Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

INTEGRASI BETERNAK ITIK DENGAN TANAMAN


PANGAN YANG MERUPAKAN PENCERMINAN USAHA
PERTANIAN BERWAWASAN LINGKUNGAN YANG
BERKELANJUTAN
(Integration of Duck with Food Crops Which Reflecting EnviromentalOriented Sustainable Farming Systems)
TJOKORDA GEDE BELAWA YADNYA
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana

ABSTRACT
This study aimed to explore integration of duck with food crops which reflecting farming system that
oriented to good environment and sustainable. The study was conducted in three stages in Guwang village,
Gianyar district. Stage-1 was evaluating of feeding corn to performance of duck, stage-2 was to know the
influence Effective Microorganism-4 (EM-4) solution to duck litter on the quality of bokhasi manure, and
stage-3 was to evaluate the effect of bokhasi manure on corn production. It can be concluded from the study
that there was very strong integration between duck farming and food crops as friendly-environmental
sustainable farming systems.
Key words: Integration, duck, food crops, sustainable environment
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui integrasi beternak itik dengan tanaman pangan yang
merupakan pencerminan usaha pertanian berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Penelitian ini
dilaksanakan di Desa Guwang, Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilakukan tiga tahapan, tahap pertama,
pengaruh pemberian jagung dalam ransum terhadap penampilan ternak itik, tahap ke dua pengaruh pemberian
larutan Effective Microoragnism-4 (EM-4) dalam kotoran ternak itik terhadap kualitas pupuk bokhasi, dan
tahap ke-tiga; pengaruh pemberian pupuk bokhasi terhadap produksi jagung. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terjadi integrasi yang sangat kuat dalam beternak itik dengan tanaman pangan yang
merupakan pencerminan usaha pertanian berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Kata kunci: Integrasi, itik, tanaman pangan, lingkungan berkelanjutan

PENDAHULUAN
Dalam rangka swasembada sumber energi,
maka perlu diupayakan penanaman tanaman
yang kaya akan energi. Salah satu diantaranya
adalah tanaman jagung. Jagung sebagai bahan
pangan mempunyai kandungan gizi yang lebih
unggul daripada beras. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh BEN
OKANA (1977) yang melaporkan di dalam 100
g beras terdapat 352 kkal; 7,0 mg protein, 281
mg Lisin, 156 mg Metionin, 72 mg Sistein dan
2613 mg asam-asam amino esensial total,
sedangkan pada 100 g jagung diperoleh 362
kkal; 9,5 mg protein; 311 mg lisin; 200 mg
metionin, 85 mg sistein dan 3843 mg asamasam amino esensial total.

Di samping sebagai bahan pangan, jagung


juga dimanfaatkan sebagai pakan pada ternak
sapi, babi, unggas, dan kuda (LUBIS, 1992).
Selain buah dan biji, bagian-bagian lain baik
digunakan untuk pakan ternak ruminansia,
termasuk kuda, kambing, sapi dan kerbau.
Untuk meningkatkan produktivitas tanaman,
maka perlu ditumpangsarikan dengan tanaman
palawija lainnya, seperti ketela pohon,
sehingga sebelum ketela pohon dipanen jagung
sudah bisa dinikmati hasilnya. Agar
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung dan
ketela pohon meningkat, maka perlu diberikan
pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak
yang difermentasi dengan zat probiotik
Effective Microorganism-4 (EM-4) yang
disebut pupuk bokhasi (SUSILA et al., 1998).

249

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

NURIYASA et al. (1998) telah mencoba


pemberian pupuk bokhasi, ternyata dapat
meningkatkan produksi dan nilai gizi pada
daun maupun umbi ketela pohon. Hal yang
sama juga dilakukan pada tanaman jagung
dapat meningkatkan produksi jerami, biji
jagung dan kadar amilum biji (RONI et al.,
2000). Namun bagaimana pengaruh pemberian
pupuk bokhasi pada tanaman ketela yang
ditumpangsarikan dengan tanaman jagung
belum banyak yang menginformasikan.
Biji jagung sebagai sumber energi sangat
baik sekali diberikan pada ternak unggas,
terutama pada itik, yang dalam ransumnya
mengandung sekam disuplementasikan dengan
zat probiotik, ternyata dari hasil penelitian
dapat meningkatkan pertambahan berat badan
(SUKMAWATI et al., 2000). Namun dalam
penelitian ini akan dicoba pemberian jagung
sebagai sumber energi, sekam sebagai sumber
serat dan zat probiotik atau daun ketela pohon
terhadap penampilannya.
Berdasarkan keterangan di atas, dicoba
integrasi beternak itik dengan tanaman pangan
(tanaman jagung dan ketela pohon) dan
seberapa besar kotoran yang dihasilkan oleh
itik untuk diubah menjadi pupuk bokhasi, dan
bagaimana pengaruhnya terhadap produksi
tanaman jagung, dan berapa banyak biji jagung
yang dapat memenuhi kebutuhan ternak itik.
Diharapkan dari dua komponen ternak itik
dengan tanaman jagung terjadi hubungan yang
erat dan bersifat timbal balik yang merupakan
bentuk integrasi yang berkelanjutan.

MATERI DAN METODE


Materi
Pada penelitian tahap pertama diperlukan
ternak itik Bali yang berumur 2 minggu
dikandangkan dan diberikan ransum serta
dilengkapi dengan tempat air minum. Ransum
yang
diberikan
disusun
berdasarkan
perhitungan SCOTT et al. (1982), yang terdiri
atas bahan-bahan, berupa jagung kuning, dedak
padi, tepung ikan, bungkil kelapa, kacang
kedelai, dedak padi, sekam padi, NaCl, daun
ketela, dan starbio (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi bahan dalam ransum itik
penelitian, umur 210 minggu
Komposisi
bahan (%)

A
55,36
11,97
9,13
14,66
8,20
0,2

Jagung kuning
Kacang kedelai
Bungkil kelapa
Dedak padi
Tepung ikan
Sekam padi
Daun ketela
Starbio
NaCl

Perlakuan
B
56,36
16,97
3,3
6,66
8,20
8,00
0,20
0,2

C
56,36
15,97
3,31
6,04
8,20
8,00
1,72
0,20
0,2

Kandang penelitian yang dipergunakan


dengan sistem postal dari bilah-bilah bambu
dengan ukuran kandang setiap ulangan, yakni
panjang 1,7 m, lebar 1,6 m dan tinggi 1 m,
pada bagian lantai diisi sekam padi setebal 20
cm, kandang dilengkapi dengan tempat

Tabel 2. Komposisi umum ransum itik penelitian


Zat-zat makanan

Perlakuan

Standar

MURTIDJO (1988)

2909,21

2902,68

2867,59

2900

Protein kasar (%)

17,15

17,31

17,29

17

Serat kasar (%)

4,41

6,15

6,71

6-9

Lemak (%)

6,31

6,41

6,73

4-7

Ca (%)

0,84

1,70

1,82

0,8

P tersedia (%)

0,80

1,52

1,63

0,5

Energi metabolis (Kkal/kg)

A
C

250

= Ransum kontrol, B = Ransum mengandung sekam + starbio


= ransum B + daun ketela pohon

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

makanan dan minuman yang terbuat dari


bambu dan terletak di dalam kandang serta
dilengkapi dengan lampu listrik untuk
penerangan kandang.
Pada penelitian tahap ke dua, yaitu
pengaruh
pemberian
larutan
effective
microorganism-4 (EM-4) dalam kotoran itik
terhadap kualitas pupuk bokhasi, diperlukan
kotoran itik, sekam padi, dedak padi, larutan
EM-4, gula pasir dan air.
Penelitian tahap ke tiga, yaitu pengaruh
pemberian pupuk bokhasi terhadap produksi
tanaman jagung yang ditumpangsarikan
dengan ketela pohon.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini
yaitu bibit jagung Arjuna (Zea mays L)
diperoleh dari pedagang UD Mertha Sari,
Guwang, Sukawati. Bibit ketela pohon varietas
gading diperoleh di kebun petani setempat
(Guwang, Sukawati), dan pupuk bokhasi.
Lahan pada tempat penelitian ini adalah lahan
pekarangan bertekstur lempung liat berwarna
coklat dengan jenis tanah regosol (ANON,
1989).
Metode
Rancangan percobaan yang digunakan
dalam tahap pertama adalah rancangan acak
lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, yaitu
perlakuan A = ransum tanpa sekam dan
starbio; perlakuan B = ransum mengandung
sekam padi + starbio; perlakuan C = ransum
B+ daun ketela pohon. Setiap perlakuan terdiri
atas tiga ulangan dan setiap ulangan berisi lima
ekor itik.
Rancangan percobaan pada penelitian tahap
ke dua, menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL), dengan perlakuan MO = tanpa larutan
EM-4; perlakuan M1 = larutan EM-4 dengan 1
cc EM-4 + 10 l air, M2 = larutan EM-4 dengan
1 cc EM-4 + 5 l air. Masing-masing perlakuan
dengan lima ulangan, tetapi dalam pemeriksaan
hanya dilakukan terhadap tiga ulangan pada
setiap perlakuan.
Rancangan percobaan pada penelitian tahap
ke tiga, adalah rancangan acak kelompok
(RAK), dengan enam perlakuan, yaitu tanaman
jagung tanpa pupuk bokhasi M0 (G0), tanaman
jagung dengan bokhasi M1 (G2), tanaman
jagung dengan bokhasi M2 (G3), ketela pohon
+ tanaman jagung tanpa bokhasi M0 (G4), G4
dengan bokhasi M1 (G5), dan G4 dengan

bokhasi M2 (G6). Setiap perlakuan dengan


lima ulangan. Tanaman jagung ditanam di selasela tanaman ketela pohon, dengan denah
penelitian pada lampiran 1.
Pemberian pupuk bokhasi dan pemupukan
Pembuatan pupuk bokhasi dilakukan
dengan mencampur 1 bagian kotoran ternak +
1 bagian sekam padi + 1 bagian dedak padi
sampai homogen, kemudian tambahan turunan
larutan EM-4 (hasil fermentasi 1 ml EM-4
dilarutkan dengan 5 l atau 10 l air, dan setiap 1
l air ditambah 2 sendok gula pasir di peram
selama 4 hari) sampai bisa dikepal dan tidak
memisah. Campuran ini dimasukkan ke karung
goni dan disimpan di tempat yang tidak ada
sinar matahari selama satu minggu, kemudian
siap dijadikan pupuk organik (SUSILA et al.,
1998).
Pemupukan
pada
tanaman
jagung
dilakukan dua kali, yaitu umur 3 hari dan 6
minggu (42 hari) atau menjelang berbunga,
dengan dosis 200 g/m2 dengan pupuk bokhasi.
Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore.
Pemupukan pada tanaman ketela pohon
dilakukan setelah berumur 14 hari dan 8
minggu masing-masing 500 g/m2. Kemudian
dilakukan penyiraman larutan EM-4 sampai
tanaman berumur 4 bulan.
Variabel yang diamati
Data yang diamati pada penelitian tahap
pertama adalah konsumsi ransum (g/ekor/8
minggu), pertumbuhan berat badan (g/ekor),
FCR dan berat kotorannya untuk kualitas
pupuk bokhasi meliputi kadar nitrogen total
(%), P2O5 tersedia (ppm) dan K2O yang
tersedia (ppm), dilaksanakan di Lab. Ternak,
Fakultas Pertanian Universitas Udayana.
Data yang diamati pada penelitian tahap ketiga, terkait dengan pengaruh pemberian pupuk
bokhasi terhadap produksi jagung, yaitu berat
kering jerami dan biji, sedangkan untuk
tanaman ketela meliputi produksi umbi dan
jeraminya.
Analisis statistisk
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik
ragam dan apabila terjadi perbedaan yang

251

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

nyata diantara perlakuan dianalisis dengan uji


Duncan (STEEL dan TORRIE, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang integrasi beternak itik
dengan tanaman pangan dilaksanakan pada
suatu lahan pekarangan yang luasnya 8 are
dengan pemanfaatan 2 are untuk penelitian
demoplot, yaitu tanaman jagung yang
ditumpangsarikan dengan tanaman ketela
pohon dipupuk dengan pupuk bokhasi, 5 are
untuk bangunan rumah beserta halaman dan 1
are untuk penelitian ternak itik (Lampiran 1).
Hasil penelitian pada tahap pertama, yaitu
pemberian ransum tanpa sekam, starbio dan
daun ketela (perlakuan A) mempunyai berat
akhir 1490 g/ekor (Tabel 3), pemberian ransum
yang mengandung sekam padi disuplementasi
starbio (perlakuan B) tidak berpengaruh
(P>0,05) terhadap berat akhir dibandingkan
dengan itik A, sedangkan perlakuan B yang
ditambahkan dengan daun ketela pohon dapat
meningkatkan berat akhir secara nyata 6,04%
(P<0,05) dibandingkan dengan Perlakuan A.
Adanya daun ketela pohon pada perlakuan
C dapat menyebabkan berat akhir yang besar,
karena adanya ion Mg2+ dalam klorofil daun
dapat
membantu
proses
metabolisme
karbohidrat, sehingga semakin banyak
dihasilkan asam ketoglutarat yang dihasilkan
dan ke reaksi dengan gugus amino membentuk
asam-asam amino sebagai prekusor pembentuk

protein di dalam tubuh (SOEHARSONO, 1984).


Konsumsi ransum pada perlakuan A, B, dan C
semakin meningkat secara nyata (P<0,05),
disebabkan peningkatan konsumsi serat kasar
secara nyata (P<0,05). LUBIS (1992)
menyatakan bahwa kemampuan ternak unggas
untuk mencerna serat kasar terbatas, sehingga
dapat mengurangi penyerapan zat-zat makanan
oleh tubuh ternak, yang berakibat FCR yang
dihasilkan semakin kurang efisien (Tabel 3).
Jagung yang dikonsumsi oleh itik A per
ekor selama 8 minggu adalah 2645,66 g (Tabel
3), sedangkan pada perlakuan B, dan C terjadi
peningkatan konsumsi jagung masing-masing
3013,69 g dan 2996,62 g nyata lebih tinggi
(<0,05) dibandingkan dengan perlakuan
kontrol, seiring dengan peningkatan serat kasar
yang dikonsumsi. Jagung yang dipergunakan
oleh itik diharapkan diperoleh dari hasil
penelitian tahap ke tiga.
Produksi kotoran yang dihasilkan oleh itik
A, B dan C adalah 3656,82 g; 4319, 22 g dan
4189,27 per ekor selama 8 minggu (Tabel 3).
Kotoran itik yang dihasilkan dimanfaatkan
untuk pembuatan pupuk bokhasi pada tahap
penelitian ke dua, sehingga kotoran yang
dihasilkan didaur ulang menjadi pupuk
organik, yang merupakan suatu usaha
meminimisasi limbah dengan mempergunakan
proses yang akrab terhadap lingkungan dan
dapat mengurangi terjadinya polusi, yang
merupakan perwujudan dari pembangunan
berkelanjutan (LIANA, 1997).

Tabel 3. Penampilan pada itik yang diberikan ransum yang mengandung sekam, starbio dan daun ketela
Peubah

Perlakuan
A

Berat awal (g/ekor)

452,60 a

452, 00 a

452,33 a2)

Berat akhir (g/ekor)

1490,00 a

1480,00 a

1580,00 b

Pertumbuhan berat badan (g/ekor)

1037,4 a

1028,00 a

1127,67 b

Konsumsi ransum (g/ekor)

4694,22 a

5347,22 b

5216,94 b

FCR

4,52 a

5,29 b

4,71 c

Konsumsi jagung/ekor

2645,66 a

3013,69 b

2996,62 c

Jumlah kotoran/ekor

3656,82 a

4319,22 b

4189,27 c

Konsumsi serat kasar (g/ekor)

192,46 a

328,85 b

356,77 c

Perlakuan A = Perlakuan kontrol, perlakuan B = ransum mengandung sekam dan starbio, perlakuan C =
perlakuan B dan daun ketela pohon
Nilai dengan huruf yang berbeda dalam baris yang sama berarti berbeda nyata (P<0,05)

252

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Hasil penelitian pada tahap ke dua, yaitu


pemberian larutan Effective Microorganism-4
(EM-4) dalam pembuatan pupuk bokhasi
ternyata pemberian larutan 1 ml EM-4 dalam 5
l air (M2) menghasilkan pupuk bokhasi dengan
kandungan unsur hara (N, P, K) lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan M0 atau M1
(Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh pemberian larutan EM-4
terhadap produksi pupuk bokhasi yang
dihasilkan
Varibel
N Total (%)

Perlakuan
M0

M1

M2

0,010

0,015

0,021

P2O5 tersedia (ppm)

539,21

427,70

453,37

K2O tersedia (ppm)

998,21

838,59

1472,02

Pupuk bokhasi merupakan hasil daripada


enzim-enzim yang terdapat dalam EM-4
(bakteri Lactobacillus sp., Actinonycetes sp.,
fungi, dan bakteri fotosintetik) yang mampu
mengeluarkan enzim untuk proses perombakan
dan fermentasi (HIGA dan WIDIDANA, 1993).
Kemampuan
fermentasi
dari
suatu
mikroorganisme sangat tergantung pada
ekosistem dan kondisi ligkungan (HIGA dan
PARR, 1994). Ekosistem yang berarti adanya
keterkaitan antara bahan yang dirubah dengan
jumlah dan kualitas mikroba yang beraktivitas
dalam
fermentasi,
sedangkan
kondisi
lingkungan yang membuat suasana agar proses
fermentasi berjalan dengan optimal, di

antaranya adalah suhu, pH, kelembaban, kadar


air bahan (SOEDARMO, 1981).
Jika diperhatikan, produksi kotoran yang
dihasilkan oleh itik pada Tabel 3 yang dirubah
menjadi pupuk bokhasi adalah 182,479,65 g
dari 45 ekor itik selama 8 minggu dapat
memenuhi kebutuhan pupuk bokhasi untuk
penelitian tahap ke-tiga, yaitu pengaruh
pemberian pupuk bokhasi terhadap produksi
jagung yang ditumpangsarikan dengan ketela
pohon.
Hasil penelitian pada tahap ke tiga,
diperlihatkan dalam Tabel 5.
Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian
pupuk bokhasi pada tanaman jagung atau yang
dikombinasikan dengan ketela pohon dapat
meningkatkan jerami tanaman jagung (daun
dan batang), produksi biji jagung, daun ketela,
maupun berat umbi ketela pohon.
Jika diperhatikan, kemampuan tanaman
jagung pada penelitian tahap ke tiga pada lahan
seluas 2 are yang ditanam pada lahan
pekarangan sebanyak 73,43 kg/4 are,
sedangkan kebutuhan itik akan jagung per ekor
selama 8 minggu adalah 2,65 kg. Ini berarti
kemampuan tanaman jagung hanya bisa
memenuhi sekitar 25 ekor, dengan ketentuan di
dalam ransum mengandung jagung 56%.
Mengingat kebutuhan biji jagung akan semakin
meningkat, karena tidak hanya untuk pakan
ternak, dan juga untuk keperluan pangan dan
industri semakin meningkat, maka perlu
dilakukan pemanfaatan lahan-lahan yang
kosong atau lahan tidur atau dapat
ditumpangsarikan dengan tanaman palawija
lainnya (YUSTIKA, 1998).

Tabel 5. Pengaruh pemberian pupuk bokhasi terhadap produksi jagung dan ketela pohon
Perlakuan
G1

Jagung
2

Ketela
2

Jerami (g/m )

Biji (g/tongkol)

Daun (g/m )

Umbi (g/m2)

202,3

80,70

G2

219,3

89,30

G3

258,3

111,30

G4

155,5

65,15

71,3

905,0

G5

168,2

70,20

73,8

977,5

G6

171,4

74,10

89,5

1095,0

G1 = tanaman jagung tanpa pupuk dan ketela G 2 = tanaman jagung + M1; 63 = tanaman jagung + M2,
G3 = ketela pohon + G1 ; 64 = G3 + M0 ; 65 = G + M1, G6 = G3 + M2

253

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Tanaman jagung
+
Ketela pohon
Sekam padi

EM-4

Pupuk
Bokhasi

Itik
Dedak padi

Gambar 1. Integrasi beternak itik dengan tanaman pangan yang merupakan pencerminan usaha pertanian
berwawasan lingkungan berkelanjutan

Mengingat umur panen ketela pohon adalah


7 bulan, dan tanaman jagung 105 hari,
sehingga diharapkan dalam satu putaran dapat
menghasilkan dua kali panen tanaman jagung,
asalkan
mempergunakan
prinsip
environmental equity, yaitu memelihara
ekosistem lingkungan secara berkelanjutan
(LIANA, 1997). Gambaran dari hasil penelitian
ini dapat diperhatikan pada Gambar 1.
Menurut IRWAN (1992), suatu persyaratan
integrasi antara organisme dan lingkungan
terjadi hubungan yang erat dan bersifat timbal
balik, dan ada persyaratan dalam mengatur
kehidupan organisme, yaitu: 1) lingkungan itu
harus dapat mencukupi kebutuhan minimun
kehidupan; dan 2) lingkungan itu tidak dapat
mempengaruhi hal yang bertentangan dengan
kehidupan organisme. Hal yang sama juga
tersirat dalam UURI No. 23 Tahun 1997, yaitu
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan hidup adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya, ke dalam proses
pembangunan, untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
Jika diperhatikan pada Gambar 1, terjadi
hubungan yang erat antara tanaman pangan
(ketela + jagung) dengan ternak itik yang
bersifat timbal balik, karena tanaman tersebut
dapat menyediakan daun ketela dan biji jagung
sebagai bahan ransum untuk kebutuhan ternak
itik, sedangkan ternak itu sendiri dapat
menghasilkan
kotoran
sebagai
bahan
pembuatan pupuk bokhasi. Untuk penyediaan
unsur-unsur hara bagi tanaman ketela dan
jagung, sehingga nampak tidak ada bahan yang
terbuang.

254

KESIMPULAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa telah terjadi integrasi beternak itik
dengan tanaman pangan sangat kuat yang
merupakan pencerminan usaha pertanian
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami haturkan kepada
Direktorat Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan nasional atas bantuan dana yang
diberikan
sehingga
penelitian
bisa
terselenggara dan ucapan terima kasih kepada
panitia seminar dan ekspose nasional sistem
integrasi tanaman ternak, sehingga makalah ini
dapat ikut dalam seminar yang bertema:
Sistem
Integrasi
Tanaman-Ternak
Mendukung
Pengembangan
Agribisnis
Peternakan Berdaya Saing.
DAFTAR PUSTAKA
ANON. 1989. Monografi Desa Guwang. Kecamatan
Sukawati Kabupaten Gianyar
BEN OKANA. 1997. Prospektif Baru Makanan
Tradisional. Kompas, 16 Oktober 1997.
HIGA, T. and J.F. PARR. 1994. Beneficial and
Effective Microorganisms for a Sustainable
Agriculture and Environment International
Nature Farming Research Center, Atami,
Japan.
HIGA, T dan I G.N. WIDIDANA. 1993. Effective
Microorganisms-4 (EM-4). Seri Pertanian
Akrab Lingkungan, Jakarta.

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

IRWAN, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan


Organisasi, Ekosistem, Komunitas dan
Lingkungan. Bumi Aksara, Jakarta.

SCOTT, M.L., M.C. NESHEIM and R.I. YOUNG. 1982.


Nutrient of The Chickens. 3rd Edition M.L.
Scott Assoc. Ithaca, new York.

LIANA, B. 1997. Meningkatkan Kinerja Lingkungan


dan Efisiensi Kerja Melalui Penerapan
Produksi
Bersih.
Kepada
Direktorat
Pengembangan Teknis, BAPEDAL, Jakarta.

SOEDARMO, D. 1981. Fermentasi dan Pembusukan.


Departemen Biokimia Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

LUBIS, D.A. 1992. Ilmu Makanan Ternak, PT.


Pembangunan, Jakarta.
MURTIDJO, B.A. 1988. Mengelola Makanan Itik,
Kanisius, Yogyakarta.
NURIYASA, I M., I M. TIRTA ARIANA., I M.
SUNASTRA dan T.G. BELAWA YADNYA. 1998.
Pengaruh Pemberian EM-4 (Effective
Microorganism-4) Terhadap Produksi Berat
Kering dan Daya Cerna Enzim Pankreas Babi
pada Umbi Ketela Pohon. Laporan Penelitian.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana,
Bali.
RONI, I GST. K., NI W. SUKARJI, NI M. CANDRAASIH,
K. dan T.G.B. YADNYA. 2000. Pengaruh
Pemangkasan Daun dan Pemberian Bokasi
EM-4 atau Komos Starbio Terhadap Berat
Segar Daun Pemangkasan, Produksi Berat
Kering, dan Kadar Amilum (Pati) pada Batang
Serta Biji Jagung yang Ditanam Pada Lahan
Pekarangan laporan Penelitian, Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar,
Bali.

SOEHARSONO, M. 1984. Biokimia. Jilid II. Gadjah


Mada University, Press, Yogyakarta.
STEEL, R.G.D. and J. H. TORRIE. 1989. Principles
and Procedures of Statistic 2nd Ed Mc. GrawHill, International Book Co. London.
SUSILA, T.G.O., T.G.B. YADNYA, dan NI M.C.
KESUMAWATI. 1998. Sifat Fisik dan Kimia
Bokashi EM-4. Laporan Penelitian, Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana.
SUKMAWATI, NI MADE. I N T. ARIANA dan T.G.B.
YADNYA. 2000. Pengaruh Pemberian Starbio
Dalam Ransum yang Mengandung Sumber
Serat Berbeda Terhadap Penampilan Pada Itik
Sedang Pertumbuhan. Laporan Penelitian,
Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
YUSTIKA, B.S. 1998. Swasembada Jagung dan
Kacang Kedelai melalui Pemanfaatan Lahan
Tidur. Bali Post, Selasa 17 Maret 1998.

255

Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak

Lampiran 1. Denah Lokasi Penelitian

TPT
KT

TU

TPI

TPT
H

BU

PMR

TPT
KT

KM

WC
TPT
TPI
KT
TU
BU
D
KM
WC
H

256

=
=
=
=
=
=
=
=
=

Tempat Penelitian Tumpang Sari (Ketela + Jagung)


Tempat Penelitian Itik
Kamar Tidur
Tempat Upacara
Balai Upacara
Dapur
Kamar Mandi
Water Closed
Halaman Rumah

Anda mungkin juga menyukai