Anda di halaman 1dari 20

1

PRESENTASI KASUS
PSORIASIS VULGARIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga









Disusun Oleh

Nama : Nur Anisah Syafitri Setiawan
No. Mahasiswa : 20090310151

Diajukan Kepada:
dr. Bambang Sudarto, Sp.KK FINSDV

ILMU KESEHATANKULIT DAN KELAMIN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014




2


HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
PSORIASIS VULGARIS



Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada Oktober 2014

Menyetujui,
Dokter Pembimbing




dr. Bambang Sudarto, Sp. KK FINSDV











3

DAFTAR ISI

1. Sampul Depan..1
2. Halaman Pengessahan.2
3. BAB I
Laporan Kasus.4


4. BAB II
Tinjauan Pustaka.7

5. BAB III
Pembahasan18


6. BAB IV
Kesimpulan.19



7. Daftar Pustaka20










4


BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Ny. SS
Usia : 48 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Salatiga
B. Anamnesis
Keluhan Utama : kulit di seluruh tubuh mengelupas
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang ke Poliklinik Kulit RSUD Salatiga
diantar oleh dokter dari RSUD Ambarawa dengan keluhan kulit mengelupas di
seluruh tubuh. Awalnya pasien berobat ke RSUD Ambarawa 1 minggu yang lalu
dengan keluhan batuk dan nyeri telan. Kemudian diberikan obat amoxicilin, dextral,
heptasan, dan dexamethasone. Setelah itu muncul bintik-bintik merah di seluruh
badan dan terasa gatal, perih, serta kulit mengelupas. Satu hari kemudian obat
dihentikan tetapi kulit mengelupas semakin banyak. Oleh dokter di RSUD Ambarawa
didiagnosis sebagai psoriasis vulgaris, kemudian datang ke poliklinik RSUD Salatiga
untuk memastikan penyakit yang dideritanya.
Riwayat Penyakit Dahulu : pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti
ini
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik, compos mentis
Status Dermatologi :
Predileksi : sekitar mulut, tangan, punggung, dan perut.
UKK : pada mulut terdapat skuama kasar. Pada tangan, punggung,
dan perut terdapat makula eritem dari miliar sampai numular dengan
gambaran beraneka ragam. Makula berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar
berwarna putih mengkilat.



5
















Gambar 1. UKK



D. Diagnosis Banding
1. Psoriasis Vulgaris
2. Dermatitis Eksfoliativa
3. Pemfigus Foliaceus
4. Dermatitis Seboroik
5. Pitiriasis Rosea

E. Diagnosis Kerja
Psoriasis vulgaris

6






F. Terapi
R/ Lotasbat ointment tube no 1
S 5 dd ue
R/ Salicyl salep 70% 20 pot 1
S 5 dd ue
R/ Sagestam cream tube no 1
S 5 dd ue
R/ Medixon tab no V
S 1 dd tab 1
R/ Pehaclor tab no V
S 1 dd tab 1 (malam)



















7


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Psoriasis adalah suatu penyakit kulit yang termasuk di dalam kelompok
dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronik residif dengan lesi berupa makula eritem
berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih bening seperti
mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz.

B. Epidemiologi
Penyakit ini dapat ditemukan di seluruh dunia dengan angka kesakitan yang
berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada bangsa berkulit hitam seperti
afrika jarang ditemukan.
Angka kesakitan penyakit ini di Amerika dilaporkan sebesar 1%, Jerman 1.3%,
Denmark 1.7%, Inggris 1.7% dan Swedia 2.3%. Di indonesia belum ada angka
kesakitan yang jelas untuk penyakit ini.
Penyakit ini dapat mengenai semua kelompok umur, walaupun pada bayi dan
anak-anak jarang, dan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan wanita. Umur rata-rata
waktu gejala pertama timbul pada laki-laki 29 tahun dan wanita 27 tahun.

C. Etiologi
Penyebab psoriasis yang pasti belum diketahui. Ada beberapa faktor predisposisi
dan pencetus yang dapat menimbulkan penyakit ini. Faktor-faktor predisposisi :
1. Faktor genetik berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis resiko
mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita
psoriasis resikonya mencapai 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal 2
tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial, psoriasis tipe II
dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong adalah
faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II
berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw-2, sedangkan psoriasis pustulosa
berkorelasi dengan HLA-B27.
2. Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat
diekspresikan pada salah satu ari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji
8

antigen (dermal), atau keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli
untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh dengan serbukan
limfosit T pada dermis yang terutam terdiri dari limfosit T CD4 dengan sedikit
serbukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya
lebih banyak didominasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat
sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan
pada imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali
dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
langerhans. Pada psoriasis pembentukan epidermis (turn over time) lebih cepat
hanya 3-4 hari, sedangkan pada kulit normal lamanya 27 hari. Nickoloff
(1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Lebih
dari 90% kasus dapat mengalami remisi setelah diobati dengan imunosupresif.
3. Faktor-faktor psikis seperti stress dan gangguan emosi. Penelitian
menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress dan
kegelisahan menyebabkan penyakitnya menjadi lebih berat dan hebat.
4. Infeksi fokal. Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru,
dermatomikosis, artritis, dan radang menahun ginjal.
5. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus yang laten.
6. Gangguan pencernaan seperti obstipasi.
7. Faktor cuaca. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada
musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih
hebat.
Faktor-faktor provokatif yang dapat mencetuskan atau menyebabkan penyakit
ini bertambah hebat ialah :
1. Faktor trauma. Gesekan dan tekanan pada kulit sering dapat menimbulkan lesi
psoriasis pada tempat trauma, dan ini disebut fenomena Koebner.
2. Faktor infeksi. Infeksi streptokokus di faring dapat merupakan faktor pencetus
bagi penderita dengan predisposisi psoriasis. Pada bentuk psoriasis ini
sebaiknya dilakukan apusan tenggorokan untuk mencari infeksi fokal. Apabila
infeksi tenggorokannya sembuh biasanya psoriasisnya juga akan sembuh.
3. Obat-obatan. Obat kortikosteroid merupakan obat bermata dua. Pada
permulaan kortikosteroid dapat menyembuhkan psoriasis, tetapi apabila obat
ini dihentikan penyakit akan kambuh kembali, bahkan lebih berat dari
daripada sebelumnya menjadi psoriasis pustulosa atau generalisata. Obat-obat
9

lain seperti anti malaria (klorokuin) dan obat anti hipertensi betabloker dapat
memperberat penyakit psoriasis.
4. Sinar ultraviolet dapat menghambat pertumbuhan sel-sel epidermis, tetapi bila
penderita sensitif terhadap sinar matahari, penyakit ini akan bertambah hebat
karena reaksi isomorfik.
5. Stress psikologis. Pada sebagian penderita faktor stress dapat menjadi faktor
pencetus. Penyakit ini sendiri dapat menyebabkan gangguan psikologis pada
penderita, sehingga menimbulkan satu lingkaran setan, dan hal ini
memperberat penyakit.
6. Kehamilan. Kadang-kadang wanita yang menderita psoriasi dapat sembuh saat
hamil, tetapi akan kambuh kembali sesudah bayinya lahir, dan penyakit ini
akan kebal terhadap pengobatan selama beberapa bulan.

D. Patogenesis
Perubahan morfologik dan kerusakan sel epidermis pada penderita psoriasis telah
banyak diketahui. Gambaran histopatologi kulit yang terkena psoriasi sering kali
menunjukkan akumulasi sel monosit dan limfosit di puncak papil dermis dan di dalam
stratum basalis. Sel-sel radang ini tampak lebih banyak, apabila lesi bertambah hebat.
Pembesaran dan pemanjangan papil dermis menyebabkan epidermodermal bertambah
luas dan menyebabkan lipatan di lapisan bawah stratum spinosum bertambah banyak.
Proses ini juga menyebabkan masa pertumbuhan kulit menjadi lebih cepat dan
masa pertukaran kulit menjadi lebih pendek dari normal, dari 28 hari menjadi 3-4
hari. Stratum granulosum tidak terbentuk dan di dalam stratum korneum terjadi
parakeratosis. Dengan pemendekan interval proses keratinisasi sel epidermis dan
stratum basalis menjadi stratum korneum, proses pematangan dan keratinisasi gagal
mencapai proses yang sempurna.
Selain proses keratinisasi terganggu, proses biokimiawi di dalam masing-masing
sel berubah. Dengan mikroskop elektron dapat dilihat, di dalam sel epidermis,
produksi tonofilamen keratin dan butir-butir keratohialin berkurang dan adenosin 35
monofosfat (AMP-siklik) pada lesi lesi psoriasis berkurang. Ini sangat penting dalam
pengaturan aktivitas mitosis sel epidermis.




10

E. Gejala Klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada psoriasis yang menjadi
erotroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada
skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama
siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak)
dengan skuama di atasnya. Eritema sirkumsripta dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di
pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, numular, atau plakat, dapat
berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata,
biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh
Streptococcus.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Koebner
(isomorfik). Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu dianggap khas, sedangkan
yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada
penyakit lain, misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara
menggores dapat dengan pinggir gelas alas. Pada fenomena Auspitz tampak serum
atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakan:
skuama yang berlapis dikerok, misal dengan pinggir gelas alas. Setelah skuama habis,
maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan
tampak perdarahan yang berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata. Trauma
pada kulit penderita psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang
sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena koebner yang kira-kira timbul
setelah 3 minggu.
Psoriasis juga menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%, yang
agak khas ialah yang disebut pitting nail atau nail plit berupa lekukan-lekukan miliar.
Kelainan yang tidak khas ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya teragkat
karena terdapat lapisan tanduk di bawahnya (hiperkeratosis subungual), dan
onikolisis.
Di samping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menyebabkan kelainan pada sendi (artritis psoriatik), terdapat pada 10-15% pasien
psoriasis. Umumnya pada sendi distal interfalang. Umumnya bersifat poliartikular,
11

tempat predileksi pada sendi interfalangs distal, terdapat terbanyak pada usia 30-50
tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.
Kelainan pada mukosa jarang ditemukan dan tidak penting untuk didiagnosis.
Vasodilatasi pembuluh darah subepidermal dan kapiler kulit menyebabkan
pelepasan panas yang berlebihan dan penderita akan mengeluh merasa kedinginan.
Kadang-kadang dapat timbul gejala yang lebih serius seperti kegagalan jantung akibat
pengaliran darah di dalam kulit yang meningkat, akibat gagalnya epidermal barrier.
Kegagalan barrier epidermal ini menyebabkan permeabilitas epidermis meningkat,
sehingga sangat mempengaruhi penyerapan obat-obatan melalui kulit. Oleh sebab itu,
pemberian obat-obat topikal pada lesi psoriasis yang luas harus dilakukan secara
berhati-hati, mengingat absorbsi obat yang tinggi dapat menyebabkan gejala obat
sistemik yang tidak diinginkan.
Pelepasan skuama yang terus menerus dapat menyebabkan protein tubuh hilang
kira-kira 50 gram setiap hari sehingga menyebabkan hipoproteinemia sekunder.
Hilangnya protein dan zat besi dari tubuh ini dapat pula menyebabkan anemia
defisiensi besi.
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis yaitu;
1.Psoriasis Vulgaris
Bentuk ini yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe
plak karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang
telah diterangkan.
2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral.

3. Psoriasis Inversa (psoriasis fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai
dengan namanya.





12

4. Psoriasis Eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada
bentuk ini kelainannya eksudatif seperti dermatitis akut.

5. Psoriasis Seboroik (seboriasis)
Gambaran klinis psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seboroik, skuama yang biasanya kering menjadi agak berminyak dan agak
lunak. Selain berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seboroik.

6. Psoriasis Pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit
tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis
pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata.
Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis pustulosa palmo plantar (Barber)
- Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber)
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak
kaki atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustul yang
jernih dan dalam, di atas kulit yang eritem, disertai rasa gatal.

Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa generalisata akut (von
Zumbusch).
- Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena
pengehentian kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan
derivatnya (ampisilin dan amoksilin) serta antibiotik betalaktam yang lain,
hidroklorokuin, kalium iodida, morfin, sulfapiridin, sulfonamida, kodein,
fenilbutason, dan salisilat. Faktor lain selain obat, ialah hipokalsemia, sinar
matahari, alkohol, stres emosional, serta infeksi bakterial dan virus.
Penyakit ini dapat timbul pada penderita yang sedang atau telah
menderita psoriasis. Dapat pula muncul pada penderita yang belum pernah
menderita psoriasis.
Gejala awalnya ialah kulit yang nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum
berupa demam, malaise, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada
makin eritem. Setelah beberapa jam timbul banyak pustul miliar pada plak-
13

plak tersebut. Dalam sehari pustul-pustul berkonfluensi membentuk lake of
pus berukuran beberapa cm.
Kelainan-kelainan semacam itu akan terus menerus dan dapat menjadi
eritroderma. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis (leukosit
dapat mencapai 20.000/l), kultur pus dari pustul steril.


7. Eritroderma Psoriatik
Eritroderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat
atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis
tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya
lesi psoriasis masih tampak samar-samar yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih
meninggi.

F. Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologis yang khas, yakni parakeratosis
dan akantosis. Pada stratum spinosum terdapat kelompok leukosit yang disebut abses
monroe. Selain itu terdapat pula papilomatosis dan vasodilatasi di subepidermis.
Kelainan histopatologis yang dapat dijumpai pada psoriasis adalah hiperkeratosis,
para keratosis, akantosis, dan hilangnya stratum granulosum. Papilomatosis ini dapat
memberi beberapa variasi bentuk seperti gambaran pemukul bola kasti (base ball bat)
atau pemukul bola golf (golf stick).
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan
keratinisasi sel-sel epidermis terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di
dalam sel-sel tanduk ini masih dapat ditemukan inti-inti sel yang disebut
parakeratosis. Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil
yang berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses
monroe. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang
disertai oleh serbukan sel-sel radang limfosit dan monosit.
G. Diagnosis
Diagnosis psoriasis tidak dapat ditegakkan hanya pada gambaran histopatologis
saja, tetapi hendaknya didasarkan pada gambaran klinik secara keseluruhan. Penyakit
ini berlangsung secara kronis dengan lesi makula eritema simetris, ditutupi oleh
skuama kasar berlapis-lapis, transparan, dan berwarna seperti mika atau perak.
Predileksi lesi terutama di tempat yang banyak mengalami gesekan dan tekanan,
14

seperti kedua siku, kedua lutut, dan daerah punggung. Di samping pemeriksaan kulit,
pemeriksaan laboratorium lain perlu dilaksanakan untuk mencari faktor penyebab
atau pencetus penyakit ini.

H. Diagnosis Banding
a. Dermatitis eksfoliativa
Dermatitis eksfoliativa/eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan
adanya eritema universalis (90%-100%), biasanya disertai skuama. Prosesnya
dapat primer atauoun idiopatik, tanpa didahului penyakit kulit ataupun
sistemik sebelumnya. Manifestasi klinis mula-mula muncul bercak eritem
yang dapat meluas ke seluruh permukaan tubuh dalam waktu 12-48 jam.
Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh.
Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat.
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan
kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali.
b. Pemvigus foliaceus
Umumnya terdapat pada orang dewasa antara umur 40-50 tahun. Perjalanan
penyakit kronik, remisi menjadi temporer. Penyakit mulai dengan timbulnya
vesikel/bula, skuama dan krusta dan sedikit eksudatif, kemudian memecah dan
meninggalkan erosi. Mula-mula dapat mengenai kepala yang berambut, muka,
dan dada bagian atas sehingga mirip dermatitis seboroik. Kemudian menjalar
simetrik dan mengenai seluruh tubuh setelah beberapa bulan. Yang khas ialah
terdapatnya eritema yang menyeluruh disertai banyak skuama kasar,
sedangkan bula yang berdinding kendur hanya sedikit, agak berbau. Lesi di
mulut jarang didapat.
c. Dermatitis seboroik
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan
hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai
sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar.




15

d. Pitiriasis rosea
Gejala konstitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh
gatal ringan. Pitiriasis berarti skuama halus. Penyakit dimulai dengan lesi
pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, berbentuk oval dan anular,
diameter kira-kira 3cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus di pinggir.
Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.

I. Penatalaksanaan
Pengobatan Sistemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dosisnya ekuivalen dengan prednison
30mg per hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan kemudian diberi
dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan
kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata.
2. Obat sitostatik
Obat sitostatik yang biasanya digunakan ialah metroteksat. Indikasinya ialah
untuk psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis artritis dengan lesi kulit, dan
eritroderma karena psoriasis, yang sukar terkontrol dengan obat standar.
Dosis 3x25 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7.5
mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2.5 mg 5 mg per minggu. Biasanya
dengan dosis 3x5 mg per minggu telah tampak perbaikan. Cara lain diberikan IM 7.5
mg 25 mg dosis tunggal tiap minggu. Cara tersebut lebih banyak menimbulkan efek
samping daripada cara pertama. Jika penyakitnya telah terkontrol dosis diturunkan
atau masa interval diperpanjang kemudian dihentikan dan kembali ke terapi topikal.
3. Levodopa
Levodopa sebenarnya dipakai untuk penyakit parkinson. Di antara penderita
parkinson yang sekaligus juga menderita psoriasis, ada yang membaik psoriasisnya
dengan levodopa. Menurut uji coba, obat ini dapat menyembuhkan sejumlah 40%
kasus psoriasis. Dosisnya antara 2x250 mg 3x500 mg, efek sampingnya berupa :
mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikik, dan pada jantung.
4. Diaminodifenilsulfon (DDS)
DDS dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe barber dengan dosis
2x100 mg sehari. Efek sampingnya ialah : anemia hemolitik, methemoglobinemia,
dna agranulositosis.

16

5. Etretinat (tegison, tigason) dan asitretin (neotigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, digunakan bagi psoriasis yang sukar
disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Dapat pula
digunakan untuk eritroderma psoriatika. Dosisnya bervariasi pada bulan pertama
diberikan 1mg/kgBB, jika belum ada perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1
mg/KgBB.
Asitretin merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Efek samping dan
manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya waktu paruh eleminasinya hanya 2
hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.
6. Siklosporin
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6 mg/KgBB sehari. Bersifat nefrotoksik
dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat
dihentikan dapat terjadi kekambuhan.


Pengobatan Topikal
1. Preparat Ter
Preparat ter yang sering dipakai ialah ter kayu (seperti olium kadini, olium ruski),
dan ter batubara (seperti likuor karbonas detergen, antralin dan turunannya), serta ter
fosil (iktiol).
Unmumnya pengobatan, dimulai dengan konsentrasi 2%. Jika dengan konsentrasi
ini belum ada perbaikan yang nyata, konsentrasi ter dapat dinaikkan sampai 5%.
Untuk memperbesar efek antimitosis, dapat ditambahkan asam salisilat 2-10% dan
sulfur 3-5%. Sebagai vehikulum sebaiknya dipakai vaselin, karena penetrasi lebih
baik dalam bentuk salep.
Apabila lesi psoriasis luas atau mengenai seluruh tubuh, salep ini dapat dioles
pada sebagian-sebagian tubuh. Tubuh dibagi dalam 3 bagian : kepala dan ekstremitas
atas, badan dan punggung, dan ekstremitas bawah. Dengan demikian, seluruh tubuh
memperoleh giliran masing-masing setiap 3 hari.
Khasiat obat kombinasi ini adalah antipruritus, keratoplastik, akantoplastik,
vasokonstriksi, dan anti radang. Apabila lesi psoriasinya luas, pengobatan dapat
berlangsung sampai beberapa minggu hingga penyakitnya terkendali.


17

2. Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal memberi hasil yang baik. Potensi dan vehikulum
bergantung pada lokasinya. Pada skalp, muka, dan daerah lipatan digunakan krim, di
tempat lain digunakan salep. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih
potensi sedang. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan salep dengan potensi
kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan
potensinya dan frekuensinya dikurangi.
3. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan pakaian.
Konsentrasi yang digunakan biasanya 0.2-0.8% dalam pasta, salep, atau krim. Lama
pemakaian hanya - jam sehari sekali untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam
3 minggu.


PUVA
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka dengan UVA akan terjadi efek yang
sinergik. Mula-mula 10-20 mg psoralen diberikan per os, 2 jam kemudian dilakukan
penyinaran. Terdapat bermacam-macam bagan. Diantaranya 4x seminggu.
Penyembuhan mencapai 93% setelah pengobatan 3-4 minggu, setelah itu dilakukan
terapi pemeliharaan (maintenance) seminggu sekali atau dijarangkan untuk mencegah
rekuren.








18


BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien datang dengan keluhan kulit seluruh tubuh mengelupas setelah
meminum obat yang diberikan dokter di RSUD Ambarawa. Awalnya terdapat bintik-bintik
merah di seluruh badan dan terasa gatal, perih, serta kulit mengelupas. Pasien tidak pernah
mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Di keluarga pasien tidak ada yang menderita
penyakit serupa.
Pada gambaran klinis didapatkan predileksi sekitar mulut, tangan, punggung, dan perut.
pada mulut terdapat skuama kasar. Pada tangan, punggung, dan perut terdapat makula eritem
dari miliar sampai numular dengan gambaran beraneka ragam. Makula berbatas tegas,
ditutupi oleh skuama kasar berwarna putih mengkilat. Penegakan diagnosis psoriasis vulgaris
diperoleh berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan status dermatologinya. Psoriasis adalah
suatu penyakit kulit termasuk di dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronik
residif dengan lesi berupa makula eritem berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar berlapis,
berwarna putih bening seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz.
Prinsip pengobatan pada psoriasis vulgaris adalah pengobatan sistemik dengan
menggunakan kortikosteroid untuk mengontrol psoriasis. Metotreksat dapat dipakai untuk
menghambat mitosis sel epidermis tanpa mengganggu fungsi sel. Kombinasi antara preparat
ter, asam salisilat, dan sulfur dapat memberikan efek antipruritus, keratoplastik,
akantoplastik, vasokonstriksi, dan anti radang. Kortikosteroid topikal juga memberikan hasil
yang baik pada penyakit ini.
Pada pasien ini diberikan lotasbat ointment sebagai salep kortikosteroid, asam salisilat
70% sebagai efek keratolitik, sagestam cream yang merupakam krim antibiotik untuk
mengobati infeksi sekunde diberikan pada daerah yang terasa nyeri, tablet kortikosteroid
medixon digunakan untuk mengontrol psoriasis, dan tablet anti histamin pehaclor untuk
mengobati gatalnya.




19


BAB IV
KESIMPULAN
1. Diagnosis pada kasus ini adalah psoriasis vulgaris. Diagnosis ditentukan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Psoriasis adalah suatu penyakit kulit termasuk di
dalam kelompok dermatosis eritroskuamosa, bersifat kronik residif dengan lesi berupa
makula eritem berbatas tegas, ditutupi oleh skuama kasar berlapis, berwarna putih
bening seperti mika, disertai fenomena tetesan lilin dan tanda Auspitz.
2. Prinsip pengobatan pada psoriasis vulgaris adalah pengobatan sistemik dengan
menggunakan kortikosteroid untuk mengontrol psoriasis. Metotreksat dapat dipakai
untuk menghambat mitosis sel epidermis tanpa mengganggu fungsi sel. Kombinasi
antara preparat ter, asam salisilat, dan sulfur dapat memberikan efek antipruritus,
keratoplastik, akantoplastik, vasokonstriksi, dan anti radang. Kortikosteroid topikal
juga memberikan hasil yang baik pada penyakit ini.



















20



DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, Prof.dr; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima; Balai Penerbit
FKUI; Jakarta 2009:245-249.
2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipocrates, 2000: 35-45.
3. Mulyono. 1986 . Pedoman pengobatan penyakit kulit dan kelamin . Jakarta: Meidian
Mulya Jaya.
4. Siregar. 2005. Dermatitis Eritroskuamosa dalam atlas berwarna saripati Penyakit Kulit Ed
2, Hal 107 109. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai