Anda di halaman 1dari 3

SKM TIDAK PERLU KHAWATIR

Semalam, seorang adik dari FKM UNIMUS memperkenalkan dirinya. Namanya Irfan Hakim.
Beliau bertanya, kenapa kok kata pak gufron dokter harus kuliah dan belajar lagi untuk
menjadi dokter layanan primer.. tapi kenapa yang masih menjadi role mode nya masih
dokter yah, padahal kan ada SKM. Pertanyaan yang awalnya saya jawab dengan simple dan
santai namun kemudian pada malam ini menjadi serius, karena muncul akun-akun lain dari
adik-adik mahasiswa yang berbagi tautan tentang apa yang ditanyakan Irfan semalam.
Saya mencoba menuliskan ini untuk berbagi pikiran. Semoga bisa menjadi bahan diskusi
yang menarik, bermanfaat, dan memiliki titik temu sebagai kesimpulan diskusi.
Mungkin untuk lebih gampang saya copy paste terlebih dahulu hasil percakapan kami
semalam :
Irfan : mau tanya uni, kendala apa aja sih dalam tata laksana BPJS sampai sekarang?
Saya : Kendalanya masyarakat kita msh belum paham esensi gotong royong dlm asuransi n
menganggap JKN ini sbg program pengobatan gratis. Paradigma masy msh paradigma sakit,
begitu tw ada bpjs, pd ngerasa sakit smw biar gg rugi bayar premi . Disamping itu BPJS
sendiri blum kuat program promotive preventif nya
Irfan : nah itu uni, aku kalo mengikuti berbagai lawatan pak ali gufron dengan persepsi
beliau di beberapa seminar tentang BPJS, BPJS sebenarnya menitik beratkan pada layanan
primer yaitu preventif dan promotif, dengan asumsi dasar 80% untuk promotif dan preventif
dan 20% untuk kuratif, nah sampai sekarang udah berjalan atau belm itu uni do sistem
BPJS?
Saya : Sudah.. Di bpjs udh bergerak utk itu. Tp hasilnya msh baru sedikit2. Mengubah
paradigma ya begini, harus sabar tp kontinu Bantu BPJS n pemerintah kita utk mengubah
paradigma ini ya
Irfan : oh begitu iya uniii, insyaalah saya dan temen2 selalu berusaha untuk mengubah
paradigma itu di masyarakat untuk indonesia ke depan yang lebih sehat dan ehmm, kalo di
sistem rujukanya ada kendala apa uni?
Saya : Kalau sistem rujukan, kendalanya justru ada di faskes yg merujuk yaitu puskesmas
klinik dan dokter pribadi yg menerima peserta bpjs
Irfan : kenapa itu uni faskes yang merujuk?
Saya : Karena faskes tk pertama kita belun punya fasilitas n sdm yg memadai utk melayani
kasus2 penyakit yg seharusnya tdk boleh dirujuk. Tp krna keterbatasan puskesmas2 kita,
akhirnya puskesmas terpaksa merujuk ke RS. Jadi, rame2 lg deh RS kita, pasiennya jd tetap
numpuk
Irfan : emang penyakit yang seperti apa yang seharusnya tidak di rujuk uni?
Saya : Ada 144 penyakit bsa didownload
Arif : oh, itu ya kenapa kok kata pak gufron dokter harus kuliah dan belajar lagi untuk
menjadi dokter layanan primer.. tapi kenapa yang masih menjadi role mode nya masih
dokter yah, padahal kan ada SKM hehe
Saya : Ya gpp. Pelayanan primer itu maksudnya dokter umum harus menguasai penanganan
penyakit yg 144 td. Manajemennya tetap di SKM kok. Pelyanan primer it maksudnya
pelayanan yg harus dilakukan di tingkat primer/pertama.

Pelayanan Primer = Pencegahan Terjadinya Rujukan


Sistem Jaminan Kesehatan Nasional menuntut pelayanan kesehatan berjenjang yang terdiri
dari pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan pelayanan
kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL). FKTP antara lain Puskesmas, Klinik,
Praktek Dokter Pribadi, dan Rumah Sakit Tipe D Pratama. FKTL adalah Rumah Sakit baik tipe
A, B, maupun C. Untuk bisa mencapai pelayanan kesehatan di FKTL harus melalui terlebih
dahulu pelayanan kesehatan di FKTP. Sehingga apabila puskesmas/klinik/dokter pribadi
tidak memiliki kemampuan untuk menangani masalah kesehatan pasien yang bersangkutan,
maka harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi. Dalam Permenkes No. 5 Tahun
2014 tentang Panduan Praktis Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
menyatakan pada pasal 1 bahwa Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer bertujuan untuk memberikan acuan bagi Dokter dalam memberikan
pelayanan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer baik milik pemerintah maupun swasta
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan.
Terdapat 144 penyakit yang harus selesai penanganannya di FKTP yang secara umum
memiliki kriteria :
a. penyakit yang prevalensinya cukup tinggi;
b. penyakit dengan risiko tinggi; dan
c. penyakit yang membutuhkan pembiayaan tinggi.
Beberapa contoh dari 144 penyakit ini antara lain : tubercolosis, DM Type 1, DM Type 2,
Hepatitis A, Bronchitis Akut, Gastritis, Anemia Defesiensi Besi, dst.
Dokter Umum Tidak Bisa Menangani 144 Penyakit yang Tidak Boleh Dirujuk
Sayangnya kompetensi dokter umum di puskesmas saat ini belum mampu untuk dapat
menangani ke-144 penyakit ini. Sehingga sampai saat ini, terutama di daerah-daerah, angka
rujukan ke rumah sakit tetap lebih tinggi. Terkesan, FKTP (terutama puskesmas) hanya
menjadi tempat lewat untuk mendapatkan surat rujukan tanpa pemeriksaan yang berarti
dan diagnosa yang ala kadarnya. Kondisinya justru berbeda dengan klinik dan dokter
praktek pribadi yang angka rujukannya lebih rendah daripada puskesmas, meski tidak
sempurna bisa menangani ke-144 penyakit dengan tuntas.
Dari berbagai sumber, ada beberapa faktor masih tingginya angka rujukan ke RS, antara lain
: (1) kurangnya kompetensi dokter umum untuk menangani 144 penyakit yang tidak boleh
dirujuk, (2) kelengkapan sarana dan prasarana di puskesmas/tempat praktek, (3) penyakit
pasien yang tak kunjung sembuh, dan (4) adanya komplikasi. Untuk poin 3 dan 4 bisa
dipahami sebagai sebuah keharusan bagi para dokter untuk melanjutkan pelayanan
kesehatan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Untuk poin (2) menjadi pekerjaan rumah
besar bagi Kementerian Kesehatan untuk memenuhi standar pelayanan primer di FKTP yang

telah ditentukan. Namun untuk poin (1) justru menjadi Pekerjaan Rumah bagi ragam
instansi untuk mampu menciptakan dokter yang memiliki kompetensi yang mumpuni
sebagai pioneer pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Kualitas dokter umum puskesmas kita memang perlu diperbaiki. Oleh karena itulah,
diperlukan sebuah gelar baru bernama Dokter Layanan Primer yang secara gengsi dan
kedudukan akan setara dengan dokter spesialis. Kita tentu tidak bisa memungkiri bahwa
dalam kondisi kekinian dokter umum nyaris menjadi batu loncatan saja atau pilihan
tanpa pilihan dalam eksistensi dunia kedokteran, atau justru dianggap sebagai mahasiswa
kedokteran sebagai ajang memperpanjang lama kuliah yang membikin pusing. Kita skip
segala spekulasi tentang tujuan sampingan adanya gelar baru ini. Namun sebagaimana yang
disampaikan sebelumnya, bahwa kualitas dokter umum, terutama dokter puskesmas, perlu
diperbaiki dalam menyongsong era baru JKN yang implementasinya lebih paripurna.
Sederhananya, bagi saya pribadi, keberadaan Dokter Layanan Primer ini bertujuan utama
untuk menekan angka rujukan, sehingga tidak terjadi penumpukan pasien di Rumah Sakit.
Sejauh ini, saya justru mendukung adanya pendidikan ini, apakah metodenya memang harus
menambah masa studi ataupun penambahan kompetensi langsung di jenjang pendidikan
yang sudah ada saat ini.
Sejauh ini saya belum melihat program Dokter Layanan Primer ini akan merugikan SKM.
Justru, kesan yang saya dapatkan adalah bahwa SKM masih krisis identitas dan takut kalah
eksistensi. Padahal program DLP ini hanya selentingan isu saja bagi eksistensi dan identitas
SKM, menurut saya. Karena ada perihal yang lebih besar lagi yang justru harus menjadi
sorotan dalam rangka melebarkan sayap SKM di negeri ini : kualitas lulusan SKM itu sendiri!

Anda mungkin juga menyukai