OLEH : KELOMPOK ,,. 1. Debi Nitami ( NIM : E1G010024 ) 2. Iis Darniati ( NIM : E1G010012 ) 3. Rahmat Wahyudi N ( NIM : E1G010030 )
Dosen Pengasuh : 1. Fitri Elektrika S.TP,M,Si
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
Kata Pengantar Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah kami ini tepat pada waktunya. Shalawat teriring salam semoga selalu di curahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW Beserta keluarga sahabat dan pengikut-pengikutnya yang insya Allah setia hingga akhir zaman. Alhamdulillah kami bersyukur akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Sistem Pengolahan Hasil Hutan Getah Pinus sebagai bahan untuk dipresentasikan dalam mata kuliah Fisika Statistik.Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan pengetahuan sesuai dengan isi makalah ini yang memaparkan materi mengenai perspektif dari pohon pinus hingga menjadi getah pinus Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari sempurna, untuk itu kami berharap kepada seluruh pembaca agar dapat memberikan kritik dan sarannya untuk menjadi bahan pelajaran kami dalam membuat makalah selanjutnya.
Bengkulu , November 2012
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar Satuan Acara Perkuliahan (SAP) Daftar Isi I. Pendahuluan A. Latar Belakang.......1 B. Rumusan Masalah......1 C. Tujuan.1
II. Isi Radiasi Benda Hitam2 Kapasitas Panas Zat Padat Menurut Einstein dan Debaye..9 G.3. Isotop.17 III. Penutup Kesimpulan..21 Tes Formatif...23 Kunci Jawaban..............25 Daftar Pustaka
I. Pendahuluan A. Latar Belakang Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang botani dari Jerman yaitu Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu- satunya yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai 2o LS. Pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kelemahan pinus merkusii adalah peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami (Siregar, 2005). Menurut Baharuddin dan Taskirawati (2009) sistematika pohon Pinus adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermathopytha Subdivisi : Gymnospermae Kelas : Coniferae Ordo : Pinales Famili : Pinaceae Genus : Pinus Spesies : Pinus merkusii Pohon ini dapat mencapai tinggi 60 - 70 m dengan diameter 10 cm. Kulit batang berwarna kelabu tua, berjalur agak dalam, memanjang bersepih dalam lempeng, batang bulat panjang lurus dan kadang- kadang juga bengkok. Tajuk pohon ini tidak begitu lebar, pada waktu muda berbentuk kerucut panjang dan agak rapat dan selalu hijau. Daunnya berbentuk jarum dengan panjang 15 - 20 cm dan buahnya berbentuk kerucut. Di Indonesia secara alami hanya terdapat satu jenis Pinus yaitu Pinus merkusii di Sumatera bagian utara (sekitar Aceh dan Tapanuli). Selain di Indonesia Pinus merkusii juga dijumpai di Vietnam, Kamboja, Thailand, Burma, India dan Philipina. Secara geografis tersebar antara 2 0 LS-22 0 dan 95 0 30 BB-120 0 31. Pinus tidak meminta syarat tumbuh yang tinggi terhadap tempat tumbuh, namun pertumb uhannya dipengaruhi berbagai faktor seperti tanah, iklim, dan altitude. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik, Pinus membutuhkan: 1. Keti nggian tempat tumbuh 200 - 2000 mdpl. 2. Temperatur udara berkisar 18 0 -30 0 C. 3. Reaksi tanah (pH) berkisar antara 4,5 - 5,5. 4. Bulan basah (5- 6 bulan) yang diselingi dengan bulan kering yang pendek (3-4 bulan). Penyebaran Pinus spp meliputi daerah Eurasia dan Amerika. Menurut data yang tersedia tahun 1967 suku Pinus memiliki leb ih kurang 107 jenis yang tersebar secara alami di berbagai tempat tumbuh yang berbeda - beda di benua Eropa, Afrika dan Asia. Di Asia terdapat lebih kurang 28 jenis, diantaranya 3 - 7 jenis terdapat di Asia Tenggara antara lain Pinus merkusii, Pinus kaysia, Pinus insularis (Sanudin, 2009). Hutan tanaman tusam di Indonesia umumnya berasal dari Aceh atau asal mulanya dari Blangkejeren, sedangkan asal Tapanul i dan Kerinci belum dikembangkan. Pernah dicoba menanam Pinus merkusii asal tapanuli di Aek Nauli, tetapi karena serangan Miliona basalis akhirnya tidak dilanjutkan pengembangannya dan teknik budidayanya terutama dalam hal perbenihan belum dikuasai. Padahal secara visual masyarakat berpendapat adanya keunggulan asal Tapanuli dengan sifat pohon yang lebih lurus , warna kayu lebih putih dan kadar getah/resinnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan asal Aceh. Harga kayu untuk pohon yang lurus atau asli Tapanuli di Tapanuli Utara jauh lebih mahal atau hampir dua kali dari pada kayu yang dianggap berasal dari Ace h ( Harahap, 2000). B. Rumusan Masalah 1) Meguraikan supplay chain dari komoditi buah pisang di Indonesia dengan pendekatan simulasi 2) Merancang skenario koordinasi supply chain pisang untuk memperoleh performansi supply chain yang lebih baik.
C. Tujuan 1. Membuat dokumentasi mengenai konfigurasi supply chain pisang di Indonesia khususnya pisang Mas untuk wilayah Jawa Timur beserta mekanisme yang terjadi di dalamnya. 2. Menghasilkan evaluasi terhadap supply chain saat ini untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam sistem tersebut (existing system) dari perspektif supply chain management (SCM) 3. Menghasilkan beberapa skenario yang dapat meningkatkan performansi supply chain pisang dengan menggunakan konsep koordinasi sekaligus melakukan evaluasi untuk membandingkan skenario-skenario yang diusulkan. II. Isi
2. Metode Penelitian Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini. (1) Studi Pendahu luan Mengenai Supply chain Pisang di Jawa Timur Tahap ini merupakan tahapan yang paling kritis. Pada tahap ini dilakukan studi literatur lanjutan dan studi lapangan yang dilakukan secara paralel untuk memperoleh pemahaman yang baik mengenai supply chain pisang di Jawa Timur. Selain studi literatur lanjutan, juga dilakukan pengumpulan data dan informasi sekunder di beberapa dinas terkait yaitu Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur. Informasi sekunder juga diperoleh melalui interview dan brainstorming dengan para ahli di bidang pangan, hortikultura, dan perdagangan dengan akademisi yang berkonsentrasi di bidang agribisnis. Studi lapangan dilakukan melalui beberapa kali brainstorming dengan pihak-pihak yang dianggap memiliki pengalaman parsial tentang supply chain pisang, terutama untuk beberapa wilayah Jawa Timur, yaitu dengan beberapa orang petani, koordinator Kelompok Tani, pedagang pengumpul, distributor besar (PT Sewu Segar Nusantara), serta pedagang pasar tradisional dan manajer ritel di Surabaya. Dalam penelitian ini dilakukan survey terhadap sentra produksi pisang representatif di Lumajang, desa Senduro. Lokasi pengamatan tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan dari pihak Dinas Pertanian baik di wilayah Propinsi Jawa Timur maupun Dinas Pertanian Lumajang. (2) Pemetaan Konfigurasi dan Mekanisme Supply Chain Pisang Saat Ini Konfigurasi supply chain menyangkut struktur yang menggambarkan pihak-pihak yang terlibat pada supply chain pisang beserta area geografis, kerangka waktu dan teknologi informasi yang digunakan. Struktur tersebut berkaitan dengan aliran material, uang, informasi serta aktivitas yang terjadi di sepanjang supply chain pisang tersebut. Oleh karena itu, selain melakukan identifikasi pelaku supply chain yang terlibat, dalam konfigurasi ini juga dilakukan identifikasi detil mengenai tahapan proses yang terjadi di sepanjang supply chain. Untuk melakukan pemetaan ini diperlukan hasil dari studi pendahuluan yang komprehensif. (3) Pengembangan Model dan Evaluasi Sesuai dengan metodologi pengembangan model sistem dinamik yang dikembangkan di MIT, maka perumusan masalah dan tujuan penelitian harus digunakan sebagai petunjuk arah karena model harus dikembangkan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Pengembangan model tersebut mengikuti tahapan berikut (1) penyusunan influence diagram, (2) pengembangan model simulasi dengan Vensim 5 Professional, dan (3) verifikasi dan validasi model, dengan menggunakan uji konfirmasi struktur, uji parameter (SyntheSim), dan uji konsistensi dimensi (check unit). (4) Pengembangan skenario alternatif Adapun skenario alternatif yang diusulkan dalam penelitian ini secara garis besar ada dua kategori. Yang pertama adalah koordinasi waktu dan kuantitas panen di sisi hulu, yaitu menghaluskan pola pasokan petani dan Kelompok Tani, dan yang kedua adalah koordinasi di sisi hilir untuk mengintegrasikan ukuran order yang lebih pasti, dengan menggunakan sistem konsinyasi dengan konsep model persediaan Newsboy. (5) Eksperimen dan analisa hasil. Eksperimen dilakukan baik untuk sistem saat ini (existing condition) maupun skenario alternatif. Skenario terbaik dalam penelitian ini adalah skenario koordinasi yang memberikan pendapatan penjualan paling tinggi. Sedangkan ukuran performansi lainnya (oversupply, lost sales, dan ketersediaan) digunakan sebagai bagian dari analisa mengenai pengaruh faktor koordinasi.
3. Hasil dan Diskusi Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa pisang Mas yang didistribusikan di Jawa Timur telah memenuhi standar kualitas yang ditentukan oleh Dinas Pertanian. Pisang telah diperlakukan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) di sepanjang supply chain. Salah satu hal penting yang menjadikan pisang Mas Lumajang berkualitas tinggi adalah karena petani pisang Lumajang sudah lebih maju dari petani hortikultura lainnya dan telah terkoordinasi ke dalam kelompok-kelompok petani. Kelompok tersebut, yang lebih dikenal dengan sebutan Kelompok Tani, merupakan hasil pembinaan Dinas Pertanian setempat. Dengan adanya Kelompok Tani tersebut, maka pisang yang baru dipanen oleh petani individu akan dibawa ke tempat processing Kelompok Tani sebelum pisang tersebut didistribusikan. Disamping petani dan Kelompok Tani, terdapat pedagang pengumpul yang berperan sebagai penghubung antara Kelompok Tani dengan distributor besar. Distributor besar selalu menyampaikan pesanannya ke pedagang pengumpul tersebut, namun dalam proses pengiriman Kelompok Tani melakukan pengiriman langsung ke distributor besar tanpa melalui pedagang pengumpul terlebih dahulu. Sedangkan untuk distributor besar, hampir seluruh pisang Mas dari Lumajang didistribusikan melalui sebuah distributor besar bernama PT Sewu Segar Nusantara (PT SSN). Oleh karena itu sebagian besar pisang Mas Lumajang dikonsumsi oleh masyarakat yang berada di kota-kota besar di Indonesia melalui ritel modern dan pasar tradisional yang termasuk dalam jaringan pemasaran PT SSN tersebut. Meskipun sudah lebih maju dari supply chain pisang lainnya, tersebut hubungan antar pelaku yang terjalin di sepanjang supply chain pisang Mas tersebut masih bersifat Gambar 1 Peta mekanisme order dan pemenuhan order di sepanjang supply chain pisang independen satu sama lain. Hal tersebut menyebabkan mekanisme interaksi antar pelaku bisnis terutama yang berkaitan dengan proses pemesanan dan pemenuhan pesanan masih berdasarkan kepentingan bisnis individu.
Gambar 1, 2, dan 3 merupakan konfigurasi yang diperoleh dari studi pendahuluan. Berdasarkan konfigurasi tersebut, maka dibangun model simulasi sistem dinamik dengan bantuan software Vensim 5 Professional. Adapun causal loop atau influence diagram dari sistem supply chain pisang Mas dapat dilihat pada gambar 4, dimana variabel yang berada di dalam kotak merupakan variabel keputusan, yaitu variabel yang akan dilakukan perubahan nilai atau interaksinya sesuai dengan alternatif skenario. Sedangkan tabel 1 menunjukkan skenario koordinasi yang dieksperimenkan dalam penelitian ini.
Tabel 1 Rancangan eksperimen untuk skenario koordinasi
3.1 Analisa Performansi Supply Chain: Tanpa dan Dengan Koordinasi Berdasarkan hasil eksperimen terhadap keseluruhan skenario, diketahui bahwa skenario koordinasi supply chain yang terbaik ditinjau dari segi pendapatan penjualan diperoleh pada kombinasi koordinasi pada sisi hulu dan hilir. Sedangkan kombinasi koordinasi hulu dan hilir yang menghasilkan pendapatan penjualan tertinggi diperoleh pada kombinasi skenario koordinasi panen 1.1 (dengan pengiriman pasokan sebanyak lima kali dalam seminggu) dengan skenario 2.3 (koordinasi distributor besar bersama ritel modern dan grosir buah tradisional). Sedangkan bila dilakukan rekapitulasi untuk kondisi koordinasi yang lebih umum lagi (tabel 2), diketahui bahwa koordinasi di sisi hulu dan hilir memiliki peningkatan pendapatan penjualan supply chain yang tertinggi dibandingkan dengan kondisi koordinasi lainnya. Koordinasi sisi hilir (dengan hulu eksisting atau tanpa koordinasi) Sedangkan untuk ukuran performansi lainnya, yaitu lost sales hilir terendah sekaligus ketersediaan hilir tertinggi diperoleh pada koodinasi sisi hulu dengan hilir eksisting, meskipun nilai lost sales dan ketersediaan hilir pada skenario tersebut berbeda sangat tipis dengan skenario koordinasi hulu dan hilir. Dengan demikian diketahui bahwa koordinasi hulu dan hilir memberikan performansi supply chain yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi lainnya khususnya ditinjau dari segi pendapatan penjualan.
Tabel 2 Performansi rata-rata supply chain untuk berbagai macam kondisi koordinasi
Tabel 3 Performansi rata-rata supply chain dengan dan tanpa koordinasi
Bila pada tabel 2 menunjukkan performansi rata-rata untuk masing-masing kondisi koordinasi, tabel 3 menunjukkan perbandingan performansi rata-rata antara kondisi eksisting tanpa koordinasi dengan kondisi yang mengandung unsur koordinasi secara lebih umum. Dalam tabel 3 tampak bahwa dengan melakukan koordinasi antar pelaku bisnis dalam supply chain memberikan peningkatan untuk sebagian besar performansi supply chain. Dengan melakukan simulasi selama 7 bulan atau 212 hari, diperoleh peningkatan pendapatan supply chain rata-rata sebesar Rp. 21.217.431,46, yakni dari Rp. 2.295.460.000,00 menjadi Rp. 2.316.677.431,46. Lost sales mengalami penurunan serta ketersediaan rata-rata supply chain meningkat dari eksisting. Meskipun pada ketiga performansi lainnya upaya koordinasi memberikan performansi yang lebih baik, namun hal tersebut tidak berlaku untuk oversupply. Oversupply pada supply chain yang terkoordinasi lebih tinggi dari kondisi eksisting.
3.2 Efek Penambahan Volume Pasokan Baik seluruh pelaku bisnis maupun pemerintah menyadari bahwa jumlah pasokan pisang Mas Lumajang pada saat ini masih jauh dari tingkat permintaan yang ada di pasar. Oleh karena itu, dengan bantuan pemerintah pada saat ini telah dibuka lahan baru seluas 100 ha untuk meningkatkan produksi pisang Mas di Lumajang. Selain itu, pemerintah juga memiliki rencana untuk membuka lahan baru lagi seluas 20 ha. Dengan demikian pada tahun depan diharapkan kapasitas produksi dapat meningkat sekitar dua kali lipat dari kapasitas sekarang. Untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah pasokan tersebut terhadap performansi supply chain, maka dalam penelitian ini dilakukan evaluasi untuk beberapa kondisi, yaitu terhadap kondisi eksisting (tanpa koordinasi di sisi hulu dan hilir) dan terhadap salah satu kondisi koordinasi dalam tabel 1.
Gambar 2 Influence diagram sistem supply chain pisang di Jawa Timur
Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa peningkatan jumlah pasokan ternyata mampu meningkatkan pendapatan supply chain, menurunkan lost sales di sisi hilir dan meningkatkan ketersediaan rata-rata di sisi hilir. Namun, selain peningkatan performansi, ternyata peningkatan jumlah pasokan juga meningkatkan jumlah oversupply di sepanjang supply chain. Hal tersebut terjadi baik untuk kondisi existing 100% (tanpa koordinasi sama sekali) maupun kondisi koordinasi (yang diwakili dengan kombinasi skenario 1.1 dengan skenario 2.3).
Tabel 4 Evaluasi performansi supply chain terhadap penambahan jumlah pasokan
Disamping itu, peningkatan jumlah pasokan dari sisi hulu akan membawa manfaat yang lebih besar pada kondisi terdapat koordinasi dan information sharing dalam supply chain apabila dibandingkan pada kondisi existing 100% dengan existing supply. Hal tersebut tampak dari persentase pertambahan performansi yang dihitung dari kondisi existing 100% dengan existing supply, dimana dalam tabel tersebut direpresentasikan sebagai %gain. Pendapatan penjualan pada koordinasi dalam supply chain dengan peningkatan pasokan ternyata mampu memberikan peningkatan yang sangat tinggi terhadap kondisi existing 100% dengan existing supply. Hal serupa juga terjadi pada performansi lainnya. III. Penutup Kesimpulan dan Saran Berikut ini adalah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil studi eksplorasi dan eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini. 1. Berdasarkan hasil studi ekplorasi, diketahui bahwa supply chain pisang Mas Lumajang melibatkan beberapa pelaku bisnis, yaitu petani, Kelompok Tani, pedagang pengumpul, distributor besar (PT SSN), ritel modern, grosir buah tradisional, dan pengecer tradisional. Meskipun pelaku bisnis supply chain pisang Mas Lumajang sudah lebih maju dibandingkan supply chain pisang lainnya, interaksi yang terjadi antar pelaku bisnis tersebut masih bersifat individual satu sama lain, terutama dalam hal proses penentuan dan pemenuhan order. 2. Berdasarkan hasil eksperimen, skenario koordinasi supply chain yang terbaik ditinjau dari segi pendapatan penjualan diperoleh pada kombinasi koordinasi pada sisi hulu dan hilir. Sedangkan kombinasi koordinasi hulu dan hilir yang menghasilkan pendapatan penjualan tertinggi diperoleh pada kombinasi skenario koordinasi panen 1.1 (dengan pengiriman pasokan sebanyak lima kali dalam seminggu) dengan skenario 2.3 (koordinasi distributor besar bersama ritel modern dan grosir buah tradisional). 3. Meskipun koordinasi dalam supply chain mampu meningkatkan performansi supply chain secara keseluruhan, selalu terdapat satu atau beberapa pelaku bisnis yang mengalami penurunan untuk ukuran performansi yang sama. Sebagai contoh, pada skenario koordinasi panen, frekuensi pengiriman pasokan yang lebih tinggi dapat menghasilkan pendapatan penjualan supply chain yang lebih tinggi dari kondisi eksisting, meskipun pendapatan penjualan Kelompok Tani harus menjadi lebih rendah dari kondisi eksisting. 4.Rencana pemerintah untuk melakukan peningkatan jumlah pasokan dari sisi hulu akan membawa manfaat yang lebih besar apabila hal tersebut direalisasikan dengan kondisi terdapat koordinasi dalam supply chain. Hal tersebut ditunjukkan dalam eksperimen dimana peningkatan jumlah pendapatan penjualan akan menjadi lebih besar dari kondisi supply chain tanpa koordinasi sama sekali. Untuk memperoleh skenario koordinasi supply chain pisang yang lebih terintegrasi antara sisi hulu dengan sisi hilir, dapat digunakan studi sistem antrian dengan simulasi sistem agar dapat diperoleh gambaran yang lebih detail mengenai sistem FIFO persediaan pisang yang ada di sepanjang supply chain. Dengan demikian, dengan mengkombinasikan hasil simulasi sistem dinamik dengan sistem diskrit akan diperoleh usulan koordinasi persediaan yang lebih baik. Disamping itu, juga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pola kerjasama yang tepat, yang berkaitan dengan perjanjian kontrak untuk membagi keuntungan bersama yang terjadi akibat peningkatan pendapatan penjualan di sepanjang supply chain. Daftar Pustaka Arias, P., Dankers, C., Liu, P., and Pilkauskas, P., (2003), The World Banana Economy 1985-2002, Food and Agriculture Organization of the United Nations.
Barlas, Yaman (1998) A behavior validity testing software (BTS), http://www.ie.boun.edu.tr/labs/sesdyn/
Barlas, Yaman (1996) Formal aspects of model validity and validation in system dynamics, System Dynamics Review, Vol.12, No.3, pp.183-210.
Chopra, S., Meindl, P., (2004) Supply chain Management: Strategy, Planning, and Operation, New Jersey; Pearson Prentice Hall.
Dimyati, A., (2007) Modernisasi Sentra Produksi Jeruk Di Indonesia, Laboratorium Data, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Tlekung-Batu, Jawa Timur
Departemen Pertanian, (2005) Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (RPPK), www.deptan.go.id.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur (2005) Data Industri Kecil Menengah Propinsi Jawa Timur, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2005) Good Agriculture Practices (Norma Budidaya yang benar): Menghasilkan produk hortikultura bermutu dan aman konsumsi, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur.
Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) Rujukan Pengembangan Agribisnis Hortikultura TA 2007, Departemen Pertanian
Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) Statistik Hortikultura Tahun 2005 (Angka Tetap), Departemen Pertanian.
Direktorat Tanaman Buah, (2004) Standar Prosedur Operasional (SPO) Pisang Barangan Kabupaten Deli Serdang, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian.
Forrester, J.W., (1961) Industrial Dynamics, Massachusetts; Massachusetts Institute of Technology, Cambridge.
Singgih, S., and Woods, E.J., (2004) Banana Supply chains in Indonesia and Australia: Effects of Culture on Supply chains, Agriproduct supply-chain management in developing countries, edited by G.I. Johnson and P.J. Hofman, ACIAR Proceedings No. 119e, pp. 44-52.
Sub Dinas Produksi Hortikultura (2007) Pengenalan pengelolaan rantai pasokan (Supply chain management-SCM) dalam pengembangan komoditas hortikultura, Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur Surabaya.
Subdinas Usahatani dan Penyuluhan Pertanian, (2004) Laporan pelaksanaan kegiatan pencatatan harga pasar eceran, produsen dan grosir tahun 2004, Dinas Pertanian Jawa Timur Surabaya.
Subdinas Usahatani dan Penyuluhan Pertanian, (2003) Laporan pencatatan harga pasar, eceran, produsen, dan grosir, Dinas Pertanian Jawa Timur Surabaya.
Viswanathan, S., and Piplani, R., (2001) Coordinating supply chain inventories through common replenishment epochs, European Journal Of Operation Research, pp. 277-286.
http://www.banana.com (2007)
http://www.bps.go.id (2007)
MAKALAH "SUPPLY CHAIN .,..
OLEH : KELOMPOK ,,. 4. Debi Nitami ( NIM : E1G010024 ) 5. Riky Oktavianis ( NIM : E1G0100.. ) 6. Silvi Dwi Nurutami ( NIM : E1G0100 ) 7. Jubles Asotakawan S. ( NIM : E1G0100 ) 8. Faber,.. ( NIM : E1G0100 )
Dosen Pengasuh : 2. Fitri Elektrika S.TP,M,Si
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU
Kata Pengantar Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah kami ini tepat pada waktunya. Shalawat teriring salam semoga selalu di curahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW Beserta keluarga sahabat dan pengikut-pengikutnya yang insya Allah setia hingga akhir zaman. Alhamdulillah kami bersyukur akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul Aplikasi Statistik Bose-Einstein sebagai bahan untuk dipresentasikan dalam mata kuliah Fisika Statistik.Kami berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan pengetahuan sesuai dengan isi makalah ini yang memaparkan materi mengenai Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Panas Zat padat Menurut Einstein dan Debaye. Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari bahwa makalah yang kami susun masih jauh dari sempurna, untuk itu kami berharap kepada seluruh pembaca agar dapat memberikan kritik dan sarannya untuk menjadi bahan pelajaran kami dalam membuat makalah selanjutnya.
Bengkulu , September 2012
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar Satuan Acara Perkuliahan (SAP) Daftar Isi IV. Pendahuluan D. Latar Belakang.......1 E. Rumusan Masalah......1 F. Tujuan.1
V. Isi Radiasi Benda Hitam2 Kapasitas Panas Zat Padat Menurut Einstein dan Debaye..9 G.3. Isotop.17 VI. Penutup Kesimpulan..21 Tes Formatif...23 Kunci Jawaban..............25 Daftar Pustaka
IV. Pendahuluan D. Latar Belakang
Perusahaan Agronas Gizi Food merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi keripik kentang. Kapasitas produksi perusahaan Agronas Gizi Food pada musim hujan perhari sebesar 100-200 Kg atau 1-2 ton/bulan, sedangkan pada musim kemarau kapasitas produksi perhari sebesar 500-700 Kg atau 14-20 ton/bulan. Persediaan sebagai kekayaan perusahaan, memiliki peranan penting dalam operasi bisnis. Oleh karena itu persediaan yang baik diperlukan untuk menunjang proses produksi. Sistem perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan perusahaan Agronas Gizi Food masih bersifat konvensional. Perusahaan melakukan pembelian bahan baku tanpa melakukan perencanaan secara pasti terlebih dahulu. Kuantitas bahan baku yang dikirim pemasok tidak pernah disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi, sehingga membuat persediaan di gudang tinggi. Penurunan mutu dan kerusakan menjadi resiko yang sangat besar, umbi kentang merupakan hasil pertanian yang sifatnya mudah rusak karena setelah dipanen masih terus melakukan proses respirasi dan kandungan airnya relatif tinggi yaitu 80% (Kusdibyo dan Asandhi, 2004). Dari kondisi permasalahan tersebut, diperlukan suatu metode pengendalian persediaan bahan baku, salah satu konsep perencanaan dan pengendalian bahan baku yang sesuai dengan kondisi tersebut adalah menggunakan metode Just-In-Time (JIT). JIT merupakan suatu metode pemikiran produksi yang diprakarsai oleh Jepang, konsep JIT adalah memproduksi item yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan dalam jumlah yang cermat (Ishak, 2010). Dengan diterapkannya JIT melalui mekanisme kanban, diharapkan dapat memecahkan permasalahan dalam penanganan persediaan bahan baku sehingga dapat mencapai efisiensi biaya produksi dan meningkatkan laba perusahaan. Menurut Maiga and Jacob (2008), penerapan Just-In-Time dapat memperbaiki aset produktivitas, pertumbuhan penjualan, karakteristik perusahaan dan posisi perusahaan pada dunia bisnis modern. Just-In-Time hanya meminta unit yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang dibutuhkan dan pada saat yang dibutuhkan (Bayo-Moriones et al., 2008). E. Rumusan Masalah 1) Meguraikan supplay chain dari komoditi kentang di Indonesia dengan pendekatan simulasi 2) Merancang skenario koordinasi supply chain kentang untuk memperoleh performansi supply chain yang lebih baik.
F. Tujuan 1. Menentukan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku dengan pendekatan JIT. 2. Menentukan dan membandingkan dengan metode yang diterapkan perusahaan besar biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan dalam merencanakan dan mengelola persediaan bahan baku 3. Menentukan jumlah optimum kanban untuk implementasi JIT.
Batasan masalah dari penelitian ini adalah: a. Obyek penelitian dilakukan hanya pada kentang pembuatan keripik kentang. b. Untuk keperluan perbandingan metode JIT dan kondisi perusahaan yang sebenarnya, maka perhitungan total biaya persediaan perusahaan menggunakan perhitungan konvensional. c. Perhitungan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku mencakup bahan baku di gudang dan work in process, tidak membahas persediaan pada produk jadi.
Asumsi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah: a. Harga kentang satu tahun kedepan tidak mengalami perubahan. b. Proses pengiriman kentang dari pemasok berjalan lancar. c. Kapasitas alat angkut kentang sama. d. Pemasok dan perusahaan memiliki konrak jangka panjang tertulis secara formal (sistem kontrak perusahaan masih belum tertulis meskipun telah berlangsung lama).
V. Isi Prosedur Penelitian Tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Survey pendahuluan b) Studi literatur mengenai literatur yang berhubungan dengan permasalahan dan studi lapang untuk mendapatkan korelasi keduanya. c) Perumusan masalah dan penetapan tujuan penelitian d) Pengumpulan data dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi data perusahaan e) Analisis data: - Melakukan peramalan permintaan keripik kentang - Menentukan rencana produksi harian dan kebutuhan bahan baku kentang harian - Menentukan jumlah kanban - Menentukan total pemesanan kentang - Menentukan total biaya persediaan bahan baku kentang - Menentukan jumlah optimum dan performance kanban - Melakukan perbandingan biaya total persediaan sebelum dan setelah penerapan JIT f) Kesimpulan dan saran
Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan Agronas Gizi Food pada awalnya merupakan perusahaan yang mensuplai kentang mentah. Pada awal tahun pendirian, jumlah tenaga kerja di perusahaan Agronas Gizi Food berjumlah 15 orang dengan kapasitas produksi sebesar 100-200 kg kentang mentah per hari. Pada tahun 2007 hingga sekarang jumlah tenaga kerja meningkat sebanyak 26 orang, sehingga dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja maka kapasitas produksi juga bertambah sebanyak 500-700 kg kentang mentah per hari. Perusahaan Agronas Gizi Food telah memperoleh ijin usaha dengan NoDep.Kes. R P-IRT No 2153 5790 4008 pada tahun 2002. Perusahaan Agronas Gizi Food belum menerapkan metode pengendalian persediaan tertentu. Perusahaan selalu menerima berapapun jumlah kentang yang dikirim oleh pemasok, sehingga tidak pernah terjadi penyesuaian dengan jumlah kebutuhan bahan baku kentang untuk proses produksi. Rata-rata pembelian bahan baku kentang dalam satu bulan mencapai 17 kali pembelian.Bahan baku kentang yang dipasok berasal dari daerah Cangar, kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Peramalan Permintaan Keripik Kentang Peramalan permintaan digunakan sebagai acuan rencana produksi keripik kentang berdasarkan pendekatan JIT. Peramalan dilakukan berdasarkan data penjualan pada periode Januari 2008-Februari 2011. Berdasarkan hasil peramalan, didapat pola data peramalan termasuk dalam pola data musiman (seasonal). Akurasi peramalan dapat dilihat dari nilai (Mean Absolute Persentage Error) MAPE yang relatif kecil yaitu sebesar 10,116 %. Menurut Emang et al. (2010) hasil peramalan ini termasuk kategori baik, karena hasilnya berada dalam rentang 10-20%. Ukuran Kelayakan peramalan bagus, hal ini dilihat dari koefisien determinasi (R2 atau R-Squared) yang tinggi yaitu 0,756. Pola data peramalan permintaan keripik kentang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pola data Permintaan Keripik Kentang Januari 2008- Januari 2012 Hasil peramalan ini dikatakan sudah mewakili permintaan bila dibandingkan dengan data realisasi penjualan. Pada realisasi penjualan pola data ialah musiman, pada peralaman juga musiman. Selain itu dapat dilihat pada Bulan Juni dan September selalu terjadi peningkatan, begitu pula pada hasil peramalan juga diramalkan akan terjadi peningkatan.
Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kentang yang Diterapkan Perusahaan Selama ini, perusahaan Agronas Gizi Food masih belum menerapkan metode pengendalian persediaan tertentu, pemilik perusahaan masih menggunakan perkiraan terhadap kebutuhan bahan baku kentang tanpa melakukan peramalan produksi terlebih dahulu, sehingga terjadi persediaan kentang yang berlebih. Terdapat beberapa komponen biaya dalam perhitungan biaya persediaan bahan baku, komponen biaya yang terkait adalah biaya pembeliaan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Berdasarkan perhitungan yang diterapkan perusahaan pada bulan produksi Maret 2010- Februari 2011, diperoleh data total penjualan keripik kentang selama satu tahun 9.647,15 Kg atau rata-rata penjualan tiap bulan sebesar 803.93 Kg. Total pembelian kentang 135.670 Kg, total biaya pembelian kentang Rp 814.020.000,00. Tingginya total biaya pembelian kentang dikarenakan perusahaan tidak melakukan perhitungan secara terperinci berapa jumlah kentang yang harus dibeli. Total biaya penyimpanan sebesar Rp 6.464.128,00. Berdasarkan ketiga komponen tersebut, maka totalbiaya persediaan kentang sebesar Rp 820.496.128,00.
Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kentang Berdasarkan Pendekatan JIT Berdasarkan pendekatan JIT perhitungan persediaan bahan baku kentang dilakukan dengan mentransformasikan rencana produksi bulanan menjadi rencana produksi harian. Menurut Wang and Sarker (2004), perhitungan total biaya persediaan dengan metode Just-In-Time dilakukan dengan menjumlah komponen biaya bahan baku, biaya produksi (WIP) dan biaya produk jadi. Metode JIT melakukan perhitungan secara khusus untuk mengetahui jumlah bahan baku kentang yang disesuaikan dengan rencana kebutuhan harian. Jumlah bahan baku kentang yang harus dibeli oleh perusahaan dapat diketahui dengan menghitung jumlah kartu vendor kanban pada pemasok yang dikeluarkan oleh perusahaan. Data perencanaan pengendalian bahan baku berdasarkan pendekatan JIT dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan perhitungan pendekatan JIT, total bahan baku yang harus dibeli oleh perusahaan sebesar 84.476,67 Kg dengan total biaya pembelian bahan baku kentang sebesar Rp 506.860.028,06. Total biaya simpan yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 80.856,18. Nilai biaya simpan yang kecil tersebut sangat sesuai dengan filosofi JIT, dimana inventory merupakan pemborosan dan sebisa mungkin dihilangkan. Total biaya persediaan bahan baku kentang berdasarkan JIT sebesar Rp 506.952.447,16. Koumanakos (2008) menyatakan bahwa tujuan utama dari pengendalian persediaan adalah mencapai tingkat persediaan optimal untuk memenuhi kebutuhan konsumen untuk memaksimasi keuntungan perusahaan.
Perbandingan Persediaan Bahan Baku Kentang Perusahaan dan Pendekatan JIT. Perbandingan persediaan bahan baku kentang yang diterapkan perusahaan dan dengan pendekatan JIT terdapat beberapa pembanding, diantaranya total pembelian bahan baku kentang optimal, total biaya pembelian bahan baku kentang. Kemudian total inventory kentang pada gudang bahan baku, total biaya simpan dan total biaya persediaan bahan baku kentang. Perbandingan persediaan bahan baku kentang dapat dilihat pada Tabel 2.
Secara keseluruhan metode JIT telah menurunkan komponen penyimpanan bahan baku kentang, hal ini disebabkan metode JIT telah mentransformasikan semua kebutuhan bahan baku menjadi kebutuhan harian sehingga pembelian bahan baku kentang tidak sembarangan. Selama ini perusahaan tidak melakukan perhitungan secara khusus sehingga jumlah pembelian tidak disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku, hal ini menyebabkan tingginya biaya pembelian bahan baku. Sistem pembelian yang dilakukan perusahaan mengakibatkan beberapa resiko pada perusahaan. Resiko tersebut berupa tingginya tingkat inventory serta biaya simpan, selain itu resiko kerusakan kentang juga sangat tinggi. Turunnya kualitas bahan baku kentang akibat lamanya penyimpanan menyebabkan mutu keripik kentang turun, sehingga menyebabkan turunnya laba perusahaan. Menurut Bayo-Moriones et al. (2008), target utama Just-In-Time adalah mengeleminasi produk cacat dan mengurangi persediaan sebesar kemungkinan serta memastikan bahwa semua produk jadi dan WIP dikirim pada jumlah yang tepat, tempat yang tepat dan pada saat yang dibutuhkan.
Performance Operasional Vendor Kanban Perhitungan operasional kanban digunakan untuk mengetahui bagaimana sistem kerja dari kanban. Kanban pemasok atau kartu penjual (vendor kanban) merupakan kartu yang digunakan untuk memberitahu para pemasok agar mengirim komponen-komponen atau bahan baku dalam jumlah tertentu dan menentukan kapan komponen atau bahan baku diperlukan (Young et al., 2008). Perputaran vendor kanban menggunakan model antrian M/M/1, karena hanya terdapat satu tenaga kerja yang melayani. Jumlah kanban yang dilepas untuk setiap bulannya memiliki nilai yang sama, yaitu satu buah. Sistem supply chain yang hanya terdiri dari dua tempat (plants), dengan satu sistem kanban disebut single-stage supply chain system (SSSCS) (Wang and Sarker, 2004). Performance vendor kanban dapat dilihat dari beberapa parameter. Utilisasi pelayanan 0,028, probabilitas semua vendor kanban menganggur 0,972. Jumlah pengiriman bahan baku yang diharapkan dalam antrian 0,00079. Jumlah pengiriman bahan baku yang diharapkan dalam sistem 0,029. Waktu tunggu yang diharapkan dalam sistem per periode sebesar 0,029 dan waktu tunggu yang diharapkan dalam antrian per periode sebesar 0,00079. Pada vendor kanban tidak dilakukan optimasi jumlah kanban karena jumlah kanban yang dikeluarkan bernilai satu. Expected total cost vendor kanban sebesar Rp2.008,45.
Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Produk Work In Process Yang Diterapkan Perusahaan Persediaan produk WIP keripik kentang berupa keripik kentang yang belum digoreng atau disebut keripik kentang krecek. Pengendalian Persediaan produk WIP terdiri dari perhitungan beberapa komponen biaya pada periode Bulan Maret 2010-Februari 2011, yaitu total biaya persiapan produksi (set up cost) sebesar Rp37.789,19, dan total biaya penyimpanan sebesar Rp12.776.192,00 sehingga total biaya persediaan WIP sebesar Rp12.814.918,19. Pengendalian persediaan produk WIP berdasarkan pendekatan JIT dilakukan dengan menghitung kebutuhan bahan baku bulanan terlebih dahulu kemudian perhitungan jumlah kanban produksi. Perhitungan jumlah kanban produksi berfungsi sebagai pengontrol jumlah bahan baku kentang yang digunakan untuk proses produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan harian, sehingga jumlah kentang krecek tidak tinggi dan sesuai dengan permintaan.Total bahan baku kentang yang harus diproduksi sebesar 84.178,21 Kg. Total inventory yang didapat perusahaan dengan pendekatan JIT sebesar 2.778,45Kg. Total biaya persediaan produk WIP sebesar Rp 2.361.933,34.
Perbandingan Persediaan Work In Process Yang Diterapkan Perusahaan dan Pendekatan JIT Perbandingan persediaan WIP yang diterapkan perusahaan dan berdasarkan JIT terdapat pada jumlah persediaan yang berupa kentang krecek dan biaya persediaan. Besarnya selisih yang terjadi dikarenakan, pada metode JIT jumlah bahan baku yang diproduksi telah disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku harian keripik kentang serta jumlah bahan baku yang berada di gudang bahan baku, sehingga tidak menimbulkan tingginya jumlah persediaan. Dengan produksi harian maka perusahaan akan lebih mudah menyesuaikan fluktuasi permintaan. Wang et al. (2005) menyatakan bahwa untuk mengurangi jumlah WIP maka digunakan kanban untuk menentukan berapa jumlah ukuran batch optimal. Perbandingan persediaan WIP perusahaan dan berdasarkan JIT dapat dilihat pada Tabel 3
Performance Operasional Kanban Produksi Perputaran kartu kanban produksi pada work in process menggunakan model antrian M/M/c. Model antrian M/M/c bertujuan meminimalkan biaya total dari kegiatan mengantri dan biaya penambahan pelayanan. Model M/M/c dapat dilakukan untuk pelayanan tunggal maupun majemuk (Kakiay, 2004). Jumlah pelayan server pada work in process lebih dari satu atau majemuk, yaitu 10 tenaga kerja sehingga c>1. Perhitungan operasional kanban produksi untuk bulan Maret, April, dan November memiliki nilai yang sama. Kartu kanban produksi yang dilepas per hari sebanyak dua kanban, dengan nilai expected total cost minimum sebesar Rp2.004,27 pada kanban empat, sehingga pada bulan tersebut mengeluarkan empat kanban per hari dalam satu alat transport. Pada bulan Mei dan Desember masing-massing memiliki tiga buah kartu kanban per hari dengan nilai expected total cost minimum sebesar Rp2.005,96 pada kanban tiga. Bulan Juni, Juli, Agustus, Januari dan Februari 2012 masing-masing memiliki empat buah kartu kanban produksi per hari. Nilai expected total cost minimum sebesar Rp2.007,95 pada kanban empat. Pada bulan September didapat lima kartu kanban produksi per hari, dengan nilai expected total cost minimum sebesar Rp2.010,73 pada kanban lima. VI. Penutup Kesimpulan dan Saran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terjadi penghematan dalam pembelian bahan baku kentang dengan menggunakan metode Just In Time dibandingkan dengan metode konvensional yang diterapkan oleh perusahaan. Jumlah yang disimpan dalam Work In Proses juga berkurang. Hal ini sesuai dengan prinsip Just In Time yaitu memperkecil biaya simpan. Jumlah kanban yang digunakan dalam metode ini berbeda-beda setiap bulannya tergantung berapa kebutuhan kentang setiap bulan yang dapat memberikan biaya paling minimal. Daftar Pustaka Bayo-Moriones, A., A. Bello-Pintado, J. Merino-Diaz-de-Cerio. 2008. The Role of Organizational Context and Infrastructure Practices in JIT Implementation. Journal of Operations & Production Management., 28(11): 1042-1066. Emang, D., M. Shitan, A.N.A. Ghani, K.M. Noor. 2010. Forecasting with Univariate Time Series Models: A Case of Export Demand for Peninsular Malaysias Moulding and Chipboard. Journal of Sustainable Development., 3(3): 157-161. Ishak, A. 2010. Manajemen Operasi. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Kakiay, T. J. 2004. Dasar Antrian Untuk Kehidupan Nyata. Penerbit Andi. Yogyakarta. Kusdibyo dan A. A. Asandhi 2004. Waktu Panen dan Penyimpanan Pasca Panen untuk Memperhatikan Mutu Umbi Kentang Olahan. Jurnal Ilmu Pertanian,11 (1): 51-62. Koumanakos, D. P. 2008, The effect of inventory management on firm performance, International Journal of Productivity and Performance Management, vol. 57, pp. 355-369. Maiga, A.S. and F.A. Jacob, 2008. Assessing JIT Performance: AnEconometric Approach. Journal of Management Accounting Research., 20 (s1): 47-59. Wang, S. Y. Ren, and B.R. Sarker. Minimizing WIP for Unbalanced Assembly Line in Value Stream Mapping. In the Proceedings of IIE Annual Conference. pp. 1-5. Wang, S. and B.R. Sarker 2004. A Single-Stage Supply Chain System Controlled by kanban Under JIT Philosophy. Journal of the Operational Research Society 55(5): 485- 494. Young, A. E., B. N. Paske, C.T. Foltz, and E. Koster. 2008. Using Simulation Modeling to Establish Kanban Levels in a Server Manufacturing Environment. In the Proceedings of IIE Annual Conference. pp: 816-821.