Anda di halaman 1dari 6

MANAJEMEN KONFLIK

Manajamen konflik mengandung arti, menata rasa tertekan dan frustasi,


mencari informasi dan hal-hal baru yang tidak diketahui sebelum konflik terjadi,
memperoleh perspektif baru dari kekeliruan sudut pandang para pelaku konflik,
menentukan keputusan dan pemecahan masalah dengan lebih baik, meningkatkan
keakraban para anggota kelompok oraganisasi dan menghargai perbedaan yang
ditemukan dalam konflik dan mengatasinya melalui suatu proses sinergitas untuk
meningkatkan kekuatan organisasi atau kelompok (Eunson, 2007: 241).
Berdasarkan pandangan tradisional konflik dipandang sebagai sesuatu
yang disfungsional sehingga harus dihindari. Sedangkan berdasarkan pandangan
terkini konflik diciptakan untuk merubah situasi dan kondisi tenang yang
sesungguhnya statis, apatis untuk memotivasi anggota kelompok organisasi
menjadi inovatif kreatif (Stephen, 2003: 240).
Terdapat lima gaya atau pendekatan dalam manajemen konflik. Gaya atau
pendekatan seseorang dalam hal menghadapi sesuatu situasi konflik dapat
diterangkan sehubungan dengan tekanan relatif atas apa yang dinamakan
cooperativeness (keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan minat pihak lain) dan
assertiveness (keinginan untuk memenuhi keinginan dan minat diri sendiri).
Adapun gaya dan intensi yang diwakili masing-masing gaya menurut Winardi
sebagai berikut:

1. Tindakan menghindari (avoiding)
Bersikap tidak koopratif, dan tidak asertif; menarik diri dari situasi yang
berkembang, dan atau bersikap netral dalam segala macam cuaca. Seorang
manajer yang menggunakan gaya ini akan lari dari peristiwa yang dihadapi,
meninggalkan pertarungan untuk mendapatkan hasil.
Bila suatu isu tidak penting, tindakan menangguhkan dibolehkan untuk
mendinginkan konflik inilah penggunaan gaya penyelesaian konflik menghindar
yang paling efektif.

2) Kompetisi atau komando otoritatif
Bersikap tidak koopratif tetapi asertif; bekerja dengan cara menentang
pihak lain, berjuang untuk mendominasi dalam suatu situasi menang atau
kalah , dan atau memaksakan segala sesuatu agar sesuai dengan kesimpulan
tertentu, dengan menggunakan kekuasaan yang ada. Gaya ini juga sering
diasosiasikan dengan gertakan dan hardball tactic dari para pialang kekuasaan.
Gaya ini adalah strategi yang efektif bila suatu keputusan yang cepat
dibutuhkan atau jika persoalan tersebut kurang penting. Dan strategi ini adalah
paling baik digunakan bila dalam keadaan terpaksa. Dipergunakan sepanjang kita
memiliki hak dan sesuai dengan pertimbangan hati nurani kita.

3) Akomodasi atau meratakan
Bersikap koopratif, tetapi tidak asertif; membiarkan keinginan pihak lain
menonjol; meratakan perbedaan-perbedaan guna mempertahankan harmoni yang
diciptakan secara buatan.

4) Kompromis
Bersikap cukup koopratif dan asertif, tetapi tidak hingga tingkat ekstrim.
Bekerja menuju kearah pemuasan kepentingan parsial semua pihak yang
berkepentingan; melaksanakan tawar-menawar untuk mencapai pemecahan-
pemecahan akseptabel tetapi bukan pemecahan optimal, hingga tak sorang pun
merasa bahwa ia menang atau kalah secara mutlak. Gaya ini berupaya melakukan
klarifikasi polaritas dan mencari titik temu. Keahlian negosiasi dan bargaining
(tawar-menawar) adalah diperlukan sebagai pelengkap untuk gaya kompromi.

5) Kolaborasi (kerja sama) atau pemecahan masalah.
Bersikap koopratif maupun asertif; berupaya untuk mencapai kepuasan
benar-benar setiap pihak yang berkepentingan, dengan jalan bekerja melalui
perbedaan-perbedaan yang ada; mencari dan memecahkan masalah demikian
rupa, hingga setiap orang mencapai keuntungan sebagai hasilnya (Winardi, 1994:
18-19).
Bagan Manajemen Konflik:

Manajemen Konflik dalam Pembangunan Jalan Tol Laut Jakarta-Surabaya:
1. Menata Rasa Tertekan
a. Berdampak negatif pada lingkungan, antara lain:
Keadaan geografis pantai utara Jawa tidak memungkinkan untuk
pembangunan jalan tol sepanjang 775 km.
1) Kendaraan akan bertambah banyak karena akses lalu lintas semakin mudah dan
meningkat.
2) Kontra produktif dengan kebijakan pengendalian subsidi dan penghematan
konsumsi bahan bakar minyak yang berbanding lurus dengan peningkatan
volume kendaraan.
3) Bertentangan dengan MP3II (Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia).
4) Peluang terjadinya korupsi pada proses perencanaan, pembuatan dan perawatan
proyek ini.

b. Menimbulkan beragam reaksi dari masyarakat umum, antara lain:
1) Munculnya kecemburuan dari masyarakat karena hanya pulau jawa yang
mendapatkan pembangunan. Hal ini akan menyebabkan ketimpangan sosial
karena pembangunan yang tidak merata.
2) Akan melemahkan aktivitas pelabuhan di pantai utara Jawa.
3) Proyek tersebut merupakan bentuk pencitraan Dahlan Iskan sebelum
jabatannya habis pada tahun 2014.
4) Pembangunan jalan tol atas laut tidak membawa manfaat bagi pengembangan
wilayah dan masyarakat di sekitarnya.

c. Sorotan dari pemerintah pusat dan daerah, antara lain:
1) Biaya kontruksi jalan tol di atas laut yang menghubungkan Jakarta - Surabaya
lebih mahal dibandingkan jalan tol yang dibangun di darat.
2) BUMN akan merugi karena tol ini tidak bernilai ekonomis. Tentunya hal ini
akan menimbulkan konflik dikarenakan terjadinya kemungkinan kenaikan
biaya dari perusahaan BUMN yang dibebankan kepada masyarakat.
3) Rencana pembangunan tol ini juga akan merugikan pemerintah dalam konteks
rencana penghematan bahan bakar minyak bersubsidi.
4) Proyek ini belum tentu akan didukung pemerintah karena pemerintah masih
harus fokus untuk menyelesaikan pembangunan tol Trans Jawa.

2. Mencari Informasi Sebelum Konflik
1) Dilakukan uji kelayakan atau Feasibility Study (FS) terhadap jalur pantai utara
Jawa yang sesuai dengan Perpres Nomor 67 tentang Prakarsa Badan Usaha;
2) Wajib melakukan kajian Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan)
terhadap topologi pantai utara Jawa yang akan dimasukkan sebagai bahan
analisis dalam Feasibility Study (FS);
3) Masyarakat mengetahui proyek pembangunan tersebut melalui media massa
(cetak dan elektronik);

3. Memperoleh Perspektif Baru
1) Pengamat dan para ahli menilai jika proyek tersebut aneh dan tidak rasional
untuk direalisasikan;
2) Masyarakat menilai jika proyek tersebut tidak adil dan akan membuat
ketimpangan pembangunan transportasi di daerah lainnya;
3) Pemda tidak pusing memikirkan tata ruang;
4) Masyarakat menilai bahwa proyek ini dapat memberi ruang pada oknum-
oknum tertentu untuk melakukan tindak pidana korupsi

4. Menentukan Kesepakatan
1) Bekerja sama dengan 19 BUMN yaitu PT Jasa Marga Tbk, PT Adhi Karya
Tbk, PT Waskita Karya Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Hutama Karya, PT
Pembangunan Perumahan (PP) Tbk, PT Brantas Abipraya, PT Nindya Karya,
PT Istaka Karya, PT Pelindo II, PT Pelindo III, PT Semen Indonesia Tbk, PT
Krakatau Steel Tbk, PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank BNI Tbk, PT Bank BRI
Tbk, PT Bank BTN Tbk, PT Jamsostek,dan PT Taspen.
2) Bantuan dari Pemda setempat.

5. Meningkatkan Keakraban
1) Melalui proyek tersebut, diharapkan pembangunan wilayah disekitar pantai
utara Jawa akan lebih berkembang.
2) Proyek tersebut akan diintegrasikan dengan proyek-proyek infrastruktur
dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI)

6. Menghargai Perbedaan
1) Meskipun mendapat banyak pertentangan dan sorotan negatif dari pihak lain,
namun proyek tersebut tetap berjalan sampai uji kelayakan telah selesai
dilaksanakan.


7. Mengatasi dengan Sinergitas
Karena mega proyek tersebut masih dalam proses studi kelayakan dan
Amdal, maka sinergitas antara pihak terkait belum mampu diwujudkan.

Sumber:
Eunson, Baden. (2007). Conflict Management. Wrightbooks: Austrlia
Robbins, Stephen P. (2003). Perilaku Organisasi. Jilid 1. Edisi Indonesia. Indeks:
Jakarta.
Winardi. (1994). Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan Pengembangan).
Mandar Maju: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai