Anda di halaman 1dari 14

Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan

Implementasi di Lapangan
Yuli Indartono (Kobe University)
Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan - paling sedikit
Edua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar
fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya (2)
polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang
ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun
tidak langsung kepada derajad kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa
gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur
metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung mayoritas berupa
ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global
Warming Potential). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah
mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi
(energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin
keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.
Alkohol untuk bahan bakar
Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di
USA dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut
pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki
keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk keperluan
kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini
mencapai 40ecara nasional (Nature, 1 July 2005). Di USA, bahan bakar relatif
murah, E85, yang mengandung ethanol 85emakin populer di masyarakat (Nature, 1
July 2005).
Selain ethanol, methanol juga tercatat digunakan sebagai bahan bakar alkohol di
Rusia (Wikipedia), sedangkan Kementrian Lingkungan Hidup Jepang telah
mentargetkan pada tahun 2008 campuran gasolin + ethanol 10kan digunakan untuk
menggantikan gasolin di seluruh Jepang. Kementrian yang sama juga meminta
produsen otomotif di Jepang untuk membuat kendaraan yang mampu beroperasi
dengan bahan bakar campuran tersebut mulai tahun 2003 (The Japan Times, 17
December 2002).
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Negara Riset dan Teknologi telah
mentargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran
gasolin dan alkohol) pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa
penggunaan bioenergy tersebut akan mencapai 30ari pasokan energi nasional pada
tahun 2025 (Kompas, 26 Mei 2005).
Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk
bahan bakar gasolin (bensin) maupun hidrogen. Interaksi ethanol dengan hidrogen
bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi fuel cell ataupun dalam mesin
pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional. Pada tulisan ini,
dibahas secara singkat: (1) dampak penggunaan ethanol pada mesin pembakaran
dalam dengan penyalaan busi (spark ignition), dan (2) implementasi bahan bakar
ethanol di Brazil -negara yang telah serius menggunakan bahan bakar ethanol.
Penggunaan ethanol pada mesin pembakaran dalam
Dewasa ini, hampir seluruh mesin pembangkit daya yang digunakan pada
kendaraan bermotor menggunakan mesin pembakaran dalam. Mesin bensin (Otto)
dan diesel adalah dua jenis mesin pembakaran dalam yang paling banyak
digunakan di dunia. Mesin diesel, yang memiliki efisiensi lebih tinggi, tumbuh pesat
di Eropa, sedangkan komunitas USA yang cenderung khawatir pada tingkat polusi
sulfur dan UHC pada diesel, lebih memilih mesin bensin. Meski saat ini, mutu solar
dan mesin diesel yang digunakan di Eropa sudah semakin baik yang berimplikasi
pada rendahnya emisi sulfur dan UHC. Ethanol yang secara teoritik memiliki angka
oktan di atas standard maksimal bensin, cocok diterapkan sebagai substitusi
sebagian ataupun keseluruhan pada mesin bensin.
Terdapat beberapa karakteristik internal ethanol yang menyebabkan penggunaan
ethanol pada mesin Otto lebih baik daripada gasolin. Ethanol memiliki
angkaresearch octane 108.6 dan motor octane 89.7 ( Yuksel dkk, 2004). Angka
tersebut (terutama research octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin
dicapai oleh gasolin (pun setelah ditambahkan aditif tertentu pada gasolin). Sebagai
catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88 (Website
Pertamina) (catatan: tidak tersedia informasi motor octane untuk gasolin di Website
Pertamina, namun umumnya motor octane lebih rendah daripada research octane).
Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan kemampuannya
menghindari terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya (self-
ignition). Terbakarnya campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto sebelum
waktunya akan menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi
menurunkan daya mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada
komponen mesin. Selama ini, fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio
kompresi (perbandingan antara volume silinder terhadap volume sisa) yang tinggi
pada mesin bensin. Tingginya angka oktan pada ethanol memungkinkan
penggunaan rasio kompresi yang tinggi pada mesin Otto. Korelasi antara efisiensi
dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa mesin Otto berbahan bakar
ethanol (sebagian atau seluruhnya) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bahan bakar gasoline ( Yuksel dkk, 2004), (Al-Baghdadi, 2003). Untuk rasio
campuran ethanol:gasoline mencapai 60:40tercatat peningkatan efisiensi hingga 10
Yuksel dkk, 2004).
Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang
inheren di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran
antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang
keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 - 19 voldibandingkan dengan
gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 - 7.6 vol pembakaran campuran
udara-bahan bakar ethanol menjadi lebih baik -ini dipercaya sebagai faktor
penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan dengan pembakaran udara-
gasolin, yakni sekitar 4 dkk, 2004). Ethanol juga memiliki panas penguapan (heat of
vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg (Al-Baghdadi, 2003). Tingginya panas
penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol
lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah
temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran ethanol
dibandingkan dengan gasolin.
Rendahnya emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan membentuk NO2 yang
bersifat racun, dipercaya sebagai akibat relatif rendahnya temperatur puncak
pembakaran ethanol di dalam silinder. Pada rasio kompresi 7, penurunan emisi NOx
tersebut bisa mencapai 33ibandingkan terhadap emisi NOx yang dihasilkan
pembakaran gasolin pada rasio kompresi yang sama (Al-Baghdadi, 2003). Dari
susunan molekulnya, ethanol memiliki rantai karbon yang lebih pendek dibandingkan
gasolin (rumus molekul ethanol adalah C2H5OH, sedangkan gasolin memiliki rantai
C6-C12 (Wikipedia) dengan perbandingan antara atom H dan C adalah 2:1
(Rostrup-Nielsen, 2005)). Pendeknya rantai atom karbon pada ethanol
menyebabkan emisi UHC pada pembakaran ethanol relatif lebih rendah
dibandingkan dengan gasolin, yakni berselisih hingga 130 ppm (Yuksel dkk, 2004).
Dari paparan di atas, terlihat bahwa penggunaan ethanol (sebagian atau seluruhnya)
pada mesin Otto, positif menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi
CO, NOx, dan UHC dibandingkan dengan penggunaan gasolin. Namun perlu dicatat
bahwa emisi aldehyde lebih tinggi pada penggunaan ethanol Emeski bahaya emisi
aldehyde terhadap lingkungan adalah lebih rendah daripada berbagai emisi gasolin (
dkk, 2004). Selain itu, pada prinsipnya emisi CO2 yang dihasilkan pada pembakaran
ethanol juga akan dipergunakan oleh tumbuhan penghasil ethanol tersebut.
Sehingga berbeda dengan bahan bakar fosil, pembakaran ethanol tidak
menciptakan sejumlah CO2 baru ke lingkungan. Terlebih untuk kasus di Indonesia,
dimana bensin yang dijual Pertamina masih mengandung timbal (TEL) sebesar 0.3
g/L serta sulfur 0.2 wtWebsite Pertamina), penggunaan ethanol jelas lebih baik dari
bensin. Seperti diketahui, TEL adalah salah satu zat aditif yang digunakan untuk
meningkatkan angka oktan bensin -dan zat ini telah dilarang di berbagai negara di
dunia karena sifat racunnya. Keberadaan sulfur juga menjadi perhatian di USA dan
Eropa karena dampak yang ditimbulkannya bagi kesehatan.
Ethanol murni akan bereaksi dengan karet dan plastik (Wikipedia). Oleh karena itu,
ethanol murni hanya bisa digunakan pada mesin yang telah dimodifikasi. Dianjurkan
untuk menggunakan karet fluorokarbon sebagai pengganti komponen karet pada
mesin Otto konvensional. Selain itu, molekul ethanol yang bersifat polar akan sulit
bercampur secara sempurna dengan gasolin yang relatif non-polar, terutama dalam
kondisi cair. Oleh karena itu modifikasi perlu dilakukan pada mesin yang
menggunakan campuran bahan bakar ethanol-gasolin agar kedua jenis bahan bakar
tersebut bisa tercampur secara merata di dalam ruang bakar. Salah satu inovasi
pada permasalahan ini adalah pembuatan karburator tambahan khusus untuk
ethanol (Yuksel dkk, 2004). Pada saat langkah hisap, uap ethanol dan gasolin akan
tercampur selama perjalanan dari karburator hingga ruang bakar Ememberikan
tingkat pencampuran yang lebih baik.
Studi kasus penggunaan bahan bakar ethanol di Brazil
Brazil mencanangkan program bahan bakar ethanol dalam skala besar sejak
terjadinya krisis minyak pada era 1970-an (Riberio dkk, 1997). Ethanol diekstrak dari
tebu (sugarcane). Bagian tanaman yang tidak digunakan dalam produksi gula /
ethanol, yakni bagasse, digunakan pula sebagai bahan bakar untuk distilasi ethanol
dan untuk menghasilkan listrik Ebaik untuk memenuhi kebutuhan listrik pabrik
ethanol serta dijual ke masyarakat. Pembakaran bagasse relatif ramah lingkungan
dibandingkan bahan bakar minyak dan batu bara. Kandungan abu bagasse hanya
2.5dibandingkan batu bara: antara 30-50 dan bagasse juga tidak mengandung sulfur
(Wikipedia). Dengan menggunakan bagasse, pabrik ethanol tidak memerlukan
asupan energi dari luar, justru dia bisa menjual sisa listrik yang dihasilkannya ke
masyarakat. Terlebih karena hal tersebut terjadi di musim panas, manakala
pembangkit listrik tenaga air tidak bisa maksimal dalam memenuhi kebutuhan listrik
masyarakat (Wikipedia).
Posisi program bahan bakar ethanol dan produk sampingnya di Brazil pada periode
2003/2004 (kecual disebutkan lain) adalah:
Areal pertanian : 45,000 m2 pada tahun 2000
Pekerja : 1 juta pekerjaan -(50ertani, 50emrosesan)
Sugarcane : 344 juta ton (50-50 untuk gula dan alkohol)
Gula : 23 juta ton (30ieksport)
Ethanol : 14 juta m3 (7.5 anhydrous, 6.5 hydrated; 2.4ieksport)
Bagasse kering : 50 juta ton
Listrik dihasilkan : 1350 MW (1200 MW dipergunakan pabrik ethanol, 150 MW dijual
ke masyarakat) pada tahun 2000
Sumber: Wikipedia
*Sebagai perbandingan, PLTU Suralaya yang merupakan pemasok sekitar
25ebutuhan listrik Jawa-Bali memiliki kapasitas 3,400 MW (Sumber: Miningindo).
Penggunaan bahan bakar ethanol (murni ataupun campuran dengan gasolin)
diperhitungkan telah menekan emisi CO2 di Brazil dari tahun 1995-2010 sebesar
293 ton (hipotesis rendah) hingga 461 ton (hipotesis tinggi). Ini berarti emisi CO2
tahunan yang bisa dikurangi di Brazil adalah sekitar 12ila menggunakan hipotesis
tinggi (Riberio dkk, 1997).
Implementasi bahan bakar ethanol di Brazil tidak selamanya berjalan mulus.
Dukungan politik dan insentif pemerintah diperlukan guna keberlanjutan program
tersebut. Di awal implementasi program penggunaan bahan bakar ethanol, yakni di
era 1980-an, lebih dari 90obil yang terjual di Brazil adalah mobil yang berbahan
bakar khusus ethanol (Riberio dkk, 1997). Namun tidak lancarnya pasokan ethanol
di awal 1990-an menyebabkan penjualan mobil yang sama hanya mencapai kurang
dari 1i tahun 1997 (Riberio dkk, 1997). Pada tahun 1997, hanya separuh dari seluruh
jumlah mobil di Brazil yang menggunakan bahan bakar khusus ethanol, sedangkan
sisanya menggunakan campuran gasolin + ethanol (hingga 22(Riberio dkk, 1997).
Sedangkan saat ini, seperti dikemukakan di awal, 40asokan energi di Brazil berasal
dari bioethanol (Nature, 1 July 2005).
Pengaruh terhadap lingkungan
Beberapa ilmuwan Amerika penentang implementasi bioethanol mengangkat
permasalahan lingkungan yang dimunculkan oleh mata rantai produksi bioethanol.
Ilmuwan tersebut menyoroti praktek pembakaran ladang guna memudahkan panen
tebu, kerusakan tanah akibat ancaman terhadap keanekaragaman hayati,
penggunaan air dalam jumlah besar untuk membersihkan sugarcane, serta erosi
tanah yang disebabkan praktek penanaman tebu (Nature, 1 July 2005). Selain itu,
beberapa kalangan juga mempertanyakan rasio antara energi yang dihasilkan
terhadap energi yang diperlukan dalam produksi ethanol yang hanya mencapai 1.1
(Rostrup-Nielsen, 2005).
Untuk meminimalkan dampak negatif mata rantai produksi ethanol, pemerintah
Brazil telah mengeluarkan aturan yang melarang pembakaran ladang sebelum
panen tebu; dan sebagai gantinya digunakan mesin pemanen untuk memudahkan
dan mempercepat panen (Wikipedia). Menilai implementasi ethanol secara
kuantitatif, seperti yang dipraktekkan di Brazil, seharusnya juga perlu diperhitungkan
faktor produk samping berupa bagasse yang menghasilkan listrik (dalam jumlah
signifikan) serta efek pengurangan emisi CO2 yang berkorelasi positif terhadap
tingkat kesehatan masyarakat. Dalam kasus penggunaan bahan bakar hidrogen,
Jacobson dkk (2005) memperkirakan bahwa sekitar 3,700 - 6,400 orang per tahun
akan terselamatkan bila seluruh kendaraan bermotor di USA bermigrasi
menggunakan bahan bakar hidrogen yang dibangkitkan dari energi angin. Oleh
karena itu, bila factor-faktor tersebut turut diperhitungkan, nampaknya penggunaan
bioethanol akan lebih superior terhadap gasolin. Sedangkan ancaman terhadap
keanekaragaman hayati mungkin bisa dipecahkan dengan menggunakan beberapa
tanaman sebagai sumber ethanol. Meski relatif lebih menyulitkan dalam
pengaturannya, praktek multikultur tersebut diharapkan akan menekan penurunan
kualitas tanah secara radikal.
Kesimpulan
Dua ancaman serius yang muncul akibat ketergantungan terhadap bahan bakar
fosil, yakni: faktor ekonomi (keterbatasan eksplorasi yang berakibat pada suplai,
harga; dan fluktuasinya), serta faktor polusi bahan bakar fosil yang merugikan
lingkungan hidup, mau tidak mau memaksa umat manusia untuk memikirkan
alternatif energi yang lebih terjamin pengadaannya serta ramah terhadap
lingkungan. Gasohol adalah salah satu alternatif yang memungkinkan transisi ke
arah implementasi energi alternatif berjalan dengan mulus.
Dari sisi teknik pembangkitan daya dan emisi gas buang, ethanol (dalam bentuk
murni ataupun campuran) relatif superior terhadap gasolin. Penggunaan ethanol
sebagai bahan bakar pada mesin pembakaran dalam akan meningkatkan efisiensi
mesin, serta menurunkan kadar emisi gas yang berbahaya bagi lingkungan (relatif
terhadap gasolin). Produk samping berupa listrik, serta dampak penurunan emisi
CO2 merupakan dua nilai tambah yang sangat berkontribusi positif terhadap
lingkungan hidup.
Terdapat beberapa hal yang bisa dipelajari dari Brazil dalam implementasi bahan
bakar bioethanol, yakni: (1) Perlunya diversifikasi sumber ethanol untuk menghindari
penurunan kualitas tanah secara radikal (2) Implementasi bahan bakar bioethanol
lebih baik dimulai dari pencampuran gasoline + ethanol, bukan dari penggunaan
bioethanol 100Hal tersebut akan menjamin transisi ke arah bioenergy secara lebih
mulus Esembari menyiapkan secara lebih matang seandainya era penggunaan
bioethanol 100ipandang sudah tiba (3) Perlunya kerjasama yang erat dengan pihak
industri otomotif untuk menyediakan kendaraan yang optimal bagi implementasi
bahan bakar gasoline + ethanol (4) Perlu sinergi antar instansi serta antara
pemerintah pusat dan daerah dalam rangka penyediaan bahan baku, pemrosesan,
serta distribusi bahan bakar bioethanol.
Sumber : Berita IPTEK (12 Juli 2005)
http://www.energi.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1121436790



Bahan bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang sama dengan yang
ditemukan pada minuman beralkoholdengan penggunaan sebagai bahan bakar. Etanol
seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga menjadi biofuel. Produksi etanol dunia
untuk bahan bakar transportasi meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 7 tahun, dari 17 miliar
liter pada tahun 2000 menjadi 52 miliar liter pada tahun 2007. Dari tahun 2007 ke 2008,
komposisi etanol pada bahan bakar bensin di dunia telah meningkat dari 3.7% menjadi
5.4%.
[1]
Pada tahun 2010, produksi etanol dunia mencapai angka 22,95 miliar galon AS (86,9
miliar liter), dengan Amerika Serikat sendiri memproduksi 13,2 miliar galon AS, atau 57,5% dari
total produksi dunia.
[2]
Etanol mempunyai nilai "ekuivalensi galon bensin" sebesar 1.500 galon
AS.
Etanol digunakan secara luas di Brasil dan Amerika Serikat. Kedua negara ini memproduksi 88%
dari seluruh jumlah bahan bakar etanol yang diproduksi di dunia.
[2]
Kebanyakan mobil-mobil
yang beredar di Amerika Serikat saat ini dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan
etanol sampai 10%,
[3]
dan penggunaan bensin etanol 10% malah diwajibkan di beberapa kota
dan negara bagian AS. Sejak tahun 1976, pemerintah Brasil telah mewajibkan penggunaan
bensin yang dicampur dengan etanol, dan sejak tahun 2007, campuran yang legal adalah
berkisar 25% etanol dan 75% bensin(E25).
[4]
Di bulan Desember 2010 Brasil sudah mempunyai
12 juta kendaraan dan truk ringan bahan bakar fleksibel dan lebih dari 500 ribu sepeda
motor yang dapat menggunakan bahan bakar etanol murni (E100).
[5][6][7][8]

Bioethanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari tumbuhan.
Etanol dapat dibuat dari tanaman-tanaman yang umum, misalnya tebu, kentang, singkong,
dan jagung. Telah muncul perdebatan, apakah bioetanol ini nantinya akan menggantikan bensin
yang ada saat ini. Kekhawatiran mengenai produksi dan adanya kemungkinan naiknya harga
makanan yang disebabkan karena dibutuhkan lahan yang sangat besar,
[9]
ditambah lagi energi
dan polusi yang dihasilkan dari keseluruhan produksi etanol, terutama tanaman
jagung.
[10][11]
Pengembangan terbaru dengan munculnya komersialisasi dan produksi etanol
selulosa mungkin dapat memecahkan sedikit masalah.
[12]

Etanol selulosa menawarkan prospek yang menjanjikan karena serat selulosa, komponen utama
pada dinding sel di semua tumbuhan, dapat digunakan untuk memproduksi
etanol.
[13][14]
Menurut Badan Energi Internasional etanol selulosa dapat menyumbangkan
perannya lebih besar pada masa mendatang.
[15]





Rabu, 30 Maret 2011
Studi eksperimen konfigurasi campuran etanol dengan
bensin pada desain mesin otto dua busi untuk mendapatkan
kadar campuran yang tepat pada desain mesin otto dua busi
yang tepat dalam rangka peningkatan performa mesin otto
dan reduksi HC dan CO


A. JUDUL PROGRAM
Studi eksperimen konfigurasi campuran etanol dengan bensin pada desain mesin otto dua
busi untuk mendapatkan kadar campuran yang tepat pada desain mesin otto dua busi yang
tepat dalam rangka peningkatan performa mesin otto dan reduksi HC dan CO

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Semakin pesatnya kemajuan ekonomi mendorong semakin bertambahnya kebutuhan akan
transportasi, dilain sisi lingkungan alam yang mendukung hajat hidup manusia semakin
terancam kualitasnya, efek negatif pencemaran udara kepada kehidupan manusia kian hari
kian bertambah. Pencemaran udara adalah masuknya atau tercampurnya unsur-unsur
berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan,
gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta menurunkan kualitas lingkungan. Salah
satu faktor terjadinya pencemaran udara adalah dari emisi gas buang kendaraan bermotor
berbahan bakar minyak. Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan
paling sedikit dua ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan
bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan
fluktuasinya. Peningkatan dan fluktuasi harga minyak dunia yang kurang stabil telah
membuat beban pemerintah Indonesia dalam pengalokasian dana untuk subsidi BBM kepada
mansyarakat. Harga minyak dunia yang makin melonjak akan diikuti dengan peningkatan
alokasi anggaran untuk subsisdi BBM. Dengan melihat keadaan tersebut pemerintah melalui
Perpres No. 5 tahun 2006 dan Inpres No.1 tahun 2006 berusaha untuk melakukan
penggalakan bahan bakar non-fosil pengganti minyak bumi. (2) polusi akibat emisi
pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran
bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajad
kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan
UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak
langsung mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan
global (Global Warming Potential). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah
mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi (energy
resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih terjamin keberlanjutannya
(sustainable) dan lebih ramah lingkungan.

Kendaraan bermotor dapat mengeluarkan emisi gas buang antara lain:
1. HC atau Hidrokarbon
Hidrocarbon / HC merupakan unsur senyawa bahan bakar bensin. HC yang ada pada gas
buang adalah dari senyawa bahan bakar yang tidak terbakar habis dalam proses pembakaran
motor, HC diukur dalam satuan ppm (part per million) (Bently Robert, 1993; Petter A
Weller,1989; Spuller,Willem,L, 1987.)
2. CO atau Carbon Monoxid
Merupakan senyawa gas beracun yang terbentuk akibat pembakaran yang tidak sempurna
dalam proses kerja motor, CO diukur dalam satuan % volume. (Bently Robert, 1993; Petter A
Weller,1989; Spuller,Willem,L, 1987.)
3. NOx
Adalah unsur dari Nitrgen Oksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO2) tetapi sering
dinyatakan dalam NOx saja. NOx juga merupakan senyawa gas beracun yang ditimbulkan
dari proses pembakaran yang tidak sempurna. (Bently Robert, 1993; Petter A Weller,1989;
Spuller,Willem,L, 1987.)
4. Pb atau Timah Hitam
Adalah senyawa beracun yang terkandung dalam bahan bakar bensin dengan tujuan utuk
menaikkan angka Oktan Bensin sehingga pada waktu pembakaran dalam proses kerja motor
tidak mudah terjadi Detonasi atau Knocking. (Bently Robert, 1993; Petter A Weller,1989;
Spuller,Willem,L, 1987.)
5. CO2 atau Carbon Dioksida
Merupakan senyawa yang tidak beracun hasil pembakaran motor, tetapi efek dari CO2 ini
adalah membawa dampak terhadap efek rumah kaca / pemanasan global. (Bently Robert,
1993; Petter A Weller,1989; Spuller,Willem,L, 1987.)
6. SO2 atau Belerang
Merupakan senyawa hasil pembakaran motor yang bersifat asam yang dapat membawa
dampak terjadinya hujan asam yang nantinya dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian
organisme makhluk hidup, (Otto Sumarwoto,1992) disamping itu juga membawa dampak
cepat terjadinya korosi/karat pada logam, kalau pada kendaraan dapat mempercepat
terjadinya keropos pada knalpot.

Dari masalah tersebut, maka diperlukan usaha untuk menurunkan konsentrasi senyawa
beracun pada emisi gas buang dan mengurangi konsumsi bahan bakar minyak kendaraan
bermotor. Pengontrolan emisi yang dilakukan untuk mereduksi gas buang yang berbahaya
dan upaya mengurangi konsumsi bahan bakar minyak pada kendaraan bermotor sudah
banyak dilakukan, terutama di Negara-negara maju. Salah satu metode tersebut adalah
menggunakan bahan bakar campuran etanol dengan bensin dan menggunakan dua busi pada
mesin kendaraan bermotor tersebut. Dimana kadar campuran etanol dengan bensin yang tepat
dan pembakaran yang sempurna pada mesin dengan dua busi akan menurunkan emisi gas
buang yang dihasilkan pada gas buang sehingga emisi bisa tereduksi dan dapat mengurangi
konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor serta meningkatkan performa mesin. Metode ini
dapat mereduksi emisi dan mengurangi pemakaian bahan bakar minyak secara signifikan jika
hasil campuran dan desain penggunaan dua busi tepat yang membentuk siklus pembakaran
sempurna. Pada percobaan ini dilakukan studi eksperimen konfigurasi campuran etanol
dengan bensin pada desain mesin otto dua busi untuk mendapatkan kadar campuran yang
tepat pada desain mesin otto dua busi yang tepat dalam rangka peningkatan performa mesin
otto dan reduksi HC dan CO. Variasi konfigurasi campuran ini meliputi variasi kadar
campuran antara etanol dengan bensin. Variasi desain mesin dua busi ini meliputi variasi
letak busi kedua, dan jenis CDI yang digunakan untuk pengapiannya.

C. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang akan dicari pemecahannya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mendapatkan kadar campuran antara etanol dengan bensin yang optimal
2. Bagaimana posisi desain dua busi yang optimal
3. Bagaimana jenis CDI yang digunakan
4. Bagaimana mendapatkan unjuk kerja mesin dan kualitas emisi gas buang yang optimal

D. TUJUAN PROGRAM
Mengetahui pengaruh penggunaan campuran etanol dengan bensin dan penggunaan dua
busi pada mesin terhadap emisi gas buang yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap unjuk
kerja mesin serta konsumsi bahan bakarnya.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN (Target Luaran)
Konfigurasi campuran etanol dan penggunaan dua busi dengan hasil yang optimumdalam
rangka peningkatan performa motor otto dan reduksi emisi sehingga dapat dijadikan referensi
dasar untuk pengembangan penelitian selanjutnya pada metode-metode yang berkaitan.

F. KEGUNAAN PROGRAM
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi informasi seluas-luasnya kepada
masyarakat tentang karakteristik unjuk kerja dan emisi gas buang pada mesin bensin dengan
menggunakan dua busi dengan bahan bakar campuran etanol dan bensin sehingga mampu
menjadi alternatif bagi masyarakat pada kendaraan bermotornya. Hal lain yang lebih penting
adalah dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan sehingga kedepannya
hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

G. TINJAUAN PUSTAKA

G.1 Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja, adalah
sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol
yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.Penggunaan alkohol sebagai
bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di USA dan Brazil sejak terjadinya krisis
bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah
satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk
keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini
mencapai 40% secara nasional (Nature, 1 July 2005). Di USA, bahan bakar relatif murah,
E85, yang mengandung ethanol 85% semakin populer di masyarakat (Nature, 1 July 2005).
Ethanol bisa digunakan dalam bentuk murni ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar
gasolin (bensin) maupun hidrogen. Kementrian Lingkungan Hidup Jepang telah
mentargetkan pada tahun 2008 campuran gasolin + ethanol 10% akan digunakan untuk
menggantikan gasolin di seluruh Jepang. Kementrian yang sama juga meminta produsen
otomotif di Jepang untuk membuat kendaraan yang mampu beroperasi dengan bahan bakar
campuran tersebut mulai tahun 2003 (The Japan Times, 17 December 2002).
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C
2
H
5
OH dan
rumus empiris C
2
H
6
O. Ia merupakan isomer konstitusional dari dimetil eter. Etanol sering
disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari gugus etil (C
2
H
5
).
Rumus molekul :C
2
H
5
OH
Massa molar :46,07 g/mol
Penampilan cairan :tak berwarna
Densitas :0,789 g/cm
3

Titik leleh :114,3
Titik didih :78,4
Kelarutan dalam air :tercampur penuh
Keasaman (pK
a
) :15,9
Viskositas :1,200 cP (20 C)
Momen dipol :1,69 D (gas)
Titik nyala :13 C (55.4 F)
data di atas berlaku pada temperatur dan tekanan standar (25C, 100 kPa)

Etanol memiliki tiga jenis (grade) berdasarkan kadar etanolnya. Jenis industrial jika kadar
etanolnya 90-94 persen. Jenis neutral jika berkadar 96-99,5 persen dan digunakan untuk
minuman keras atau bahan baku farmasi. Jika kadarnya di atas 99,5-100 persen termasuk
jenis bahan bakar (Anonim, 2007).

Gambar Struktur Etanol

G.2 Penggunaan Etanol
Ethanol yang secara teoritik memiliki angka oktan di atas standard maksimal bensin,
cocok diterapkan sebagai substitusi sebagian ataupun keseluruhan pada mesin bensin.
Terdapat beberapa karakteristik internal ethanol yang menyebabkan penggunaan ethanol pada
mesin Otto lebih baik daripada gasolin. Ethanol memiliki angka research octane 108.6
dan motor octane 89.7 ( Yuksel dkk, 2004). Angka tersebut (terutama research octane)
melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh gasolin (pun setelah ditambahkan
aditif tertentu pada gasolin). Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki
angka research octane 88 (Website Pertamina) (catatan: tidak tersedia informasi motor
octane untuk gasolin di Website Pertamina, namun umumnya motor octane lebih rendah
daripada research octane). Angka oktan pada bahan bakar mesin Otto menunjukkan
kemampuannya menghindari terbakarnya campuran udara-bahan bakar sebelum waktunya
(self-ignition). Terbakarnya campuran udara-bahan bakar di dalam mesin Otto sebelum
waktunya akan menimbulkan fenomena ketuk (knocking) yang berpotensi menurunkan daya
mesin, bahkan bisa menimbulkan kerusakan serius pada komponen mesin. Selama ini,
fenomena ketuk membatasi penggunaan rasio kompresi (perbandingan antara volume
silinder terhadap volume sisa) yang tinggi pada mesin bensin. Tingginya angka oktan pada
ethanol memungkinkan penggunaan rasio kompresi yang tinggi pada mesin Otto. Korelasi
antara efisiensi dengan rasio kompresi berimplikasi pada fakta bahwa mesin Otto berbahan
bakar ethanol (sebagian atau seluruhnya) memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bahan bakar gasoline ( Yuksel dkk, 2004), (Al-Baghdadi, 2003). Untuk rasio
campuran ethanol:gasoline mencapai 60:40% tercatat peningkatan efisiensi hingga 10%
Yuksel dkk, 2004). Ethanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen
yang inheren di dalam molekul ethanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran
antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran
(flammability) yang lebar, yakni 4.3 - 19 vol% dibandingkan dengan gasoline yang memiliki
rentang keterbakaran 1.4 - 7.6 vol% pembakaran campuran udara-bahan bakar ethanol
menjadi lebih baik, ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO
dibandingkan dengan pembakaran udara-gasolin, yakni sekitar 4% dkk, 2004). Ethanol juga
memiliki panas penguapan (heat of vaporization) yang tinggi, yakni 842 kJ/kg (Al-Baghdadi,
2003). Tingginya panas penguapan ini menyebabkan energi yang dipergunakan untuk
menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan gasolin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut
adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran ethanol
dibandingkan dengan gasolin. Rendahnya emisi NO, yang dalam kondisi atmosfer akan
membentuk NO2 yang bersifat racun, dipercaya sebagai akibat relatif rendahnya temperatur
puncak pembakaran ethanol di dalam silinder. Pada rasio kompresi 7, penurunan emisi NOx
tersebut bisa mencapai 33% dibandingkan terhadap emisi NOx yang dihasilkan pembakaran
gasolin pada rasio kompresi yang sama (Al-Baghdadi, 2003). Dari susunan molekulnya,
ethanol memiliki rantai karbon yang lebih pendek dibandingkan gasolin (rumus molekul
ethanol adalah C2H5OH, sedangkan gasolin memiliki rantai C6-C12 (Wikipedia) dengan
perbandingan antara atom H dan C adalah 2:1 (Rostrup-Nielsen, 2005)). Pendeknya rantai
atom karbon pada ethanol menyebabkan emisi UHC pada pembakaran ethanol relatif lebih
rendah dibandingkan dengan gasolin, yakni berselisih hingga 130 ppm (Yuksel dkk, 2004).
Dari paparan di atas, terlihat bahwa penggunaan ethanol (sebagian atau seluruhnya) pada
mesin Otto, positif menyebabkan kenaikan efisiensi mesin dan turunnya emisi CO, NOx, dan
UHC dibandingkan dengan penggunaan gasolin. Namun perlu dicatat bahwa emisi aldehyde
lebih tinggi pada penggunaan ethanol meski bahaya emisi aldehyde terhadap lingkungan
adalah lebih rendah daripada berbagai emisi gasolin ( dkk, 2004). Selain itu, pada prinsipnya
emisi CO2 yang dihasilkan pada pembakaran ethanol juga akan dipergunakan oleh tumbuhan
penghasil ethanol tersebut. Sehingga berbeda dengan bahan bakar fosil, pembakaran ethanol
tidak menciptakan sejumlah CO2 baru ke lingkungan. Terlebih untuk kasus di Indonesia,
dimana bensin yang dijual Pertamina masih mengandung timbal (TEL) sebesar 0.3 g/L serta
sulfur 0.2 wt% Website Pertamina), penggunaan ethanol jelas lebih baik dari bensin. Seperti
diketahui, TEL adalah salah satu zat aditif yang digunakan untuk meningkatkan angka oktan
bensin - dan zat ini telah dilarang di berbagai negara di dunia karena sifat racunnya.
Keberadaan sulfur juga menjadi perhatian di USA dan Eropa karena dampak yang
ditimbulkannya bagi kesehatan.

G.3 Performa Mesin Otto
G.3.1 Brake Horse Power
Brake Horse Power, Wb , digunakan untuk menunjukkan bahwa daya yang diukur adalah
daya pada poros mesin. Daya ini merupakan daya yang dihasilkan mesin kepada beban-beban
(inersia mobil, gesekan udara, dll.). Nilai dari Brake Horse Power lebih sedikit dari daya yang
dibangkitkan oleh gas pembakaran didalam silinder. Hal ini dikarenakan terjadinya gesekan
mekanik dan beban-beban tambahan, seperti pompa oli. Salah satu cara untuk
mengukur Brake Horse Power (Wb) adalah dengan meletakkan suatu alat ukur pada poros
mesin. Alat yang digunakan adalah electrik dinamometer, atau brake. Dinamometer
mengukur torsi (T), yang dihasilkan oleh mesin pada putaran tertentu. Torsi merupakan
besaran yang menyatakan kemampuan mesin untuk melakukan kerja, sedangkan Daya adalah
nilai dimana kerja dapat dilakukan.

G.3.2 Specific Fuel Consumption
Spesific Fuel Consumption (SFC) merupakan parameter yang biasa digunakan pada
motor pembakaran dalam untuk menggambarkan pemakaian bahan bakar.Spesific Fuel
Consumption didefinisikan sebagai perbandingan antara laju aliran massabahan bakar
terhadap daya yang dihasilkan (output). Dapat pula dikatakan bahwaSpesific Fuel
Consumption (SFC) menyatakan seberapa efisien bahan bakar yang disuplai ke mesin untuk
dijadikan daya output. Satuan dalam Sistem Internasional (SI) adalah kg/kWh. SFC
disebut Brake Spesific Fuel Consumption (BSFC) jika menggunakan brake horse power, dan
jika menggunakan indicated power maka disebut Indicated Spesific Fuel
Consumption (ISFC). Nilai SFC yang rendah mengindikasikan pemakaian bahan bakar yang
irit, oleh sebab itu, nilai SFC yang rendah sangat diinginkan untuk mencapai efisiensi bahan
bakar. Brake Spesific FuelConsumption (BSFC) juga merupakan suatu parameter yang tepat
untuk membandingkan kinerja mesin.

G.4 Proses Pembakaran Dalam Mesin Otto
Proses pembakaran yang terjadi didalam ruang bakar merupakan serangkaian proses
kimia yang melibatkan campuran bahan bakar berupa HC dengan oksigen. Proses
pembakaran ini menghasilkan empat macam gas buang, berupa CO2, CO, NOx dan HC.
Keempat macam gas buang ini terbentuk pada proses pembakaran sempurna dan tidak
sempurna.

G.5 Busi
G.5.1 Definisi
Busi merupakan suatu peralatan yang dipasang pada kepala silinder untuk mengubah
tegangan tinggi antara elektroda busi menjadi bunga api listrik di dalam ruang bakar. Fungsi
utama dari busi adalah untuk menyalakan campuran udara dengan bahan bakar yang masuk
ke dalam ruang bakar, sedangkan fungsi kedua dari busi adalah untuk memberikan lintasan
yang baik dalam proses pembebasan panas yang dihasilkan dari ruang bakar.

Gambar struktur busi dan distribusi panas pada busi
G.5.2 Letak Busi
Posisi busi mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses pembakaran. Posisi busi
yang baik di dalam ruang bakar menyebabkan jarak tempuh api minimum sehingga waktu
penyelesaian pembakaran menjadi singkat, pembakaran diselesaikan dekat dengan TDC
(volume minimum) sehingga peak temperature dan tekanan yang dicapai lebih tinggi,
memberikan daya yang lebih besar dan efisiensi yang lebih baik. Posisi busi yang
menyebabkan jarak tempuh api maksimum dapat menaikkan tendensi detonasi. Semakin jauh
jarak dari titik penyalaan busi (ignition point) ke titik terjauh ruang bakar, semakin lama
waktu yang diperlukan untuk membakar campuran bahan bakar dan udara, semakin besar
terjadinya compression ignition dan detonasi dari porsi terakhir muatan yang belum
terjangkau oleh api (unburned mixture). Oleh karena itu, mesin dengan volume ruang bakar
yang besar menyebabkan tendensi terjadinya detonasi lebih besar dibandingkan dengan mesin
yang lebih kecil, sehingga kompresi rasio yang diijinkan lebih kecil untuk mesin yang lebih
besar. Pada mesin 4-langkah, jika busi diletakkan dekat inlet valve, maka unburned
mixture dekat denganoutlet valve temperaturnya menjadi tinggi sekali sehingga dapat
terbakar sendiri (auto ignition) yang menyebabkan detonasi. Detonasi dapat dikurangi dengan
meletakkan busi dekat exhaust valve, lebih-lebih dengan menggunakan dua busi atau lebih
yang dapat memperpendek jarak tempuh api ke porsi muatan terakhir.

G.5.3 Keunggulan dua busi
Beberapa kelebihan yang diperoleh dengan penggunaan dua busi antara lain adalah:
(www.floheadwork.com)
1. Meningkatkan horsepower.
2. Menghemat pemakaian bahan bakar.
3. Meningkatkan kualitas emisi gas buang.
4. Mencegah terjadinya kegagalan pengapian oleh busi terutama pada kondisi campuran
bahan bakar yang sulit terbakar (hard starting).
Pembakaran dapat terjadi meskipun pada kondisi campuran bahan bakar yang terlalu miskin,
distribusi campuran yang tidak merata dan tidak homogen di dalam ruang bakar. Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya pusat pengapian yang lebih dari satu. (www.motorage.com)
5. Mencegah terjadinya detonasi.
Dengan menggunakan dua busi menyebabkan perjalanan api menjadi singkat sehingga
ignition timing dapat dimundurkan beberapa derajat mendekati TMA.

G.5.4 Kekurangan dua busi
Beberapa kekurangan yang dapat menjadi penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. Faktor desain dan produksi.
Menggunakan busi yang lebih dari satu menyebabkan desain kepala silinder menjadi lebih
rumit sehingga proses produksinya menjadi lebih sulit dan membutuhkan biaya produksi
yang lebih besar sehingga untuk mesin dengan kapasitas silinder yang kecil membuat
harganya menjadi lebih mahal dan tidak mampu diserap oleh pasar.
2. Faktor perawatan.
Biaya perawatan menjadi lebih mahal karena komponenkomponennya menjadi lebih banyak
dibandingkan dengan hanya satu busi.
3. Membutuhkan pasokan listrik yang lebih besar untuk sistem pengapian.

http://wahono-siskal.blogspot.com/2011/03/studi-eksperimen-konfigurasi-campuran.html

Anda mungkin juga menyukai