Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara
merupakan sesuatu hal yang sangat krusial, karena tanpa konstitusi bisa jadi
tidak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad
ke-21, hampir tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini
menunjukkan betapa urgent-nya konstitusi sebagai suatu perangkat negara.
Konstitusi dan negara ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain tidak
terpisahkan.
1

Banyak kasus yang menyadarkan untuk mempelajari konstitusi dan rule of
law atau penegakan hukum, karena terkait dengan aturan bagaimana
kehidupan bermasyarakat dan bernegara diatur. Contohnya, kasus berhentinya
presiden Soeharto pada tahun 1998, dan digantikan oleh wakil presiden B.J.
Habibie. Menurut ketentuan UUD 1945, sebelum menjabat presiden, maka
calon presiden mengucapkan sumpah dihadapan MPR. Namun demikian, pada
1998, MPR tidak dapat bersidang, sehingga sumpah presiden dilakukan di
Istana Presiden dihadapan ketua MA dan disaksikan pimpinan DPR-MPR.
Peristiwa tersebut tidak diatur dalam UUD 1945. Belajar dari pengalaman
terseebut, maka MPR periode 1999-2004 mengadakan amandemen Pasal 9
yang semula berbunyi Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh
dihadapan MPR atau DPR menjadi 2 ayat, dengan ayat tambahan berbunyi
jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, Presiden atau Wakil
Presiden bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh
dihadahap pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan MA.
2




1
Dede Rosada, dkk, Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Ciputat: Tim ICCE
UIN Jakarta, 2003), hlm. 92
2
Srijanti, dkk, Etika Berwarga Negara Edisi 2, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm. 93
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari konstitusi?
2. Apa saja tujuan dari konstitusi?
3. Apa saja fungsi dari konstitusi?
4. Bagaimana dinamika pelaksanaan konstitusi?
5. Bagaimana pentingnya konstitusi dalam suatu negara?
6. Apa yang dimaksud dengan pengertian rule of law?
7. Apa saja unsur-unsur rule of law?
8. Apa saja prinsip-prinsip rule of law di indonesia?
9. Bagaimana strategi pelaksanaan rule of law?
10. Bagaimana dinamika pelaksanaan rule of law?

C. Tujuan
1. Memahami pengertian dari konstitusi
2. Mengetahui tujuan dari konstitusi
3. Mengetahui fungsi dari konstitusi
4. Mengetahui dinamika pelaksanaan konstitusi
5. Mengetahui pentingnya konstitusi dalam suatu negara
6. Memahami pengertian dari rule of law
7. Mengetahui unsur-unsur rule of law
8. Memahami prinsip-prinsip rule of law di indonesia
9. Memahami strategi pelaksanaan rule of law
10. Memahami dinamika pelaksanaan rule of law








3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konstitusi
Kata konstitusi secara literal berasal dari bahasa Prancis Constituir, yang
berarti membentuk. Dalam konteks ketatanegaraan, konstitusi dimaksudkan
dengan pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan sebuah
negara. Konstitusi juga bisa berarti peraturan dasar (awal) mengenai
pembentukan suatu negara.
Dalam bahasa Belanda, istilah konstitusi dikenal dengan istilah Grondwet,
yang berarti undang-undang dasar (ground=dasar, wet=undang-undang). Di
Jerman istilah konstitusi juga dikenal dengan istilah Grundgesetz, yang juga
berarti undang-undang dasar (grund=dasar dan gesetz=undang-undang).
Istilah Konstitusi menurut Chairul Anwar adalah fundamental laws tentang
pemerintahan suatu negara dan nilai-nilai fundamentalnya. Sementara menurut
Sri Soemantri, kosntitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan
negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara. Dari dua pengertian bisa
dikatakan bahwa konstitusi memuat atura-aturan pokok (fundamental)
mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya sebuah negara.
E.C.S. Wade mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kostitusi adalah
a document having a special legal sanctity which sets out the framework and
the principal functions of the organs of government of a state and declares the
principles gorverning the operation of those organs. (naskah yang
memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan
suatu negara dan menentukan pokok cara kerja badan tersebut).
Dari berbagai pengertian konstitusi, dapat dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan-
ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga
pemerintahan termasuk dasar hubungan kerjasama antara negara dan
masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam praktiknya, konstitusi ini terbagi ke dalam 2 (dua) bagian, yakni yang
4

tertulis atau dikenal dengan undang-undang dasar dan yang tidak tertulis, atau
dikenal juga sebagai konvensi.
3

Konstitusi tertulis, yaitu suatu naskah yang menjabarkan (menjelaskan)
kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan serta
menentukan cara kerja dari badan-badan pemerintahan tersebut. Konstitusi
tertulis ini dikenal dengan sebutan undang-undang dasar.
Konstitusi tidak tertulis, merupakan suatu aturan yang tidak tertulis yang
ada dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara di suatu negara.
Konstitusi tidak tertulis ini dikenal dengan sebutan konvensi.
4


B. Tujuan Konstitusi
Konstitusi sebagaimana disebutkan merupakan aturan-aturan dasar yang
dibentuk dalam mengatur hubungan antar negara dan warga negara. Konstitusi
juga dapat dipahami sebagai bagian dari social contract (konstrak sosial) yang
memuat aturan main dalam berbangsa dan bernegara. Sovernin Lohman
menjelaskan bahwa dalam konstitusi harus memuat unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak
sosial), artinya bahwa konstitusi merupakan konklusi dari kesepakatan
masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur
mereka
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan
warga negara sekaligus penentuan batas hak dan kewajiban warga negara
dan alat-alat pemerintahannya
3. Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan
pemerintahan
Pada prinsipnya, adanya konstitusi memiliki tujuan untuk membatasi
kewenangan pemerintah dalam menjamin hak-hak yang diperintah dan
merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.

3
Dede Rosada, dkk, Op.Cit, hlm. 89-90
4
Admin. 2014. Pengertian Konstitusi Lengkap. http://www.zonasiswa.com/2014/07/pengertian-
konstitusi-lengkap.html. Diakses pada tanggal 06 Oktober 2014 pukul 16:00 WIB
5

Tujuan-tujuan konstitusi, secara ringkas dapat diklarifikasikan menjadi
tiga tujuan, yaitu:
1. Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasan
terhadap kekuasaan politik;
2. Konstitusi bertujuan untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa
sendiri;
3. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para
penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
5

Tolok ukur tepat atau tidaknya tujuan konstitusi itu dapat dicapai tidak
terletak pada banyak atau sedikitnya jumlah pasal yang ada dalam konstitusi
yang bersangkutan. Banyak praktek di banyak negara bahwa di luar konstitusi
tertulis timbul berbagai lembaga-lembaga negara yang tidak kurang
pentingnya dibanding yang tertera dalam konstitusi dan bahkan hak asasi
manusia yang tidak atau kurang diatur dalam konstitusi justru mendapat
perlindungan lebih baik dari yang telah termuat dalam konstitusi itu sendiri.
Dengan demikian banyak negara yang memiliki konstitusi tertulis terdapat
aturan-aturan di luar konstitusi yang sifat dan kekuatannya sama dengan pasal-
pasal dalam konstitusi. Aturan-aturan di luar konstitusi seperti itu banyak
termuat dalam undang-undang atau bersumber/berdasar pada adat kebiasaan
setempat. Contoh yang tepat adalah Inggris dan Kanada, artinya tidak
memiliki sama sekali konstitusi tertulis tetapi tidak dapat dikatakan tidak ada
aturan yang sifat dan kekuatannya tidak berbeda dengan pasal-pasal dalam
konstitusi.
6








5
Dede Rosada, dkk, Op.Cit, hlm. 91-92
6
Mirza Nasution, Jurnal Negara dan Konstitusi, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatra
Utara, 2004), hlm. 3-4
6

C. Fungsi Konstitusi UUD
Konstitusi (UUD) dalam kehidupan bermasyarakata, berbangsa dan
bernegara memiliki arti dan makna yang sangat penting. Hal ini berarti bahwa
konstitusi (UUD) menjadi tali pengikat setiap warga negara dan lembaga
negara dalam kehidupan negara. Dalam kerangka kehidupan Negara,
konstitusi (UUD) secara umum memiliki fungsi sebagai:
1. Tata aturan dalam pendirian lembaga-lembaga yang permanen (lembaga
suprastruktur dan infrastruktur politik).
2. Tata aturan dalam hubungan Negara dengan warga Negara serta dengan
Negara lain.
3. Sumber hukum dasar yang tertinnggi. Artinya bahwa seluruh peraturan
dan perundang-undangan yang berlaku harus mengacu pada konstitusi
(UUD).
Secara khusus, fungsi konstitusi (UUD) dalam Negara demokrasi dan Negara
komunis adalah:
1. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Demokrasi Konstitusional
a. Membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga
penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang (absolut).
b. Sebagai cara yang efektif dalam membagi kekuasaan.
c. Sebagai perwujudan dari hukum yang tertinggi (supremasi hukum)
yang harus ditaati oleh rakyat dan peenguasanya.
2. Fungsi Konstitusi (UUD) dalam Negara Komunis.
a. Sebagai cerminan kemenangan-kemenangan yang dicapai dalam
perjuangan ke arah masyarakat komunis.
b. Sebagai pencatatan formal (legal) dari perjuangan yang telah dicapai.
c. Sebagai dasar hukum untuk perubahan masyarat yang dicita-citakan
dan dapat diubah setiap kali ada pencapaian kemajuan dalam
masyarakat komunis.
7




7
Srijanti, dkk, Op.Cit, hlm.96
7

D. Dinamika Pelaksanaan Konstitusi (UUD 1945)
Sejak diberlakukannya UUD pertama, 19 Agustus 1945 (diumumkan
tanggal 18 Agustus 1945), yang kemudian dikenal dengan nama UUD 1945,
hingga 2006, Indonesia telah tiga kali melakukan penggantian sistem
konstitusinya. Mulai dari UUDs 1945 ke UUDs RIS (31 Januari 1950), dari
UUDs RIS ke UUDs 1950 (17 Agustus 1950), dari UUDs 1950 kembali lagi
ke UUD 1945 (5 Juli 1959). Kesemua UUD tersebut bersifat sementara. Sifat
kesementaraan UUD 1945 tersurat dalam Bb XVI, Aturan Tambahan UUD,
pasal 2. Kesementaraan UUD RIS dan UUD 1950 tertulis dalam UU No. 7
Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi sementara RIS menjadi UUD
sementara RI 1950. Kesementaraan kedua UUD tersebut juga tercantum
dalam Pasal 1 UUD 1950.
Terlepas dari kepentingan politik yang melatar belakangi diberlakukannya
kembali UUD 1945 (5 Juli 1959), yang kemudian diposisikan sebagai
konstitusi permanen, mengahdirkan fakta sejarah bahwa dua rezim
pemerintahan yang berdiri di atas UUD tersebut adalah pemerintahan yang
menerapkan kebijakan negara yang bersifat top down dan berujung pada
kediktatoran. Namun seiring dengan runtuhnya kekuasaan Orde baru (21 Mei
1998), yang dalam kepemerintahannya menenmpatkan UUD 1945 bagaikan
sesuatu yang sakral dan sempurna, runtuh pula sifat kesakralan UUD 1945
tersebut. MPR sebagai lembaga yang memiliki otoritas melakukan perubahan,
dituntut oleh kaum reformis untuk segera melakukan perubahan atas UUD
yang telah terbukti selalu menghadirkan kediktatoran.
Setahap demi setahap UUD 1945 mengalami perubahan yang dikenal
dengan sebutan amandemen. Selama empat tahun yang menghendaki
perubahan total dengan yang berusaha mempertahankan kemurnian
berlangsung. Dalam kurun waktu tersebut MPR melakukan amandemen demi
amandemen (Amandemen I - 19 Oktober 1999, II 18 Agustus 2000, III- 9
November 2001, IV 10 Agustus 2002).
8


8
Muhammad abdul latif. Makalah Rule of Law. http://www.slideshare.net/latifisgood/makalah-
rule-of-law. Diakses pada tanggal 5 oktober 2014 pukul 19.15
8

E. Pentingnya Konstitusi Dalam Suatu Negara
Dr. A. Hamid S. Attamimi menegaskan bahwa konstitusi atau Undang-
undang Dasar merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai pemberi
pegangan dan pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam
mengatur bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan.
Sejalan dengan perlunya konstitusi sebagai instrumen untuk membatasi
kekuasaan dalam suatu negara, Miriam Budiardji mengatakan:
Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi
konstitusional, Undang-undang Dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu
membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan
kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan
hak-hak warga negara akan lebih terlindungi.
Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan
tersebut, Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi
ke dalam dua (2) bagian, yakni membagi kekuasaan dalam negara, dan
membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat
untuk menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak
asasi, seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup dan hak kebebasan.
Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu negara ini, Struychen dalam
bukunya Het Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlander menyatakan
bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan dokumen
formal yang berisikan:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu
sekarang maupun untuk waktu yang akan datang;
4. Suatu keinginan, dimana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin


9

Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang-
undang tersebut, menunjukkan arti pentingnya suatu konstitusi yang
menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa, serta memberikan
arahan dan pedoman bagi generasi peneris bangsa dalam menjalankan
suatu negara.
9


F. Pengertian Rule of Law
Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke-19, seiring
dengan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of Law adalah konsep tentang
common law, yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum
yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule
by the law, bukan rule by the man.
10
RULE OF LAW adalah RULE BY THE
LAW. Maksudnya adalah bahwa hukum menjadi petunjuk bagi praktek
kenegaraan suatu negara. Dengan kata lain, hukumlah yang tertinggi dan
bukan Pemerintah. Rule of law tidaklah hanya memiliki sistem pengadilan
yang sempurna di atas kertas (Rule of Law yang bersifat formal), akan tetapi
ditentukan oleh kenyataan bahwa rakyat benar-benar dapat menikmati
perlakuan yang adil, baik dari sesama warga negara maupun dari
pemerintahannya. Rule of Law identik dengan keadilan.
Menurut Prof. Sunarjati Hartono, mengutip pendapat yang digunakan
Friedman bahwa kata Rule of Law dapat dipakai dalam arti formil (in the
formal sense) dan dalam arti materiil (ideological sense). Dalam arti formil
ini, maka the rule of law adalah organized public power atau kekuasaan
umum yang terorganisir. Sedangkan dalam arti materil, the rule of law adalah
berbicara tentang just law (hukum yang mengandung keadilan).
Menurut T.D.Weldon, pengertian mengenai Negara yang menganut paham
the rule of law yang berarti Negara tersebut tidak hanya memiliki suatu
peradilan yang sempurna diatas kertas saja, akan tetapi ada atau tidaknya the
rule of law dalam suatu Negara tergantung daripada kenyataan apakah

9
Dede Rosada, dkk, Op.Cit. hlm. 93-94
10
Heri Herdiawanto dan Jumanta H, Cerdas, Kritis, dan Aktif Berwarganegara, (Jakarta: Erlangga,
2010), hlm. 102
10

rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang
adil, baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahnya. Secara
umum, hukum adalah kumpulan aturan-aturan yang ditetapkan negara yang
dikenakan sanksi atau konsekuensi. Yang dominan adalah konsep Rule of
Law mengatakan apa-apa tentang justness dari hukum itu sendiri, tetapi
hanya bagaimana sistem hukum beroperasi. Negara demokrasi pada dasarnya
adalah Negara hukum.
Secara formal, Rule of Law diartikan sebagai kekuasaan umum yang
terorganisasi (organized public power), misalnya negara. Sedangkan secara
hakiki, Rule of Law terkait dengan penegakan Rule of Law, karena
menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule
of Law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa
keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur
yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.
11


G. Unsur-unsur Rule of Law
Unsur-unsur Rule of Law menurut A.V. Dicey terdiri dari:
1. Supremasi aturan-aturan hukum;
2. Kedudukan yang sama di dalam menghadapi hukum;
3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-
keputusan pengadilan.
12


H. Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia
Prinsip-prinsip Rule of Law secara formal tertera dalam pembukaan UUD
1945 yang menyatakan:
1. "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.";

11
Rury Ratnafuri, dkk. 2014. Makalah Kewarganegaraan Rule of Law,
www.academia.edu/6501454/Kewarganegaraan-_Rule_of_law.html Diakses pada tanggal 01
Oktober 2014 pukul 15:47 WIB
12
Rury Ratnafuri, dkk. Op.Cit
11

2. "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.";
3. "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
4. disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia;
5. kemanusiaan yang adil dan beradab,;
6. serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara
formal terhadap rasa keadilan bagi rakyat Indonesia dan juga keadilan
sosial, sehingga Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi
penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah
jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-
prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi
penyelengagara negara atau pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun
daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan
sosial.

1. Prinsip secara hakiki dalam penyelenggara pemerintah
Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki (materiil) sangat erat
kaitannya dengan the enforcement of the rules of law dalam
penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum
dan implementasi prinsip-prinsip Rule of Law. Berdasarkan pengalaman
berbagai negara dan hasil kajian menunjukkan bahwa keberhasilan the
enforcement of the rules of law tergantung kepada kepribadian nasional
12

masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982). Hal ini didukung oleh
kenyataan bahwa Rule of Law merupakan institusi sosial yang memiliki
struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas
pula. Rule of Law ini juga merupakan legalisme, suatu aliran pemikiran
hukum yang didalamnya terkandung wawasan sosial, gagasan tentang
hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, yang dengan demikian
memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki struktur sosiologisnya
sendiri. Legalisme tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat
dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja
bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom. Secara
kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Rule of
Law telah banyak dihasilkan di negara kita, namun
implementasi/penegakannya belum mencapai hasil yang optimal,
sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law
belum dirasakan sebagian besar masyarakat.
13


I. Strategi Pelaksanaan Rule of Law
Agar pelaksanaan (pengembangan) Rule of Law berjalan efektif sesuai
dengan yang diharapkan, maka:
1. Keberhasilan the enforcement of the rules of law harus didasarkan pada
corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional
masing-masing bangsa;
2. Rule of Law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar
budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa;
3. Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial,
gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus
dapat ditegakkan secara adil, dan hanya memihak kepada keadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif
(Satjipto Rahardjo, 2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri,
bukan sebagai alat politik yang memihak kepada kekuasaan seperti seperti

13
Heri Herdiawanto dan Jumanta H, Op.Cit, hlm. 103-104
13

yang selama ini diperlihatkan. Hukum progresif merupakan gagasan yang
ingin mencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara
lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif bahwa hukum adalah untuk
manusia, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut
dan final, hukum selalu berada dalam proses untuk terus menerus menjadi
(law as process, law in the making). Hukum progresif memuat kandungan
moral yang sangat kuat, karene tidak ingin menjadikan hukum sebagai
teknologi yang tidak bernurani, melainkan sustu institusi yang bermoral yaitu
kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan
terpanggil untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju ideal
hukum. Hukum progresif menolak keadaan status quo, ia merasa bebas untuk
mencari format, pikiran, asas serta aksi-aksi, karena hukum untuk manusia.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang
sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, atau back to law
and order, kembali kepada orde hukum dan ketaatan dalam konteks
Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus berani mengangkat Pancasila
sebagai alternatif dalam membangun negara berdasarkan hukum versi
Indonesia sehingga dapat menjadi Rule of Moral atau Rule of Justice
yang bersifat ke-Indonesia-an yang lebih mengedepankan olah hati
nurani daripada olah otak, atau lebih mengedepankan komitmen moral.
14


J. Dinamika Pelaksanaan Rule of Law
Dalam Proses Penegakan hukum di Indonesia di lakukan oleh lembaga
penegak hukum yang terdiri dari:
1. Kepolisian
Fungsinya memelihara keamanan dalam negeri. Yang memiliki tugas
pokok yaitu:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. Menegakan Hukum;

14
Heri Herdiawanto dan Jumanta H, Op.Cit, hlm. 104-105
14

c. Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.
Wewenang kepolisian adalah sebagai berikut:
a. Mengawasi aliran yang menimbulkan perpecahan dan mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa;
b. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
c. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
d. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;
e. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat lainnya;
f. Memberikan izin melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak,
dan senjata tajam.

2. Kejaksaan
Wewenang dan tugas kejaksaan:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusa pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan tehadap pelaksanaan putusan pidana
masyarakat, putusan pidana pengawasan, dan keputusa lepas
bersyarat;
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

3. KPK( Komisi Pemberantasn Korupsi)
15

KPK di tetapkan dengan UU no 20 tahun 2002 dengan tujuan
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak
pidana korupsi.
Tugas KPK:
a. Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi;
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi;
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
wewenang KPK;
f. Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan, terhadap instansi
yang menjalankan tugas dan wewenang dengan pemberantasan tindak
korupsi;
g. Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak
korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan;
h. Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi;
i. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi;
j. Hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 Desember
2002;
k. Peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan landasan
hukum UU KPK.

4. Badan peradilan
Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman di
Indonesia. MA mempunyai kewenangan:
a. Mengadili pada tingkat kasai terhadap putusan yang diberikan pada
tingkat terakhir oleh peradilan;
16

b. Menguji peraturan perundang- undangan di bawah undang-undang
terhadap Undang-undang;
c. Kewenangan lain yang ditentukan undang-undang.

Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan pada
tingkat pertama dan terakhir:
a. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
b. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
c. Memutuskan pembubaran parpol;
d. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum di tingkat
provinsi dan kabupaten. Fungsi kedua peradilan tersebut adalah
menyelenggarakan peradilan baik pidana dan perdata di tingkat
kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57 UU No. 8
tahun 2004 menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan
terhadap tindak korupsi, terorisme, narkotika atau psikotropika pencucian
uang, dan selanjutnya tindak pidana.
15













15
Rury Ratnafuri, dkk. Op.Cit
17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dilihat dari pengertian dan tujuannya, konstitusi menjadi mutlak dimiliki
oleh suatu negara. Konstitusi dan rule of law memiliki hubungan keterikatan
yang dekat. Jadi agar terciptanya kedamaian suatu negara. Perlu adanya suatu
konsekuensi dalam menjalani sebuah peraturan hukum yang ada dalam suatu
negara, yang berdasarkan prisip rule of law. Sehingga tercapai suatu tujuan
utama yaitu keadilan social bagi seluruh rakya Indonesia.

B. Saran
Indonesia memiliki system kenegaraan yang sangat baik akan tetapi
dengan adanya beberapa oknum nakal membuat ini menjadi ternodai.sebagai
contoh yang terjadi beberapa waktu lalu yang menimpa ketua mahkamah
konstitusi akil mochtar. Memang tidak ada yang sempurna di dunia ini tetapi
berusaha mendekati kesempurnaan akan sangat indah. Tentunya sebagai
warga negara republic Indonesia yang telah tertanam pancasila didalam
darahnya, kita sangat berharap perbaikan pada system kenegaraan kita.
Perlahan lahan tapi pasti mari bersama kita buat sila sila didalam pancasila
berbicara pada negara ini.











18

DAFTAR PUSTAKA

Herdiawanto, Heri dan Jumanta H. 2010. Cerdas, Kritis, dan Aktif
Berwarganegara. Jakarta: Erlangga.
Nasution, Mirza. 2004. Jurnal Negara dan Konstitusi. Medan: Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara.
Rosada, Dede dkk. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Ciputat: Tim ICCE UIN Jakarta.
Srijanti, dkk. 2007. Etika Berwarga Negara Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat.
Admin. 2014. Pengertian Konstitusi Lengkap.
http://www.zonasiswa.com/2014/07/pengertian-konstitusi-lengkap.html.
Diakses pada tanggal 06 Oktober 2014 pukul 16:00 WIB
Latif, Muhammad Abdul. Makalah Rule of Law.
http://www.slideshare.net/latifisgood/makalah-rule-of-law. Diakses pada
tanggal 5 oktober 2014 pukul 19.15.
Ratnafuri, Rury, dkk. 2014. Makalah Kewarganegaraan Rule of Law.
www.academia.edu/6501454/Kewarganegaraan-_Rule_of_law.html Diakses
pada tanggal 01 Oktober 2014 pukul 15:47 WIB.

Anda mungkin juga menyukai