BAB I
PENDAHULUAN
I.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Lapisan terluar yang keras pada bola mata adalah tunika fibrosa. Bagian
posterior tunika fibrosa adalah sklera opaque yang berisi jaringan ikat
fibrosa putih.
a. Sklera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat
perlektan untuk otot ekstrinsik
b. Kornea adalah perpanjangan anterior yang transparan pada sklera di
bagian depan mata. Bagian ini mentransmisi cahaya dan
memfokuskan berkas cahaya
2. Lapisan tengah bola mata disebut tunika vaskular (uvea), dan tersusun
dari koroid, badan siliaris, dan iris.
diproduksi
prosessus
siliaris
untuk
mencukupi
terhambat,
tekanan
akan
meningkat
dan
b. Rongga posterior terletak di antara lensa dan retina dan berisi vitreus
humor,
semacam
gel
transparan
yang
juga
berperar.
ini
adalah
lapisan
tunggal
sel
epitel
kuboidal
10
11
akson berhubungan
dengan
kolikuli
superior,
refraktif dayanya.
a.Korneabertanggung jawab untuk sekltar 70% daya refraktif dan
merupakan alat "penyesualan kasar" pada mata.
b. Lensaberperan dalam sebagian besar aktivitas refraksi yang tersisa
dan merupakan alat "penyesuaian halus" pada mata.
c. Cairan aquosus dan vitreus bertanggung jawab untuk refraksi
minimal.
2. Akomodasiadalah proses penyesuaian otomatis pada lensa untuk
memfokuskan objek secara jelas pada jarak yang beragam.
a. Lensa konveks(tebal di tengah dan tipis di perifer) mengumpulkan
berkas sinar lensa konkaf(tipis di tengah dan tebal di perifer)
membiaskan berkas sinar.
b. Lensa konveks (lebih bundar), fokusnya pada objek yang dekat lensa
konkaf (mendatar), fokusnya pada objek berjarak jauh.
c. Pada emetropia.atau akomodasi normal, kontraksi otot siliaris
mengurangi tarikan ligamen suspensorik pada lensa, yang kemudian
menonjol ke luar sehingga semakin konveks, atau membulat, untuk
12
penglihatan
dekat.
Relaksasi otot
siliarismemperkuat tarikan
fungsi
endotel.
Kerusakan
pada
epitel
biasanya
hanya
menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang
dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata
prakornea menyebabkan film air mata menjadi hipertonik proses tersebut dan
penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea
13
superfisial
untuk
mempertahankan
keadaan
dehidrasi.Macam-macam
penyakit mata dengan keluhan mata terlihat putih keruh diantaranya :Katarak,
ulkus kornea, keratitis kornea, glaukoma, uveitis. (Eva, 2009)
II.3 Pendekatan klinis terhadap keluhan mata terlihat putih keruh
1)Katarak
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut
atau bahan lensa didalam kapsul lensa. Kekeruhan ini akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada saat perkembangan
serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensaberhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
a. Katarak perkembangan (developmental) dan degeneratif
b. Katarak kongenital, juvenil, dans senil
c. Katarak komplikata
d. Katarak traumatik
14
15
A. Pendekatan klinis :
Anamnesis :
a. Tajam penglihatan berkurang
b. Penglihatan berkabut atau seperti melihat asap
c. Pada malam hari jika melihat cahaya terang dapat terlihat adanya
halo atau warna pelangi
Pemeriksaan fisik mata :
a. Pupil terlihat gambaran kekeruhan lensa
b. Warna pupil dapat berwarna kuning atau coklat
c. Terasa silau jika melihat sinar yang sangat terang
16
B. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan kecuali bila terdapat
dugaan penyakit sistemik yang harus dieksklusi atau katarak telah
terjadi sejak usia muda. (James, 2006)
Penyebab
Pseudomonas Strepetococ
Virus
Jamur
Alergi
Pneumonia
Bentuk
Tergaung
Warna
Sentral
Sentral
Sentral
Sentral
Sentral
Kuning
Hijau/kuning
Abses
Satelit
Infiltrat
infiltrat
Hipopion
Bentuk
Sensibilitas
Perforasi
-/+
Nanah
Nanah
Tenang
Abses
Difus
<<
>>
Mudah
Mudah
Jarang
Mudah
Negatif
17
B. Pemeriksaan penunjang :
a. Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan
kornea. Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea.
(warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea,
sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
b. Pewarnaan gram dan KOH
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh
jamur.
c. Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif
pada beberapa kasus. (Ilyas, 2005)
18
3).
Keratitis
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang
pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat
terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan
menurun. Mata akan merah yang terjadi akibat injeksi pembuluh darah
perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis selain disebabkan oleh
infeksi dapat juga diakibatkan beberapa faktor lainnya seperti mata yang
kering, keracunan obat, alergi ataupun konjungtivitis kronis.
19
A. Pendekatan klinis
Anamnesis :
a) Nyeri mata
b) Gangguan penglihatan
Pemeriksaan fisik :
a) Sekret purulen
b) Injeksi siliar
c) Kadang hipopion (suatu massa sel darah putih yang terkumpul di
bilik mata anterior)
d) Opasitas kornea berwarna putih yang sering dapat dilihat dengan
mata telanjang
20
B. Pemeriksaan penunjang :
a. Keratitis Bakterial
Ini merupakan keratitis akibat infeksi staphylococ. Berbentuk
seperti keratitis pungtata, terutama di bagian bawah kornea.
Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus
kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril
kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud,
kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.
b) Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada
perbaikan secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila
ditemukan infiltrat dalam di stroma.
Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil
menunggu hasil kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial
antibiotik yang dapat diberikan:
21
b. Keratitis Fungi
a) Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan
kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan
tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan
KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.
b) Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff
atau Methenamine Silver.
Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
a) Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
b) Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,
Miconazole,
flukonazol,
itraconazole,
econazole,
dan
clotrimazole.
c. Keratitis Virus
a) Pemeriksaan Penunjang
Usapan
epitel
dengan
Giemsa
multinuklear
noda
dapat
22
23
A. Pendekatan diagnosa
Anamnesis :
Gejala glaukoma tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan intraokular. Glaukoma sudut terbuka kronis dikaitkan dengan peningkatan
perlahan tekanan dan ketiadaan gejala kecuali pasien kemudian menjadi
sadar akan adanya defisit penglihatan berat. Banyak pasien terdiagnosis
saat tanda glaukoma terdeteksi oleh ahli optometri.
a. Apakah keluarga ada yang menderita glaukoma ?
b. Penglihatan lama-lama menjadi kabur
Pemeriksaan
fisik
:Penilaian
dugaan
glaukoma
memerlukan
24
25
B. Pemeriksaan penunjang :
a. Flouresence Angiografi
FA merupakan pencitraan yang penting dalam mengevaluasi
penyakit korioretinal dan komplikasi intraokular dari uveitis
posterior. FA sangat berguna baik untuk intraokular maupun untuk
pemantauan hasil terapi pada pasien. Pada FA, yang dapat dinilai
adalah edema intraokular, vaskulitis retina, neovaskularisasi
sekunder pada koroid atau retina, N. optikus dan radang pada koroid.
b. USG
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan keopakan vitreus, penebalan
retina dan pelepasan retina.
c. Biopsi Korioretinal
Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis belum dapat ditegakkan
dari gejala dan pemeriksaan laboratorium lainnya. Pemeriksaan
laboratorium mendalam umumnya apalagi kalau jenisnya non
26
27
perubahan
morfologi
yang akan
terlihat
pada
jumlahnya.
b. Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan
terlihat diantara fiber.
c. Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissureI, ini berisi suatu
zona cairan diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber
kortikal).
d. Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opaksitas radier
dari lensa peripheral seperti jari-jari roda. Posterior subcapsular
katarak (PSCs), merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang
lensa.
Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi
cahaya terang, serta pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada
pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma. (Ilyas, 2005)
2. Ulkus atau tukak kornea
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
28
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.
Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang
hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan
tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak
vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru
kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus
dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi
dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak
berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak
licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit
dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanya gesekan palpebra
(terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.
Kontraksi
bersifat
progresif, regresi
iris,
29
3. Keratitis
Inflamasi Kornea dan Kerusakan Jaringan
Berbagai mediator dan sel radang dapat dipicu oleh invasi bakteri
dan menimbulkaninflamasi yang mengakibatkan destruksi jaringan.
Mediator inflamasi yang terlarut meliputi sistem pembentuk kinin, sistem
pembekuan dan fibrinolitik, imunoglobulin,komponen komplemen, amino
vasoaktif, eikosanoid, neuropeptida, dan sitokin. Kaskade komplemen
dapat dipicu untuk membunuh bakteri namun kemotaksin yang
complement dependent dapat mengawali inflamasi fokal.
Produksi sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF)-alpha and
interleukin-1 akanmengakibatkan adhesi dan ekstravasasi neutrofil di
pembuluh darah limbus. Proses ini dimediasi oleh glikoprotein adhesi sel
seperti integrin dan selektin dan anggota superfamily imunoglobulin
seperti intercellular adhesion molecules (ICAMs) pada selendotel vaskular
dan leukosit.
Dilatasi vaskular konjungtival dan limbal berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas yang akan menimbulkan eksudat radang di
dalam lapisan air mata dan kornea perifer.Neutrofil polimorfonuklir
(PMNs) dapat memasuki kornea yang cedera melalui lapisanair mata pada
defek epitel, namun umumnya PMN melewati limbus.
Perekrutansel radang akut akan terjadi beberapa jam setelah
terjadinya inokulasi bakteri. Dengan terjadinya akumulasi neutrofil pada
lokasi infeksi, semakin banyak sitokin dankomponen komplemen yang
dihasilkan untuk menarik lebih banyak leukosit. Makrofagakan berpindah
ke
kornea
untuk
memusnahkan
bakteri
dan
neutrofil
yang
30
4. Glaukoma
A. Glaukoma sudut terbuka primer
Lensa kontak khusus (lensa gonioskopi) yang diletakkan pada
kornea memungkinkan untuk melihat sudut irodokornea dengan slit
lamp. Pada glaukoma sudut terbuka, struktur jalinan trabekula terlihat
normal namun terjadi peningkatan resistensi aliran keluar akueous yang
menyebabkan peningkatan tekanan okular. Penyebab obstruksi aliran
keluar antara lain:
a. penebalan lamela trabekula yang mengurangi ukuran pori
b. berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas
c. peningkatan bahan ekstraselular pada jalinan trabekula
Suatu bentuk glaukoma juga terjadi di mana terjadi kehilangan
lapang pandang glaukomatosa dan cupping lempeng optik meski
tekanan intraokular tidak meningkat (glaukoma tekanan normal atau
rendah). Diduga papil saraf optik pada pasien ini secara tidak biasa
rentan terhadap tekanan intraokular dan/atau memiliki aliran darah
intrinsik
pupil,
resistensi
ini
meningkat
dan
gradien
tekanan
31
32
bermakna tekanan vena orbita. Selain itu mekanisme ini juga diduga
merupakan penyebab peningkatan tekanan intraokular pada pasien
dengan sindrom Sturge-Weber. Penyebab glaukoma kongenital masih
belum jelas. Sudut iridokornea dapat berkembang secara abnormal dan
tertutup membran.
D. Glaukoma sudut terbuka kronis
Pada glaukoma sudut terbuka terjadi perubahan di dalam jaringan
mata akibat tekanan yang tinggi merusak serabut penglihat halus dalam
mata yang berguna untuk penglihatan. Sering glaukoma ini tidak
memberikan gejala. Biasanya penderita tidak menyadari menderita
glaukoma sudut terbuka karena pada permulaannya tidak memberikan
keluhan. Pada akhir dari penyakitnya biasanya baru disadari pasien
yang mengeluh pada dokternya bahwa peng-lihatannya mulai kabur.
Biasanya glaukoma sudut terbuka mulai timbul keluhan pada usia 40
tahun, walaupun bisa saja terjadi pada usia berapa saja. Penglihatan
biasanya baik dan tidak terdapat rasa sakit pada mata. Akan tetapi bila
proses berjalan lanjut
menurun. Benda yang terletak di bagian sentral masih terlihat jelas akan
tetapi yang terletak di perifer tidak terlihat sama sekali. Pada keadaan
ini lapang penglihatan secara perlahan-lahan menyempit. Bila keadaan
ini berlanjut penglihatan akan terus berkurang sehingga dapat menjadi
buta sama sekali.
Tekanan bola mata biasanya lebih dari 25 dan terus-menerus
merusak saraf optik sehingga disebut sebagai maling penglihatan.
Glaukoma sudut terbuka tidak memberikan keluhan dengan tekanan
bola mata yang tinggi perlahan-lahan merusak serabut saraf optik,
walaupun tekanan bola mata sudah teratasi penglihatan yang telah
hilang tidak dapat diperbaiki lagi.
Pada pemeriksaan gonioskopi pemeriksaan sudut bilik mata
dengan goniolens dapat dilihat sudut bilik mata depan tempat
mengalirnya cairan mata keluar terbuka lebar. Bila sudut ini terbuka
lebar sedangkan tekanan bola mata tinggi maka dapat diduga
33
primer
sudut
terbuka
atau
sekunder. Gambaran
5. Uveitis
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik
biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh
34
35
36
a. Ketajaman penglihatan
b. Tes refraksi
c. Tes air mata
d. Pemeriksaan slit-lamp
e. Keratometri (pengukuran kornea)
f. Respon reflek pupil
g. Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
3. Keratitis
A. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus
kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril
kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud,
kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.
b. Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan
secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila ditemukan
infiltrat dalam di stroma.
37
4. Glaukoma
Pemeriksaan penunjang :
a. Tonometer Schiotz
b. Tonometer nonkontak
c. Tonometer aplanasi
d. Oftalmoskop
e. Perimetri
f. Pemeriksaan gonioskopi (Ilyas, 2007)
5. Uveitis
Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan kaitan sistemik dan
sebagian diarahkan oleh jenis uveitis yang terjadi. Uveitis anterior
kemungkinan besar dikaitkan dengan spondilitis ankilosa dan penentuan
HLA dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis. Adanya KP (keratitis
prespitat) yang besar dan kemungkinan nodul pada iris dapat menandakan
sarkoidis pemeriksaan rontgen toraks, kalsium serum dan kadar
angiotensin converting enzyme dalam serum tepat dilakukan. Pada
retinokoroiditis toksoplasmik, fokus inflamasi.(James, 2006)
II.6Penatalaksanaan secara komprehensif
1. Katarak
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi
jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada
obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose
reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan
katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti
termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen
glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi
lensa. Lebih dari bertahun tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah
berkembang
dari
metode
yang
kuno
hingga
tehnik
hari
ini
38
Penyulit
yang
dapat
terjadi
pada
pembedahan
ini
39
3) Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi
(phaco)
maksudnya
membongkar
dan
yang
2. Ulkus kornea
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat
40
tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik
dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
1) Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya.
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang.
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih.
d. Berikan analgetik jika nyeri.
2) Penatalaksanaan medis
A. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus
diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung
vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus
yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc
susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik.
Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan sampai
melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
B. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaikbaiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik.
Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
41
42
kuman
penyebabnya.
Perban
memang
larutan
murni
trikloralasetat.
Panas
(heat
43
3. Keratitis kornea
Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi
virus di dalam kornea, sambil mengurangi efek-merusak respons radang.
a. Debridement
Cara efektif untuk mengobati keratitis dendritik adalah dengan
debridement epitel karena virus berlokasi di dalam epitel dan
debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma
kornea.
Epitelsehat
melekat
erat
pada
kornea,
tetapi
epitel
menimbulkan
keratitis
kimiawi.Obat
sikloplegik,
seperti
44
kulityang
agresif
(eczema
herpeticum).
Dosis
untuk
penyakitaktif adalah 400 mg lima kali per hari pada pasien yangtidak
luluh imun (nonimmunocompromised) dan 800 mg limakali per hari
pada pasien atopik atau imun lemah. Dosisprofilaksis penyakit rekurens
adalah 400 mg dua kali perhari. Dapat juga digunakan Famciclovir atau
valacyclovir.
Replikasi virus pada pasien imunokompeten, khususnya bila
terbatas di epitel kornea, biasanya sembuh sendiri dan pembentukan
parutnya minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal
tidak diperlukan, bah-kan berpotensi sangat merusak. Sayangnya,
kekhawatiran akan terjadinya parut permanen akibat peradangan
kornea, terutama bila terdapat penyakit stromal, sering memicu
penggunaan kortikosteroid topikal ini didasarkan pada anggapan yang
keliru bahwa mengurangi peradangan akan mengurangi beratnya
penyakit. Sekalipun respons peradangan itu diduga timbul semata-mata
karena proses imunologis, seperti pada keratitis disiformis, penggunaan
kortikosteroid topikal sebaiknya dihindari pada kelainan yang
kemungkinan akan sembuh sendiri.
Sekali dipakai kortikosteroid topikal, umumnya pasien terpaksa
hasus memakai obat itu untuk mengendalikan episode keratitis
berikutnya, dengan kemungkinan terjadi replikasi virus yang tidak
45
kortikosteroid
topikal
karena
hebatnya
respons
penetrans
mungkin
diindikasikan
untuk
Pascabedah,
infeksi
herpes
rekurens
dapat
timbul
keuntungan
dibanding
keratoplasti
penetrans
karena
46
47
48
ini
dapat
ditolong
dengan
tindakan
bedah
yang
49
d. Hilangnya penglihatan.
G. Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan
memberi anestesi lokal dan kadang-kadang sedikit obat tidur. Dengan
memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera sehingga
terbentuk satu lubang. Melalui celah sklera yang dibentuk cairan mata
akan keluar sehingga tekanan bola mata berkurang, yang kemudian
diserap di bawah konjungtiva. Pasca bedah pasien harus memakai
penutup mata dan mata yang dibedah tidak boleh kena air. Untuk
sementara pasien pascabedah glaukoma dilarang bekerja berat.
H. Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi
(pengeluaran) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata
sehingga tekanan bola mata naik.
Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini cairan
mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat
atau salurannya diperluas. Bedah trabekulektomi membuat katup sklera
sehingga cairan mata keluar dan masuk di bawah konjungtiva. Untuk
mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau
mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan
bola mata sangat menurun.
Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit.
Setelah pembedahan perlu diamati pada 4-6 minggu pertama. Untuk
melihat keadaan tekanan mata setelah pembedahan. Biasanya
pengobatan akan dikurangi secara perlahan-lahan.
I. Bedah filtrasi dengan implan
Pada saat ini dikenal juga operasi dengan menanam bahan
penolong pengaliran (implant surgery). Pada keadaan tertentu adalah
tidak mungkin untuk membuat filtrasi secara umum sehingga perlu
50
ahli
berusaha
membuat
alat
yang
dapat
tekanan
maksimum,
minimum
optimal,
seperti
hidrostat
d. Tahan terhadap kemungkinan penutupan
e. Minimal terjadinya hipotensi
f. Desain yang menghindarkan migrasi dan infeksi
g. Bersifat atraumatik.
J. Bedah glaukoma disertai katarak (bedah gabungan)
Glaukoma umumnya terdapat pada usia lanjut di mana lensa mata
juga telah mulai keruh (katarak). Penglihatan yang kabur akibat katarak
pengobatannya adalah dengan pembedahan sedangkan glaukoma juga
dapat diatasi tekanan bola matanya yang tinggi dengan pembedahan.
Pada keadaan ini maka pembedahan akan memberikan hasil yang
bermanfaat untuk keduanya.
J. Siklodestruksi
Telah dibicarakan upaya mengalirkan cairan bola mata yang
berlebihan dengan melakukan tindakan bedah filtrasi. Tindakan lain
adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar yang
masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini
dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam bola
mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar
sehingga pembentukan cairan mata berkurang. Tindakan ini jarang
dilakukan karena biasanya tindakan bedah utama adalah bedah filtrasi.
(Ilyas, 2007)
5. Uveitis
51
terjaga,
biasanya
mampu
mengontrol
peradangan
anterior.
Prednisolone acetate adalah suatu suspensi dan harus dikocok selama 3040 menit sebelum tiap-tiap penggunaan. Homatropin 2-5%, dua sampai
empat kali sehari, membantu mencegah terbentuknya sinekia dan
meredakan rasa tidak nyaman akibat spasme siliaris.
Peradangan noninfeksi intermediet, posterior, dan difus berespons
baik terhadap penyuntikan triamcinolone acetonide sub-Tenon, biasanya 1
mL (40 mg), pada daerah superotemporal. Triamcinolone acetonide
intraokular, 0,1 mL (4 mg), atau prednisone oral, 0,5-1,5 mg/kg/hari juga
efektif. Corticosteroid-sparing agent seperti methotrexate, azathioprine,
mycophenolate mofetil, cylcosporine, tacrolimus, cyclophosphamide, atau
chlorambucil sering diperlukan pada peradangan noninfeksi bentuk berat
atau kronik, terutama bila ditemukan adanya keterlibatan sistemik. (James,
2006)
II.7 Farmakodinamik terapi medikamentosa
1. Katarak
Anestetik lokal untuk suntikan
Lidocaine, procaine, dan mepivacaine adalah anestetik lokal yang
umum dipakai untuk operasi mata. Obat yang bekerja lebih lama seperti
bupivacaine dan etidocaine sering dicampur dengan anestetik lokal lain
untuk memperpanjang efeknya. Anestetik lokal sangat aman bila dipakai
dengan hati-hati, tetapi dokter harus sadar akan potensi toksik sistemik bila
terjadi penyerapan cepat dari tempat suntikan, pada kelebihan dosis, atau
penyuntikkan intravena yang tidak disengaja.
52
53
mengganggu
sintesis
DNA
virus.
Metabolit
utama
adalah
Vidarabine
dapat
menyebabkan
toksisitas
selular dan
54
Terapi awal pada peradangan mata berat berupa penetesan setiap 1 atau
2 jam sewaktu pasien terjaga. Bila respons tampak baik, dosisnya
diturunkan secara bertahap dan dihentikan sesegera mungkin.
Perhatian: Efek samping terapi steroid lokal adalah eksaserbasi
keratitis herpes simpleks, keratitis jamur, pembentukan katarak (tidak
umum), dan glaukoma sudut-terbuka (sering). Efek-efek ini lebih
ringan pada terapi steroid sistemik. Setiap pasien yang menerima terapi
kortikosteroid okular lokal atau terapi kortikosteroid sistemik
jangkapanjang harus dalam pengawasan seorang ahli oftalmologi.
Berikut ini disajikan sebagian daftar kortikosteroid topikal untuk
dipakai dalam oftalmologi:
Salep hidrokortison 0,5%, 0,12%, 0,125%, dan 1%.
Suspensi prednisolon asetat 0,125% dan 1 %.
Larutan prednisolon natrium fosfat 0,125% dan 1 %.
Suspensi deksametason natrium fosfat 0,1%; salep 0,05%.
Suspensi medrysone 1 %.
Suspensi fluorometolon 0,1 % dan 0,25%; salep 0,1 %
Suspensi rimexalone 1 %. (Eva, 2009)
3. Glaukoma
Obat-obat yang dipakai dalam pengobatan glaukoma
Konsentrasi yang dipakai dan frekuensi penetesan hendaknya
bersifat individual berdasarkan hasil pengukuran tonometri. Gunakan dosis
terkecil yang efektif untuk mengendalikan tekanan intraokular dan
mencegah kerusakan pada nervus opticus.
Semua parasimpatomimetik menurunkan tekanan intraokular dengan
meningkatkan pengaliran keluar aqueous humor melalui anyaman
trabekula.
1) Obat Kolineigik (Parasimpatomimetik) Kerja Langsung
a. Pilocarpine Hydrochloride & Nitrate
Sediaan: Larutan, 0,25%, 0,5-6%, 8%, dan 10%, gel 4 %. Juga ada
dalam bentuk lepas berkala (Ocusert).
55
Dosis: 1 tetes sampai enam kali sehari; kira-kira sepanjang 1/2 inci
gel dimasukkan dalam cul-de-sac konjungtiva inferior sebelum tidur.
Catatan: Pilocarpine diperkenalkan tahun 1876 dan masih sering
dipakai sebagai obat antiglaukoma.
b. Carbachol, Topikal
Sediaan: Larutan, 0,75%, 1,5%, 2,25%, dan 3%.
Dosis: 1 tetes pada setiap mata, tiga atau empat kal sehari.
Catatan: Carbachol kurang diabsorpsi melalui kornea dan umumnya
dipakai jika pilocarpine tidal efektif. Lama kerjanya 4-6 jam. Jika
benzalkoniun chloride digunakan sebagai vehiculum, daya serap
carbachol sangat meningkat. Farmakodinamik carbachol juga
meliputi kerja tak langsung.
2) Obat Antikolinesterase (Kerja Tak Langsung)
a. Physostigmine Salicylate & Sulfate (Eserine)
Sediaan: Larutan, 0,25% dan salep 0,25%.
Dosis: 1 tetes tiga atau empat kali sehari atau salep sepanjang 1/4
inci satu atau dua kali sehari.
Catatan: Tingginya insidens reaksi alergi membatasi penggunaan
obat antiglaukoma yang lama dan jarang digunakan ini. Obat ini
dapat dikombinasikan dalam larutan yang sama dengan pilocarpine.
Obat-obat parasimpatomimetik berikut ini poten dan bekerja
lama, serta digunakan bila obat-obat antiglaukoma lain tidak dapat
mengendalikan tekanan intraokular. Saat ini mereka kurang dipakai
dibanding dulu. Miosis yang dihasilkan sangat kuat spasme siliaris
dan miopia sering terjadi. Iritasi lokal sering ditemukan dan
phospholine iodide diduga bersifat kataraktogenik pada beberapa
pasien.
Dapat
terjadi
blokade
pupil.
Dengan
semakin
56
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari atau lebih jarang lagi,
tergantung responsnya.
Catatan: Echothiophate iodide adalah obat yang bekerja lama serupa
dengan isoflurophate, yang mempunyai keuntungan karena larut air
dan kurang menimbulkan iritasi lokal. Toksisitas sistemik dapat
timbul dalam bentuk stimulasi kolinergik, antara lain banyak liur,
mual, muntah, dan diare. Efek samping pada mata adalah
pembentukan katarak, spasme akomodasi, dan pembentukan kista
iris.
c. Pemecarium Bromide (Humorsol)
Sediaan: Larutan, 0,125% dan 0,25%. Dosis: 1 tetes satu atau dua
kali sehari. Catatan: Mungkin terjadi toksisitas sistemik yang serupa
dengan echothiophate iodide.
3) Obat Adrenergik (Simpatomimetik); Nonspesifik
Pada pengobatan glaukoma, epinephrine mempunyai keuntungan
berupa durasi kerja yang lama (12-72 jam) dan tidak menimbulkan
miosis. Ini terutama penting bagipasien dengan katarak insipiens (efek
pada penglihatan tidak menonjol). Sedikitnya 25% pasien menunjukkan
alergi lokal yang lain mengeluh sakit kepala dan palpitasi jantung.
Epinephrine menimbulkan efek pada tempat-tempat yang memiliki
reseptor alfa maupun beta.
Epinephrine terutama bekerja dengan meningkatkan pengeluaran
aqueous humor. Namun, obat ini juga mampu mengurangi produksi
aqueous humor pada pemakaian yang lama.
Beberapa sediaan yang dapat digunakan pada glaukoma sudut
terbuka disampaikan setelah ini. Dosis semuanya sama, yakni, 1 tetes
dua kali sehari. Dipivefrin, bentuk epinephrine yang teresterifikasi,
cepat dihidrolisis menjadi epinephrine. Farmakodinamiknya sama
dengan farmakodinamik epinephrine.
Epinephrine borate (Eppy/N) 0,5%, 1 %, dan 2%.
Epinephrine hydrochloride (Epifrin, Glaucon) 0,25%, 0,5%, 1%,
dan 2%. Dipivefrin hydrochloride (Propine) 0,1 %.
57
58
kali digunakan sebagai obat pengganti pada pasien yang tidak tahan
obat penyekat beta.
Toksisitas:
Mulut
kering,
rasa
menyengat,
dan
kemerahan
anhidrase
karbonat
pada
corpus
ciliare
59
60
61
62
Dosis: Pada keratitis epitel herpetik, pakai empat kali sehari, selama 710 hari.
Catatan: Vidarabine efektif terhadap virus herpes simplex, tetapi tidak
terhadap virus DNA atau RNA lainnya. Obat ini efektif untuk beberapa
pasien
mengganggu
sintesis
DNA
virus.
Metabolit
utama
adalah
Vidarabine
dapat
menyebabkan
toksisitas
selular dan
dan
cytomegalovirus.
Awalnya
obat
ini
63
Organisme
Terapi awal
Terapi alternatif
Moxifloxacin,
Ciprofloxacin,
gatifloxacin, atau
levofloxacin, ofloxacin,
tobramycin dan
gentamicin, ceftadizime,
cefazolin
atau vancomycin
Kokus gram-positif:
Moxifloxacin,
Levofloxacin, ofloxacin,
bentuk-lancet dengan
gatifloxacin, atau
penicillin G,
kapsul = 5 pneumoniae
cefazolin
vancomycin, atau
ceftaxidime
Kokus gram-positif:
Vancomycin
methacillin-resistant S
aureus (MRSA)
Batang gram-positif:
Amikacine,
moxifloxacin,
bervariasi
atau
Mycobacterium
gatifloxacin
Fluoroquinolone lain
fortuiturn, spesies
Nocardia, spesies
Actinomyces.
Organisme gram-positif
Cefazolin,
Fluoroquinolone lain,
moxifloxacin,
penicillin G,
atau
vancomycin, atau
gatifloxacin
ceftazidime
Ceftriaxone3
Kokus gram-negatif3
vancomycin
Batang grarn-
Moxifioxacin,
Fluoroquinolone lain,
negatif: kurus =
gatifloxacin,
polymixin B, atau
Pseudomonas
ciprofloxacin,
carbenicillin
tobramycin, atau
gentamicin
Batang gram-negatif:
Moxifloxacin,
Tobramycin atau
64
gatifloxacin, atau
gentamicin dan
persegi = Moraxella
ciprofioxacin
cefazolin, atau
penicillin G
Moxifloxacin,
Ceftazidime,
gatifloxacin, atau
gentamicin, atau
tobramycin
carbenicilSin
Natamycin atau
Amphotericin B,'nystatin,
voriconazole
miconazole. atau
flucytosine
Organisme mirip-ragi =
Voriconazole atau
Amphotericin B, nystatin,
Candida sp"
amphotericin B
miconazole, atau
flucytosine
Organisme mirip-hifa =
Natamycin atau
Amphotericin B atau
ulkus fungi
voriconazole
nystatin
65
BAB III
PENUTUP
III.1Kesimpulan
Gangguan mata dengan keluhan mata terlihat putih keruh disebut juga
dengan opasifikasi lensa mata.Penyakit pada mata dengan keluhan tersebut
diantaranya glaukoma, katarak, uveitis, keratitis, dan ulkus kornea.(James,
2006)
Katarak ialah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaaan merupakan
penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin
terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik (mis, diabetes),
merokok, dan herediter. (Eva, 2009)
Glaukoma adalah penyakit yang disebabkan tekanan bola mata yang
tinggi. Tekanan bola mata yang tinggi mengakibatkan kerusakan akson saraf
optik dan akan mengakibatkan kebutaan yang progresif. Dibedakan berdasar
anatomi 2 bentuk glaukoma, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup. (Ilyas, 2007)
Uveitis ialah suatu peradangan pada iris (iritis, iridoksiklis), copus
ciliare (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau
koroid (koroiditis) (Eva, 2009).Penyebab uveitis bisa bermacam-macam,
bisa disebabkan karena infeksi seperti toksoplasmosis, jamur, infeksi
pascaoperasi, dll.Penyebab lainnya bisa disebabkan karena penyakit
sistemik dan penyakit ocular. (James, 2006)
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang
pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis
selain dapat disebabkan oleh infeksi dapat juga diakibatkan beberapa faktor
lainnya seperti mata yang kering, keracunan obat, alergi ataupun
konjungtivitis kronis.
Tukak atau ulkus kornea diakibatkan oleh infeksi kuman yang dapat
menular seperti bakteri, virus, dan jamur, selain daripada itu juga
disebabkan reaksi toksis degenerative, alergik, dan penyakit kolagen
66
vascular.Tukak kornea dibagi dalam bentuk tukak kornea sentral dan tukak
kornea marginal.(Ilyas, 2005)
III.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam referat ini, ternyata masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya kemampuan dan
kurangnya referensi. Kami berharap pembaca yang budiman berkenan
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami untuk
kesempurnaan referat ini dan untuk kesempatan kesempatan berikutnya.
Semoga referat ini berguna bagi kami pada khususnya juga pembaca yang
budiman pada umumnya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Eva, Paul Riordan. Whitcher, John P. Editor : Susanto, Diana. Alih bahasa :
Pendit, U Brahm. Vaughan & Asbury : Ophtalmologi Umum. 2009. Jakarta.
EGC
Hamurwono, G Bambang. Marlianas, Marias. Marsetio, Mardiono. Dkk. Editor
Ilyas, Sidarta. Mailangkay. Dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto.
Jakarta
Ilyas, Sidharta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidharta. 2007. Glaukoma. Jakarta. Sagung Seto.
James, Bruces. Chew, Chris. Bron, Anthony. 2006. Lecture Notes Oftalmologi.
Edisi 9. Jakarta. Erlangga
Putz, R. Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta . Edisi 22. Jakarta. EGC
Ilyas, Sidharta. 2010. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta. Sagung Seto