Anda di halaman 1dari 5

VITAMIN D SEBAGAI PENGOBATAN SUPORTIF TUBERKULOSIS

PARU

Puti Hasana Kasih
Jurusan Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK

PENDAHULUAN
Secara global Indonesia menduduki peringkat ke empat sebagai
penyumbang kasus TB paru terbanyak di dunia (WHO, 2012). Sekitar 300 orang
setiap hari meninggal karena TB paru dan terdapat lebih dari setengah juta pasien
TB kasus baru di Indonesia setiap tahunnya. Dengan berbagai program
pemberantasan TB paru yang dilakukan, dalam kurun waktu 5 tahun hanya dapat
menurunkan angka kesakitan TB paru sebesar 15 per 100.000 penduduk (Depkes
2007).
Walaupun saat ini pengobatan TB paru dipersingkat menjadi 6 bulan
dengan menggunakan fixed dose combination (FDC), namun angka kejadian putus
obat masih sangat tinggi, sehingga kasus MDR meningkat dan membuat
manajemen penanganan TB paru menjadi semakin komplek (Siswanto et al,
2005). Hal ini menunjukkan masih tingginya beban TB paru di Indonesia,
khususnya masalah kesembuhan pasien. Oleh karena itu dibutuhkan
pengembangan terobosan pengobatan yang bisa meningkatkan dan mempercepat
kesembuhan pasien.
Saat ini pemberian vitamin D sebagai pengobatan suportif yang menyertai
pengobatan standar jangka pendek menjadi salah satu pertimbangan dalam
mengatasi masalah pengobatan TB paru. Vitamin D telah digunakan sebagai
pengobatan TB paru sejak era pra antibiotik (Martineau, 2006). Penelitian in vitro
yang dilakukan Liu tahun 2006 menunjukkan hasil bahwa vitamin D berfungsi
sebagai imunomodulator karena mengandung metabolit aktif yaitu 1,25-
dihydroxyvitamin yang membantu makrofag menekan pertumbuhan
Mikrobacterium tuberculosis. Selain itu, metabolit aktif vitamin D juga berperan
dalam menekan IFN-, TNF-, dan meningkatkan IL-4, sehingga dapat menekan
reaksi inflamasi yang berlebihan dan mempercepat kesembuhan pasien TB paru
(Adams et al, 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek vitamin D sebagai terapi
suportif TB paru yang dilihat dari hasil konversi sputum dan hasil radiologi
pasien. Jika terbukti vitamin D dapat mempercepat konversi sputum dan
perbaikan radiologis pasien maka diharapkan pemberian vitamin D beserta
pengobatan standar dapat meningkatka kesembuhan pasien.

METODE
Design penelitian adalah randomized clinical trial dengan double blind. Sample
penelitian adalah semua pasien TB paru yang datang ke rawat jalan dan rawat inap
di Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang. Jumlah sample sebanyak 43
orang yang diambil dengan teknik consecutive sampling. Sample yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi menjadi dua kelompok secara acak.
Kelompok I diberikan pengobatan TB paru standar dengan Vitamin D, dan
kelompok II hanya pengobatan standar. Follw up dilakukan selama 2 bulan untuk
melihat perbedaan konversi sputum dan perbaikan radiologi pada bulan pertama
dan bulan kedua setelah pengobatan standar. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan chi-square (Siswanto dkk, 2009).


HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hubungan Pemberian Vitamin D dengan Konversi Sputum Setelah
Pengobatan OAT Selama Satu Bulan
Status Vit D
Konversi sputum
Total p value
BTA - BTA +
Tanpa vit D 8 (36%) 14 (64%) 22
0,04 Dengan vit D 14 (67%) 7 (33%) 21
Total 22 21 43


Tabel 2. Hubungan Pemberian Vitamin D dengan Konversi Sputum Setelah
Pengobatan OAT Selama Dua Bulan
Status Vit D
Konversi sputum
Total p value
BTA - BTA +
Tanpa vit D 17 (77%) 5 (23%) 22
0,18 Dengan vit D 20 (95%) 1 (5%) 21
Total 37 6 43

Hasil penelitian Siswanto dkk pada tahun 2009 menunjukkan terdapat hubungan
yang bermakna antara pemberian vitamin D dengan konversi sputum pada bulan
pertama setelah pengobatan standar, dengan p value 0,04. Sedangkan pada bulan
kedua setelah pengobatan standar, tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kedua kelompok.


Tabel 3. Hubungan Pemberian Vitamin D dengan Perbaikan Radiologis Setelah
Pengobatan OAT Selama Satu Bulan
Status Vit D
Foto Dada
Total p value
Membaik Tetap
Tanpa vit D 4 (18%) 18 (82%) 22
0,002 Dengan vit D 14 (67%) 7 (33%) 21
Total 18 25 43

Tabel 4. Hubungan Pemberian Vitamin D dengan Perbaikan Radiologis Setelah
Pengobatan OAT Selama Dua Bulan
Status Vit D
Foto Dada
Total p value
Membaik Tetap
Tanpa vit D 10 (45%) 12 (55%) 22
0,06 Dengan vit D 16 (76%) 5 (24%) 21
Total 26 17 43

Untuk gambaran radiologis didapatkan adanya perbedaan signifikan perbaikan
radiologis antara kelompok yang diberikan vitamin D dengan kelompok yang
tidak diberikan vitamin D pada bulan pertama setelah pengobatan standar. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin D
dengan perbaikan radiologis pasien TB paru setelah pengobatan standar dengan p
value 0,002. Sedangkan pada bulan kedua tidak ada perbedaan signifikan diantara
kedua kelompok dengan p value 0,06 (Siswanto dkk, 2006).






KESIMPULAN

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA
Adams J, Liu P, Geffen D. 2007. Vitamin D in Defense of the Human Imunology
Response: Annals of The New York Academy of Science. Skeletal Biology
and Medicine. Vol 1: 1-18.

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi I.
Jakarta.

Liu PT, Stengers, Li H et al. 2006. Toll Like Receptor Triggering of Vitamin D-
Mediated Human Antimicrobial Response. Scienceexpress. Vol 24: 1770-
1773.

Martineau AR, Honecker FU, Wilkinson RJ, Griffiths CJ. 2007. Vitamin D in the
Treatment of Pulmonary Tuberculosis. The Journal of Steroid Biochemistry
and Molecular Biology. Vol 103(5). 793-798.

Siswanto, Sunarmo, Jane Y et al. 2009. Pengobatan Suportif Vitamin D
Mempercepat Konversi Sputum dan Perbaikan Gambaran Radiologis
Penderita Tuberkulosis. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol 25(3): 128-132.

Siswanto, Setijowati N, Zuhriyah L, Abijoso. 2005. Pengembangan Model
Pelayanan Pengobatan Tuberculosis untuk Menurunkan Angka Putus
Berobat Penderita TB di RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang: Studi
Experimental. Jurnal Epidemiologi Indonesia. Vol 7(1): 7-12.





LAMPIRAN (bagi yang memerlukan)

Anda mungkin juga menyukai