Anda di halaman 1dari 14

Asas-asas Hukum Internasional

Asas-asas Hukum Internasional


Ada beberapa asas asas Hukum Internasional dalam menjalin hubungan antar bangsa
:
ASAS TERITORIAL
Menurut azas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang
yang ada di wilayahnya dan terhadap semua barang atau orang yang berada diwilayah
tersebut, berlaku hukum asing (internasional) sepenuhnya.
ASAS KEBANGSAAN
Asas ini didasarkan pada kekuasaan negara untuk warga negaranya, menurut asa ini
setiap negara di manapun juga dia berada tetap mendapatkan perlakuan hukum dari
negaranya, Asas ini mempunyai kekuatan extritorial, artinya hukum negera tersebut
tetap berlaku juga bagi warga negaranya, walaupun ia berada di negara asing.
ASAS KEPENTINGAN UMUM
Asas ini didasarkan pada wewenang negara untuk melindungi dan mengatur
kepentingan dalan kehidupan masyarakat, dalam hal ini negara dapat menyesuaikan
diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum,
jadi hukum tidak terikat pada batas batas wilayah suatu negara.
Dalam pelaksanaan hukum Internasional sebagai bagian dari hubungan internasional,
dikenal ada beberapa asas, antara lain:
1. PACTA SUNT SERVANDA

Setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak pihak yang
mengadakannya.
2. EGALITY RIGHTS
Pihak yang saling mengadakan hubungan itu berkedudukan sama
3. RECIPROSITAS
Tindakan suatu negara terhadap negara lain dapat dibalas setimpal, baik tindakan
yang bersifat negatif ataupun posistif.
4.

COURTESY
Asas saling menghornati dan saling menjaga kehormatan negera

5.

REBUS SIG STANTIBUS

Hukum Pidana
Asas-Asas Hukum Pidana
Ilmu pengetahuan tent ang hukum pidana (positif) dapat dikenal beberapa asas yang
sangat penting untuk diketahui, karena dengan asas-asas yang ada itu dapat membuat
suatu hubungan dan susunan agar hukum pidana yang berlaku dapat dipergunakan
secara sistematis, kritis, dan harmonis. Pada hakekatnya dengan mengenal,
menghubungkan, dan menyusun asas di dalam hukum pidana positif itu, berarti
menjalankan hukum secara sistematis, kritis, dan harmonis sesuai dengan dinamika
garis-garis

yang

ditetapkan

dalam

politik

hukum

Asas-asas hukum pidana itu dapat digolongkan:


a. Asas yang dirumuskan di dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya;

pidana.

b. Asas yang tidak dirumuskan dan menjadi asas hukum pidana yang tidak tertulis,
dan dianut di dalam yurisprudensi.
c. Asas Legalitas, tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan
aturan pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada sebelum
perbuatan itu dilakukan (Pasal 1 Ayat (1) KUHP) Jika sesudah perbuatan
dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan, maka yang
dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
d. Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Untuk menjatuhkan pidana kepada orang
yang telah melakukan tindak pidana, harus dilakukan bilamana ada unsur
kesalahan pada diri orang tersebut
e. Asas teritorial, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku atas semua
peristiwa pidana yang terjadi di daerah yang menjadi wilayah teritorial Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk pula kapal berbendera Indonesia, pesawat
terbang Indonesia, dan gedung kedutaan dan konsul Indonesia di negara asing
(pasal 2 KUHP).
f. Asas nasionalitas aktif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi
semua WNI yang melakukan tindak pidana di mana pun ia berada (pasal 5
KUHP).
g. Asas nasionalitas pasif, artinya ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi
semua tindak pidana yang merugikan kepentingan negara (pasal 4 KUHP).
ASAS-ASAS HUKUM ISLAM
A. Pengertian Asas
Perkataan asas berasal dari bahasa Arab, asasun. Artinya dasar, basis,
pondasi. Kalau dihubungkan dengan system berpikir, yang dimaksud dengan asas
adalah landasan bepikir yang sangat mendasar. Oleh karna itu, di dalam bahasa
Indonesia, asas mempunyai arti (1) dasar, alas, pondamen ( Poerwadarminta, 1976:60
). Asas dalam pengertian ini dapat dilihat misalnya, dalam urutan yang disesuaikan

pada kata-kata : batu ini baik benar untuk pondamen atau pondasi rumah, (2)
kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau pendapat. Makna ini terdapat
misalnya dalam ungkapan parnyataan ini bertentangan dengan asas-asas hokum
pidana; (3) cita-cita yang menjadi dasar organisasi atau Negara. Hal ini jelas dalam
kalimat: Dasar Negara Republik Indonesia adalah Pancasila.
Asas hukum islam berasal dari hukum islam terutama Al-Quran dan AlHadist yang dikembangkan oleh akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk
berijtihad. Asas-asas hukum islam banyak, disamping asas-asas yang berlaku umum,
masing-masing bidang dan lapangan mempunyai asasnya sendiri-sendiri.
1.

Asas-asas Umum
Asas-asas umum hukum islam yang meliputi semua bidang dan segala lapangan
hukum islam adalah .

a.

Asas keadilan,

b.

Asas kepastian hukum, dan

c.

Asas kemanfaatan.

2.

Asas-asas dalam lapangan hukum pidana


Asas-asas dalam lapangan hukum pidana islam antara lain adalah

a.

Asas legalitas,

b.

Asas larangan memindahkan kesalahan pada orang lain,

c.

Asas praduga tidak bersalah.

3.

Asas-asas dalam lapanga hukum perdata


Asas-asas dalam lapangan hukum perdata islam antara lain adalah

a.

Asas kebolehan atau mubah.

b.

Asas kemaslaharan hidup .

c.

Asas kebebasan dan kesukarelaan.

d.

Asas menolak mudarat, mengambil manfaat.

e.

Asas kebajikan.

f.

Asas kekeluargaan.

g.

Asas adil dan berimbang.

h.

Asas mendahulukan kewajiban dari hak .

i.

Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain.

j.

Asas kemampuan berbuat.

k.

Asas kebebasan berusaha.

l.

Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa.

m. Asas perlindungan hak.


n.

Asas hak milik berfungsi social.

o.

Asas yang beritikad baik harus dilindungi.

p.

Asas resiko dibebankan pada benda atau harta, tidak pada tenaga atau pekerja.

q.

Asas mengatur sebagai petunjuk.

r.

Asas perjanjian tertulis atau diucapkan di depan saksi.

ASAS-ASAS HUKUM PERDATA


. 1.

Asas kebebasan berkontrak,


Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan
perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang
belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)
KUHPdt, yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para
pihak untuk:

1.

Membuat atau tidak membuat perjanjian;

2.

Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;

3.

Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;

4.

Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.


Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham
individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, yang diteruskan
oleh kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaissance melalui
antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, John Locke dan J.J.
Rosseau. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa
saja yang dikehendakinya.
Dalam hukum kontrak, asas ini diwujudkan dalam kebebasan berkontrak.
Teori leisbet fair in menganggap bahwa the invisible hand akan menjamin
kelangsungan jalannya persaingan bebas. Karena pemerintah sama sekali tidak boleh
mengadakan intervensi didalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Paham
individualisme memberikan peluang yang luas kepada golongan kuat ekonomi untuk
menguasai golongan lemah ekonomi. Pihak yang kuat menentukan kedudukan pihak
yang lemah. Pihak yang lemah berada dalam cengkeraman pihak yang kuat seperti
yang diungkap dalam exploitation de homme par lhomme.

2.

Asas Konsesualisme,
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt.
Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah
adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang
menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Asas konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum
Jerman. Didalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tetapi
lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil
adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat

disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang
telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta
bawah tangan).
Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan contractus
innominat. Yang artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi bentuk yang
telah ditetapkan. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPdt adalah berkaitan
dengan bentuk perjanjian.

ASAS-ASAS HUKUM ADAT


Istilah Hukum Adat merupakan terjemahan dari istilah Belanda Adat Recht, yang
pertama sekali dikemukakan oleh Snouck Hurgronje yang kemudian dipakai dalam
bukunya De Atjehers (orang-orang Aceh). Istilah Adat-Recht ini kemudian dipakai
pula oleh van Vollenhoven yang menulis buku pokok tentang Hukum Adat yaitu Het
Adat-Recht van Nederlandsch Indie (Hukum Adat Hindia-Belanda).
A. Pengertian Hukum Adat
Dalam arti sempit sehari-hari yang dinamakan Hukum Adat ialah: Hukum asli yang
tidak tertulis yang memberi pedoman kepada sebagian besar orang Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari, dalam hubungan antara satu dengan lainnya baik di desa
maupun di kota.
Di samping bagian tidak tertulis dari hukum asli ada pula bagian yang tertulis yaitu:
Piagam, perintah-perintah Raja, patokan-patokan pada daun lontar, awig-awig (dari
Bali), dan sebagainya.

Di banding dengan yang tidak tertulis, maka bagian yang tertulis ini adalah kecil
(sedikit), tidak berpengaruh dan sering dapat diabaikan.
1. Ter Haar
Ter Haar membuat dua perumusan, yang menunjukkan perubahan pendapatnya
tentang apa yang dinamakan Hukum Adat itu, yaitu:
Pertama: Dalam pidato dies tahun 1930, dengan judul Peradilan Landraad
berdasarkan hukum tak tertulis. Hukum Adat lahir dari dan diperlihara oleh
keputusan-keputusan; keputusan para warga masyarakat umum, terutama keputusan
berwibawa dari kepala-kepala rakyat yang membantu pelaksanaan perbuatanperbuatan hukum; atau dalam hal pertentangan kepentingan, keputusan para hakim
yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang keputusan-keputusan itu karena
kesewenangan atau kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan hukum
rakyat, melainkan seapas-seirama dengan kesadaran tersebut, diterima/diakui atau
setidak-tidaknya ditoleransikan olehnya.
Kedua, Dalam orasinya tahun 1937, yang berobyek, Hukum Adat Hindia Belanda di
dalam ilmu, praktek dan pengajaran
Hukum adat itu dengan mengabaikan bagian-bagiannya yang tertulis yang terdiri dari
peraturan-peraturan Desa, surat-surat perintah Raja adalah keseluruhan peraturan
yang menjelma dalam keputusan-keputusan para Fungsionaris Hukum (dalam arti
luas) yang mempunyai wibawa (macht, authority) serta pengaruh dan yang dalam
pelaksanaannya berlaku serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
Fungsionaris di sini terbatas pada dua kekuasaan yaitu Eksekutif dan Yudikatif.
Dengan demikian Hukum Adat yang berlaku itu hanya dapat diketahui dan dilihat
dalam keputusan-keputusan fungsionaris hukum itu; bukan saja hakim tetapi juga
Kepala Adat, rapat desa, wali tanah, petugas-petugas desa lainnya. Keputusan itu

bukan saja keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi, tetapi juga di luar itu
berdasarkan kerukunan (musyawarah). Keputusan-keputusan itu diambil berdasarkan
nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rokhani dan hidup kemasyarakatan
anggota-anggota persekutuan itu. Dalam perumusan Ter Haar ini tersimpul ajaran
Beslissingenleer (ajaran keputusan).
2. Van Vollenhoven
Hukum Adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak
mempunyai sanksi (oleh karena itu: Hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak
dikodifikasikan (oleh karena itu Adat)
Positif yaitu hukum yang dinyatakan berlaku di sini dan kini. Sanksi yaitu
reaksi/konsekuensi dari pihak lain atas pelanggaran suatu norma (hukum). Kodifikasi
yaitu pembukuan sistematis suatu daerah/lapangan/bidang hukum tertentu sebagai
kesatuan secara bulat (semua bagian diatur), lengkap (yang diatur segala unsurnya)
dan tuntas (yang diatur semua soal yang mungkin timbul).

ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA


1. Hakim Bersifat Menunggu : maksudnya ialah hakim bersifat menunggu
datangnya tuntutan hak di ajukan kepadanya, kalau tidak ada tuntutan hak
atau penuntutan maka tidak ada hakim. Jadi apakah akan ada proses atau
tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan di ajukan atau tidak,
sepenuhnya di serahkan kepada pihak yang berkepentingan.(pasal 118 HIR,
142 Rbg.)
2. Hakim Pasif : hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif
dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang di ajukan

kepada hakim untuk di periksa pada asasnya di tentukan oleh para pihak yang
berperkara dan bukan oleh hakim.
3. Sifat Terbukanya Persidangan : sidang pemeriksaan pengadilan pada
asasnya adalah terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang di
bolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan. Tujuannya
ialah untuk memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang
peradilan serta untuk lebih menjamin objektifitas peradilan dengan
mempertanggung jawabkan pemeriksaan yang fair (pasal 19 ayat 1 dan 20 UU
no.4 tahun 2004). Apabila tidak di buka untuk umum maka putusan tidak sah
dan batal demi hokum.
4. Mendengar Kedua Belah Pihak : dalam pasal 5 ayat 1 UU no.4 tahun 2004
mengandung arti bahwa di dalam hokum acara perdata yang berperkara harus
sama-sama di perhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta
masing-masing harus di beri kesempatan untuk memberikan pendapatnya.
5. Putusan Harus Di Sertai Alasan-alasan : semua putusan pengadilan harus
memuat alas an-alasan putusan yang di jadikan dasar untuk mengadili ( pasal
25 UU no 4 tahun 2004,) 184 ayat 1, 319 HIR, 195, 618 Rbg). Alasan-alasan
atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggungan jawab hakim dari
pada putusanya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi
dan ilmu hokum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif.
6. Beracara di Kenakan biaya : untuk beracara pada asasnya di kenakan biaya
(pasal 3 ayat 2 UU no 4 tahun 2004, 121 ayat 4, 182,183 HIR, 145 ayat 4,
192-194 Rbg). Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan, dan biaya untuk
pengadilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai.
7. Tidak ada keharusan mewakilkan : pasal 123 HIR, 147 Rbg tidak
mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga
pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang
langsung berkepentingan.

Asaas hukum pidana


A. Pengertian Hukum Pidana
Hukum pidana materiel yang berarti isi atau substansi hukum pidana itu.
Disini hukum pidana bermakna abstrak atau dalam keadaan diam. Hukum pidana
formil atau hukum acara pidana bersifat nyata dan konkrit.Disini kita lihat hukum
pidana dalam keadaan bergerak,atau dijalankan atau berada dalam suatu proses.Oleh
karena itu disebut juga hukum acara pidana.
Van Bemmelen merumuskan sebagai berikut:
Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh
negara,karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana.

Nyatalah bahwa hukum pidana (Materiel) sebagai substansi yang dijalankan


dengan kata-katakarena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana.
Moeljatno, seorang ahli sarjana hukum pidana Indonesia bahwa hukum pidana
Formil adalah hukumpidana sebagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

1.

Mentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilarang atau di lakukan


dengan tidak di sertai larangan atau sanksi bagi siapa yang melanggar larangan
tersebut.

2.

Menetukan kapan dan dalam hal-hal apa pada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana.

3.

Menetukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana dapat dilaksanakan apabila


ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA

Obyek asas Hukum Tata Negara sebagaimana obyek yang dipelajari dalam Hukum
Tata Negara, sebagai tambahan menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari asas
Hukum Tata Negara sesuatu Negara tidak luput dari penyelidikan tentang hukum
positifnya yaitu UUD karena dari situlah kemudian ditentukan tipe negara dan asas
kenegaraan bersangkutan.
Asas-asas Hukum Tata Negara yaitu:
Asas Pancasila
Setiap negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan dari
keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, pancasila merupakan sumber
hukum materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh
bertentangan dengannya dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus segera
di cabut. Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
Asas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi
Asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat
dalam negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan kolektivitas
dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi. Azas kedaulatan menghendaki agar
setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada

akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui


wakil-wakilnya sesuai dengan hukum.
Asas Negara Hukum
Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau
konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, kedua adanya
pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat.
Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat
adalah :
Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang
mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan
pendidikan.
1. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh
suatu kekuasaan atau kekuatan lain apapun.
2. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.
3. Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat ketentuan tertulis tentang
hubungan antara penguasa dengan rakyat.

Asas Demokrasi
Adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung
maupun tak langsung. Azas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas
kekeluargaan.
Asas Kesatuan

Adalah suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu dan damai tanpa
adanya perselisihan sehingga terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya
diskriminasi. Asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-tugas
pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Akan tetapi,
sistem pemerintahan di Indonesia yang salah satunya menganut asas Negara kesatuan
yang di desentralisasikan menyebabkan adanya tugas-tugas tertentu yang diurus
sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan
kewenangan dan pengawasan.

Anda mungkin juga menyukai