Anda di halaman 1dari 2

Pengelolaan Terkini Hepatitis C

Oleh dr. Suyatmi Awizar, SpPD, K-GEH

Infeksi virus hepatitis C (HVC) adalah suatu masalah kesehatan global. Diperkirakan sekitar 170
juta orang didunia telah terinfesi oleh HVC secara kronis. Prevalensi global infeksi HVC adalah
2,9%. Angka prevalensi amat berfariasi , terendah di Eropa sekitar 1%, tertinggi di Afrika 5,3%.
Di Indonesia sekitar 3,5 juta orang terinfeksi HVC.
Sejak ditemukanya Interferon alfa untuk terapi HVC , obat ini dijadikan terapi dasar untukHVC.
Pada awalnya interferon konfensional , dengan waktu paro singkat sekitar 3-8 jam, sehingga
obat harus diberikan harian. Dengan kemajuan dibidang tehnologi farmasi interferon dipegilasi
menjadi Pegylated interferon alfa 2a ( Peg-IFN alfa 2a ) dan Peg-IFN alfa -2b , waktu parohnya
panjang hingga dapat diberikan satu minggu satu kali . Efektivitas Peg-IFN lebih baik dari
interferon konfensional. Keberhasilan terapi HVC dengan Peg-IFN seminggu sekali subcutan
dikombinasikan dengan Ribavirin oral setiap hari , menjadikan obat ini sebagai terapi dasar
untuk HVC atau sebagai standart of care (SOC). Terutama untuk HVC genotype 1. Dosis
yang direkomdasikan Peg-IFN alfa 2a , 180 ug seminggu sekali, Peg- IFN alfa -2b 1,5 ug/kg BB,
Ribavirin 1000 mg untuk BB < 75 kg dan 1200 mg untuk BB > 75 kg.

Lama terapi untuk genotype 2 dan 3 direkomdasikan 24 minggu. Untuk genotipe 1, 4,5, dan 6
direkomedasikan 48 minggu , untuk dapat mencapai SVR yang cukup tinggi. Keberhasilan terapi
HVC dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : keadaan pasien berat badan, umur, jenis
kelamin, insulin resisten, coinfeksi dengan HVB, HIV. Faktor biokemi ALT,GGT, derajat
fibrosis. Faktor Ras .Faktor virusnya : muatan virus, genotipe virus ( 6 genotipe).Faktor terapi :
kepatuhan pasien, dosis dan durasi pengobatan, RVR.Dengan demikian kususnya genotip 1
masih didapatkan problem yaitu angka keberhasilan terapi yang belum memuaskan serta
tingginya angka relaps.
Untuk pasien yang tidak dapat mencapi SVR , relaos atau gagal terapi , pada beberapa negara
memberikan terapi ajuvan misalny UDCA, SNMC, NSID dan amantadine. Walaupun obat
tersebut dapat menurunkan ALT dan GGT, tetapi tidak pernah mencapai SVR. Thymosin alfa -1
pernah dikombinasikan dengan Interferon hasilnya dapt dipertimbangkan , tetapi perlu
penelitian yang lebih luas.
Obat baru untuk HVC : protease inhibitor dan yang lain yang bersifat direct acting agent
(DAA) yang langsung bekerja menghambat replikasi virus hepatitis C , yaitu Telaprevir dan
Boceprevir . Dengan menambahkan Telapravir atau Boceprevir pada SOC diharapkan dapat
memperbaiki respon virologi dan memperpendek waktu terapi , mengurangi insidensi resistensi.
Dengan begitu dapat mengurangi biaya dan lebih memberikan kenyamanan pada penderita.

Pada penelitian ILLUMINATE : Telaprevir fase III. ( n 540 ) dengan acak terbuka diberikan
Telaprevir kombinasi dengan Peg-IFN 2a dan Ribavirin , dievaluasi selama 12 minggu, 24
minggu dan 48 minggu. RVR terjadi pada 4 dan 12 minggu terapi. Secara keseluruhan SVR
72%. 36 (7% ) pasien diskontinu karena anemi dan fatigu.Penambahan Telaprevir pada
SOC genotipe 1 memperbaiki RVR SVR 72
Boceprevir yang diberikan bersama Peg IFN alfa- 2b ,menunjukan penurunan kadar HCV
RNA yang lebih tinggi dibanding bila PEG IFN alfa 2bmonoterapi dan Boceprevir monoterapi.
Pada studi SPIRNT, pasien yang belum pernah diterapi, setelah 2 minggu akir terapi dengan
tripel terapi Peg IFN alfa 2 b , Ribavirin dan Boceprevir selama 24 minggu tanpa dan 4 minggu
fase terapi hanya dengan Peg IFN alfa 2b dan Ribavirin , kadar HCV RNA yang
tidak terdeteksi berturut turut sebesar 55% dan 57%. Efek samping yang harus diperhatikan :
gangguan gastro intestinal,ruam yang dapat berat dan anemia.

Anda mungkin juga menyukai