Sella Rizki A
Step 1
Step 2
1.
Sebelum Lahir
Sesudah Lahir
1. Lingkungan fisik
Cairan
Udara
2. Suhu Luar
Berubah-ubah
3. Simulasi sensoris
Terutama
vibrasi
4. Gizi
5. Penyediaan oksigen
6.
Pengeluaran
metabolisme
kinestetik
hasil Dikeluarkan
ke
peredaran darah ibu
ke
a. Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul
dari pharynx yang bercabang dan kemudian
bercabang kembali membentuk struktur
percabangan bronkus proses ini terus berlanjut
sampai sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah
bronkus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan
adanya gerakan napas sepanjang trimester II dan
III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi
kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24
minggu. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem
kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah
surfaktan.
1. Prematuritas murni
Prematuritas murni merupakan bayi yang lahir dengan berat
badan sesuai dengan masa kehamilan, seperti masa
kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan 18002000 gram.
Nilai 0
Nilai 1
Nilai 2
Akronim
Warna kulit
seluruhnya biru
Appearance
Denyut jantung
tidak ada
<100 kali/menit
>100 kali/menit
Pulse
Respons refleks
meringis/bersin/batuk
meringis/menangis
saat stimulasi saluran
lemah ketika distimulasi
napas
Grimace
Tonus otot
lemah/tidak ada
sedikit gerakan
bergerak aktif
Activity
Pernapasan
tidak ada
menangis kuat,
pernapasan baik dan
teratur
Respiration
Jumlah skor
Interpretasi
7-10
Bayi normal
.
Catatan
4-6
Agak rendah
0-3
Sangat rendah
Penaganan
0-3
Resusitasi
Stimulasi rujuk
Pemberiak oksigen
Stimulasi taktil
7-10
2.
Atur posisi bayi.
Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat
penolong. Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi.
Posisi semi ekstensi yaitu hidung dan mulut dalam
satu garis lurus.
3. Isap lendir.
Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola
karet.
a. Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian
baru isap lendir di hidung.
b. Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap
(bukan pada saat memasukkan).
c. Bila menggunakan pengisap lendir DeLee,
jangan memasukkan ujung pengisap terlalu dalam
(lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3
cm ke dalam hidung) karena dapat menyebabkan
denyut jantung bayi melambat atau henti napas
bayi.
5. Reposisi.
a. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih
dan kering yang baru (disiapkan).
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi
bagian muka dan dada agar pemantauan
pernapasan bayi dapat diteruskan.
c.Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit
ekstensi).
Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas
spontan dan teratur
6.
B. BREATHING (VTP)
Bila FJ < 100x/menit /APNUE VTP (Ventilasi
Tekanan Positif)
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi
untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam
paru dengan tekanan positip yang memadai untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas
spontan dan teratur.
1.
Pasang sungkup, perhatikan lekatan.
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut
dan hidung bayi.
2.
C. CIRCULATION
Apabila setelah dilakukan VTP, FJ < 60x/menit VTP dan
kompresi dada
Kompresi Dada
Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari
dinding dada dengan kedua tangan dan menggunakan ibu
jari untuk menekan sternum atau dengan menahan
punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung
dari jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk
menekan sternum.
Tehnik penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena
kontrol kedalaman penekanan lebih baik.
Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan
kedalaman 1,5 cm dan dengan frekuensi 90x/menit.
D. DRUG
Bila FJ < 60x/menit, berikan EPINEPRIN
Indikasi resusitasi
1. Sumbatan jalan napas : akibat lendir / darah / mekonium,
atau akibat lidah yang jatuh ke posterior.
2. Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang
diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal,
narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya
3. Kerusakan neurologis.
4. Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau
susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital
yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi.
5. Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau
perdarahan
Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit
pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk
bagi kualitas hidup individu selanjutnya.
2.
a.
3.
a.
4.
Klasifikasi berdasarkan masalah patofisologis
Pada klasifikasi ini yaitu semua neonatus yang lahir disertai masalah patofisiologis atau
mengalami gangguan fisiologis.
a.
Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin seru total lebih
dari 10 mg % pada minggu pertama dengan ditandai ikterus.
b.
Asfiksia Neonaturum
Merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas spontan dan teratur setelah lahir,
yang dapat disertai dengan hipoksia.
c.
Tetanus neonaturum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat disebabkan adanya infeksi
melalui tali pusat , Yang dipicu oleh kuman clostridium tetani yang bersifat anarerob
dimana kuman tersebut berkembang tanpa adanya oksigen.
d.
Respiratory Distress Sindrom
Merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispneo, frekwensi pernapasan yang lebih
dari 0 kali permenit, adanya sianosis, adanya rintihan, pada saat ekspirasi adanya
rektraksi suprasternal.
15. DD
BBLR
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa
memperhatikan umur kehamilan. BBLR
merupakan salah satu faktor utama yang
berpengaruh terhadap kematian perinatal dan
neonatal. Bayi yang dilahirkan berisiko
meninggal dunia sebelum berumur satu tahun
17 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan
dengan berat badan normal. (Depkes RI,
2005)
Jenis-Jenis BBLR
BBLR dibedakan atas 2 kategori yaitu BBLR karena premature
dan BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR),
yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetapi berat badannya
kurang.
Premature
Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang
dilahirkan makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Dengan
pengelolaan yang optimal dan dengan caracara yang
kompleks serta menggunakan alat-alat yang canggih,
beberapa gangguan yang berhubungan dengan
prematuritasnya dapat diobati. Dengan demikian gejala sisa
yang mungkin diderita di kemudian hari dapat dicegah atau
dikurangi.
Asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai
dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah
berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian
organ tubuh mengalami kekurangan oksigen
(hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu
Kedokteran Forensik, 1997). Secara klinis
keadaan asfiksia sering disebut anoksia atau
hipoksia (Amir, 2008).
Etiologi
Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal
berikut (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):
1. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang
menyumbat saluran pernapasan seperti laringitis
difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru
seperti fibrosis paru.
2. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia
mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan
emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks
bilateral; sumbatan atau halangan pada saluran
napas dan sebagainya.
3. Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat
pernapasan, misalnya barbiturat dan narkotika.
patofisiologi
pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi
janin masa kehamilan dan persalinan.Proses kelahiran
sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi.Proses ini dianggap sangat perlu untuk
merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi
primary gasping yang kemudia akan berlanjut dengan
pernafasan teratur.Sifat asfiksia ini tidak mempunyai
pengaruh buruk karena bayi dapat mengatasinya.asfiksia
yang terjadi dimulai dengan suatu periode apneu disertai
dengan penurunan frekuensi jantung.selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian
diikuti oleh pernafasan teratur.pada penderita asfiksia berat ,
usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnu kedua.Pada tingkat ini disamping
bradikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.
Prematur
Organisasi kesehatan dunia (WHO),
mendefinisikan bayi prematur sebagai bayi
lahir hidup sebelum 37 minggu kehamilan
(dihitung dari hari pertama haid terakhir),
sedangkan The American Academy of
Pediatrics mengambil batasan 38 minggu.8
4. Hipotermia
5. Hipoglikemia
6. Komplikasi kardiovaskuler
Duktus arteriosus persisten (DAP)
Hipotensi sistemik
7. Imaturitas regulasi cairan
8. Hiperbilirubinemia
9. Hipokalsemia
10. Retinopati prematuritas (ROP)
11. Sepsis, karena ketahanan yang rendah terhadap
infeksi
12. Enterokolitis Nekrotikans (EKN)
13. Perdarahan
Daftar pustaka
1. Gunardi H. Pemantauan bayi prematur. Dalam: Trihono PP, Pudjarto PS, Syarif DR, et al, penyunting. Hot
topics in pediatrics II. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XLV.Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2002.h.17-26
2. Kaban RK, Efar P. Pemantauan bayi prematur di poliklinik. Dalam Prawitasari T, Kaswandani N, penyunting.
Manajemen penyakit pediatri di poliklinik. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI
V.Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2008. h.13-35.
3. Casey PH, Mansell LW, Barrett K, Bradley RH, Garyus R. Impact of prenatal and/or postnatal growth problems
in low birth weight preterm infants on scholl age outcomes: an 8 year longitudinal evaluation. Pediatric
2006;118:h.107-84.
4. Indarso F. Pemantauan jangka panjang pada bayi berat lahir sangat rendah. Dalam: Korin MS, Yunarto A, Dewi
R, Sarosa GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Jakarta: Balai Penerbit IDAI;2008.h.268-83.
5. Chundrayenti E. Kesakitan dan kematian neonatal dini pada bayi dengan berat badan lahir rendah dan
beberapa faktor yang mempengaruhi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tesis, Padang : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak FK-UNAND, 1998.
6. --------- Follow up care of high risk infants. Pediatric 2004;114:1377-94.
7. Mutch L, Newdick M, Lodmick A, Chalmers I. Secular changes in rehospitalization of very low birth weight
infants. Pediatric 1986;78:h.164-70.
8. Janin dan neonatus. Dalam : Markum AH, Ismael S, Alatas H, et al, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak
jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1991.h.218-21.
9. Wibowo N. Risiko dan pencegahan kelahiran prematur. Dalam :L Suradi R, Monintja HE, Amalia P,
Kusumowardhani D, penyunting. Penanganan mutakhir bayi perematur : memenuhi kebutuhan bayi prematur
untuk menunjang berkelanjutan. Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXXVIII. FKUI; 1997.
10. Budjang FR. Bayi berat badan lahir rendah. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin B, Rachimhadhi T, penyunting.
Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta : Pustaka Sarwono; 1999. h. 77-184.
11. Lee KG, Cloherty JP. Identifying the high-risk newborn and evaluating gestational age, prematurity infants.
Dalam: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke-5.Philadelphia.
Lippincott Williams & Wilkins,2003.h.42-51
12. Hay WW, Lucas A, Heird WC, Ziegler E, Levin E, Grave GD dkk. Workshop summary: Nutrition of the
extremely low birth weight infant. Pediatric 1999;104:h.1360-7.
13. Gomela TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Follow up of high-risk infant. Dalam:Neonatology,
management, procedure, on call problems, disease and drugs. Edisi ke-5. New York:Mc Graw Hill,2004;13942,278-82.
14. Joint Committee on infant hearing 1994 position statement. Pediatric 1995;95:h.152-5.
15. Billing KR, Kenna MA. Causes of pediatric sensorineural hearing loss. Archotolaryngol head neck surg
1999;125:h.517-21.
16. Committee on environmental health. Noise: a hazard for the fetus and newborn. Pediatric 1997;100:h.724-6.
17. Meyer C, Witte J, Hildmann A, Hanneeke KH, Schunck KU, Maul. Neonatal screening for hearing disorders in
infant at risk: incidence, risk factors and follow up. Pediatric 1999;104:h.900-3.
18. Nelson H, Bougatsus C, Nygren P. Universal newborn hearing screening: Systematic review to update the
2001 US preventive series task force recommendation. Pediatric 2008;122:e266-74.
19. Phelps DL. Retinopathy of prematurity. Pedsinreview 1995;16:h.50-6.
20. Canadian Pediatric Society. Routine screening cranial ultrasound examinations for the prediction of longterm
neurodevelopmental outcomes in preterm infant. Canadian paediatric society 2001.6(1):39-43.
21. Saari TN. Committee on infectious diseases. Imunization of preterm and low birth weight infants. Pediatric
2003;112:h.193-7.
22. Poets CF. Gastroesophageal reflux : a critical review of its role in preterm infants. Pediatric 2004;113:e128-31.
23. Trachtenberg DE, Golemon TB. Office care of the premature infant: Part II. Common meical and surgical
problems. Am Fam Physician. 1998;57(10):2383-404.