Anda di halaman 1dari 41

I.

KEMATIAN DAN PERUBAHAN SETELAH MATI

1.1 Definisi
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler death) akibat ketiadaan
oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic death). Kematian individu dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life) atau dapat
diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung
dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen. Sebagai akibat
berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan tubuh maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk
manusia akan mengalami kematian, dimulai dari sel-sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan
oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk mempertahankan kehidupan,
sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang sifatnya reversibel. Sedangkan mati somatik
adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga organ vital sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan
sistem pernafasan berhenti secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum,
kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat. Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau perintah, dan
sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada dibawah pengaruh
obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke dalam lubang
telinga
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama walaupun pCO2
sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)

Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu dan harus diulangi
lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi dengan EEG dan
angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil yang meragukan atau jika ada kekhawatiran
akan adanya tuntutan di kemudian hari.

1.2 Tanda dan Patofisiologi

Tanda kematian tidak pasti

1.

Berhentinya sistem pernafasan dan sistem sirkulasi.


Secara teoritis, diagnosis kematian sudah dapat ditegakkan jika jantung dan paru berhenti selama 10
menit, namun dalam prakteknya seringkali terjadi kesalahan diagnosis sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan dengan cara mengamati selama waktu tertentu. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
mendengarkannya melalui stetoscope pada daerah precordial dan larynx dimana denyut jantung dan
suara nafas dapat dengan mudah terdengar.
Kadang-kadang jantung tidak segera berhenti berdenyut setelah nafas terhenti, selain disebabkan
ketahanan hidup sel tanpa oksigen yang berbeda-beda dapat juga disebabkan depresi pusat sirkulasi
darah yang tidak adekwat, denyut nadi yang menghilang merupakan indikasi bahwa pada otak terjadi
hipoksia. Sebagai contoh pada kasus judicial hanging dimana jantung masih berdenyut selama 15
menit walaupun korban sudah diturunkan dari tiang gantungan.

2. Kulit yang pucat


Kulit muka menjadi pucat ,ini terjadi sebagai akibat berhentinya sirkulasi darah sehingga darah yang
berada di kapiler dan venula dibawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga
warna kulit muka tampak menjadi lebih pucat. Akan tetapi ini bukan merupakan tanda yang dapat
dipercaya. Kadang-kadang kematian dihubungkan dengan spasme agonal sehingga wajah tampak
kebiruan. Pada mayat yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat tertentu (misalnya
karbon monoksida) warna semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.
3. Relaksasi otot
Pada saat kematian sampai beberapa saat sesudah kematian , otot-otot polos akan mengalami relaksasi
sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium ini disebut relaksasi primer. Akibatnya
rahang turun kebawah yang menyebabkan mulut terbuka, dada menjadi kolap dan bila tidak ada
penyangga anggota gerakpun akan jatuh kebawah. Relaksasi dari otot-otot wajah menyebabkan kulit
menimbul sehingga orang mati tampak lebih muda dari umur sebenarnya, sedangkan relaksasi pada
otot polos akan mengakibatkan iris dan sfincter ani akan mengalami dilatasi. Oleh karena itu bila
menemukan anus yang mengalami dilatasi harus hati-hati menyimpulkan sebagai akibat hubungan
seksual perani/anus corong.

4. Perubahan pada mata


Perubahan pada mata meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek cahaya yang menyebabkan kornea
menjadi tidak sensitif dan reaksi pupil yang negatif.
Knight mengatakan hilangnya reflek cahaya pada kornea ini disebabkan karena kegagalan kelenjar
lakrimal untuk membasahi bola mata. Kekeruhan pada kornea akan timbul beberapa jam setelah
kematian tergantung dari posisi kelopak mata. Akan tetapi Marshall mengatakan kornea akan tetap
menjadi keruh tanpa dipengaruhi apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Walaupun sering
ditemui kelopak mata tertutup secara tidak komplit, ini terjadi oleh karena kekakuan otot-otot kelopak
mata. Kekeruhan pada lapisan dalam kornea ini tidak dapat dihilangkan atau diubah kembali walaupun
digunakan air untuk membasahinya.
Bila kelopak mata tetap terbuka sclera yang ada disekitar kornea akan mengalami kekeringan dan
berubah menjadi kuning dalam beberapa jam yang kemudian berubah menjadi coklat kehitaman. Area
yang berubah warna ini berbentuk trianguler dengan basis pada perifer kornea dan puncaknya di
epikantus. Area ini disebuttaches noires de la sclerotiques yang pertama kali digambarkan oleh
Somner pada tahun 1833.
Knight mengatakan iris masih bereaksi dengan stimulasi kimia sampai 4 jam sesudah kematian
somatik, tetapi reflek cahaya segera hilang bersamaan dengan iskemik pada batang otak. Pupil
biasanya pada posisi mid midriasis yang disebabkan oleh karena relaksasi dari muskulus pupilaris
walaupun ada sebagian ahli yang menganggap ini sebagai proses rigor mortis. Diameter pupil sering
dihubungkan dengan sebab kematian seperti lesi di otak atau intoksikasi obat seperti keracunan
morphin dimana sewaktu hidup pupil menunjukan kontraksi. Akan tetapi Price (1963) memeriksa mata
dari 1000 mayat dan menyimpulkan bahwa keadaan pupil tidak berhubungan dengan sebab kematian,
dan kematian menyebabkan pupil menjadi dilatasi atau cadaveric position .
Setelah kematian tekanan intra okuler akan turun, tekanan intra okuler yang turun ini mudah
menyebabkan kelainan bentuk pupil sehingga pupil kehilangan bentuk sirkuler setelah mati dan
ukurannya pun menjadi tidak sama ,pupil dapat berkontraksi dengan diameter 2 mm atau berdilatasi
sampai 9 mm dengan rata-rata 4-5 mm oleh karena pupil mempunyai sifat tidak tergantung dengan
pupil lainnya maka sering terdapat perbedaan sampai 3 mm.
Nicati (1894) telah melakukan pengukuran terhadap tekanan bola mata posmortem dimana tekanan
normal pada bola mata pada waktu hidup adalah 14g -25g akan tetapi begitu sirkulasi terhenti maka
penurunan tekanan bola mata menjadi sangat rendah (tidak sampai mencapai 12g) dan dalam waktu

30 menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam kematian. Penurunan
tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada retina 15 jam
pertama setelah kematian dimana kornea dapat dipertahankan dalam keadaan baik dengan
menggunakan air atau larutan garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh lebih sulit
bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang terjadi pada retina dicoba
dihubungkan dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah maka pembuluh darah
retina akan mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau trucking dan ini terjadi dalam 15
menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam pertama setelah kematian, dapat
dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar fundus tampak kuning, demikian pula daerah sekitar
makula. Sekitar 6 jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada
pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan. Gambaran ini mencapai
seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang
terlokalisasi dengan sisa-sisa pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan
pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna coklat gelap. Beberapa
pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem yang terjadi pada retina mempunyai arti yang
kecil untuk dihubungkan dengan perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa
segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral daripada penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat dimana tidak
hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan yang terjadi pada kornea juga dicatat.
Mereka telah memeriksa 204 fundus dari subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau
trucking pada satu atau kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya. Bagian
yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam 75% pasien dalam
2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi merupakan perubahan
posmortem yang alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat kematian.

Tanda Kematian Pasti

1. LEBAM MAYAT
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation, Hypostasis, Livor
Mortis, Stainning. Lebam

mayat

terbentuk

bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam

mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana
pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap
darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan

dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai.
Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga
mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan gelembunggelembung
di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna
biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempattempat di mana
mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga
meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian, Dimana
setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 1012 jam ternyata akan memberikan lebam
mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi
(interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercakbercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana
bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam
beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 812 jam,
pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini
disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya
pembuluh darah akibat tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada
daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada
penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara
sempurna. Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah
juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan
mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta tidak
hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan
setelah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah,
karena darah sudah mengalami koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini
lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer kemudian
dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi
dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada
tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, Polson
mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam, sedangkan
Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.

Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent incoagulable oleh karena
adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran darah selama proses kematian. Sumber dari
fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan
permukaan serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi
darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung jawab terhadap
lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah pada
pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan
berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang
mempunyai diameter dari satu sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24
jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini
sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.

2. KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang
disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi
primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada
serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah
sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan
myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu masa yang lentur dan
dapat berkontraksi (gambar II.3). Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada
akto-miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga otot yang
bersangkutan
menjadi kaku dan
berkontraksi.

akan
tidak dapat

Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga sewaktu
terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian somatic,
dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar
ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak
pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian
karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat
mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan
lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh yang baik.

Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis. Perubahan alkalis
menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi
asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku
(rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis
kembali saat terjadi pembusukan.

Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot lurik maupun otot polos. Dan bila
terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan
sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot
dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.

Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam pos
mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang
sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan
tungkai.

Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk dengan posisi sewaktu
mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati.
Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a. Kondisi otot
-

Persediaan glikogen

Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum
meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan
karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.
-

Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.

Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terjadi lebih
cepat.

b. Usia
-

Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.

Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan.

c. Keadaan Lingkungan
-

Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab

Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama.

Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku
mayat lebih lambat dan lama.

Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi pembekuan atau cold
stiffening.

d. Cara Kematian
-

Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak
lama.

Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)

Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis


Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem

Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :


-

Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian
dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas
sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan
glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal.

Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan
yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada
kasus bunuh diri.
-

Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah
muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada
saat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan
lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu
bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.

Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC atau 40oF), sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot,
bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan
secara paksa maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas
kembali bila diletakkan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang
sangat singkat.

3. Pembusukan Atau Decompositio

Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan adalah proses degradasi
jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme,
terutama Clostridium welchii.

Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia
yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim
akan mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan
demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak
dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam
kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin
dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya
jaringan akan menjadi lunak dan mencair.

Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah maka
proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel
akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat.

Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang secara
normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah,
dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini
menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan
trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering
menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. welchii.
Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan
perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi
dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kirakira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering
pada fosa iliaka kanan dimana

isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya

yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen
sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan
organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon
transversum. Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ
sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis.
Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.

Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang
menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya.
Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan
pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh
darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau
arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal
dan paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah
dan paha.

Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri
tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat
membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati . Kemudian
permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya
dan ini disebut skin slippage.

Skin slippage ini menyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit

dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula
yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadangkadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai

pendulum yang berukuran 5 7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan
berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak
keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku,
rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar
rambut.

Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir seluruh
jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya
krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam
sikap pugilistic attitude.

Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir
menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini
menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh
tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg
sesudah mati.

Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam cavum
abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus
terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan
pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan
biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat. Pada
wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak
adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah
terlepas.

Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan intestinal,medula


adrenal dan pancreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam
lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna
pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi
cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan
sekitarnya menjadi coklat kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa
menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak.

Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau milliary
plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang
terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.

Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:


1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medula adrenal, pankreas,
otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal, diafragma,
lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena
memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa.

Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium
dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang
dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.

Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan
sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya
pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada
luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur
atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian.
Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim
proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan
pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan
penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang
larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam
larva lalat.

Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi penting yang
berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi
petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada
badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi
bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.

Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini
dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila
mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.
Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih
lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus.
Pembusukan berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh
dan pada mayat yang gemuk memiliki darah yang lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk
perkembangbiakkan organisme pembusukan.

Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping
pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung
lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi
walaupun kulit masih terasa hangat.

Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu :


1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat.

Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor
ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana mayat berada. Semakin lembab udara di
sekeliling mayat maka pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara
lebih cepat dibandingkan medium air dan pembusukan pada medium air lebih cepat dibandingkan pada
medium tanah.

Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai, namun yang ditemui adalah
modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifikasi pembusukan antara lain.
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Proses mumufikasi terjadi
bila keadaan disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi
dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat
menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat dengan
tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat, lembab atau basah.
Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak
jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan
alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial bentuk bercak, di
pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponikasi memerlukan waktu
beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda
berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa.

4. Penurunan suhu tubuh mayat/algor mortis


Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi. Kalor dan energi ini
terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti glukosa, lemak, dan protein. Sumber
energi utama yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi
sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transport
ion, kontraksi otot dan lain-lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari total
energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa (gambar II.1). Sisanya sebesar 62% energi yang
dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.

Gambar II.1. Metabolisme Glukosa


Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan terhenti sehingga suhu tubuh akan
turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses
radiasi, konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor
mortis. Algor mortis merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah
berada pada fase lanjut post mortem.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal
ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena masih adanya proses glikogenolisis
dari cadangan glikogen yang disimpan di otot dan hepar (gambar II.2).
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

Gambar II.3. Glikogenolisis


Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu penurunan menjadi lebih cepat
dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali. Jika dirata-rata maka penurunan suhu tersebut antara
0,9 sampai 1 derajat celcius atau sekitar 1,5 derajat Fahrenheit setiap jam, dengan catatan penurunan
suhu dimulai dari 37 derajat Celcius atau 98,4 derajat Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan
cara untuk memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,4oF - suhu rectal oF) : 1,5oF.
Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan thermometer kimia (long chemical
thermometer).

Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:
1. Faktor internal
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh
yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat.
Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. Pada
mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.

2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya penurunan
suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih
dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena udara
yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin mempercepat
penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor panas
yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini dikarenakan
kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.

ENTOMOLOGI FORENSIK
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan informasi
mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan investigasi yang
berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan manusia atau satwa
(Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).

Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat merupakan
invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat
manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka lalat tersebut
akan memindahkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa (Sukontason et al., 2007).
Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga lain akan menimbulkan suatu
komunitas dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi, predasi,
seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut (Hangeveld, 1989).

Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk mengidentifikasi
suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
1. Adanya spesies necrophagous yang memakan bangkai/mayat.

2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan serangga atau
golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies Schizophagous, yakni spesies yang
hadir untuk memakan pada saat pertama kali, namun akan menjadi predator pada tahap larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang memakan baik pada
bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk tempat tinggalnya.
Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik yang
meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut Gennard (2007) dan
Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda penggelembungan
pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari famili Calliphoridae dan
Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah yang terbuka seperti daerah kepala
(mata, hidung, mulut, dan telinga).

Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang dihasilkan
oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggelembungan pada pada perut mayat.
Selanjutnya suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari aktivitas bakteri pembusuk dan
aktivitas metabolime dari larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat tertarik pada mayat selama
tahapan ini. Kemudian selama mengembang akibat adanya gas, cairan dalam tubuh terdorong keluar
dari lubang-lubang tubuh dan meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun oleh senyawa seperti
amonia yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat sehingga akan menyebabkan tanah
di bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju ke
mayat.

Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas keluar dari
tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat. Meskipun beberapa serangga
predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap bloated stage, serangga necrophagous dan
predator dapat diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat
dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menyelesaikan perkembangan siklusnya dan
meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada akhir tahap ini, larva lalat akan menghilang dari
jaringan tubuh pada mayat.

Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus sudah
mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan mengering. Indikator
pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi lalat di dalam tubuh mayat.

Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini tidak
jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae terkadang
ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari dekomposisi.

Estimasi Waktu Kematian


Ahli entomologi forensik sering memeriksa bukti serangga pada mayat manusia dan menetukan berapa
lama serangga tersebut berada di mayat. Periode waktu tersebut di interpretasikan dalam postmortem
interval (PMI) atau waktu sejak kematian. Analsis PMI terbagi menjadi dua, yakni precolonization
interval (pre-CI) dan postcolonization interval (post-CI). Adapun penjelasan masing-masing interval
tertera pada Gambar 4 (Tomberlin et al., 2011).

Pada Gambar 4 tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada mayat.
Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian disajikan pada Tabel
1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk mengetahui estimasi waktu kematian
pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian berdasarkan perkembangan serangga disajikan pada
Gambar 5. Contoh pada Gambar 5 tersebut adalah menentukan waktu kematian berdasarkan siklus
hidup serangga Protophormia terraenovae.

Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21C dan kelembaban 30%) (Amendt
et al., 2004a).

Gambar 5. Kurva pertumbuhan Protophormia terraenovae mulai dari larva, pupa, dan dewasa (adult)
pada suhu 15, 20, 25, 30 and 35C (Amendt et al., 2004a).

Untuk

mengukur

waktu

kematian dapat digunakan suhu


yang dibutuhkan oleh serangga
untuk

hidup.

Serangga

merupakan

hewan

poikilotermik atau hewan yang


suhu

tubuh

dan

metabolismenya
oleh

dipengaruhi

lingkungan.

menggunakan
(thermal

aktivitas

Serangga

energi
unit)

pertumbuhan
perkembangnya.

panas
untuk
dan

Sehingga

kebutuhan energi selama masa hidupnya dapat dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat
(degree days D ) yang mana nilai D dapat ditambahkan bersamaan yang akan menghasilkan nilai
accumulated degree days (ADD). Jika periode thermal unit pendek maka bisa digunakan accumulated
degree hours (ADH). Dari peristiwa tersebut, maka waktu kematian dpat dihitung dengan
menggunakan rumus:

ADH= Waktu(hours) (temperatur - temperatur basal)


ADD= Waktu(days) (temperatur - temperatur basal)

Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat diketahui dari
literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur lingkungan yang
bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur basal adalah temperatur
fisiologi terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur yang berbeda-beda (Tabel 2).

Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode waktunya selama
68 jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7C dan tempertur basalnya adalah 2C. Sehingga akan
diperoleh nilai:
ADH = 68 (26,7 2) = 1679,6

ADD = 1679,6/24 = 7

Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari (Gennard, 2007).
II. INFANTICIDE
2.1. Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anak
kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak.

Dengan demikian berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus
pembunuhan anak, adalah:
1. Pelaku adalah ibu kandung.
2. Korban adalah anak kandung.
3. Alasan melakukan tindakan tersebut adalah takut ketahuan telah melahirkan anak.
4. Waktu pembunuhan, yaitu tepat pada saat melahirkan atau beberapa saat setelah melahirkan.

Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut, suatu pembunuhan yang tidak memenuhi salah
satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak, melainkan suatu pembunuhan biasa.

2.2 Dasar Hukum Menyangkut Pembunuhan Anak Sendiri

Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang.
Adapun bunyi pasalnya adalah:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas
nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan dalam pasal
342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan berencana.

Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor penting, yaitu:
Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak sendiri.
Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau belum. Sedangkan, bagi orang lain yang
melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan
berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara (pasal 338 pembunuhan tanpa
rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati (pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan
rencana).
Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi hanya
dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian. Sehingga boleh dianggap pada saat
belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul
maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui orang
lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan
tidak sah.

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah, got, sungai dan
sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342),
pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang
ditelantarkan sampai mati (pasal 308).

2.3 Peran Dokter pada Kasus Pembunuhan Anak Sendiri

Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa jenazah bayi. Dokter akan
diminta oleh penyidik secara resmi guna membantu penyidikan untuk memperoleh kejelasan di dalam
hal sebagai berikut:
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian.
Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti barang bukti. Oleh
karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam hal ini yaitu tubuh anak, harus
dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain ketiga kejelasan di atas, masih ada dua hal lagi
yang harus diutarakan dalam VeR, yaitu:
4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan
hidup bagi si anak?
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus dilahirkan hidup setelah
seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Selain itu, viabilitas dan maturitas
bayi juga perlu ditentukan untuk menerangkan sebab lahir mati. Bila bayi tersebut lahir mati
kemudian dibuang, maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan anak sendiri, melainkan kasus
lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran dan kematian.

Lahir hidup atau lahir mati

Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah
pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi,
sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari dilahirkan.

Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan oleh ibunya,
tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu
dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda
kehidupan lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.

Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan (paru mengembang dan
terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis, adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan
denyut jantung serta perubahan hemoglobin, isi usus, dan keadaan tali pusat.
1. Pernapasan

Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan sirkulasi plasenta, dan
ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru. Pernapasan setelah bayi lahir
mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.
a. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6. Sedangkan pada yang
belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke-4.
b. Gambaran Makroskopik Paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak homogen namun berbercak-bercak
(mottled). Konsistensinya adalah seperti spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan, pada paruparu bayi yang belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna hati bayi dan homogen,
dengan konsistensi kenyal seperti hati atau limpa.3
c. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru tidak disentuh
untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat
manipulasi berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit dengan pinset atau klem,
kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam,
palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus
bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di
bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi
berikutnya cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea;
bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.Pengeluaran organ dari lidah sampai paru
dilakukan dengan forsep atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.
Kemudian esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini
dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau)
tidak memberikan hasil meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke dalam air dan dilihat
apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan
kembali ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan
dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari
bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena kemungkinan
adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan
dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang
terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah

masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak
akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah
membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru
negatif.5

Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru mengingat kemungkinan
adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus
uternus atau vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau
dalam vagina).

Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi
kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk
memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.

Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya, sehingga tidak
dianjurkan untuk dilakukan.

d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan formalin
10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan
baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.
Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori
atau Ladewig.

Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas, tetapi merupakan ciri
paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum
bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (clublike). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru
bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak
serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang
keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection
dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).

Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas
karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga
terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf
S, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat
asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.

Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin terlihat dalam bronkioli
dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda
maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.

Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya kehidupaan seperti
trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium
serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus.

Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru:


n
No.
1.

2.
3.
4.

5.
6.

Paru belum bernapas

1Volume kecil, kolaps, menempel


pada vertebra, konsistensi padat,
tidak ada krepitasi
2
Tepi paru tajam
3Warna homogen, merah
kebiruan/ungu
5
Kalau
diperas di bawah
permukaan air tidak keluar
gelembung gas atau bila sudah
ada pembusukan gelembungnya
besar dan tidak rata.
6
Tidak
tampak alveoli yang
berkembang pada permukaan
6
Kalau
diperas hanya keluar
darah sedikit dan tidak berbuih
(kecuali
bila
sudah
ada
pembusukan)
8
Berat
paru kurang lebih 1/70 BB

Paru sudah bernapas


Volume 4-6x lebih besar, sebagian
menutupi jantung, konsistensi seperti karet
busa (ada krepitasi)
Tepi paru tumpul
Warna merah muda

Gelembung gas yang keluar halus dan rata


ukurannya.
Tampak alveoli, kadang-kadang terpisah
sendiri
Bila diperas keluar banyak darah berbuih
walaupun belum ada pembusukan (volume
darah dua kali volume sebelum napas.
Berat paru kurang lebih 1/35 BB

7.
8.
9.

8Seluruh bagian paru tenggelam Bagian-bagian paru yang mengembang


dalam air
terapung dalam air.
9
Letak
diafragma setinggi iga 3 Letak diafragma setinggi iga 5 atau 6
atau 4

2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa bernapas. Suara
tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam
uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara
dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat dibuktikan. Kaku
mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati maupun yang lahir mati.

4. Peredaran Darah, Denyut Jantung, dan Perubahan pada Hemoglobin


Meliputi bukti fungsional yaitu denyut tali pusat dan detak jantung (harus ada saksi mata) dan bukti
anatomis yaitu perubahan-perubahan pada Hb serta perubahan dalam duktus arteriosus, foramen ovale
dan dalam duktus venosus (cabang vena umbilicalis yang langsung masuk vena cava inferior).

Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang sudah terlahir
lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi
pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan
menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai
beberapa minggu.

5. Isi Usus dan Lambung


Bila dalam lambung bayi ditemukan benda asing yang hanya dapat masuk akibat reflek menelan,
maka ini merupakan bukti kehidupan (lahir hidup). Udara dalam lambung dan usus dapat terjadi
akibat pernapasan wajar, pernapasan buatan, atau tertelan. Keadaan-keadaan tersebut tidak dapat
dibedakan. Cara pemeriksaan yaitu esophagus diikat, dikeluarkan bersama lambung yang diikat pada
jejunum lekuk pertama, kemudian dimasukkan ke dalam air. makin jauh udara usus masuk dalam
usus, makin kuat dugaan adanya pernapasan 24-48 jam post mortem, mekonium sudah keluar semua
seluruhnya dari usus besar.

6. Keadaan Tali Pusat


Yang harus diperhatikan pada tali pusat adalah pertama ada atau tidaknya denyut tali pusat setelah
kelahiran. Ini hanya dapat dibuktikan dengan saksi mata. Kedua, pengeringan tali pusat, letak dan
sifat ikatan, bagaimana tali pusat itu di putus (secara tajam atau tumpul).

7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi lahir,
sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu
maserasi, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini
harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena terjadi
secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah
terpisah sama sekali dari ibu.

Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau setelah terpisah sama
sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:

Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau).

Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan.

Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak.

Tidak ada gas, baunya khas.

Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.

Tanda Perawatan

Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus pembunuhan anak.
Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan petunjuk dari bayi tersebut tidak lama setelah
dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang baru dilahirkan dan
belum dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan tidak dapat disebut
sebagai pembunuhan anak sendiri.

Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui dari tanda-tanda
sebagai berikut:
Tubuh masih berlumuran darah.
Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusat
(umbilikus).
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air.
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung lipatanlipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.

Viabilitas

Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar kandungan ibunya atau sudah
mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate existence). Viabilitas mempunyai beberapa syarat,
yaitu:
a. Umur 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan 35 cm.
c. Berat badan 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital 32 cm.

Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bayi,
seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau mikrosefalus), dan saluran pencernaan
(stenosis esophagus, gastroskizis).

Cukup Bulan dalam Kandungan


Bayi yang cukup bulan (matur, term) adalah bayi yang lahir setelah dikandung selama 37 minggu atau
lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh. Pengukuran bayi cukup bulan dapat dinilai dari:

Ciri-ciri eksternal
Daun telinga
Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan pembentukan tulang rawan yang
sudah sempurna, pada helix teraba tulang rawan yang keras pada bagian dorsokranialnya dan bila
dilipat cepat kembali ke keadaan semula.3
Susu
Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol diatas permukaan kulit
dan diameter tonjolan susu itu 7 milimeter atau lebih.3
Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas dan relatif keras
sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pelaku autopsi. Kuku jari kaki masih relatif
pendek. Pada bayi yang prematur kuku jari tangan belum melampaui ujung jari dan relatif lebih
lunak sehingga ujungnya mudah dilipat.3
Garis telapak kaki

Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari depan hingga tumit.
Yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan dalam. Dalam hal kulit telapak kaki itu basah
maka dapat juga tampak garis-garis yang halus dan superfisial.3
Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni pada dasar skrotum dan
rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada bayi perempuan yang matur, labia minor sudah
tertutup dengan baik oleh labia mayor.3
Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain dan tampak mengkilat.
Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang prematur rambut kepala halus seperti bulu wol atau
kapas, masing-masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut pada dahi tidak jelas.3
Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh darah yang agak
besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samar-samar. Pada bayi prematur pembuluhpembuluh tersebut tampak jelas.3
Processus xiphoideus
Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan pada yang
prematur membengkok ke ventral atau satu bidang dengan korpus manubrium sterni.3
Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah terdapat, sedangkan
pada yang prematur bagian itu belum terdapat.3

Pusat penulangan
Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur) mempunyai arti yang cukup penting.
Bagian distal femur dan proksimal tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur
kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan cuneiform. Sedangkan, talus dan
calcaneus pusat penulangan akan tampak pada umur kehamilan 28 minggu.

Penaksiran umur gestasi


Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit dalam sentimeter adalah
sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5 bulan terakhir, panjang badan adalah sama dengan
angka bulan dikalikan dengan angka 5.3
Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2

Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3.3


Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)

Penyebab Kematian

Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan penyebab kematiannya. Bila
terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal
atau sebab mati janin (fetal death).
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami

Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar kandungan sehingga

mati setelah beberapa saat sesudah lahir.

Penyakit kongenital

Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang mengandung seperti sifilis, tifus, campak
sehingga anak memiliki cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ internal seperti paruparu, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap seperti anensefali. Jika
kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding uterus akan dapat menyebabkan
kematian dari bayi dan ibu, dan dapat diketahui jika sang ibu meninggal dan dilakukan pemeriksaan
dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau akibat pembesaran kelenjar
timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung anak dengan rhesus positif,
sehingga darah ibu akan membentuk antibodi yang menyerang sel darah merah anak dan

menyebabkan lisisnya sel darah merah anak, sehingga menyebabkan kematian anak baik sebelum
maupun setelah kelahiran.

b. Kematian akibat kecelakaan


1. Akibat persalinan yang lama
Ini dapat menyebabkan kematian pada bayi akibat ekstravasasi dari darah ke selaput otak atau hingga
mencapai jaringan otak akibat kompresi kepala dengan pelvis, walaupun tanpa disertai dengan fraktur
tulang kepala.
2. Jeratan tali pusat
Tali pusat seringkali melingkar di leher bayi selama proses kelahiran. Hal ini dapat menyebabkan bayi
menjadi tercekik dan mati karena sufokasi.
3. Trauma
Hantaman yang keras pada perut wanita hamil dengan menggunakan senjata tumpul, terjatuhnya ibu
dari ketinggian juga merupakan penyebab kematian bayi intrauterin. Untuk kasus seperti ini harus
diperiksa tanda-tanda trauma pada ibu.
4. Kematian dari ibu
Ketika ibu mati saat proses melahirkan ataupun sebelum melahirkan, maka anak tidak akan bertahan
lama di dalam kandungan sehingga harus dilahirkan sesegera mungkin. Jika kematian disebabkan
oleh penyakit kronis, seperti perdarahan kronis, maka kesempatan untuk menyelamatkan nyawa anak
sangatlah kecil. Sedangkan jika kematian disebabkan karena kejadian akut seperti kecelakaan, dimana
ibu sebelumnya sehat, maka kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa bayi lebih besar.

c. Kematian karena tindakan pembunuhan


1. Pembekapan (sufokasi)
Ini merupakan tindakan yang paling sering dilakukan. Bayi baru lahir sangat mudah dibekap dengan
menggunakan handuk, sapu tangan atau dengan tangan. Dapat juga ditemukan benda asing yang
menyumbat jalan napas, seringkali karena ibu berusaha mencegah agar anak tidak menangis dan ini
justru menyebabkan kematian.
2. Penjeratan (strangulasi)
Penjeratan juga merupakan cara pembunuhan anak yang cukup sering ditemui. Sering ditemukan
tanda-tanda kekerasan yang sangat berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membuat bayi mati. Tandatanda bekas jeratan akan ditemukan di daerah leher disertai dengan memar dan resapan darah. Kadang
juga ditemukan penjeratan dengan menggunakan tali pusat sehingga terlihat bahwa bayi mati secara
alami.
3. Penenggelaman (drowning)

Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air, sungai dan bahkan toilet.
4. Kekerasan tumpul pada kepala
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan terhadap bayi.
Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah tulang.
5. Kekerasan tajam
Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi dengan senjata tajam seperti
gunting atau pisau dan menyebabkan luka yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati,
jantung dan otak.
6. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium pada putting susu ibu, yang
kemudian menyusui bayinya dan menyebabkan bayi tersebut mati.
Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi anatomi yang diambil dari
jaringan tubuh mayat bayi.

3.4 Pemeriksaan terhadap Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri

Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi bersangkutan bertujuan untuk
menentukan apakah wanita tersebut baru melahirkan. Pada pemeriksaan juga perlu dicatat keadaan
jalan lahir untuk menjawab pertanyaan Apakah mungkin wanita tersebut mengalami partus
presipitatus?
1. Tanda telah melahirkan anak
a. Robekan baru pada alat kelamin
b. ostium uteri dapat dilewati ujung jari
c. keluar darah dari rahim
d. ukuran rahim saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum setinggi tulang
kemaluan
e. payudara mengeluarkan air susu
f. hiperpigmentasi aerola mamma
g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih2
2. Berapa lama telah melahirkan
a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari2

3. Mencari tanda-tanda partus precipitatus


a. robekan pada alat kelamin
b. inversio uteri (rahim terbalik) yaitu bagian dalam rahim menjadi keluar, lebih-lebih bila
tali pusat pendek
c. robekan tali pusat anak yang biasanya terdapat pada anak atau pada tempat lekat tali
pusat. Robekan ini harus tumpul dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis
d. luka pada kepala bayi menyebabkan perdarahan di bawah kulit kepala, perdarahan di
dalam tengkorak2
4. Pemeriksaan histopatologi yaitu sisa plasenta dalam darah yang berasal dari rahim.2
Upaya membuktikan seorang tersangka ibu sebagai ibu dari anak yang diperiksa adalah
suatu hal yang paling sukar. Beberapa cara dapat digunakan, yaitu:
1. Mencocokkan waktu partus ibu dengan waktu lahir anak
Si ibu diperiksa, apakah memang baru melahirkan (tinggi fundus uteri, lochia, kolostrum
dan sebagainya). Sedangkan saat lahir si anak dilihat dari usia pasca lahir ditambah lama
kematian.
2. Memeriksa golongan darah ibu dan anak
Hal ini juga sulit karena tidak adanya golongan darah ayah. Ekslusi hanya dapat
ditegakkan bila 2 faktor dominan terdapat bersama-sama pada satu individu sedang
individu lain tidak mempunyai sama sekali. Contohnya adalah bila golongan AB
sedangkan si anak golongan O atau sebaliknya. Penggunaan banyak jenis golongan darah
akan lebih memungkinkan mencapai tujuan, tetapi oleh karena kendala biaya maka cara ini
tidak merupakan prosedur rutin.
3. Pemeriksaan DNA
Cara ini merupakan cara yang canggih dan membutuhkan dana yang besar.

III. Investigasi Perkosaan


3.1. Definisi
Perkosaan adalah persetubuhan diluar nikah dengan kekerasan atau dibawah ancaman kekerasan 12
th(ps 285).

UU perlindungan anak

UU HAM no 26/2000

UU KDRT no 23/2004

Three elements are necessary to constitute the crime:

Sexual intercourse (carnal knowledge)

Failure to seek or to obtain the consent of the victim.

Force

3.2. Cara dan Prosedur Pemeriksaan


Prosedur Pemeriksaan
Izin pemeriksaan adalah hal pertama yang harus didapatkan dari wanita atau jika anak kecil, dari orang
tuanya atau yang menemaninya. Pemeriksaan seharusnya dilakukan pada ruangan tertutup Almarhum
W. H. Grace merekomendasikan agar korban diberikan tempat duduk yang paling nyaman, jika dia
tidak merasa gelisah, maka keaslian dari segala keluhannya patut dicurigai.
Waktu dan tanggal ketika dilakukan pemeriksaan haruslah dicatat, karena interval antara pemeriksaan
dan peristiwa kejadian akan dijadikan bahan. Interval seterusnya akan memerlukan penjelasan, dan
yang paling penting adalah dokter, akan mengeluarkan surat izin pemeriksaan yang menjelaskan jika
ada tanda-tanda pemerkosaan. Hasil negatif pada orang dewasa didapatkan jika pemeriksaan dilakukan
setelah lewat beberapa hari, wanita yang telah menikah atau jika dia sudah terbiasa melakukan
hubungan seksual.
Dokter akan mengambil kesempatan untuk memperhatikan gaya berjalan korban ketika memasuki
ruangan pemeriksaan atau dengan tes spesifik. Dokter akan memperhatikan gerak-gerik secara umum
dan kebiasaan tubuh. Apakah ketika berjalan akan terasa sakit yang disebabkan oleh luka pada alat
kelamin? Apakah korban merasa gembira, menderita, atau jika merasa terganggu, sebagai konsekwensi
dari keadaan setelah baru saja diperkosa? Apakah dia adalah wanita lemah atau sehat fisiknya, dan
perlawanan macam apa yang bisa dia lakukan?
Pengumpulan spesimen merupakan hal yang penting. Akan lebih baik bila disiapkan perlengkapan
untuk mengumpulkan dan menyimpan barang bukti.
Rape Kit

Formulir rangkaian pemeriksaan barang bukti

Formulir pemeriksaan dokter

Amplop2 penyimpan barang bukti

Sisir untuk rambut pubis

Gunting untuk rambut pubis

Tabung pengambilan darah

Kertas saring untuk pengambilan saliva

Lidi kapas dan tabung untuk pengambilan spesimen swab vagina, anus, dan oral

Tabung kultur

Slide mikroskop

Label

Checklist

Alat Kelamin dan Payudara


Payudara
Satu atau kedua payudara akan mengalami memar apabila diperlakukan secara kasar. Mungkin digigit
dan cetakan gigi dari si pelaku terlihat jelas, seperti pada kasus Gorringe putingnya mungkin terlihat
seperti bekas digigit.
Rambut kemaluan
Sampel diperlukan dan harus diambil pada saat pemeriksaan lanjut karena rambut harus didapat tanpa
pemotongan langsung pada daerah yang dicurigai. Perlengketan dari rambut dapat disebabkan oleh
cairan semen yang mengering. Sampel rambut diperlukan untuk pembuktian akan hal ini dan juga
untuk perbandingan dengan rambut yang ditemukan pada baju tersangka.

Genitalia
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh yang biasa dilakukan, tetapi
padda bagian vulva dan hymen diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.

Vulva
Cedera/trauma pada vulva dapat dilihat dengan adanya sakit pada perabaan, pembengkakan,
kemerahan (perubahan warna dengan sekitar), memar, dan lecet.

Selaput dara
Pemeriksaan selaput darah terutama pada anak, yang sulit dilakukan atau sulit dinilai / dijangkau
difasilitasi dengan penggunaan pemeriksaan tertentu ( Glaister & Rentoul -1966).

Robekan (luka) selaput dara yang masih baru dapat dilihat dengan adanya perdarahan pembengkakan
dan proses inflamasi, tetapi jika sudah terjadi proses penyembuhan luka, perlu diperhatikan dengan
seksama antara robekan selaput dara dengan bentuk bentuk yang tidak biasa dari selaput darah yang
masih utuh.

Liang senggama (Vagina )


Pelebaran dari liang senggama (vagina ) dapat menunjukkan akan adanya persetubuhan, tapi hal
tersebut juga dapat disebabkan oleh masuknya benda asing (seperti tampon). Memar, lecet atau
terkikisnya kulit dapat terjadi karena adanya paksaan dalam persetubuhan dan tidak menyatakan
bahwa hal tersebut sebagai tindakan perkosaan.
Terdapat kasus-kasus menarik tentang robeknya liang senggama yang tidak disebabkan olen
perkosaan. Seperti yang diilustrasikan pada kasus robeknya liang senggama (vagina) dikarenakan
koitus yang biasa, yang dilaporkan oleh Victor Boney (1912). Seorang wanita dilarikan ke rumah
sakit setelah dilaporkan menderita perdarahan dan peritonitis. Robekan pada fornix posterior sampai
peritoneum. Dia sempat disangka melakukan aborsi kriminalis dengan menggunakan alat bantu (dia
adalah seorang wanita yang telah memiliki banyak anak sebelumnya). Pada kenyataannya perdarahan
tersebut terjadi dikarenakan melakukan koitus dengan posisi berdiri pada saat mabuk. Adapula kasus
perforasi vagina yang disebabkan karena kelemahnya tekstur.

Cairan vagina
Cairan vagina dikumpulkan ( swab & fresh smear) terutama untuk menunjang pemeriksaan. Dapat
untuk mendeteksi penyakit sexual yang ditularkan, menemukan sperma, dan cairan semen untuk
mengarahkan akan telah terjadinya persetubuhan

Keberhasilan Investigasi
Keberhasilan investigasi tergantung 3 faktor yang saling mendukung, yakni korban petugas
kepolisian petugas medis. Petugas kepolisian atau petugas medis yang pertama kali tiba di tempat
kejadian atau menemukan korban harus segera menangani kegawatdaruratan medis. Bila korban
terluka parah, usaha penyelamatan harus menjadi prioritas dibanding hal-hal lain, seperti interogasi
misalnya. Saat korban telah dievakuasi, atau ternyata korban ditemukan dalam keadaan tak bernyawa,
tempat kejadian harus segera diamankan dan penyelidikan mencari barang bukti segera dilaksanakan.
Kalaupun korban tak terluka secara fisik, korban pasti memerlukan support untuk menangani trauma
psikisnya. Akan lebih baik bila korban ditangani oleh petugas kepolisian wanita.
Perlu juga kerjasama dari pihak korban, karena biasanya korban akan memaksa untuk diantar /
dijemput oleh keluarga / kenalan sehingga seringkali tidak menuju tempat fasilitas medis, atau

pemeriksaan yang harusnya dilakukan dengan segera menjadi tertunda dan bukti-bukti berharga
hilang.

PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA PELAKU PEMERKOSAAN


Pemeriksaan terhadap tersangka pelaku pemerkosaan dapat menjadi bagian dari syarat syarat sistem
pemeriksaan kejahatan seksual.
Penile washing dilakukan untuk menentukan aktivitas seksual terakhir, sehingga diharapkan dapat
membantu meng-identifikasi kemungkinan kemungkinan pelaku.
Dalam test ini, penis tersangka dicuci dengan saline, lalu hasil dari pencucian tersebut diwarnai
dengan pewarnaan Papanicolaou jika ditemukan sel epitel vagina dan serviks serta barr body, maka
hasil tersebut menandakan adanya persetubuhan yang baru terjadi
Pemeriksaan ini tentu memerlukan inform consent, yang dapat berupa perintah dari pengadilan.
Izin untuk pemeriksaan terhadap tersangka tidak merupakan patokan utama, seharusnya didapat oleh
dokter serta ditulis dan melalui kesaksian pada pemeriksaan.
Pemeriksa akan menulis tentang usia, ukuran fisik dan bentuk fisik yang terdapat pada tersangka.
Pemeriksaan juga harus menjelaskan jika terdapat luka-luka ( bekas cakaran kuku/luka lecet, luka
memar, dan tanda-tanda yang mengarah kepala perlawanan)
Pemeriksaan cairan semen, bercak sperma pada pakaian diharapkan dapat memberikan penjelasan.
Juga diperlukan pemeriksaan lanjut seperti ukuran penis, apakah pria tersebut

potent/impotent.

Akumulasi dari smegma kurang dapat menentukan tetapi robekan pada frenum mengarahkan atas
terjadi hubungan sex. Pemeriksaan bakteriologis juga dapat dilakukan (penularan penyakit sexual
yang terjadi akibat persetubuhan), pemeriksaan sampel darah juga dapat dilakukan (terutama pada
kasus-kasus grouping ). Pemeriksaan terhadap baju tersangka perlu dilakukan terutama untuk
menemukan adanya rambut, darah, bercak. Jika didapatkan bercak darah maka harus ditentukan milik
siapa.

PROSEKUSI TERSANGKA PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL


Prosekusi dari kasus kejahatan seksual mungkin adalah prosekusi yang paling sulit dari keseluruhan
pengungkapan kasus kasus kejahatan seksual. Biasanya, hanya sebagian kecil dari banyak kasus
kasus kejahatan seksual yang benar benar sukses di prosekusikan.
Pada kasus kasus seperti ini, biasanya tidak ada saksi mata. Seringkali, hanya ada kesaksian dari
korban melawan kesaksian tersangka. Korban sendiri adalah saksi mata yang tidak kuat, dan bisa saja,
korban tidak dapat ditanya.
Dahulu, pada kasus kasus seperti ini, ada ketergantungan yang kuat terhadap bukti bukti dari
tempat kejadian dan sekitarnya, dan sangat sedikit memakai bukti bukti ilmiah. Dengan investigasi

dan pengumpulan barang bukti secara ilmiah yang benar, maka sekarang ini, bukti bukti ilmiah
banyak digunakan, walaupun kesaksian saksi mata tetap menjadi bukti penting.
Petugas polisi yang melakukan investigasi sama bergunanya dengan seorang saksi mata untuk
mendeskripsikan tempat kejadian perkara dan kondisi korban saat pertama kali ditemukan.
Dokter pemeriksa juga dapat menjadi saksi ahli yang tak kalah pentingnya. Selain itu, foto foto
yang juga dapat menjadi bukti yang penting dalam mendemonstrasikan luka dengan efektif. Dokter
sebaiknya diberi kesempatan untuk mengidentifikasikan foto dari korban dan memperkenalkannya
sebagai barang bukti.
Ahli patologi dan ahli laboratorium penting diajukan sebagai saksi ahli karena kesaksian mereka
adalah yang paling teknis dan juri harus yakin kalau mereka berkompetensi untuk memberikan
kesaksian tersebut. Sebaiknya kesaksian tersebut dengan menggunakan kata kata yang mudah
dimengerti oleh juri.Bagi juri korban adalah saksi yang paling penting karena juri mungkin akan
mengabaikan bukti bukti ilmiah.
Bagi korban mati, ahli patologi yang melakukan pemeriksaan forensik menggantikan korban sebagai
saksi dipengadilan. Deskripsinya tentang luka luka dan hasil dari analisis lab akan menginformasikan
bagaimana perkiraan kejahatan tersebut.
IV. HUKUM PEMERKOSAAN DAN PEMBUNUHAN DALAM ISLAM
Hukum Pemerkosaan
Pemerkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan).
Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tak
dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam.
Dalil untuk itu adalah Alquran dan Sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT (artinya),
Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al
Anaam [6] : 145).
Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah
Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang
penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat kehausan.
Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena
ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka. (HR Thabrani dari
Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, Ini hadits hasan).
Jika seorang wanita disetubuhi secara paksa, maka tidak ada hukuman had baginya, sesuai ayat,
Tetapi barangsiapa terpaksa, bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya. (QS. Al-Baqarah :173). Tidak ada seorang ulama pun yang menyelisihinya,
tetapi mereka berbeda pendapat tentang wajibnya mahar baginya. Malik dan Asy-Syafii berpendapat
wajibnya mahar baginya, sedangkan menurut Abu Hanifah, tidak wajib mahar baginya.

Orang yang menjadi korban pelacuran adalah orang yang dipaksa melakukan pelacuran atau orang
yang menjadi korban perkosaan, terhadap mereka dapat ditentukan hak ganti kerugian berdasarkan
tazir.
Tazir menurut bahasa berarti larangan, pencegahan, menegur, mencela, dan memukul. Secara syarI
tazir adalah hukuman yang tidak ditentukan (bentuk dan jumlahnya) yang wajib dilaksanakan
terhadap segala maksiat yang tidak termasuk hudud dan kafarat, baik pelanggaran itu menyangkut hak
Allah maupun hak pribadi. Ulama fikih juga mengartikan tazir dengan tadib (pendidikan).
Fathi ad-Durani (Guru Besar Fikih di Universitas Damaskus, Suriah) mendefinisikan tazir adalah
hukuman yang diserahkan kepada penguasa untuk menentukan bentuk dan kadarnya sesuai dengan
kemashlahatan yang menghendaki dan tujuan syarak dalam menetapkan hukum, yang ditetapkan pada
seluruh bentuk maksiat. Perbuatan maksiat dapat berupa meninggalkan perbuatan wajib, atau
mengerjakan perbuatan yang dilarang, yang semuanya tidak termasuk dalam kategori hudud dan
kafarat, baik yang berhubungan dengan hak Allah swt, berupa gangguan terhadap masyarakat umum,
keamanan mereka, serta perundang-undangan yang berlaku, maupun yang terkait dengan hak pribadi.
Hukum Pembunuhan
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu. sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS.
al-Maaidah : 32)
Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu dibunuh balik
sebagai hukuman qishash ke atasnya. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. al-Baqarah: 178).
Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT suatu masa nanti,
sesuai dengan firman-Nya: Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. an-Nisa: 93).
Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari hukuman qishash,
wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak 100 ekor unta. Jumhur ulama
sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang tidak mempunyai unta dapat diganti dengan lembu
atau kerbau atau yang sejenis dengannya. Dalam Islam, qishash diberlakukan karena di sana ada
kelangsungan hidup umat manusia, sebagaimana firman Allah: Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. alBaqarah: 179).

Sesudah Islam melindungi masalah nasab dengan cara demikian, kemudian Islam juga menetapkan untuk anak
dan orang tua, masing-masing mempunyai hak, sesuai dengan kedudukannya sebagai orang tua dan anak. Di
samping itu Islam juga mengharamkan beberapa hal kepada mereka masing-masing, demi melindungi dan
menjaga hak-hak tersebut. Anak mempunyai hak hidup. Ayah dan ibu tidak boleh merenggut hidupnya si anak,
baik dengan membunuh ataupun dengan menanam hidup-hidup, sebagaimana yang biasa dilakukan orang-orang
Arab di zaman jahiliah. Ketentuan ini berlaku untuk anak laki-laki maupun wanita.
Firman Allah:
"Jangan kamu membunuh anak-anakmu lantaran takut kelaparan, Kamilah yang akan memberi rezeki kepada
mereka maupun kepadamu; sesungguhnya membunuh mereka suatu dosa besar." (al-Isra': 31)
"Dan apabila diperiksa anak perempuan yang ditanam hidup-hidup. Sebab dosa apakah dia dibunuh?" (atTakwir: 8-9)
Karena dorongan untuk berbuat yang mungkar ini ada kalanya soal ekonomi, misainya karena takut kelaparan
dan kemiskinan, atau alasan non-ekonomis, misalnya kaiena takut tercela kalau si anak itu kebetulan
perempuan, maka Islam mengharamkan perbuatan biadab ini dengan sangat keras sekali. Sebab perbuatan
seperti itu dapat memutuskan kekeluargaan dan menyebabkan permusuhan.
Untuk masalah ini Rasulullah s.a.w. pernah ditanya: dosa apakah yang teramat besar? Jawab Nabi: yaitu engkau
menyekutukan Allah padahal Dialah yang menjadikan kamu. Kemudian apa lagi? Maka jawabnya: yaitu engkau
bunuh anakmu lantaran kamu takut dia makan bersamamu. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Rasulullah s.a.w. pernah juga membai'at orang-orang perempuan sebagaimana halnya ia membai'at orang lakilaki; yaitu dengan melarangnya perbuatan jahat tersebut dan supaya dihentikan. Bai'at tersebut berbunyi
demikian:
"Hendaknya mereka (perempuan) tidak menyekutukan Allah sedikitpun dan tidak mencuri dan tidak berzina dan
tidak membunuh anak-anak mereka." (al-Mumtahinah: 12)
Dan di antara hak anak yang harus ditunaikan oleh ayahnya, ialah memberikan nama yang baik. Seorang ayah
tidak boleh memberi nama anaknya dengan nama yang dapat mengganggu perasaan anak apabila dia sudah
cukup dewasa. Dan diharamkan memberi nama anaknya dengan Hamba Lain Allah misalnya: Abdun Nabi,
(hamba Nabi), Abdul Masih (hamba Isa al-Masih) dan sebagainya. Di samping itu anak juga mempunyai hak
perlindungan, pendidikan dan nafkah yang samasekali tidak boleh diabaikan. Sabda Nabi:
"Tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan tiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpinnya
itu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
"Cukup berdosa seseorang yang mengabaikan orang yang menjadi tanggungannya." (Riwayat Abu Daud, Nasa'i
dan Hakim)
"Sesungguhnya Allah akan minta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin terhadap yang dipimpinnya,
apakah dia itu memperhatikan, ataukah mengabaikan, sampai pun Ia akan minta pertanggungjawaban kepada
seorang laki-laki tentang keluarga rumahnya." (Riwayat Ibnu Hibban)

Anda mungkin juga menyukai