Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS KEBIJ AKAN PEMBANGUNAN KAWASAN

AGROPOLITAN DALAM LINGKUP PERENCANAAN


WILAYAH DI KABUPATEN KARO





TESIS





OLEH




DATA MARTINA GINTING
027003010 / PWD-PWK







PROGRAM PASCASARJ ANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2004
Data Martina Ginting : Analisis Kebijakan Pembangunan Kawasan Agropolitan Dalam Lingkup, 2004
USU Repository 2007
Ringkasan

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAWASAN AGROPOLITAN DALAM LINGKUP
PERENCANAAN WILAYAH DI KABUPATEN KARO

Ketimpangan pembangunan antara desa sebagai sentra pertanian dengan kota sebagai
pusat industri telah mendorong terjadinva aliran sumber daya dari wilayah perdesaan ke
kawasan perkotaan secara ti dak sei mbang. Untuk i tu menari k di cermati
kebi j akan pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Karo khususnya sebagai
salah satu Kabupaten dalam Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan
Sumatera Utara (KADTBB SU) yang pada awalnya diniati untuk mengurangi disparitas
antar wilayah.
Penel i ti an i ni menggunakan pendekatan kual i tatif dengan melibatkan key
infarman antara lain kalangan petani, pengusaha, aparat pemerintah daerah yang
ditentukan secara purposive sampling. Pengumpul an data di l akukan dengan
mel akukan pengamatan berperan-serta, focus group discussion (FGD), dan studi dokumen.
Mel al ui penel i ti an i ni dapat di ungkapkan bahwa : format kebi j akan dal am
arti subst ansi dan proses kebi j akan mengenai pengembangan kawasan agropolitan
yang tengah berlangsung di Kabupaten Karo belum sepenuhnya terintegrasi dan utuh.
Artinya, dari segi substansi (isi, ruang lingkup, bobot materi) kebijakan masih perlu
dilakukan penyempurnaan agar semakin sesuai dengan rencana induk yang tertuang dalam
Pedoman Umum, Panduan Operasional maupun Master Plan Kawasan Agropolitan
Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara (KADTBB SU) dan tetap dalam koridor
percepatan pencapaian visi dan misi Kabupaten Karo sebagaimana tertuang dalam
dokumen PROPEDA dan RENSTRA. Selanjutnya dari segi proses kebijakan maka agenda
penyusunan kebijakan mulai dari perumusan, pelaksanaan, evaluasi kebijakan belum
sepenuhnya mencermi nkan keterl i batan para stakeholders kunci . Sehi ngga
kecenderungan nuansa top dawn lebih dominan daripada bottom up. Di sisi lain, lemahnya
transparansi juga menghambat terbentuknya sebuah kebijakan publik yang komprehensif
dan acceptable.
Operasionalisasi konsep kebijakan pengembangan kawasan agropolitan tersebut
dalam arti dipahami (dipersepsikan) oleh masyarakat umumnya atau masyarakat tani
khususnya masih perlu terus dikembangkan karena secara empirik konsep tersebut
masih sangat asing bagi masyarakat sehingga kebijakan tersebut ditanggapi secara biasa-
biasa saja. Melalui penelitian ini terungkap pula beberapa faktor bersifat mendorong maupun
yang menghambat keberhasilan kebijakan pengembangan kawasan agropolitan meliputi :
lemahnya kelembagaan petani, minimnya keterlibatan stakeholder baik dari pihak
pemerintah maupun swasta, keterbatasan dana, dan belum dipahaminya secara jelas, baik
pengertian konsep, model dan












Data Martina Ginting : Analisis Kebijakan Pembangunan Kawasan Agropolitan Dalam Lingkup, 2004
USU Repository 2007
kebijakan operasional pengembangan kawasan agropolitan secara komprehensi f pada
semua ti ngkatan (Pusat, Provi nsi , Kabupaten/Kota, serta kawasan).
Sedangkan faktor eksternal mel i puti : l esunya perekonomi an nasi onal maupun
regi onal , kebijakan liberalisasi perdagangan masih bias kota, dan tata ekonomi global
yang masih memberi keistimewaan bagi negara-negara maju sehingga negara berkembang
mengalami stagnasi.
Untuk itu, direkomendasikan agar Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provi nsi Sumatera
Utara maupun stakehol ders l ai nnya agar melakukan beberapa langkah terkait dengan
hasil penelitian ini, antara lain sebagai berikut :
Pembuatan model sintesis pada tataran kebijakan agar perencanaan strategi s daerah
K abupaten K aro menj adi payung bagi pengembangan kawasan dal am arti
perencanaan tata ruang. Altematif lain, perencanaan tata ruang termasuk di
dalamnya pengembangan kawasan agropolitan disusun secara kohesif dan
terintegrasi dengan rencana pengembangan wilayah melalui rencana i nduk
yang komprehensi f sehi ngga kedua j eni s perencanaan tersebut saling mendukung
bukan saling meniadakan.
Meningkatkan keterlibatan stakeholders dalam setiap tahapan perumusan
kebijakan, implementasi, evaluasi dan memperoleh manfaat dari kebijakan
pembangunan khususnya pengembangan kawasan. Melalui proses dialogis yang
intensif inilah maka dapat terbentuk visi bersama (share vision) akan pentingnya
pergeseran model pengembangan kawasan salah satunya mel alui model
pengembangan kawasan agropolitan.
Secara terus menerus melakukan analisis faktor-faktor penentu keberhasilan
(dterminant factors) agar perkembangan mutakhir, tingkat perkembangan program
senantiasa dapat dikenali dan kendala-kendala yang timbul dapat segera diantisipasi.
Penyiapan segala piranti baik sarana dan prasarana perlu segera dilakukan agar
secara objektif kawasan agropolis yang hendak dibangun memenuhi persyaratan
dan prakondisi dasar sebagai sebuah kawasan agropolitan.
Melakukan penelitian lanjutan khususnya pengembangan model-model alternatif
pengembangan kawasan, freasibility study terhadap lokasi, infrastruktur yang ada dan
yang tidak kalah pentingnya penentuan pri ori tas pengembangan yang cermat
agar ti dak menimbulkan inefisiensi modal, waktu, maupun ongkos sosial (social
cost) yang harus ditanggung.

Data Martina Ginting : Analisis Kebijakan Pembangunan Kawasan Agropolitan Dalam Lingkup, 2004
USU Repository 2007

Anda mungkin juga menyukai