Anda di halaman 1dari 2

Judul Jurnal

Latar
belakang

Tujuan
Metodologi

Hasil

Kesimpulan
Rangkuman
dan hasil
pembelajaran

A Simplified Quantitative Method for Assessing Keratoconjunctivitis Sicca From the


Sjogrens Syndrome International Registry
Karakteristik fenotipik mata pada Sjogren sindrom (SS) merupakan komponen kunci
dalam mendiagnosis sindrom tersebut sejak pertama kali di jabarkan oleh Sjogren pada
tahun 1993. Rose Bengal ( 4,5,6,7- tetrakloro 2,4,5,7- tetraiodo bentuk dari
flouresein) telah digunakan oleh Sjogren untuk mendemonstrasikan perubahan pada
kornea dan area interpalpebra konjungtiva pada pasien dengan dry eyes yang
dinamakan keratokonjunctivitis sicca (KCS). Walaupun penggunaan zat warna vital
untuk mewarnai permukaan mata telah dilaporkan pertama kali oleh Pfluger pada tahun
1882, Sjogren menjadi orang pertama yang mengenalkan diagnostic penting dengan
pola pewarnaan Rose Bengal.
Untuk menggambarkan, menerapkan, dan menguji system penggolongan ocular baru
untuk penilaian keratokonjunctivitis sicca (KCS) menggunakan lissamine green dan
fluorescein.
Desain: prospektif, observasional, study kohort multisenter.
Metode: Delapan opthalmologis SICCA mengembangkan system penggolongan
kuantitatif ocular yang baru ( SICCA ocular staining score [OSS]) dan kami
menganalisa distribusi OSS antara kohort (kelompok) SICCA dan asosiasinya dengan
karakteristik fenotipik SS yang lain. Kelompok SICCA termasuk partisipan dengan SS
tingkat awal sampai yang berat. Penelitian ini menyertakan 1208 partisipan yang
mayoritas wanita (93%). Prosedurnya termasuk rangkaian schirmer tes tanpa anestesi
(setelah strip test di angkat, teteskan 1 tetes fluorescein 0,5 % pada konjungtiva fornix
di kedua mata), tear break up time ( dua menit setelah pemberian fluorescein tear break
up time diukur dengan slit lamp), pewarnaan permukaan mata ( masing-masing kornea
diperiksa dengan slit lamp menggunakan cobalt blue filter), dan pemeriksaan eksternal
menggunakan slit lamp (dilakukan setelah instilasi fluoresein tapi sebelum aplikasi
lissamine green), teteskan lissamine green 1 % pada konjungtiva forniks inferior kedua
mata, kemudian periksa konjungtiva secepatnya dan golongkan) . Menggunakan
analisis statistical dan diagram Venn proporsional, kami menguji hubungan timbal balik
antara OSS abnormal ( 3) dan karakteristik lain dari SS (biopsy glandula saliva
dengan fokal limfositik sialadenitis dan focus score > 1 anti SS A antibody positif,
anti-SS B antibody positif atau keduanya).
Antara 1208 peserta, kami menemukan assosiasi yang kuat antara abnormal OSS, hasil
serologis positif, dan positif LSG focus score ( P <.0001). Analisis hubungan
overlapping dari ketiga hal tersebut dipertegas kelompok besar peserta yang memiliki
KCS tanpa komponen lain dari SS, menggambarkan sesuatu yang nyata dari KCS yang
diassosiasikan dengan SS.
Metode baru untuk menilai KCS ini akan menjadi sangat berarti untuk mendiagnosa
komponen mata pada SS dalam criteria klasifikasi masa depan. Peneliti menemukan
dua bentuk dari KCS yang penyebabnya mungkin berbeda.
Penelitian ini diikuti oleh 1208 peserta dimana karena tingginya persentase peserta
yang memiliki abnormal OSS dan tidak adanya fenotipik dari SS, peneliti
mempertimbangkan 2 subgrup dengan abnormal OSS dalam analisisnya : yaitu dengan
skor 3 atau lebih tapi tidak ada 2 tanda lain dari SS, dan grup lainnya dengan skor 3
atau lebih dan setidaknya memiliki 1 dari 2 tanda fenotipik utama yang lain dari SS
( fokal limfositik sialadenitis dengan skor focus lebih dari 1, hasil serologic positif
untuk anti-SS A atau B antibody atau keduanya). Karena abnormal OSS memberi kesan
diagnosis KCS, peneliti memberi syarat 2 subgrup sebagai berikut : KCS saja sebanyak
323 orang (Abnormal OSS tapi tanpa fokal limfosisik sialadenitis atau focus skor
kurang dari 1 dan hasil serologis negative untuk anti SS A atau B) dan SS-KCS

sebanyak 510 orang ( Abnormal OSS dengan fokal limfositik sialadenitis dengan skor
focus lebih dari 1, hasil serologic positif untuk anti-SS A atau B antibody atau
keduanya). Penelitian menggunakan metode contingency table atau nonparametric test.
Inovasi unik dari OSS adalah menggunakan 2 zat warna untuk menggolongkan area
berbeda dari permukaan bola mata : floresein untuk kornea dan lissamine green untuk
konjungtiva bulbar. Skema penggolongan sebelumnya menggunakan Rose Bengal atau
lissamine green khususnya untuk menggolongkan kornea dan konjungtiva. Secara
kuantitatif penggolongan menggunkan OSS lebih simple, tidak iritatif, lebih mudah
diaplikasikan tanpa membutuhkan keahlian khusus selain slit lamp.
Sumber : American Journal Ophthalmol 2010: 149: 405-415 2010. by Elsevier Inc.

Anda mungkin juga menyukai