LAPORAN UJIAN
RHINOSINUSITIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Diajukan Kepada :
Pembimbing : dr. M. Setiadi, SpTHT, M.Si.Med
Disusun Oleh :
Maula Nurfahdi
H2A009032
RHINOSINUSITIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Telinga Hidung Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun Oleh:
Maula Nurfahdi
H2A009032
Tanda Tangan
.............................
Mengesahkan:
Tanggal
.............................
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTITAS
Nama
: Nn.F
Umur
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: perempuan
Status
: belum menikah
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
Tanggal periksa
: 2 januari 2014
ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 2 januari 2014 jam 10.50
WIB.
i. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh sering keluar cairan dari kedua rongga hidung sejak 3 bulan yang
lalu
ii. KELUHAN TAMBAHAN
Pasien juga mengeluh sering berasa pusing sejak 3 bulan yang lalu. Pusing dirasakan
seperti tertusuk-tusuk dan kepala terasa berat. Batuk dan pilek terus menerus dan
sering kambuh.
iii. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien sering batuk pilek berulang dan sering kambuh sejak 1 tahun yang lalu.
Namun sejak 3 bulan ini, pasien mengeluh keluar cairan dari kedua rongga
hidungnya. Sekret berwarna putih, bening, kental, berbau hamis dan pernah terdapat
rembesan darah. Cairan lebih sering keluar pada pagi hari.
Sering terasa ada cairan yang turun dari belakang hidung ke tenggorokan sejak 3
bulan terakhir ini. Pasien juga sering berasa pusing seperti ditusuk- tusuk dan kedua
rongga hidungnya tersumbat. Kepala dirasakan berat terutama pada waktu bangun
pada pagi hari. Tidak ada keluhan demam, mual dan muntah.
iv. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat hipertensi (-), Riwayat Diabetes Mellitus (-), Riwayat penyakit Tuberkulosis
(-), Riwayat asma (+) pada usia sekitar 9 tahun tetapi tidak kambuh lagi, pasien
mengaku pernah sakit gigi dan pernah mendapatkan rawatan tambalan gigi. Tidak ada
riwayat trauma dan pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit.
v. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga pasien yang menderita gejala yang sama Tidak ada riwayat
penyakit asma , dan tuberkulosis dalam keluarga.
vi. RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien pernah mendapatkan rawatan untuk batuk pilek nya di klinik- klinik sejak 1
tahun yang lalu, keluhan dirasakan membaik tetapi sering kambuh lagi. Tidak ada
riwayat alergi obat.
vii. RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien sering rutin olahraga, merokok (-), minum alkohol (-), pasien mengaku sering
menjaga kebersihan oralnya dengan sikat gigi setiap habis mandi.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
a) KESADARAN : Compos mentis, tampak sakit sedang
b) TANDA VITAL
TD
: 130/90 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 16x/menit
Suhu
: 36,5C
c) KEPALA:
Normocephali, distribusi rambut hitam merata, tidak mudah dicabut.
d) MATA :
Konjungtiva anemis (- /-), Sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung(-/-), refleks
cahaya tidak langsung (-/-), pupil isokor (+/+)
e)
HIDUNG :
Deviasi septum (+), mukosa hiperemis (+/+), sekret (+/+)
f)
TELINGA :
Normotia, serumen (-), membrane timpani intak (+/+)
g) MULUT :
Sianosis (-), mukosa hiperemis (-), T1-T1 simetris
h) LEHER :
Trakea lurus di tengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-).
i)
JANTUNG:
BJI - BJII normal, regular, murmur (-), gallop ().
j)
PARU :
Suara nafas vesikuler kanan kiri, ronchi (-/-) pada kedua apex paru, wheezing (-/-)
k) ABDOMEN :
Datar, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), udema (-), hepar dan lien tidak
teraba membesar, ginjal tidak teraba
l)
EKSTREMITAS :
Akral hangat, motorik normal, udema (-)
Kanan
Kiri
Normotia
Normotia
Nyeri tekan (-) , SikatriksNyeri tekan (-) , Sikatriks (-)
Liang telinga
Mukosa
Sekret
Serumen
Membran timpani
Kanan
Kiri
(-)
(-)
Pangkal hidung
(+)
(+)
Pipi
(+)
(+)
Dahi
Krepitasi
(-)
(-)
(-)
(-)
Deformitas
Nyeri tekan :
Vestibulum
Lapang
Lapang
Rambut (+)
Rambut (+)
Mukosa:Hiperemis (+)
Sekret (+)
Sekret (+)
Massa (-)
(+)
Septum deviasi
Massa (-)
(+)
Dasar hidung
Sekret (-)
Sekret (-)
Krusta (-)
Oedem (+)
Krusta (-)
Oedem (+)
Hiperemis (+)
Oedem (+)
Hiperemis (+)
Oedem (+)
Hiperemis (+)
Hiperemis (+)
Konka inferior
Konka media
Sekret (+)
Sekret (+)
Sukar dinilai karena konka mediaSukar dinilai karena konka media
Meatus media
Arkus faring
Pilar anterior
Uvula
Dinding faring
Mukosa faring
Tonsil
Gigi geligi
(-)
KGB regional
KGB tidak teraba membesar
Palatum Durum
Simetris, massa (-)
Palatum Mole
Simetris, massa (-), bercak-bercak keputihan (-)
iii. TENGGOROKAN
Deskripsi
Kesan
V.
RESUME
Pasien bernama Nn.F 20 tahun datang dengan keluhan sering keluar cairan dari kedua
rongga hidung sejak 3 bulan yang lalu. Pasien juga berasa ada cairan yang turun dari
belakang hidung ke tenggorokan serta sering pusing seperti ditusuk- tusuk dan kedua
rongga hidungnya tersumbat. Kepala dirasakan berat terutama pada waktu bangun
pada pagi hari. Tidak ada keluhan demam, mual dan muntah.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kedua pipi dan pangkal hidung.
Pada gigi geligi terdapat caries gigi dan tambalan gigi molar II bawah. Pada
rhinoskopi anterior ditemukan mukosa hiperemis dengan sekret pada kedua rongga
hidung. Konka inferior dan konka media ditemukan hiperemis, dan oedema. Kesan
pada pemeriksaan rontgen adalah gambaran sinusitis maksilaris dan septum deviasi.
VI.
DIAGNOSIS KERJA :
Rhinosinusitis Kronik & devisasi septum
VII.
DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
Rhinitis Hipertrofi
VIII.
i.
a.
RENCANA TINDAKAN
FARMAKOLOGI
Antibiotika : ( Cravit ) Levofloxacin 1x1tab
NONFARMAKOLOGI
1. Bed rest
2. Diet seimbang : meningkatkan pemakanan tinggi vitamin A,B,C dan E serta makanan
tinggi omega-3 ( ikan tuna,walnuts)
3. Pembedahan :
- Pembedahan Radikal
Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi radikal, yaitu mengangkat
mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus
maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus ethmoid dilakukan
ethmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar
(ekstranasal).Drainase sekret pada sinus frontal dapat dilakukan dalam hidung
(intranasal) atau dengan operasi dari luar (ekstra nasal) seperti pada operasi Killian.
Drainase sinus sphenoid dilakukan dari dalam hidung (intranasal).
- Pembedahan Tidak radikal
Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan menggunkan
endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BESF). Prinsipnya ialah
membuka dan membersihkan daerah kompleks ostia-meata yang menjadi sumber
penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali
melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal.
IX.
PROGNOSIS
Ad Vitam
: Bonam
Ad Fungsionam
: Bonam
Ad Sanationam
: Bonam
PEMBAHASAN
2.1.
sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila kanan dan kiri (antrum Highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa saluran
pernafasan yang mengalami modifikasi, bersilia serta mampu menghasilkan mukus
dan bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Sekret yang
dihasilkan disalurkan ke dalam kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi
udara.4
Daerah sinus maksila, sinus frontal, dan sinus ethmoid anterior bermuara ke
dalam hidung melalui kompleks osteomeatal yang terletak lateral dari meatus medial.
Sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid membuka menuju meatus superior yang
merupakan ruang di antara konka superior dan konka media dan resesus sfenoethmoidal. Pada meatus medius yang merupakan ruang di antara konka superior dan
konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris
yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.4
ii.
iii.
iv.
v.
ii.
2.2.
Sinusitis
2.2.1. Definisi
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus paranasal yang terjadi karena
alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu
dari keempat sinus yaitu maksilaris, etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis. Bila
mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua
sinus paranasal disebut pansinusitis. Kadang kala, semua sinus pada satu sisi atau
kedua sisi terlibat secara bersamaan (pansinusitis unilateral atau bilateral).5
Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan adalah sinusitis
maksilaris dan sinusitis ethmoidalis. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus
ethmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.5
Menurut Cauwenberg berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas :
i.
ii.
iii.
iv.
Rekuren akut apabila didapati 3 atau lebih episode tiap tahun dengan tiap
episode berlangsung kurang dari 2 minggu.3,4,5
Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut,
subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya menjadi
jaringan granulasi atau polipoid. 3,4,5
(penyebabnya
kelainan
gigi),
yang
sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza, Steptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella
catarhatis.
Patofisiologi
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila
klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang
menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan parsial
oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme patogen. Apabila
terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini,
maka terjadilah sinusitis.7,8
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas
mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus
tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus,
influenza A dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus, adenovirus dan
enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas
akan memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal.
Selama infeksi akut virus, berbagai mediator inflamasi seperti interleukin, TNF-,
dan sitokin mengalami up-regulation. Inflamasi akut pada mukosa sinus
bermanifestasi dalam bentuk hipersekresi mukosa dan edema yang menyebabkan
obstruksi dari ostium sinus dan berpengaruh pada mekanisme drainase dan ventilasi
dalam sinus. Obstruksi tersebut mengakibatkan hipoksia lokal dan sekret sinus
berakumulasi. Kombinasi dari rendahnya kadar oksigen dan media kultur yang kaya
memungkinkan pertumbuhan bakteri secara eksponensial di dalam sinus.4 Infeksi
virus juga merusak epitel dan fungsi silia yang akhirnya menyebabkan infeksi
sekunder bakteri.3,6,7,8
Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan neuraminidase
yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan
mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang
diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang sangat baik untuk
berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif fungsinya tersebut terganggu
oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus. Terganggunya fungsi silia tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara
dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri, environmental ciliotoxins, mediator
inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia
(Kartagener syndrome). 3,5,8
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan
kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh
bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan memberikan
media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan
jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas leukosit.
Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak adekuat,
obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa bakteri
patogen. 7,8
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan jaringan
menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat menjadi
manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema mukosa, di
mana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab
menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar
dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga
terjadilah polip.7
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini, yang
menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan 7:
1. Jaringan submukosa diinfiltrasi oleh serum. Sedangkan permukaannya kering.
Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada kelainan
epitel.
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui
epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris, epitel
dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah bercampur
dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit, kemudian menjadi
kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke tipe
purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi masih
mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan belum
menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan menjadi
permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat
memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.
Meskipun infeksi virus akut merupakan penyebab utama pada sinusitis akut,
faktor lain seperti atopi, immunodefisiensi, atau obstruksi anatomik juga dapat
menjadi faktor predisposisi. Selain itu inflamasi, polip, tumor, trauma, parut,
anatomic variant, dan nasal instrumentation juga menyebabkan menurunnya patensi
sinus ostia.
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior,
pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan
dini. Tanda khas ialah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan
ethmoid anterior dan frontal) atau di meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis
posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada
anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada kantus medius.
Untuk membantu diagnosis sinusitis, American Academy of Otolaryngology
Head and Neck Surgery (AAO-HNS) membuat bagan diagnossi yang disebut Task
Force on Rhinosinusitis pada tahun 1996. Bagan ini didasarkan atas gejala klinis yang
dibagi atas kategori gejala mayor dan minor untuk diagnosis rhinosinusitis.9
Major Factors
Facial pain/pressure a
Nasal obstruction
Nasal discharge/discolored postnasal drip
Minor Factors
Headache
Fever (non acute)
Halitosis
Dental pain
Hyposmia/anosmia
Fatigue
Purulence in examination
Cough
Fever (acute) b
Ear pain/pressure/fullness
a
Facial pain/pressure alone does not constitute a suggestive history for diagnosis in the
absence of another symptom or sign
b
Fever in acute sinusitis alone does not constitute a suggestive history for diagnosis in the
absence of another symptom or sign
Tabel 2.1 Bagan Task Force on Rhinosinusitis 1996
Gambar 2.1 Foto rontgen sinus yang menunjukkan air-fluid level pada sinus etmoid
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah, karena
akan nampak perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit.
Pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.
Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk pemeriksaan
sinusitis. Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus ethmoid yang
sebenarnya, mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media dan
selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hatihati untuk menghindari kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan
aspirasi sinus yang mana merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan
dengan mengarah kepada organisme penyebab, maka kultur dianjurkan.9,10
Diagnosis banding
Diagnosis banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak
sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan kokain,
rinitis alergika, rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang dengan
gejala
pilek
dan
kongesti
nasal.
Rhinorrhea
cairan
serebrospinal
harus
dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten unilateral
dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing nasal.2,3
Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah diagnosis
alternatif pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan demam
memerlukan perhatian khusus, karena demam dapat merupakan manifestasi sinusitis
saja atau infeksi sistem saraf pusat yang berat, seperti meningitis atau abses
intrakranial.2,3,4
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
i. Mempercepat penyembuhan
Prognosis
Sinusitis tidak menyebabkan mortalitas namun komplikasi dari sinusitis dapat
menyebabkan morbiditas dan pada kasus yang jarang dapat mengakibatkan kematian.
Sekitar 40% dari akut sinusitis akan sembuh sendiri tanpa pemberian antibiotik. Pada
viral sinusitis, tingkat kesembuhan spontannya sebesar 98%. Pasien dengan terapi
antibiotik yang adekuat biasanya menunjukkan perbaikan.3,11
Tingkat kekambuhan setelah terapi yang sukses adalah kurang dari 5%.
Sinusitis yang tidak ditangani atau ditangani tidak sempurna dapat berujung pada
komplikasi seperti meningitis, orbital cellulitis, abses orbita, atau abses otak.3,11
DAFTAR PUSTAKA
1. Probst, R., 2006. Acute Sinusitis. In: Basic Otorhinolaryngology. Sttutgart:
Georg Thieme Verlag; 54-56
2. Lalwani, A.K., 2007. Acute and Chronic Sinusitis. In: Current Diagnosis &
Treatment: Otolaryngology Head and Neck Surgery 2nd edition. New York: Lange
3. Brook,
I.,
2012.
Acute
Sinusitis.
Available
in:
10. Mercandetti, M., 2011. Surgical Treatment of Acute Ethmoid Sinusitis Historical
Overview. Available in: http://emedicine.medscape.com/article/862183-overview
[4 April 2012]
11. Shah, N.J., 1999. Complications of Sinusitis. Bombay Hospital Journal volume
41 no 4