Anda di halaman 1dari 34

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Jantung merupakan organ berotot yang memompa darah lewat apembuluh darah oleh
kontraksi berirama yang berulang. Jantung salah satu organ terpenting dalam tubuh yang
apabila mengalami masalah dapat berakibat kepada kematian. Adapun salah satu jenis
penyakit jantung adalah gagal jantung kongestif atau Kongestif Heart Failure (CHF). CHF
adalah penurunan fungsi jantung yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke organ-
organ dan jaringan keseluruh tubuh (Black & Hawks, 2005). Menurut Smeltzer dan Bare
(2001), CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
CHF merupakan masalah kesehatan yang utama. Prevalensi gagal jantung di negara
berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Menurut World Health Organization (WHO,
2004), jumlah penderita CHF di seluruh dunia pada tahun 2004 adalah 5,7 juta kasus
(Anurogo, 2009). Di Amerika Serikat, CHF merupakan penyakit jantung klinis yang paling
pesat pertumbuhannya dan mempengaruhi 2% dari populasi. Pada tahun 2006 di Amerika
Serikat, 1,1 juta pasien dirawat di Rumah sakit karena gagal jantung dekompensasi, hampir
dua kali lipat jumlah dilihat dari 15 tahun sebelumnya. Selain itu ada 3,4 juta kunjungan jalan
rawat untuk CHF. Pada CHF yang didiagnosis terdapat sebanyak 550.000 kasus baru dan
300.000 kematian disebabkan oleh gagal jantung setiap tahun (Dumitru, 2011). Pada tahun
2010 terdapat lebih dari 5 juta orang Amerika dan 22 juta orang di seluruh dunia telah gagal
jantung (Dhana, 2010).
Berdasarkan data WHO (2004), Asia Tengggara merupakan wilayah yang memiliki
jumlah penderita CHF tertinggi yaitu 1,4 juta kasus. Menurut Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah (RSJDP) Harapan Kita (2010), terjadi peningkatan kunjungan pasien
mencapai 10 hingga 15% (Dewi, 2010). Data di RSUD Arifin Achmad menunjukkan bahwa
jumlah penderita CHF yang dirawat, pada tahun 2009 yaitu sebanyak 166 kasus. Pada tahun
2010 penyakit CHF menempati urutan yang pertama terdapat 316 kasus (Medical Record
RSUD Arifin Achmad, 2011). Berdasarkan data di poli rawat jalan penyakit jantung tahun
2010, penyakit CHF menempati urutan kedua dengan jumlah pasien sebanyak 181 kasus

2

setelah penyakit chronic iscemik heart yaitu 377 kasus (Medical Record RSUD Arifin
Achmad, 2011).
Peningkatan jumlah kasus gagal jantung di Indonesia dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor perubahan gaya hidup seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan manis,
minuman berkafein, kurangnya konsumsi buah dan sayur dan kurangnya melakukan aktivitas
dapat berpengaruh terjadinya CHF (Delima, 2009). Manifestasi klinik yang dapat timbul pada
pasien dengan CHF yaitu dispnea , batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (tachykardia),
kecemasan dan kegelisahan (Smeltzer & Bare, 2001).
Dalam jurnal yang berjudul Nurses Performance In Classifying Heart
FailurePatients Based On Physical Exam: Comparison With Cardiologists Physical Exam
And Levels Of N-Terminal Pro-B-Type Natriuretic Peptide dikatakan bahwa sampai saat ini
peran perawat dalam managemen pasien gagal jantung hanya terfokus pada terapi, intervensi
pendidikan dan perawatan diri pasien, sedangkandiagnosis dan pengkajian klinis pada pasien
gagal jantung oleh perawat belum tereksplorasi dengan baik seperti halnya yang di lakukan
oleh kardiologis. Pengkajian dan diagnosis ini menjadi sngat penting bagi perawat sendiri
karena diagnosis dan pemeriksaan fisik prognosis dari pada penyakit gagal adalah untuk
menentukan managemen perawatan klien.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF?

C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF.


3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Congestive Heart Failure (CHF)
Istilah gagal jantung secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa
cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh (Guyton & Hall, 2006).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan
sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena normal
(Muttaqin, 2009).
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan oksigen
dan nutrisi (Smeltzer & Bare, 2001).

B. Etiologi CHF
Menurut Smeltzer & Bare (2001), etiologi dari CHF adalah sebagai berikut:
Kelainan otot jantung. Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot
degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban
kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung. Sehingga hipertrofi otot jantung tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya
akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun.

4

Faktor sistemik. Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.

C. Manifestasi Klinik CHF
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti
jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung
pada kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru yang dimanifestasikan
dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan
edema prifer umum dan penambahan berat badan (Smeltzer & Bare, 2001).
1. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel
kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventikel kiri murni sinonim
dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka
kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jringan. Tetapi
manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
2. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi
dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi) dengan bunyi jantung S
3
,
kecemasan dan kegelisahan.
3. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal
kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,

5

hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan didalam
rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.

D. Patofisiologi CHF
Lokasi organ di jantung yang sering terkena dengan CHF ialah ventrikel (bilik)
kiri (Muttaqin, 2009). Ventrikel kiri mempunyai tugas yang paling berat. Jika ventrikel kiri
tidak mampu memompakan darah, maka akan timbul 2 hal:
1. Darah yang tinggal didalam bilik kiri akan lebih banyak pada akhir sistole daripada
sebelumnya dan karena pengisian saat sistole berlangsung terus, maka akan terdapat lebih
banyak darah di dalam bilik kiri pada akhir diastole. Peninggian volume dari salah satu
ruang jantung, dalam hal ini bilik kiri (preload). Jika penyakit jantung berlanjut, maka
diperlakukan peregangan yang makin lama makin besar untuk menghasilkan energy yang
sama. Pada satu saat akan terjadi bahwa peregangan diastolic yang lebih besar tidak lagi
menghasilkan kontraksi yang lebih baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya
(dekompensasi).
2. Jika bilik kiri tidak mampu memompakan darahnya yang cukup ke aorta untuk
memenuhi kebutuhan dari organ yang terletak di perifer, berarti curah jantung sangat
rendah. Curah jantung yang rendah menimbulkan perasaan lesu.

Gagal jantung kanan Gagal jantung kiri

Gagal pompa ventrikel kanan gagal pompa ventrikel kiri

curah jantung kanan tek. ventrikel kiri

tek. akhir distol ventrikel kanan curah jantung kiri

tek. Atrium kanan tek. atrium kiri
(bendungan atrium kanan) & bendungan atrium kiri

tek. vena cava tek. vena pulmonalis
(bendungan vena sistemik) & bendungan vena pulmonalis

Hambatan vena balik Gangguan keseimbangan bendungan paru
(bendungan sistemik) suplai O
2
dg kebutuhan
tek. rata rata arteri pulmonalis
& bendungan arteri pulmonal



6

Gagal Jantung (CHF) perubahan kontraktilitas jtg

curah jantung menurun


sekresi renin yg berlebihan aliran darah tidak efektif

angiotensin I-II vasokontriksi ginjal
aldosteron fungsi glomerulus sekresi ADH ,
adsorpsi H
2
O pd tubulus distal
Reabsorpsi Na
+
di tubulus distal reabsorpsi Na
+
dan H
2
O

retensi ginjal

vol plasma

intoleransi cairan

odema

kelebihan cairan

Sumber: (Muttaqin, 2009)

E. Evaluasi Diagnostik CHF
Diagnostik sangat perlu ditegakkan sebelum mulai memberikan penatalaksanaan.
Alat diagnostic dasar untuk gagal jantung semuanya bersifat non-invasif, yaitu ekokardiografi,
elektrokardiografi (EKG), dan foto sinar X dada (Muttaqin, 2009).
1. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam diagnosis dan
manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasive, dan segera dapat memberikan
diagnosis disfungsi jantung serta informasi yang berkaitan dengan penyebabnya.
Pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan fungsi
ventrikel kiri.
2. Rontgen Dada
Foto sinar X dada posterior dan anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi
vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan tekanan vena
paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran
pembuluh darah.


7

3. Elektrokardiografi
Meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, EKG tidak
dapat menunjukkan gambaran yang spesifik. EKG normal menimbulkan kecurigaan akan
adanya diagnosis yang salah.
Gambar EKG pada klien gagal jantung:

Sumber: Samudera-fox.com

Pada pemeriksaan EKG pada klien gagal jantung di atas, ditemukan kelainan EKG, yaitu:
1. Tidak menunjukkan adanya RBBB atau LBBB.
2. Terdapat depresi ST dan T inversi pada V1-V5, menunjukkan adanya penyakit jantung
iskemik.
3. Terdapat S yang dalam pada V1-V3, menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri karena
adanya beban tekanan (adanya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi).

F. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi pada Kasus CHF secara Teoritis
Menurut Muttaqin (2009) berdasarkan patofisiologi dan dari pengkajian,
diagnosis keperawatan utama untuk klien gagal jantung adalah sebagai berikut:
1. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
2. Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke
miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.

8

3. Aktual/risiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan
cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan
interstisial.
4. Aktual/ resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengenbangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
5. Aktual/ risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah
jantung.
6. Aktual/risiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan
aliran darah keotak.
7. Aktual/risiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan
perfusi organ.
8. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ke
jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
9. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan intake, mual, anoreksia.
10. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak napas.
11. Aktual/risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
12. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, peurunan status kesehatan,
situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
13. Aktual/risiko tinggi konstipasi yang berhubungan dengan penurunan intake, serat dan
penurunan bising usus.
14. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran
diri yang salah, perubahan peran.
15. Risiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau
menerima perubahan pola hidup yang sesuai.

Intervensi:
Dx 1: Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukan
tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau tulang dan
bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik dalam batas normal,
keluaran urin adekuat).

9

Intervensi Rasional
Kaji dan laporkan tanda
penurunan curah jantung (nilai
normal curah jantung pada orang
dewasa 3 liter/menit).
Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan
MI yang lebih dari 24 jam pertama.
Periksa keadaan klien dengan
mengauskultasi nadi apical.
Biasanya terjadi takikardia meskipun pada saat istirahat
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas
ventrikel.
Catat bunyi jantung. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral.
Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi,
radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.
Istirahatkan klien dengan tirah
baring optimal (mengurangi
aktivitas).
Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-
benar istrahat untuk sembuh seperti luka pada patah
tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.
Atur posisi tirah baring yang
ideal. Kepala tempat tidur harus
dinaikkan 20 sampai 30 cm atau
klien didudukkan dikursi.
Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring
untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi
jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat
mengurani kongesti paru.
Kaji perubahan pada sensorik.
Contoh: letargi, cemas, dan
depresi.
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
sekunder terhadap penurunan curah jantung.
Berikan istirahat psikologi
dengan lingkungan yang tenang.
Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang terkait,
meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
Berikan oksigen tambahan
dengan nasal kanul/masker
sesuai dengan indikasi.
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
Kolaborasi untuk pemberian
obat.
Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan
volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
a. Diuretic, furosemid (lasix),
spironolakton (aldakton)
Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal
ditambah dengan gejala kongesti diuretic blok reabsorbsi
diuretic, sehingga mempengarui reabsorpsi natrium dan
air.
b. Vasodilator, contoh nitrat
(isosorbide dinitrat, isodril)



Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator), dan
tahanan vascular sistemik (arteridilator, juga kerja
ventrikel).

10

c. Digoxin (ianoxin) Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler
sistemik (arteriodilator) juga kerja ventrikel.
d. Captopril (capoten), lisinopril
(prinivil), enapril (vasotec)
Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
konduksi dan memperlambat periode refraktori
angiotensin dalam paru serta menurunkan vasokontriksi,
SVR, dan TD
e. Morfin sulfat Penurunan tahanan vascular dan aliran balik
vena/menurunkan kerja miokard, menghilangkan cemas
dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik cemas
pengeluaran katekolamin vasokontriksi cemas.
f. Tranqulilizer/sedative Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan
kebutuhan oksigen serta keja miokard.
g. Antikoagulan, contoh heparin
dosis rendah warfarin
(Coumadin)
Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah
pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor risiko
seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan
riwayat episode sebelumnya.
h. Pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total
sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam
Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
pasien tidak dapat menoleransi peningkatan volume
cairan (preload).
Pantau seri EKG dan perubahan
foto dada.
Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto dada
dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan
kongesti pulmonal.

Dx 2: Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke
miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon nyeri
dada.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi,
intensitas, lama dan
penyebarannya.
Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
terjadi sebagai temuan pengkajian.
Anjurkan kepada klien untuk
melaporkan nyeri dada segera.
Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan:
a. Atur posisi fisiologis, seperti
semi fowler

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O
2
ke
jaringan yang mengalami iskemia.
b. Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O
2
jaringan perifer,
sehingga kebutuhan miokardium menurun dan akan
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium
yang membutuhkan O
2
untuk menurunkan iskemi.

11

c. Berikan oksigen tambahan
dengan nasal kanul atau
masker sesuai dengan indikasi
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan
sampai dengan iskemia.
d. Manajemen lingkungan:
lingkungan tenang dan batasi
pengunjung
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O
2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam
Meningkatkan asupan O
2
sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.
f. Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri.
g. Lakukan manajemen sentuhan Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah
kemudian dengan otomatis membantu suplai darah dan
oksigen ke area nyeri serta menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi
farmakologis antiangina.
Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan
aliran darah, baik dengan menambah suplai oksigen atau
dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.
a. Antiangina (nitrogliserin) Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner.
b. Analgesic, morfin 2-5 mg
intravena
Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
mengurangi kerja miokard.
c. Penyekat beta. Contoh:
atenolol, tonormin, pindolol,
visken propanolol (inderal)
Obat-obat ini berfungsi sebagai antiangina, karena
mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas
miokardium. Obat ini menurunkan kebutuhan pemakaian
oksigen, sehingga rasa nyeri angina mereda.
d. Penyekat saluran kalsium.
Contoh: verafamil (calan),
diltiazen (prokardi)
Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta
menambah beban kerja dan keperluan jantung akan
oksigen. Penghambat kalsium menurunkan kontraktilitas
jantung (efek inotropik negatif) dan beban kerja jantung,
sehingga mengurangi keperluan jantung akan oksigen.

Dx 3: Aktual/risiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan
cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli, dan retensi cairan
interstisial.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respon
sesak napas.
Intervensi Rasional
Berikan tambahan O
2
6
liter/menit.
Untuk meningkatkan konsentrasi O
2
dalam proses
pertukaran gas.
Koreksi keseimbangan asam
basa.
Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi
pernapasan.
Cegah atelektasis dengan Kongesti yang berat akan memperburuk proses

12

melatih batuk efektif dan napas
dalam.
pertukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya
hipoksia.
Kolaborasi:
RL 500 cc/24 jam
Digoxin 1-0-0
Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat
mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah
gangguan pertukaran gas.
Furosemid 2-1-0 Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan
menghambat ADH.

Dx 4: Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengenbangan
paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Kolaborasi:
a. Berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh:
furosemid, sprinolakton, dan
hidronolakton
Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium,
elektrolit kalium
Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.

Dx 5: Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya
curah jantung.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer meningkat.
Intervensi Rasional
Auskultasi TD. Bandingkan kedua
lengan; ukur dalam keadaan
berbaring, duduk, atau berdiri bila
memungkinkan.
Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel,
hipertensi juga fenomena umum yang berhubunga
dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis,
nadi perifer, dan diaphoresis
secara teratur.
Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan
tahanan perifer.
Kaji adanya kongesti hepar pada
abdomen kanan atas.
Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat akan
ditemukan adanya tanda kongesti.
Pantau urine output. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya

13

produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi
urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya
syok kardiogenik.
Catat adanya murmur. Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung
(kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot
papilar).
Pantau frekuensi jantung dan
irama.
Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan
komplikasi disritmia.
Berikan makanan kecil/mudah
dikunyah, batasi asupan kafein.
Makanan besar dapat meningkatkan kerja miokardium.
Kafein dapat merangsang langsung ke jantung sehingga
meningkatkan frekuensi jantung.
Kolaborasi:
Pertahankan cara masuk
heparin (IV) sesuai indikasi
Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat.

Dx 6: Aktual/risiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan
aliran darah ke otak.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran dan dapat
mempertahankan cardiac output secara adekuat guna meningkatkan perfusi
jaringan otak.
Intervensi Rasional
Kaji status mental klien (tanyakan
bagaimana perasaan klien) secara teratur.
Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
Observasi perubahan sensori dan tingkat
kesadaran pasien yang menunjukkan
penurunan perfusi otak (gelisah,
confuse/bingung, apatis, somnolen).
Bukti actual terhadap penurunan aliran darah
ke jaringan serebral adalah adanya perubahan
respons sensori dan penurunan tingkat
kesadaran fase akut dari kegagalan yang harus
diawasi secara ketat.
Kurangi aktivitas yang merangsang
timbulnya respon valsava/aktivitas.
Contoh: mengedan, membaca, dan lain-
lain.
Respon valsava akan meningkatkan beban
jantung sehingga akan menurunkan curah
jantung ke otak.
Catat adanya keluhan pusing. Keluhan pusing merupakan manifestasi
penurunan suplai darah ke jaringan otak yang
parah.
Pantau frekuensi jantung dan irama. Perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjukkan komplikasi disritmia.
Kolaborasi:
Pertahankan cara masuk heparin (IV)
sesuai indikasi

Jalur yang paten penting untuk pemberian pbat
darurat.

Dx 7: Aktual/risiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan
penurunan perfusi organ.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.


14

Intervensi Rasional
Kaji adanya edema ekstremitas. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Kaji tekanan darah. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan
beban kerja jantung yang dapat diketahui dari
meningkatnya tekanan darah.
Kaji distensi vena jugularis. Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel
kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan
vena jugularis.
Ukur intake dan output Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan keluaran urin.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Beri posisi yang membantu
drainase ektremitas, lakukan
latihan gerak pasif.
Meningkatkan venous return dan mendorong berkurangnya
edema perifer.
Kolaborasi:
a. Berikan diet tanpa garam

Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma yang bedampak terhadap peningkatan
beban kerja jantung dan akan membuat kebutuhan
miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh:
furosemid, sprinolakton, dan
hidronolakton
Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
menurunkan retensi cairan di jaringan, sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium,
elektrolit kalium
Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.

Dx 8: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung
Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi jantung, irama,
dan perubahan TD, selama dan
sesudah aktivitas.
Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan
adanya penurunan oksigen miokard.
Tingkatkan istirahat batasi
aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
Anjurkan klien untuk
menghindari peningakatan
tekanan obdomen, misal:
mengejan saat defekasi.
Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,
menurunkan curah jantung dan takikardi, serta peningkatan
TD.
Perahankan klien pada posisi
tirah baring sementara sakit
akut.
Untuk mengurangi beban jantung.
Tingkatkan klien duduk di Untuk meningkatkan venous return.

15

kursi dan tinggikan kaki klien.
Pertahankan rentang gerak
pasif selama sakit kritis.
Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous
return.
Evaluasi tanda vital saat
kemajuan aktivitas terjadi.
Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan
aktivitas.
Berikan waktu istirahat
diantara waktu aktivitas.
Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan
tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan O
2

sesuai kebutuhan.
Untuk meningkatkan oksigen jaringan.
Selama aktivitas kaji EKG,
dispnea, sianosis, kerja dan
frekuensi nafas, serta keluahan
subjektif.
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
Berikan diet sesuai kebutuhan
(pembatasan air dan Na).
Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat
penurunan kontraktilitas jantung.
Rujuk ke program rehabilitasi
jantung.
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan
sampai dengan iskemia.

Dx 9: Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan intake, mual, dan anoreksia.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penngkatan dalam pemenuhan nutrisi.
Intervensi Rasional
Jelaskan tentang manfaat
makan bila dikaitkan dengan
kondisi klien saat ini.
Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti
aturan.
Anjurkan agar klien memakan
makanan yang disediakan di
rumah sakit.
Untuk menghindari makanan yang justru dapat
mengganggu proses penyembuhan klien.
Berikan makanan dalam
keadaan hangat dan porsi kecil.
Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual,
mempercepat perbaikan kondisi, serta mengurangi beban
kerja jantung.
Libatkan keluarga dalam
penuhan nutrisi tambahan yang
tidak bertentangan dengan
penyakitnya.
Klien kadang kala mempunyai selera makan yang sudah
terbiasa sejak di rumah, dengan bantuan keluarga dalam
penuhan nutrisi dengan tidak bertentangan dengan pola diet
akan meningkatkan pemenuhan nutrisi.
Lakukan dan anjurkan
perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan serta sebelum
dan sesudah intervensi
pemeriksaan per oral.
Higiene oral yang baik akan meningkatkan nafsu makan
klien.
Beri motivasi dan dukungan
psikologis.
Meningkatkan secara psikologis.
Kolaborasi:
Dengan ahli nutrisi tentang
Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi klien.

16

pemenuhan diet klien.
Pemberian multivitamin. Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan
asupan nutrisi secara umum dan memperbaiki daya tahan.

Dx 10: Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang.
Intervensi Rasional
Catat pola istirahat dan tidur
klien siang dan malam hari.
Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
istirahat serta tidur sebagai temuan pengkajian.
Atur posisi fisiologis, seperti
semi fowler.
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O
2
dan rasa
nyaman.
Berikan oksigen tambahan
dengan nasal kanula atau
masker sesuai dengan indikasi.
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pejadi
pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan dan terjadi iskemia.
Manajemen lingkunagan:
lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
Lingkungan yang tenang, klien akan menurunkan stimulasi
nyeri eksternal dan batasan pengunjung akan membantu
klien dalam melakukan istirahat psikologis.
Ajarkan teknik distraksi
sebelum tidur.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
persepsi nyeri dan efektif pada klien yang sudah
mengalami penurunan tingkat sesak.
Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada klien yang insomnia berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan stimulus eksternal, massage ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu
proses oksigen.
Kolaborasi pemberian obat
sedative.
Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien
dalam memenuhi kebutuhan tidur.

Dx 11: Aktual/ resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi cedera pada klien.
Intervensi Rasional
Catat pola istirahat dan tidur
klien siang dan malam hari.
Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
istirahat dan sebagai temuan pengkajian.

Pantau adanya pengaman pada
tempat tidur klien.
Tempat tidur dengan adanya pengaman/pagar tempat tidur
dapat mencegah klien jatuh pada saat gelisah dan
mengalami kelemahan.
Atur posisi fisiologis, seperti
semi fowler.
Posisi fisiologis asupan akan meningkatkan O
2
dan rasa
nyaman.
Manajemen lingkungan:
lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan batasan pengunjung akan membantu klien
dalam melakukan istirahat psikologis.


17

Dx 12: Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam kesemasan klien berkurang terhadap tindakan dan wajah
rileks.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan
perasaan marah, kehilangan,
dan takut.
Cemas berkelanjutan dampak serangan jantung
selanjutnya.
Kaji tanda verbal dan
nonverbal kecemasan,
dampingi klien dan lakukan
tindakan bila menunjukkan
perilaku merusak.
Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi,
marah dan gelisah.
Hindari konfrontasi
(menentang klien).
Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan
kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan
untuk mengurangi kecemasan,
beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.
Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
Orientasikan klien terhadap
prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.
Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
Beri kesempatan kepada klien
untuk mengungkapkan
ansietasnya.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran
yang tidak diekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan
orang terdekat.
Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien untuk
melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca)
akan menurunkan perasaan terisolasi.
Kolaborasi: Berikan anti cemas
sesuai indikasi, contohnya
diazepam.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Dx 13: Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognisis penyakit gambaran
diri yang salah dan perubahan peran.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam klien mampu mengembangkan koping yang positif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan
persepsi dan hubungan dengan
derajat ketidakmampuan.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
perawatan atau pemilihan intervensi.
Identifikasi arti kehilangan atau
disfungsi pada klien.
Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan
fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri.

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Penatalaksanaan Medis menurut Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen

18

Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan memenuhi kebutuhan
oksigen tubuh.
2. Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat untuk memperbaiki prognosis gagal jantung. Terapi vasodilator parenteral
(nitrogliserin parenteral ) memerlukan pemantauan hemodinamik yang akurat dari tekanan
irisan arteri dan pulmonal serta penggunaan pompa infus untuk menitrasi dengan cermat
dosis yang diberikan.
3. Diuretik
Diuretic memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Menyebabkan cairan dan merendahkan tekanan darah. Diuretic yang
meningkatkan eksresi kalium digolongkan sebagai diuretic yang tidak menahan kalium
dan diuretic yang menahan kalium disebut diuretic hemat kalium.
4. Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Pada kegagalan jantung,
digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan kontraksi serta
peningkatan efisiensi jantung.
5. Intropik positif: dopamine dan dobutamin (dobutrex)
Dopamine bisa juga digunakan untuk meningkatkan denyut jantung pada keadaan
bradikardi. Dobutamin (dobutex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta 1
adrenergik. Efek beta 1 termasuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
meningkatkan denyut. Dobutamin merupakan indikasi pada keadaan syok apabila ingin
didapatkan perbaikan curah jantung dan kemampuan kerja jantung secara menyelurh.
6. Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif untuk mengurangi kegelisahan dapat
diberikan. Dosis Phenobarbital 15-30 mg 4 kali sehari dengan tujuan mengistirahatkan
klien dan memberi relaksasi pada klien.

Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Menganjurkan untuk merubah gaya hidup.
Rasional: Pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan
kegemukan.

19

2. Memberikan pengetahuan pentingnya berolahraga.
Rasional: Mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel
serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas insulin.
3. Membatasi asupan natrium.
Rasional: Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
4. Menganjurkan diet
Rasional: Agar kerja dan keteganggan otot jantung minimal, dan status nutrisi terpelihara,
sesuai dengan selera dan pola makan klien. Klien yang dibatasi diet natriumnya juga
hartus diingatkan untuk tidak meminum obat-obat tanpa resep seperti antasida, sirup obat
batuk, pencahar, penenang, atau pengganti garam
5. Memberikan dukungan psikologis.
Rasional: Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan merupakan gambaran utama pada
edema paru. Asuhan keperawatan harus disusun untuk memperbanyak kehadiran perawat
disisi tempat tidur klien. Klien harus sering diberi informasi yang mudah dan ringkas
mengenai apa yang telah dilakukan untuk merawat penyakitnya dan bagaimana ia harus
berespons.

Kata-kata Sulit:
1. Ateroskleresis koroner: Istilah umum untuk beberapa penyakit dimana dinding arteri menjadi
lebih tebal dan kurang lentur.
2. Hipertensi sistemik atau pulmonal: Peningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
3. Asidosis: Suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang disebabkan
oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam
dalam mengatur keseimbangan asam basa.
4. Preload: Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
5. Afterload: Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.

20

6. Kongesti paru: Vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang
tidak dapat diakomodasi oleh jantung kiri.
7. Kontraktilitas: Kemampuan otot-otot jantung untuk mengembang dan menguncup.
8. Ortopnea: Ketidakmampuan berbaring datar karena dispnu, adalah keluhan umum lain dari
dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vascular pulmonal.
9. Dispnea: Perasaan sulit bernafas dan dan biasanya merupakan gejala utama dari penyakit
kardiopulmonal.
10. Pitting edema: Edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan
ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg.

Pertanyaan:
1. Mengapa klien dengan CHF mengeluh sesak napas?
2. Mengapa klien dengan CHF sering buang air kecil dan susah tidur di malam hari?
3. Mengapa edema dan penambahan berat badan dialami klien CHF?




21

BAB III
KASUS

A. Uraian Kasus
Seorang laki-laki berusia 69 tahun dirawat di ruang Medikal Bedah RSUD Pekanbaru
dengan keluhan sejak 2 hari yang lalu mengalami sesak nafas apalagi pada malam hari. Sesak
nafas dan batuk sering disertai nyeri dada sebelah kanan dengan skala nyeri 6. Pasien
kelihatan lemah dan pucat. Sudah 3 hari tidak bisa tidur nyenyak karena kalau terbaring Tn. C
semakin sesak nafas. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pada pengkajian ditemukan
kaki oedema derajat 4. Tanda-tanda vital BP : 180/100 mmHg, P : 105 x/i, RR : 34 x/i, T :
38,9
o
C.

B. Pengkajian
Data Subjektif :
1. Klien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai nyeri dada sebelah kanan.
2. Klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa tidur nyenyak karena kalau terbaring semakin
sesak nafas.
3. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.

Data Objektif :
1. Klien terlihat pucat dan lemah
2. Kaki oedema derajat 4
3. Tanda-tanda vital, BP: 180/100 mmHg, P : 105 x/i, RR : 34 x/i, T : 38,9
o
C

C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : - Klien mengatakan
sesak nafas dan batuk
sering disertai nyeri
dada sebelah kanan
(skala nyeri 6).
-Klien mengatakan
sudah 3 hari tidak bisa
Hipertensi

Nekrosis sel otot jantung


Hipertrofi ventrikel

Penurunan curah
jantung

22

tidur nyenyak karena
kalau terbaring
semakin sesak nafas.
- Klien memiliki
riwayat penyakit
hipertensi.
DO :- Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9
o
C



Disfungsi diastolic, sistolik,
iskemia miokard, dan aritmia

Gagal jantung

Curah jantung menurun

Penurunan kontraktilitas
miokard

Aliran tidak
adekuat ke jantung dan otak


Penurunan curah jantung

2. DS : - Klien mengatakan
sesak nafas dan batuk
DO : - Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9
o
C
Kongesti pulmonalis
meningkat

Tekanan hidrostatik lebih
besar dari tekanan osmotik

Perembesan cairan ke alveoli

Kerusakan pertukaran gas

Edema paru

Pengembangan paru tidak
optimal


Pola nafas tidak efektif

Pola nafas tidak
efektif
3. DS : - Klien mengatakan
nyeri dada sebelah
kanan (skala nyeri 6).
DO : - Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9
o
C
Curah jantung menurun

Penurunan suplai O
2
ke
miokardium

Perubahan metabolisme
miokardium


Nyeri dada
Nyeri dada

23

4. DS : - Klien mengatakan
sudah 3 hari tidak bisa
tidur nyenyak karena
kalau terbaring
semakin sesak nafas
(skala nyeri 6).
DO : - Klien terlihat lemah
dan pucat.
- Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9
o
C

Pola nafas tidak efektif

Gangguan oksigenasi
jaringan

Menghambat O
2
ke jaringan
dan organ

Lemah dan pucat

Gangguan pemenuhan
kebutuhan istirahat
dan tidur
5. DS : -
DO : - Klien kelihatan
lemah dan pucat
- Kaki oedema derajat
4
- Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9
o
C

Gagal jantung

Curah jantung menurun

Penurunan kontraktilitas
miokard


Aliran tidak adekuat ke
jantung dan otak

Kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas

D. WOC Kasus
Faktor Resiko

Peny. pada Miokard Gangguan Mekanik Pada Miokard Gangguan Irama Jantung
sendiri (Hipertensi)

Nekrosis sel otot jantung

Hipertrofi ventrikel

Disfungsi diastolic, sistolik, iskemia miokard, dan aritmia


24

Gagal Jantung Kanan Gagal jantung Gagal Jantung Kiri

Curah jantung menurun Kongesti pulmonalis meningkat

Penurunan kontraktilitas miokard Tekanan hidrostatik >
tekanan osmotic

Aliran tidak adekuat ke jantung dan otak Pembesaran
cairan ke alveoli

Edema paru


Penurunan suplai O
2
Pengembangan paru
ke miokardium tidak optimal

Peningkatan hipoksia
jaringan miokardium

Perubahan metabolisme miokardium Gangguan oksigenasi
ke jaringan

Kelemahan fisik Menghambat O
2
ke
Jaringan dan organ

Lemah dan pucat





Penurunann Curah
Jantung
Nyeri Dada
Pola Nafas tidak Efektif
Intoleransi Aktivitas
Ggn. Pemenuhan
Istirahat dan Tidur

25

E. Asuhan Keperawatan
Dx 1: Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukan
tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau tulang dan
bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik dalam batas normal,
keluaran urin adekuat).
KH: Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas
mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas normal (120/80 mmHg),
nadi 80 x/i, tidak terjadi aritmia, denyut jantung dan irama jantung teratur.
Intervensi Rasional
Kaji dan laporkan tanda
penurunan curah jantung (Nilai
curah jantung normal pada
orang dewasa 3 liter/menit).
Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan
MI yang lebih dari 24 jam pertama.
Catat bunyi jantung. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral.
Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi,
radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial
Istirahatkan klien dengan tirah
baring optimal (mengurangi
aktivitas).
Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-
benar istrahat untuk sembuh seperti luka pada patah
tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.
Atur posisi tirah baring yang
ideal. Kepala tempat tidur harus
dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-
10 inc) atau klien didudukkan
dikursi.
Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring
untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi
jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat
mengurangi kongesti paru.
Kaji perubahan pada sensorik.
Contoh: letargi, cemas, dan
depresi.
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
sekunder terhadap penurunan curah jantung.
Berikan oksigen tambahan
dengan nasal kanul/masker
sesuai dengan indikasi.
Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
Kolaborasi untuk pemberian
obat.
Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan
volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
a. Diuretic, furosemid (lasix),
spironolakton (aldakton).
Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
mengobati pasien dengan curah jantung relative normal
ditambah dengan gejala kongesti diuretic blok reabsorbsi
diuretic, sehingga mempengarui reabsorpsi natrium dan
air.

26

b. Vasodilator, contoh nitrat
(isosorbide dinitrat, isodril)
Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator), dan
tahanan vascular sistemik (arteridilator, juga kerja
ventrikel).
c. Digoxin (ianoxin) Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler.
d. Captopril (capoten), lisinopril
(prinivil), enapril (vasotec).
Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkn
konduksi dan memperlambat periode refraktori
angiotensin dalam paru serta menurunkan vasokontriksi,
SVR, dan TD
e. Morfin sulfat. Penurunan tahanan vascular dan aliran balik
vena/menurunkan kerja miokard, menghilangkan cemas
dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik cemas
pengeluaran katekolamin vasokontriksi cemas.
f. Tranqulilizer/sedative Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan
kebutuhan oksigen serta kerja miokard.
g. Antikoagulan, contoh heparin
dosis rendah warfarin
(Coumadin)
Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah
pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor risiko
seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan
riwayat episode sebelumnya.
h. Pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total
sesuai dengan indikasi,
hindari cairan garam.
Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
pasien tidak dapat menoleransi peningkatan volume
cairan (preload).
Pantau seri EKG dan perubahan
foto dada.
Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto dada
dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan
kongesti pulmonal.

Dx 2: Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal,
kelebihan cairan di paru.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
KH: Klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal, respon batuk berkurang.

Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Kolaborasi

27

a. Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh:
furosemid, sprinolakton, dan
hidronolakton.
Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi cairan dijaringan, sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium,
elektrolit kalium.
Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.

Dx 3: Nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium,
perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon nyeri
dada.
KH: Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada. Secara objektif
didapatkan TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi,
intensitas, lama dan
penyebarannya.
Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
terjadi sebagai temuan pengkajian.
Anjurkan kepada klien untuk
melaporkan nyeri dada segera.
Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri:
a. Atur posisi fisiologis, seperti
semi fowler.

Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O
2
ke
jaringan yang mengalami iskemia.
b. Istirahatkan klien. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O
2
jaringan perifer,
sehingga kebutuhan miokardium menurun dan akan
meningkatkan suplai darah dan oksigen ke miokardium
yang membutuhkan O
2
untuk menurunkan iskemi.
c. Berikan oksigen tambahan
dengan nasal kanul
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan.
d. Manajemen lingkungan:
lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
meningkatkan kondisi O
2
ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi
napas dalam.
Meningkatkan asupan O
2
sehingga akan menurunkan
nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.
f. Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri
sehingga menurunkan persepsi nyeri.
g. Lakukan manajemen
sentuhan.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.

Kolaborasi pemberian terapi Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan

28

farmakologis antiangina. aliran darah, baik dengan menambah suplai oksigen atau
dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.
a. Antiangina (nitrogliserin) Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner.
b. Analgesic, morfin 2-5 mg
intravena
Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
mengurangi kerja miokard.
c. Penyekat beta. Contoh:
atenolol, tonormin, pindolol,
visken propanolol (inderal)
Penghambat (adrenergic) beta menghambat reseptor beta
1 untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan
rangsang simpatis, dengan demikian, denyut jantung akan
berkurang. Obat-obat ini berfungsi sebagai antiangina,
karena mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas
miokardium. Obat ini menurunkan kebutuhan pemakaian
oksigen, sehingga rasa nyeri angina mereda.
d. Penyekat saluran kalsium.
Contoh: verafamil (calan),
diltiazen (prokardi).
Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta
menambah beban kerja dan keperluan jantung akan
oksigen. Penghambat kalsium menurunkan kontraktilitas
jantung (efek inotropik negatif) dan beban kerja jantung,
sehingga mengurangi keperluan jantung akan oksigen.
Obat ini efektif dalam mengendalikan angina varian
dengan merelaksasikan arteri koroner dan dalam
meredakan angina klasik dengan mengurangi kebutuhan
oksigen.


Dx 4: Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang.
KH: Klien tidak mengeluh mengantuk, TTV dalam batas normal, mata tidak merah, tidur 6-
8 jam/ hari.
Intervensi Rasional
Catat pola istirahat dan tidur
klien siang dan malam hari.
Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
istirahat serta tidur sebagai temuan pengkajian.
Atur posisi fisiologis, seperti
semi fowler.
Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O
2
dan rasa
nyaman.
Berikan oksigen tambahan
denagan nasal kanula atu
masker sesuai deangan
indikasi.
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pejadi
pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan dan terjadi iskemia.
Manajemen lingkungan:
lingkunagan tenang dan batasi
pengunjung.
Lingkungan yang tenang, klien akan menurunkan stimulasi
nyeri eksternal dan batasan pengunjung akan membantu
klien dalam melakukan istirahat psikologis.
Ajarkan teknik distraksi
sebelum tidur.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
persepsi nyeri dan efektif pada klien yang sudah
mengalami penurunan tingkat sesak.

29

Lakukan manajemen
sentuhan.
Menajemen sentuhan pada klien yang insomnia berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan srimulus eksternal, massage ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu
proses oksigen.
Kolaborasi pemberian obat
sedative.
Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien
dalam memenuhi kebutuhan tidur.

Dx 5: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
KH: Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala- gejala yang berat, terutama
mobilisasi ditempat tidur.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi jantung, irama,
dan perubahan TD, selama
dan sesudah aktivitas.
Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan
adanya penurunan oksigen miokard.
Tingkatkan istirahat batasi
aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
Anjurkan klien untuk
menghindari peningkatan
tekanan obdomen, misal:
mengejan saat defekasi.
Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,
menurunkan curah jantung dan takikardi, serta
peningakatan TD.
Perahankan klien pada posisi
tirah baring sementara sakit
akut.
Untuk mengurangi beban jantung.
Tingkatkan klien duduk di
kursi dan tinggikan kaki klien.
Untuk meningkatkan venous return.
Pertahankan rentang gerak
pasif selama sakit kritis.
Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous
return.
Evaluasi tanda vital saat
kemajuan aktivitas terjadi.
Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan
aktivitas.
Berikan waktu istirahat
diantara waktu aktivitas.
Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan
tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan O
2

sesuai kebutuhan.
Untuk meningkatkan oksigen jaringan.
Selama aktivitas kaji EKG,
dispnea, sianosis,kerja dan
frekuensi nafas, serta keluhan
subjektif.
Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
Beikan diet sesuai kebutuhan
(pembatasan air dan Na).
Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat
penurunan kontraktilitas jantung.
Rujuk ke program rehabilitasi
jantung.
Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan

30

sampai dengan iskemia.

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi
Terapi farmakologis untuk klien CHF pada umumnya bertujuan untuk mengatasi
disfungsi sistolik (Muttaqin, 2009). Gangguan sistolik pada ventrikel kiri hampir selalu
disertai adanya aktivitas sistem neuroendokrin. Berikut ini ada beberapa terapi farmakologi
yang dapat diberikan untuk klien dengan CHF:
1. Inhibitor ACE.
Bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bekerja di ginjal dengan menahan ekskresi cairan (Na+ dan H2O) yang
dapat meningkatkan tahanan perifer dan berefek pada peningkatan tekanan darah.
Dengan adanya ACE inhibitor maka tidak akan terbentuk angiotensin II, mengurangi
retensi cairan, terjadi vasodilatasi dan mengurangi kerja jantung. Beberapa jenis dari
ACE inhibitor adalah enalapril lisinopril, benazepril, quinapril, fisinopril, ramipril dan
yang banyak digunakan adalah Captopril.
2. Diuretik
Bertujuan untuk mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume
sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Pada pemberian diuretik harus diawasi kadar
kalium darah karena hipokalsemia mudah terjadi karena gangguan irama jantung.
Diuretik harus diberikan dalam jumlah yang besar untuk menghilangkan edema paru dan
atau perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia. Ada beberapa macam duretik yang
dapat digunakan, seperti spironolakton, lasix, bumetanide, hydrochlorothiazide, dan yang
paling sering digunakan adalah furosemid (lasix).
3. Antagonis Reseptor Angiotensin II.
Bekerja dengan menghambat antagonisme langsung terhadap reseptornya. Masuk
antagonis A.II yang spesifik adalah losartan, valsatran, kandesartan, dan irbesartan,
sifatnya mirip dengan inhibitor ACE. Perbedaannya dengan inhibitor ACE adalah obat
golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin lainya, sehingga
tidak menimbulkan batuk kering.



31

4. Beta bloker
Diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis rendah dan serta dinaikkan
secara bertahap. Berfungsi untuk menurunkan kegagalan pompa serta kematian mendadak
akibat aritmia. Yang termasuk beta bloker adalah bisoprolol, metoprolol, dan karvedilol.
5. Kombinasi hidralazin dengan issorbid dinitrat ( 37,5 mg/tablet dan 20 mg/tablet)
Obat ini diindikasikan untuk untuk pasien yang intoleran dengan inhibitor ACE
Keadekuatan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh sangat penting untuk
kelangsungan hidup individu. Ketika terjadi suatu masalah pada jantung maka seluruh
fungsi tubuhpun akan ikut terkena imbasnya. Suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh
jaringan tubuh akan ikut terganggu yang tentunya akan mengganggu proses metabolisme
sel-sel tubuh.

Non farmakologis
a. CHF Kronik
Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi oksigen
melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
Diet pembatasan natrium
Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek prostaglandin
pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
Olahraga secara teratur
b. CHF Akut
Oksigenasi (ventilasi mekanik)
Pembatasan cairan

G. Health Education
Pasien dengan penyakit gagal jantung dapat belajar untuk mengatur aktivitas
sesuai respons individual. Tujuan: memperlambat perkembangan penyakit dan perkembangan
gagal jantung.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), perawat harus memberikan pengetahuan kepada pasien
agar mempelajari hal-hal berikut untuk mencapai tujuan:

32

1. Hidup dengan reserve jantung yang terbatas
a. Beristirahat harus cukup
i. Beristirahat secara teratur setiap hari.
ii. Memperpendek waktu kerja bila memungkinkan.
iii.Menghindari kemarahan emosional.
b. Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan natrium mungkin
harus dialami seumur hidup.
i. Minum digitalis dengan dosis sesuai dengan yang diresepkan.
Menghindari mengganti merek dagang dengan merek lain selain yang
diresepkan.
Memeriksa denyut nadi sendiri setiap hari.
Melakukan system penghitungan sisa tablet untuk menyakinkan bahwa obat
telah diminum.
ii. Minum diuretic sesuai resep.
Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama untuk mendeteksi
setiap kecenderungan penimbunan cairan.
Melaporkan peningkatan berat badan lebih 0,9-1,4 kg dalam beberapa hari.
Mengetahui tanda dan gejala kehilangan kalium, bila meminum kalium
peroral, selalu menghitung sisa tablet sesuai jumlah obat diuretic.
iii. Minum vasodilator sesuai resep.
Belajar mengukur tekanan darah sendiri dengan interval yang dianjurkan.
Mengetahui tanda dan gejala hipotensi ortostatik dan bagaimana
mencegahnya.
2. Membatasi natrium sesuai petunjuk.
a. Membaca dengan teliti rencana diit yang tertulis dan daftar makanan yang
dilarang dan yang tidak diperbolehkan.
b. Periksalah label untuk mengetahui kandungan natrium (antasida, pencahar, obat
batuk dan sebangsanya).
c. Menghindari penggunaan garam.
d. Menghindari makan dan minum yang berlebihan.
3. Memeriksa kembali program aktivitas.

33

a. Meningkatkan jalan-jalan dan aktivitas lain secara bertahap, agar tidak
menyebabkan kelelahan dan dispnea.
b. Secara umum, tetap menjalankan berbagai tingkat aktivitas yang bisa
dipertahankan, tanpa menimbulkan gejala.
c. Menghindari panas dan dingin yang berlebihan, yang akan meningkatkan kerja
jantung. Air conditioning sangat penting pada iklim panas dan lembab.
d. Mematuhi kunjungan berkala ke dokter atau klinik.
4. Siaga terhadap gejala yang menunjukkan kekambuhan gagal yang menunjukkan
kekambuhan gagal jantung.
a. Mengingat gejala yang dialami ketika mulai sakit.
Timbulnya kembali gejala yang dulu menunjukkan adanya kekambuhan.
b. Melaporkan dengan segera kepada dokter atau klinik semua yang dibawah :
i. Peningkatan berat badan
ii.Kehilangan selera makan
iii.Napas pendek setelah beraktivitas
iv.Bengkak ditumit, kaki atau perut
v. Buang air kecil yang sering dimalam hari.

H. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ini, diharapkan mahasiswa dapat memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan CHF dengan benar dan tepat.


34

DAFTAR PUSTAKA

Black & Hawk. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcome.
St. Louis: Elseveir-Saunder


Delima. (2009). Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia (Analisis
Lanjut Data Riskesdas 2007). Diperoleh tanggal 22 September 2012 dari
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id-jkpkbppk-gdl-res-2009-delima-
3176&q=penyakit+jantung+di+Indonesia.


Dhana (2010). Pfizer untuk Mengobati Gagal Jantung. Diperoleh tanggal 22 September 2012
dari http://news.isdaryanto.com/2010/11/pfizer-mengobati-gagal-jantung-html.


Dharma, S. (2007). Jantung pulih, kualitas hidup meningkat. Diperoleh tanggal 21 September
2012 dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual


Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran


Muttaqin, Arief. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.


Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC


Udjianti, W.J. (2010). Keperawatan Kardivaskular. Jakarta: Salemba Medika


Weller, B.F. (2005). Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC

World Health Organization (WHO). (2004). SF Kuisioner. Diperoleh tanggal 22 September 2012
dari Translate.google.com=http://www.f-36org/demos/sf-8.html.

Anda mungkin juga menyukai