .Jumhur ulama berpendapat apabila air mencapai seluruh kepala
bagianluarnya mahupun dalamnya tanpa harus melepas ikatan rambut maka tidakwajib
melepasnya.Berkata Asy Syeikh Muhammad bin Ibrahim:Yang kuat dalam dalil adalah
tidak wajib melepas ikatan rambutketika mandi haid sebagaimana tidak wajib
melepasnya ketika mandi janabah .

Anda mungkin juga menyukai