PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ilmu Akhlak atau akhlak yang mulia itu berguna dalam mengarahkan dan
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian akhlak?
2. Apa saja sumber akhlak?
3. Apa saja ruang lingkup akhlak?
1.3.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Akhlaq
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak
dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Berakar
dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq
(Pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).
Kesamaan akar di atas mengisyaratkan bahwa dalam akhlaq tercakup
pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan
perilaku makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang
terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlaq yang hakiki
manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khaliq
(Tuhan). Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlaq bukan saja merupakan tata
aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.
Secara terminologis (ishthilahan) ada beberapa definisi tentang akhlaq.
Penulis pilihkan tiga diantaranya :
1. Imam al-Ghazali :
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah.
2. Ibrahim Anis :
Akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya
lahirlah
macam-macam
perbuatan,
baik
atau
buruk,
tanpa
Ketiga definisi yang dikutip di atas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau
khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan
muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau
pertimbangan terlebih dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Dalam
Mujam al-Wasith disebutkan min ghairi hajah ila fikr wa ru yah (tanpa
membutuhkan pertimbangan). Dalam Ihya Ulum ad-Din dinyatakan tashduru alafal bi suhulah wa yusr, min ghairi hajah ila fikr wa ru yah (yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan). Sifat spontanitas dari akhlaq tersebut dapat diilustrasikan
dalam contoh berikut ini. Bila seseorang menyumbang dalam jumlah besar untuk
pembangunan mesjid setelah mendapat dorongan dari seorang dai (yang
mengemukakan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang keutamaan membangun
mesjid di dunai), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat
pemurah, karena kepemurahannya waktu itu lahir setelah mendapat dorongan dari
luar, dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Tapi manakla tidak
ada doronganpun dia tetap menyumbang, kapan dan dimana saja, barulah bisa
dikatakan dia mempunyai sifat pemurah. Contoh lain, dalam menerima tamu. Bila
seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain, atau kadangkala
ramah dan kadangkala tidak, maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai
sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlaq memuliakan
tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlaq itu haruslah
bersifat konstan, spontan, tidak temporer dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan serta dorongan dari luar.
Sekalipun dari beberapa definisi di atas kata akhlaq bersifat netral, belum
menunjuk kepada baik dan buruk, tapi pada umumnya disebut sendirian, tidak
dirangkai dengan sifat tertentu, maka yang dimaksud adalah akhlaq yang mulia.
Misalnya bila seseorang berlaku tidak sopan kita mengatakan padanya, kamu
tidak berakhlaq. padahal tidak sopan itu adalah akhlaqnya. Tentu yang kita
maksud adalah kamu tidak memiliki akhlaq yang mulia, dalam hal ini sopan.
Disamping istilah akhlaq, juga dikenal istilah etika dan moral. Ketiga
istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap perbuatan manusia.
Perbedaannya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlaq standarnya
adalah Al-Quran dan Sunnah; bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran;
dan bagi moral standarnya adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat.
Sekalipun dalam pengertiannya antara ketiga istilah di atas (akhlaq, etika
dan moral) dapat dibedakan, namun dalam pembicaraan sehari-hari, bahkan dalam
beberapa literature keislaman, penggunaannya sering timpang tindih. Misalnya
judul buku Ahmad Amin al-Akhlaq, diterjemahkan oleh Prof. Farid Maruf
dengan Etika (Ilmu Akhlaq). Dalam Kamus Inggris-Indonesia karya John M.
Echlos dan Hassan Shadily, moral juga diartikan akhlaq.
2.2.
Sumber Akhlaq
Yang dimaksud dengan sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik
dan buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran islam, sumber
akhlaq adalah Al-Quran dan Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan
masyarakat sebagaimana pada konsep etika dan moral. Dan bukan pula karena
baik atau buruk sengan sendirinya sebagaimana pandangan Mutazilah,
Dalam konsep Akhlaq, segala sesuatu itu dinilai baik atau buruk, terpuji
atau tercela, semata-mata kerena Syara (Al-Quran dan Sunnah) menilainya
demikian. Kenapa sifat sabar, syukur, pemaaf, pemurah dan jujur misalnyadinilai
baik? Tidak lain karena Syara menilai semua sifat-sifat itu baik. Begitu juga
sebaliknya, kenapa pemarah, tidak bersyukur, dendam, kikir dan dusta misalnya
dinilai buruk? Tidak lain kerena Syara menilianya demikian.
Apakah Islam menafikan peran hati nurani, akal dan pandangan
masyarakat dalam menentukan baik dan buruk? Atau dengan ungkapan lain
dapatkah ketiga hal tersebut dijadikan ukuran baik dan buruk?
Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Al-Quran memang dapat menjadi
ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah
bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya (QS. Ar-Rum 30 : 30). Karena fitrah itulah
manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran. Hati
2.3.
1. Yang diperintahkan
2. Yang dilarang
3. Yang dibolehkan
4. Akhlaq dalam keadaan darurat
2. Akhlaq Berkeluarga. Terdiri dari :
1. Kewajiban timbal balik orang tua dan anak
2. Kewajiban suami isteri
3. Kewajiban terhadap karib kerabat
3. Akhlaq Bermasyarakat. Terdiri dari :
1. Yang dilarang
2. Yang diperintahkan
3. Kaedah-kaedah adab
4. Akhlaq Bernegara. Terdiri dari :
1. Hubungan antara pemimpin dan rakyat
2. Hubungan luar negeri
5. Akhlaq Beragama, yaitu kewajiban terhadap Allah SWT.
Dari sistematika yang dibuat oleh Abdullah Draz di atas tampaklah bagi
kita bahwa ruang lingkup akhlaq itu sangat luas, mencakup seluruh aspek
kehidupan, baik secara vertical dengan Allah SWT maupun secara horizontal
sesama makhluk-Nya. Berangkat dari sistematika di atas dengan sedikit
modifikasi penulis membagi pembahasan akhlaq menjadi :
a. Akhlaq Terhadap Allah SWT
b. Akhlaq Terhadap Rasulullah saw
c. Akhlaq Pribadi
d. Akhlaq Dalam Keluarga
e. Akhlaq Bermasyarakat
f. Akhlaq Bernegara
Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai
Khaliq. Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada
Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji. Demikian agung sifat itu,
jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkaunya (Quraish
Shihab).
Akhlaq terhadap Allah SWT, diantaranya :
a. Cinta dan ridha kepada Allah
b. Berbaik sangka kepada Allah
c. Rela terhadap qada dan qadar dari Allah
d. Bersyukur atas nikmat Allah
e. Bertawakal/berserah diri kepada Allah
f. Senantiasa mengingat Allah
g. Memikirkan keindahan ciptaan Allah
h. Melaksanakan apa-apa yang diperintahkan Allah
i. Taubat kepada Allah
j. Beribadah kepada Allah
k. Berzikir kepada Allah
l. Berdoa kepada Allah
m. Tawakal kepada Allah
n. Tawadhu kepada Allah
o. Taqwa kepada Allah
bentuk lahiriyah atau jasmaniyah secara langsung sebagaimana para sahabat telah
melakukannya.
Akhlaq terhadap Rasulullah Saw, diantaranya :
1. Ridha dalam beriman kepada Rasulullah Saw
2. Mencintai dan memuliakan Rasulullah Saw
3. Mengikuti dan mentaati Rasulullah Saw
4. Mengucapkan shawalat dan salam kepada Rasulullah Saw
5. Menghidupkan sunnah Rasulullah Saw
6. Menghormati pewaris Rasulullah Saw
7. Melanjutkan misi Rasulullah Saw
10
dari hubungan baik penuh kasih sayang antar sesama karib kerabat yang
asal-usulnya berasal dari satu rahim (keluarga).
Keluarga dalam kosep Islam bukanlah keluarga kecil yang hanya
terdiri dari bapak, ibu dan anak. Tetapi adalah keluarga besar yang bisa
terdiri dari seluruh aspek dalam suatu keluarga yang sambungmenyambung, seperti kakek, nenek, paman, bibi dan lain seterusnya.
1) Bentuk-bentuk Silaturrahmi
Silaturrahmi secara kongkrit dapat ditunjukkan dalam bentuk antara lain :
a. Berbuat baik (ihsan)
Berbuat baik atau saling tolong-menolong antar sanak keluarga dapat
mempererat tali silaturrahmi antar sanak keluarga. Karib kerabat harus
diprioritaskan untuk dibantu, disbanding dengan pihak-pihak lain, lebihlebih lagi bila karib kerabat adalah miskin atau yatim.
b. Membagi sebagian dari harta warisan
Kita dapat membagi sebagian dari harta warisan kepada karib kerabat
yang hadir pada waktu pembagian, tetapi tidak mendapat bagian jika
terhalang oleh ahli waris yang lebih berhak.
c. Memelihara dan meningkatkan rasa kasih sayang sesama kerabat
Untuk memelihara dan meningkatkan rasa kasih sayang antar kerabat
dapat dilakukan dengan cara antara lain :
a) Saling hormat-menghormati, bertukar salam
b) Saling kunjung-mengunjungi
c) Menyelenggarakan walimahan, dan lain sebagainya
yang tidak
boleh
disepelekan.
Menjaga
akhlak
dalam
hidup
bermasyarakat adalah hal yang sangat penting. Hal ini bertujuan agar hubungan
11
baik dengan orang lain selalu terjalin dengan harmonis sehingga menciptakan rasa
cinta, damai dan tentram di antara masyarakat.
Akhlaq dalam bermasyarakat, diantaranya :
1. Memuliakan tamu
2. Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
bersangkutan
3. Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa
4. Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri berbuat baik
dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan jahat
(mungkar)
5. Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan
kehidupannya
6. Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan bersama
7. Mentaati putusan yang telah diambil
8. Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan yang
diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita
9. Menepati janji
Akhlak terhadap Tetangga, diantaranya :
1. Saling mengunjungi
2. Saling bantu di waktu senang, lebih-lebih tatkala susah
3. Saling beri-memberi, saling hormat-menghormati
4. Saling menghindari pertengkaran dan permusuhan
12
Istilah keadilan berasal dari kata adl (Bahasa Arab), yang mempunyai
arti antara lain sama dan seimbang.
Dalam pengertian pertama, keadilan dapat diartikan sebagai membagi
sama banyak, atau memberikan hak yang sama kepada orang-orang atau
kelompok. Dengan status yang sama. Misalnya semua pegawai dengan
kompetensi akademis dan pengalaman kerja yang sama berhak
mendapatkan gaji dan tunjangan yang sama. Semua warga Negara
sekalipun dengan status sosial ekonomi politik yang berbeda-beda
mendapatkan perlakuan yang sama dimata hukum.
Dalam pengertian kedua, keadilan dapat diartikan dengan memberikan
hak seimbang dengan kewajiban, atau memberi seseorang sesuai dengan
kebutuhannya. Misalnya orang tua yang adil akan membiayai pendidikan
anak-anaknya sesuai dengan tingkat kebutuhan masing-masing sekalipun
secara nominal masing-masing anak tidak mendapatkan jumlah yang
sama. Dalam hukum waris misalnya, anak laki-laki ditetapkan oleh AlQuran (QS. AnNisa 4:11) mendapatkan warisan dua kali bagian anak
perempuan. Hal itu karena anak laki-laki setelah berkeluarga menanggung
kewajiban membiayai hidup isteri dan anak-anaknya, sementara anak
perempuan setelah berkeluarga dibiayai oleh suaminya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adil diartikan (1) tidak berat
sebelah; tidak memihak; (2) berpihak kepada yang benar; berpegang pada
kebenaran; dan (3) sepatutnya; tidak sewenang-wenang.
Beberapa pengertian ini tetap berangkat dari dua makna kata adil
diatas. Dengan prinsip persamaan, seorang yang adil tidak akan memihak
kecuali kepada yang benar. Dan dengan azas keseimbangan seorang yang
adil berbuat atau memutuskan sesuatu dengan sepatutnya dan tidak
bertindak sewenang-wenang.
3. Amar maruf nahi munkar
Secara harfiah amar maruf nahi munkar berarti menyuruh kepada
yang maruf dan mencegah dari yang munkar.
13
Yang menjadi ukuran maruf atau munkarnya sesuatu ada dua, yaitu
agama dan akal sehat atau hati nurani. Bisa kedua-duanya sekaligus atau
salah satunya. Semua yang diperintahkan oleh agama adalah maruf,
begitu juga sebaliknya, semua yang dilarang oleh agama adalah munkar.
Hal-hal yang tidak ditentukan oleh agama maruf
dan munkarnya
14
15
BAB III
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Maka dari itu faedah akhlak bukan hanya dirasakan oleh manusia dalam
3.2.
Saran
Dengan mempelajari akhlak dan ruang lingkupnya kita bisa menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari baik akhlak kepada Allah, Rasul, orang tua,
masyarakat dan sebagainya.
Dengan mempelajari, menghayati, serta mengamalkan ilmu akhlak
diharapkan
manusia
mampu
untuk
mengendalikan
diri,
memperhatikan
kepentingan orang lain, penuh tenggang rasa, mampu memupuk rasa persatuan
dan kesatuan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://yudi231.blogspot.com/2013/08/makalah-ruang-lingkup-akhlak-terpuji.html
17