1.1 Definisi
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler (seluler death) akibat ketiadaan
oksigen dan kematian manusia sebagai individu (somatic death). Kematian individu dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai terhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life) atau dapat
diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung
dan otak sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen. Sebagai akibat
berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan tubuh maka sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk
manusia akan mengalami kematian, dimulai dari sel-sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan
oksigen.
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk mempertahankan kehidupan,
sehingga tanda-tanda kliniknya seperti sudah mati yang sifatnya reversibel. Sedangkan mati somatik
adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga organ vital sistem saraf pusat, sistem kardiovaskuler, dan
sistem pernafasan berhenti secara menetap.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum,
kedua sistem lain masih berfungsi dengan bantuan alat. Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
Kriteria diagnostik penentuan kematian:
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando atau perintah, dan
sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang berada dibawah pengaruh
obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang dimasukkan ke dalam lubang
telinga
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup lama walaupun pCO2
sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas (50 torr)
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset koma serta apneu dan harus diulangi
lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi dengan EEG dan
angiografi hanya dilakukan jika tes klinik memberikan hasil yang meragukan atau jika ada kekhawatiran
akan adanya tuntutan di kemudian hari.
1.
30 menit akan berkurang menjadi 3g yang kemudian menjadi nol setelah 2 jam kematian. Penurunan
tekanan bola mata ini pernah dicoba untuk menentukan perkiraan saat kematian.
Kervokian (1961) berusaha menerangkan perubahan-perubahan yang terjadi pada retina 15 jam
pertama setelah kematian dimana kornea dapat dipertahankan dalam keadaan baik dengan
menggunakan air atau larutan garam fisiologis yang kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
optalmoskop. Pemeriksaan ini tidaklah mudah, ternyata pemeriksaan retina pada mayat jauh lebih sulit
bila dibandingkan dengan orang hidup. Dan perubahan warna yang terjadi pada retina dicoba
dihubungkan dengan perkiraan saat kematian. Dengan berhentinya aliran darah maka pembuluh darah
retina akan mengalami perubahan yang disebut segmentasi atau trucking dan ini terjadi dalam 15
menit pertama setelah kematian. Pada pemeriksaan dalam 2 jam pertama setelah kematian, dapat
dilihat retina tampak pucat dan daerah sekitar fundus tampak kuning, demikian pula daerah sekitar
makula. Sekitar 6 jam batas fundus menjadi tidak jelas, dan tampak gambaran segmentasi pada
pembuluh darah, dengan latar belakang yang berwarna kelabu kekuningan. Gambaran ini mencapai
seluruh perifer retina sekitar 7-10 jam. Setelah 12 jam diskus hanya dapat dilihat sebagai titik yang
terlokalisasi dengan sisa-sisa pembuluh darah yang bersegmentasi hingga pada akhirnya diskus dan
pembuluh darah retina menghilang yang ada hanya makula yang berwarna coklat gelap. Beberapa
pengamat menggambarkan perubahan dini posmortem yang terjadi pada retina mempunyai arti yang
kecil untuk dihubungkan dengan perkiraan saat mati. Sedangkan Tomlin ( 1967) beranggapan bahwa
segmentasi pada retina lebih berindikasi pada kematian serebral daripada penghentian sirkulasi.
Wroblewski dan Ellis (1970) mempelajari perubahan mata pada 300 mayat dimana tidak
hanya perubahan yang terjadi pada retina tetapi juga perubahan yang terjadi pada kornea juga dicatat.
Mereka telah memeriksa 204 fundus dari subjek dan 115 diantaranya terdapat segmentasi atau
trucking pada satu atau kedua mata setelah satu jam posmortem dan negatif pada 89 lainnya. Bagian
yang paling sulit pada pemeriksaan ini adalah kekeruhan kornea yang terjadi dalam 75% pasien dalam
2 jam setelah kematian. Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa segmentasi merupakan perubahan
posmortem yang alami daripada menghubungkannya dengan perkiraan saat kematian.
1. LEBAM MAYAT
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation, Hypostasis, Livor
Mortis, Stainning. Lebam
mayat
terbentuk
mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana
pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap
darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan
dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai.
Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga
mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan gelembunggelembung
di kulit pada awal proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna
biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempattempat di mana
mendapat tekanan lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga
meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian, Dimana
setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 1012 jam ternyata akan memberikan lebam
mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi
(interpostmorchange).
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercakbercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana
bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam
beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 812 jam,
pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini
disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan sekitar akibat rusaknya
pembuluh darah akibat tertimbunnya selsel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa
sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada
daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada
penekanan dengan ibu jari dapat memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara
sempurna. Setelah empat jam, kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah
juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan
mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta tidak
hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan
setelah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah,
karena darah sudah mengalami koagulasi.
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relatif. Perubahan lebam ini
lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer kemudian
dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi
dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada
tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, Polson
mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam, sedangkan
Camps memberi patokan kurang lebih 10 jam.
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi permanent incoagulable oleh karena
adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas kedalam aliran darah selama proses kematian. Sumber dari
fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan
permukaan serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi
darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung jawab terhadap
lebam mayat.
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah pada
pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan
berkembang menjadi petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang
mempunyai diameter dari satu sampai beberapa milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24
jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini
sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.
akan
tidak dapat
Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga sewaktu
terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian somatic,
dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar
ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak
pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian
karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat
mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan
lebih cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai tubuh yang baik.
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis. Perubahan alkalis
menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian karena adanya perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi
asam sarkolaktik / fosfor. Perubahan protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku
(rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis
kembali saat terjadi pembusukan.
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot lurik maupun otot polos. Dan bila
terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan
sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila hal ini terjadi otot
dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-12 jam pos
mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang
sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan
tungkai.
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk dengan posisi sewaktu
mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati.
Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a. Kondisi otot
-
Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum
meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan
karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.
-
Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.
Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terjadi lebih
cepat.
b. Usia
-
Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan.
c. Keadaan Lingkungan
-
Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama.
Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku
mayat lebih lambat dan lama.
Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi pembekuan atau cold
stiffening.
d. Cara Kematian
-
Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak
lama.
Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian
dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul dengan intensitas
sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan
glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat
sesaat sebelum meninggal.
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan
yang menggenggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada
kasus bunuh diri.
-
Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah
muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada
saat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan
lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu
bagi sikap semasa hidup, intravitalitas, penyebab atau cara kematian.
Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5oC atau 40oF), sehingga
terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot,
bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan
secara paksa maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas
kembali bila diletakkan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang
sangat singkat.
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan adalah proses degradasi
jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme,
terutama Clostridium welchii.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia
yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim
akan mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan
demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak
dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam
kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin
dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya
jaringan akan menjadi lunak dan mencair.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah maka
proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel
akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang secara
normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah,
dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini
menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan
trombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan. Bakteri yang sering
menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Cl. welchii.
Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan
perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi
dalam usus besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kirakira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering
pada fosa iliaka kanan dimana
yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen
sampai ke dada dan bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan
organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ yang langsung kontak dengan kolon
transversum. Pada saat Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma dari organ
sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis.
Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang
menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya.
Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan
pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh
darah beserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau
arborescent mark) yang sering disebut marbling. Bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal
dan paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian atas, abdomen bagian bawah
dan paha.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri
tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat
membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati . Kemudian
permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya
dan ini disebut skin slippage.
dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula
yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadangkadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai
pendulum yang berukuran 5 7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan
berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak
keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku,
rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya desintegrasi pada akar
rambut.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir seluruh
jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya
krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam
sikap pugilistic attitude.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir
menonjol seperti frog-like-fashion, Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini
menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh
tubuh mengakibatkan berat badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg
sesudah mati.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam cavum
abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus
terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung. Cairan
pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan
biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat. Pada
wanita uterus dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak
adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi mudah
terlepas.
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-granula milliary atau milliary
plaques yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang
terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama perirenal, omentum dan mesenterium
dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang
dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan
sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya
pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genitoanal. Bila ada
luka ditubuh mayat lalat lebih sering meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur
atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya kekerasan seksual sebelum kematian.
Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim
proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan
pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan
penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang
larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam
larva lalat.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi meraka juga memberi informasi penting yang
berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi
petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada
badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi
bila jaringan untuk specimen standart juga sudah mengalami pembusukan.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini
dihambat bila suhu berada dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C). Bila
mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat.
Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih
lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus.
Pembusukan berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh
dan pada mayat yang gemuk memiliki darah yang lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk
perkembangbiakkan organisme pembusukan.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping
pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung
lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum
kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi
walaupun kulit masih terasa hangat.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor
ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana mayat berada. Semakin lembab udara di
sekeliling mayat maka pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara
lebih cepat dibandingkan medium air dan pembusukan pada medium air lebih cepat dibandingkan pada
medium tanah.
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai, namun yang ditemui adalah
modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifikasi pembusukan antara lain.
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi
pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Proses mumufikasi terjadi
bila keadaan disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi
dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut mayat
menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat dengan
tulang di bawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di dalamsuasana hangat, lembab atau basah.
Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak
jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan
alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial bentuk bercak, di
pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponikasi memerlukan waktu
beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda
berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa.
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:
1. Faktor internal
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh
yang tinggi pada saat mati ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat.
Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat. Pada
mayat yang tubuhnya kurus, tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.
2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka semakin cepat terjadinya penurunan
suhu. Hal ini dikarenakan kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih
dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena udara
yang lembab merupakan konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin mempercepat
penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab air merupakan konduktor panas
yang baik sehingga mampu menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat semakin cepat. Hal ini dikarenakan
kontak antara tubuh mayat dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.
ENTOMOLOGI FORENSIK
Entomologi forensik merupakan salah satu cabang dari sains forensik yang memberikan informasi
mengenai serangga yang digunakan untuk menarik kesimpulan ketika melakukan investigasi yang
berhubungan dengan kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan dengan manusia atau satwa
(Gaensslen, 2009; Gennard, 2007).
Dalam kasus entomologi forensik, Gomes et al. (2006) menyatakan bahwa lalat merupakan
invertebrata primer yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat
manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh mayat, maka lalat tersebut
akan memindahkan telur yang akan berkembang menjadi larva dan pupa (Sukontason et al., 2007).
Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan serangga lain akan menimbulkan suatu
komunitas dalam mayat yang secara ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi, predasi,
seleksi, penyebaran dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut (Hangeveld, 1989).
Amendt et al. (2004a) menyebutkan bahwa ada empat kategori secara ekologi untuk mengidentifikasi
suatu komunitas pada bangkai/mayat, antara lain:
1. Adanya spesies necrophagous yang memakan bangkai/mayat.
2. Adanya predator dan parasit pada terhadap spesies necrophagous yang memakan serangga atau
golongan Arthropoda yang lain. Terkadang juga ditemukan spesies Schizophagous, yakni spesies yang
hadir untuk memakan pada saat pertama kali, namun akan menjadi predator pada tahap larva.
3. Adanya spesies omnivora seperti semut, lebah, dan beberapa jenis kumbang yang memakan baik pada
bangkai maupun pada koloni serangga yang ada.
4. Adanya spesies lain seperti laba-laba yang menggunakan bangkai/mayat untuk tempat tinggalnya.
Tahapan Dekomposisi
Peristiwa dekomposisi melibatkan berbagai aspek selain faktor biotik, yakni faktor abiotik yang
meliputi parameter fisik seperti temperatur, kelembaban, dan lain-lain. Menurut Gennard (2007) dan
Goff (2003), tahapan dekomposisi terdiri dari lima tahap antara lain:
Tahap1: fresh stage, tahapan dimulai pada saat kematian dan ditandai adanya tanda penggelembungan
pada tubuh. Serangga yang pertama kali datang adalah lalat dari famili Calliphoridae dan
Sarcophagidae. Lalat betina akan meletakkan telurnya di daerah yang terbuka seperti daerah kepala
(mata, hidung, mulut, dan telinga).
Tahap 2: bloated stage, merupakan tahapan pembusukan yang sedang dimulai. Gas yang dihasilkan
oleh aktivitas metabolisme bakteri anaerob menyebabkan penggelembungan pada pada perut mayat.
Selanjutnya suhu internal naik selama tahapan ini sebagai akibat dari aktivitas bakteri pembusuk dan
aktivitas metabolime dari larva lalat. Lalat dari famili Calliphoridae sangat tertarik pada mayat selama
tahapan ini. Kemudian selama mengembang akibat adanya gas, cairan dalam tubuh terdorong keluar
dari lubang-lubang tubuh dan meresap ke dalam tanah. Cairan tersebut tersusun oleh senyawa seperti
amonia yang dihasilkan oleh aktivitas metabolisme dari larva lalat sehingga akan menyebabkan tanah
di bawah mayat itu untuk menjadi alkali (basa) dan fauna tanah menjadi tertarik untuk menuju ke
mayat.
Tahap 3: decay stage, tahapan ini ditandai adanya kerusakan kulit dan mengakibatkan gas keluar dari
tubuh. Larva lalat membentuk gerombolan yang besar pada mayat. Meskipun beberapa serangga
predator, seperti kumbang, tawon, dan semut, pada tahap bloated stage, serangga necrophagous dan
predator dapat diamati dalam jumlah besar menjelang tahapan ini berakhir. Pada akhir tahap ini, lalat
dari famili Calliphoridae dan Sarcophagidae telah menyelesaikan perkembangan siklusnya dan
meninggalkan mayat untuk menjadi pupa. Pada akhir tahap ini, larva lalat akan menghilang dari
jaringan tubuh pada mayat.
Tahap 4: postdecay stage, pada tahap ini sisa-sisa tubuh seperti kulit, kartilago dan usus sudah
mengalami pembusukan. Selanjutnya sisa jaringan tubuh yang masih ada akan mengering. Indikator
pada tahap ini adalah hadirnya kumbang dan berkurangnya dominansi lalat di dalam tubuh mayat.
Tahap 5: skeletal stage, pada tahap ini hanya tersisa tulang belulang dan rambut. Tahapan ini tidak
jelas serangga apa saja yang hadir. Pada kasus tertentu, kumbang dari famili Nitidulidae terkadang
ditemukan. Tubuh mayat sudah mengalami akhir dari dekomposisi.
Pada Gambar 4 tersebut menggambarkan periode kolonisasi dan aktivitas serangga pada mayat.
Adapun perubahan-perubahan pada mayat manusia setelah mengalami kematian disajikan pada Tabel
1. Pola-pola peruabahan pada Tabel 1 dapat digunakan untuk mengetahui estimasi waktu kematian
pada manusia. Selain itu, untuk waktu kematian berdasarkan perkembangan serangga disajikan pada
Gambar 5. Contoh pada Gambar 5 tersebut adalah menentukan waktu kematian berdasarkan siklus
hidup serangga Protophormia terraenovae.
Tabel 1. Perubahan postmortem pada tubuh manusia (pada suhu 21C dan kelembaban 30%) (Amendt
et al., 2004a).
Gambar 5. Kurva pertumbuhan Protophormia terraenovae mulai dari larva, pupa, dan dewasa (adult)
pada suhu 15, 20, 25, 30 and 35C (Amendt et al., 2004a).
Untuk
mengukur
waktu
hidup.
Serangga
merupakan
hewan
tubuh
dan
metabolismenya
oleh
dipengaruhi
lingkungan.
menggunakan
(thermal
aktivitas
Serangga
energi
unit)
pertumbuhan
perkembangnya.
panas
untuk
dan
Sehingga
kebutuhan energi selama masa hidupnya dapat dikalkulasi. Thermal unit disebut juga hari derajat
(degree days D ) yang mana nilai D dapat ditambahkan bersamaan yang akan menghasilkan nilai
accumulated degree days (ADD). Jika periode thermal unit pendek maka bisa digunakan accumulated
degree hours (ADH). Dari peristiwa tersebut, maka waktu kematian dpat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Waktu yang digunakan adalah waktu tahapan perkembangan serangga yang dapat diketahui dari
literatur yang sudah ada. Sementara temperatur yang digunakan adalah temperatur lingkungan yang
bisa diperoleh melalui stasium badan meteorologi. Sementara temperatur basal adalah temperatur
fisiologi terendah yang setiap serangga memiliki nilai temperatur yang berbeda-beda (Tabel 2).
Sebagai contoh ditemukan larva instar III dari spesies Calliphora vicina yang periode waktunya selama
68 jam. Kemudian suhu lingkungan adalah 26,7C dan tempertur basalnya adalah 2C. Sehingga akan
diperoleh nilai:
ADH = 68 (26,7 2) = 1679,6
ADD = 1679,6/24 = 7
Dari perhitungan tersebut dapat diperkirakan waktu kematiannya adalah 7 hari (Gennard, 2007).
II. INFANTICIDE
2.1. Definisi dan Batasan Pengertian Pembunuhan Anak Sendiri
Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anak
kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut ketahuan telah melahirkan anak.
Dengan demikian berdasarkan pengertian di atas, persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus
pembunuhan anak, adalah:
1. Pelaku adalah ibu kandung.
2. Korban adalah anak kandung.
3. Alasan melakukan tindakan tersebut adalah takut ketahuan telah melahirkan anak.
4. Waktu pembunuhan, yaitu tepat pada saat melahirkan atau beberapa saat setelah melahirkan.
Untuk itu, dengan adanya batasan yang tegas tersebut, suatu pembunuhan yang tidak memenuhi salah
satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak, melainkan suatu pembunuhan biasa.
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang.
Adapun bunyi pasalnya adalah:
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena
membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan
bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas
nyawa anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang diterangkan dalam pasal
342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau pembunuhan berencana.
Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor penting, yaitu:
Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan anak sendiri.
Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau belum. Sedangkan, bagi orang lain yang
melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan
berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara (pasal 338 pembunuhan tanpa
rencana), atau 20 tahun, seumur hidup/hukuman mati (pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan
rencana).
Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi hanya
dinyatakan pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian. Sehingga boleh dianggap pada saat
belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul
maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan diketahui orang
lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan
tidak sah.
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah, got, sungai dan
sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342),
pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang
ditelantarkan sampai mati (pasal 308).
Peran dokter pada kasus pembunuhan anak sendiri adalah memeriksa jenazah bayi. Dokter akan
diminta oleh penyidik secara resmi guna membantu penyidikan untuk memperoleh kejelasan di dalam
hal sebagai berikut:
1. Apakah anak tersebut dilahirkan hidup atau lahir mati?
2. Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?
3. Apakah ada luka-luka yang dapat dikaitkan dengan penyebab kematian.
Visum et Repertum (VeR) itu juga mengandung makna sebagai pengganti barang bukti. Oleh
karena itu, segala hal yang terdapat dalam barang bukti, dalam hal ini yaitu tubuh anak, harus
dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian, selain ketiga kejelasan di atas, masih ada dua hal lagi
yang harus diutarakan dalam VeR, yaitu:
4. Apakah anak yang dilahirkan itu cukup bulan dalam kandungan?
5. Apakah pada anak tersebut didapatkan kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan
hidup bagi si anak?
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, bayi tersebut harus dilahirkan hidup setelah
seluruh tubuhnya keluar dari tubuh ibu (separate existence). Selain itu, viabilitas dan maturitas
bayi juga perlu ditentukan untuk menerangkan sebab lahir mati. Bila bayi tersebut lahir mati
kemudian dibuang, maka hal tersebut bukanlah kasus pembunuhan anak sendiri, melainkan kasus
lahir mati kemudian dibuang atau menyembunyikan kelahiran dan kematian.
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap, yang setelah
pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain tanpa mempersoalkan usia gestasi,
sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan ari dilahirkan.
Lahir mati (stillbirth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan oleh ibunya,
tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu
dalam kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau tidak menunjukkan tanda
kehidupan lain seperti denyut jantung, denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.
Tanda-tanda kehidupan pada bayi yang baru dilahirkan adalah pernapasan (paru mengembang dan
terdapat udara dalam lambung atau usus), menangis, adanya pergerakan otot, sirkulasi darah dan
denyut jantung serta perubahan hemoglobin, isi usus, dan keadaan tali pusat.
1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan sirkulasi plasenta, dan
ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru. Pernapasan setelah bayi lahir
mengakibatkan perubahan letak diafragma dan sifat paru-paru.
a. Letak Diafragma
Pada bayi yang sudah bernapas, letak diafragma setinggi iga ke-5 atau ke-6. Sedangkan pada yang
belum bernapas setinggi iga ke-3 atau ke-4.
b. Gambaran Makroskopik Paru
Paru-paru bayi yang sudah bernapas berwarna merah muda tidak homogen namun berbercak-bercak
(mottled). Konsistensinya adalah seperti spons dan berderik pada perabaan. Sedangkan, pada paruparu bayi yang belum bernapas berwarna merah ungu tua seperti warna hati bayi dan homogen,
dengan konsistensi kenyal seperti hati atau limpa.3
c. Uji Apung Paru
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru tidak disentuh
untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru akibat
manipulasi berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit dengan pinset atau klem,
kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam,
palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring, esophagus
bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang. Esofagus bersama dengan trakea diikat di
bawah kartilago krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi
berikutnya cairan ketuban, mekonium atau benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea;
bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam paru.Pengeluaran organ dari lidah sampai paru
dilakukan dengan forsep atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.
Kemudian esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini
dimaksudkan agar udara tidak masuk ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau)
tidak memberikan hasil meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke dalam air dan dilihat
apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan
kembali ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap lobus dipisahkan
dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari
bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena kemungkinan
adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan di antara dua karton dan ditekan
dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang
terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan diamati apakah
masih mengapung atau tenggelam. Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak
akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah
membusuk lanjut akan pecah dan udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru
negatif.5
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru mengingat kemungkinan
adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang dapat bersifat buatan atau alamiah (vagitus
uternus atau vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun kepala masih dalam uterus atau
dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi
kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru harus dilakukan untuk
memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya, sehingga tidak
dianjurkan untuk dilakukan.
d. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan formalin
10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif meresap dengan
baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan histopatologik.
Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori
atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas, tetapi merupakan ciri
paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum
bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like) yang
kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak seperti gada (clublike). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru
bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak
serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang
keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection
dan membentuk gelung-gelung terbuka (open loops).
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan amnion yang luas
karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga
terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik berbentuk huruf
S, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang. Juga tampak sel-sel amnion bersifat
asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin terlihat dalam bronkioli
dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda
maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya kehidupaan seperti
trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium
serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal seperti anensefalus.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa bernapas. Suara
tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara tangisan dapat terjadi dalam
uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi menangis dalam uterus adalah masuknya udara
dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat dibuktikan. Kaku
mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati maupun yang lahir mati.
Bila ada yang menyaksikan denyut nadi tali pusat/detak jantung pada bayi yang sudah terlahir
lengkap, maka ini merupakan bukti suatu kelahiran hidup. Foramen ovale tertutup bila telah terjadi
pernapasan dan sirkulasi (satu hari sampai beberapa minggu). Duktus arteriosus perlahan-lahan
menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam) Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai
beberapa minggu.
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah bayi lahir,
sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak lahir hidup yaitu
maserasi, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati di dalam uterus beberapa hari (8-10 hari). Hal ini
harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi tidak terbentuk gas karena terjadi
secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah
terpisah sama sekali dari ibu.
Kematian pada bayi dapat terjadi saat bayi dilahirkan, sebelum dilahirkan, atau setelah terpisah sama
sekali dari si ibu. Bukti kematian dalam kandungan adalah:
a. Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu melahirkan
b. Maserasi, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam kandungan.
Tanda Perawatan
Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus pembunuhan anak.
Keadaan baru lahir dan belum dirawat merupakan petunjuk dari bayi tersebut tidak lama setelah
dilahirkan. Menurut Ponsold, bayi baru lahir (neugeborenen) adalah bayi yang baru dilahirkan dan
belum dirawat. Jika sudah dirawat, maka bayi itu bukan bayi baru lahir dan tidak dapat disebut
sebagai pembunuhan anak sendiri.
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui dari tanda-tanda
sebagai berikut:
Tubuh masih berlumuran darah.
Ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan pusat
(umbilikus).
Bila ari-ari tidak ada, maka ujung tali pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat diketahui dengan
meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air.
Adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang mengandung lipatanlipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian belakang bokong.
Viabilitas
Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup di luar kandungan ibunya atau sudah
mampu untuk hidup terpisah dari ibunya (separate existence). Viabilitas mempunyai beberapa syarat,
yaitu:
a. Umur 28 minggu dalam kandungan.
b. Panjang badan 35 cm.
c. Berat badan 2500 gram.
d. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
e. Lingkaran fronto-ocipital 32 cm.
Selain itu, juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup bayi,
seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau mikrosefalus), dan saluran pencernaan
(stenosis esophagus, gastroskizis).
Ciri-ciri eksternal
Daun telinga
Pada bayi yang lahir cukup bulan, daun telinga menunjukkan pembentukan tulang rawan yang
sudah sempurna, pada helix teraba tulang rawan yang keras pada bagian dorsokranialnya dan bila
dilipat cepat kembali ke keadaan semula.3
Susu
Pada bayi yang matur putting susu sudah berbatas tegas, areola menonjol diatas permukaan kulit
dan diameter tonjolan susu itu 7 milimeter atau lebih.3
Kuku jari tangan
Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya tegas dan relatif keras
sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan pelaku autopsi. Kuku jari kaki masih relatif
pendek. Pada bayi yang prematur kuku jari tangan belum melampaui ujung jari dan relatif lebih
lunak sehingga ujungnya mudah dilipat.3
Garis telapak kaki
Pada bayi yang matur terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki, dari depan hingga tumit.
Yang dinilai adalah garis yang relatif lebar dan dalam. Dalam hal kulit telapak kaki itu basah
maka dapat juga tampak garis-garis yang halus dan superfisial.3
Alat kelamin luar
Pada bayi laki-laki matur, testis sudah turun dengan sempurna yakni pada dasar skrotum dan
rugae pada kulit skrotum sudah lengkap. Pada bayi perempuan yang matur, labia minor sudah
tertutup dengan baik oleh labia mayor.3
Rambut kepala
Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain dan tampak mengkilat.
Batas rambut pada dahi jelas. Pada bayi yang prematur rambut kepala halus seperti bulu wol atau
kapas, masing-masing helai sulit dibedakan satu sama lain dan batas rambut pada dahi tidak jelas.3
Skin opacity
Pada bayi matur, jaringan lemak bawah kulit cukup tebal sehingga pembuluh darah yang agak
besar pada dinding perut tidak tampak atau tampak samar-samar. Pada bayi prematur pembuluhpembuluh tersebut tampak jelas.3
Processus xiphoideus
Pada bayi yang matur processus xiphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan pada yang
prematur membengkok ke ventral atau satu bidang dengan korpus manubrium sterni.3
Alis mata
Pada bayi yang matur, alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah terdapat, sedangkan
pada yang prematur bagian itu belum terdapat.3
Pusat penulangan
Pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (femur) mempunyai arti yang cukup penting.
Bagian distal femur dan proksimal tibia akan menunjukkan pusat penulangan pada umur
kehamilan 36 minggu. Demikian juga pada cuboideum dan cuneiform. Sedangkan, talus dan
calcaneus pusat penulangan akan tampak pada umur kehamilan 28 minggu.
Penyebab Kematian
Bila terbukti bayi lahir hidup (sudah bernafas), maka harus ditentukan penyebab kematiannya. Bila
terbukti bayi lahir mati (belum bernafas) maka ditentukan sebab lahir mati atau sebab mati antenatal
atau sebab mati janin (fetal death).
Ada berbagai penyebab kematian pada bayi, yaitu:
a. Kematian wajar
1. Kematian secara alami
Imaturitas
Terjadi jika bayi yang lahir belum cukup matang dan mampu hidup di luar kandungan sehingga
Penyakit kongenital
Seringkali terjadi jika ibu mengalami sakit ketika sedang mengandung seperti sifilis, tifus, campak
sehingga anak memiliki cacat bawaan yang menyebabkan kelainan pada organ internal seperti paruparu, jantung dan otak.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi dari umbilikus, perut, anus dan organ genital.
3. Malformasi
Kadangkala bayi tumbuh dengan kondisi organ tubuh yang tidak lengkap seperti anensefali. Jika
kelainan tersebut fatal, maka bayi tidak akan bisa bertahan hidup.
4. Penyakit plasenta
Penyakit plasenta atau pelepasannya secara tidak sengaja dari dinding uterus akan dapat menyebabkan
kematian dari bayi dan ibu, dan dapat diketahui jika sang ibu meninggal dan dilakukan pemeriksaan
dalam.
5. Spasme laring
Hal ini dapat terjadi karena aspirasi mekonium ke dalam laring atau akibat pembesaran kelenjar
timus.
6. Eritroblastosis fetalis
Ini dapat terjadi karena ibu yang memiliki rhesus negatif mengandung anak dengan rhesus positif,
sehingga darah ibu akan membentuk antibodi yang menyerang sel darah merah anak dan
menyebabkan lisisnya sel darah merah anak, sehingga menyebabkan kematian anak baik sebelum
maupun setelah kelahiran.
Ini dilakukan dengan membuang bayi ke dalam penampungan berisi air, sungai dan bahkan toilet.
4. Kekerasan tumpul pada kepala
Jika ditemukan fraktur kranium, maka dapat diperkirakan bahwa terjadi kekerasan terhadap bayi.
Pada keadaan panik, ibu memukul kepala bayi hingga terjadi patah tulang.
5. Kekerasan tajam
Kematian pada bayi baru lahir yang dilakukan dengan melukai bayi dengan senjata tajam seperti
gunting atau pisau dan menyebabkan luka yang fatal hingga menembus organ dalam seperti hati,
jantung dan otak.
6. Keracunan
Jarang dilakukan, tetapi pernah terjadi dimana ditemukan sisa opium pada putting susu ibu, yang
kemudian menyusui bayinya dan menyebabkan bayi tersebut mati.
Penentuan penyebab kematian dapat ditunjang dari pemeriksaan patologi anatomi yang diambil dari
jaringan tubuh mayat bayi.
Pemeriksaan terhadap wanita yang disangka sebagai ibu dari bayi bersangkutan bertujuan untuk
menentukan apakah wanita tersebut baru melahirkan. Pada pemeriksaan juga perlu dicatat keadaan
jalan lahir untuk menjawab pertanyaan Apakah mungkin wanita tersebut mengalami partus
presipitatus?
1. Tanda telah melahirkan anak
a. Robekan baru pada alat kelamin
b. ostium uteri dapat dilewati ujung jari
c. keluar darah dari rahim
d. ukuran rahim saat post partum setinggi pusat, 6-7 hari post partum setinggi tulang
kemaluan
e. payudara mengeluarkan air susu
f. hiperpigmentasi aerola mamma
g. striae gravidarum dari warna merah menjadi putih2
2. Berapa lama telah melahirkan
a. ukuran rahim kembali ke ukuran semula 2-3 minggu
b. getah nifas : 1-3 hari post partum berwarna merah
4-9 hari post partum berwarna putih
10-14 hari post partum getah nifas habis
c. robekan alat kelamin sembuh dalam 8-10 hari2
UU perlindungan anak
UU HAM no 26/2000
UU KDRT no 23/2004
Force
Lidi kapas dan tabung untuk pengambilan spesimen swab vagina, anus, dan oral
Tabung kultur
Slide mikroskop
Label
Checklist
Genitalia
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan secara menyeluruh yang biasa dilakukan, tetapi
padda bagian vulva dan hymen diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti.
Vulva
Cedera/trauma pada vulva dapat dilihat dengan adanya sakit pada perabaan, pembengkakan,
kemerahan (perubahan warna dengan sekitar), memar, dan lecet.
Selaput dara
Pemeriksaan selaput darah terutama pada anak, yang sulit dilakukan atau sulit dinilai / dijangkau
difasilitasi dengan penggunaan pemeriksaan tertentu ( Glaister & Rentoul -1966).
Robekan (luka) selaput dara yang masih baru dapat dilihat dengan adanya perdarahan pembengkakan
dan proses inflamasi, tetapi jika sudah terjadi proses penyembuhan luka, perlu diperhatikan dengan
seksama antara robekan selaput dara dengan bentuk bentuk yang tidak biasa dari selaput darah yang
masih utuh.
Cairan vagina
Cairan vagina dikumpulkan ( swab & fresh smear) terutama untuk menunjang pemeriksaan. Dapat
untuk mendeteksi penyakit sexual yang ditularkan, menemukan sperma, dan cairan semen untuk
mengarahkan akan telah terjadinya persetubuhan
Keberhasilan Investigasi
Keberhasilan investigasi tergantung 3 faktor yang saling mendukung, yakni korban petugas
kepolisian petugas medis. Petugas kepolisian atau petugas medis yang pertama kali tiba di tempat
kejadian atau menemukan korban harus segera menangani kegawatdaruratan medis. Bila korban
terluka parah, usaha penyelamatan harus menjadi prioritas dibanding hal-hal lain, seperti interogasi
misalnya. Saat korban telah dievakuasi, atau ternyata korban ditemukan dalam keadaan tak bernyawa,
tempat kejadian harus segera diamankan dan penyelidikan mencari barang bukti segera dilaksanakan.
Kalaupun korban tak terluka secara fisik, korban pasti memerlukan support untuk menangani trauma
psikisnya. Akan lebih baik bila korban ditangani oleh petugas kepolisian wanita.
Perlu juga kerjasama dari pihak korban, karena biasanya korban akan memaksa untuk diantar /
dijemput oleh keluarga / kenalan sehingga seringkali tidak menuju tempat fasilitas medis, atau
pemeriksaan yang harusnya dilakukan dengan segera menjadi tertunda dan bukti-bukti berharga
hilang.
potent/impotent.
Akumulasi dari smegma kurang dapat menentukan tetapi robekan pada frenum mengarahkan atas
terjadi hubungan sex. Pemeriksaan bakteriologis juga dapat dilakukan (penularan penyakit sexual
yang terjadi akibat persetubuhan), pemeriksaan sampel darah juga dapat dilakukan (terutama pada
kasus-kasus grouping ). Pemeriksaan terhadap baju tersangka perlu dilakukan terutama untuk
menemukan adanya rambut, darah, bercak. Jika didapatkan bercak darah maka harus ditentukan milik
siapa.
dan pengumpulan barang bukti secara ilmiah yang benar, maka sekarang ini, bukti bukti ilmiah
banyak digunakan, walaupun kesaksian saksi mata tetap menjadi bukti penting.
Petugas polisi yang melakukan investigasi sama bergunanya dengan seorang saksi mata untuk
mendeskripsikan tempat kejadian perkara dan kondisi korban saat pertama kali ditemukan.
Dokter pemeriksa juga dapat menjadi saksi ahli yang tak kalah pentingnya. Selain itu, foto foto
yang juga dapat menjadi bukti yang penting dalam mendemonstrasikan luka dengan efektif. Dokter
sebaiknya diberi kesempatan untuk mengidentifikasikan foto dari korban dan memperkenalkannya
sebagai barang bukti.
Ahli patologi dan ahli laboratorium penting diajukan sebagai saksi ahli karena kesaksian mereka
adalah yang paling teknis dan juri harus yakin kalau mereka berkompetensi untuk memberikan
kesaksian tersebut. Sebaiknya kesaksian tersebut dengan menggunakan kata kata yang mudah
dimengerti oleh juri.Bagi juri korban adalah saksi yang paling penting karena juri mungkin akan
mengabaikan bukti bukti ilmiah.
Bagi korban mati, ahli patologi yang melakukan pemeriksaan forensik menggantikan korban sebagai
saksi dipengadilan. Deskripsinya tentang luka luka dan hasil dari analisis lab akan menginformasikan
bagaimana perkiraan kejahatan tersebut.
IV. HUKUM PEMERKOSAAN DAN PEMBUNUHAN DALAM ISLAM
Hukum Pemerkosaan
Pemerkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan paksaan).
Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat perempuan itu tak
dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun hukuman rajam.
Dalil untuk itu adalah Alquran dan Sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT (artinya),
Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Al
Anaam [6] : 145).
Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah
Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang
penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat kehausan.
Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena
ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka. (HR Thabrani dari
Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, Ini hadits hasan).
Jika seorang wanita disetubuhi secara paksa, maka tidak ada hukuman had baginya, sesuai ayat,
Tetapi barangsiapa terpaksa, bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya. (QS. Al-Baqarah :173). Tidak ada seorang ulama pun yang menyelisihinya,
tetapi mereka berbeda pendapat tentang wajibnya mahar baginya. Malik dan Asy-Syafii berpendapat
wajibnya mahar baginya, sedangkan menurut Abu Hanifah, tidak wajib mahar baginya.
Orang yang menjadi korban pelacuran adalah orang yang dipaksa melakukan pelacuran atau orang
yang menjadi korban perkosaan, terhadap mereka dapat ditentukan hak ganti kerugian berdasarkan
tazir.
Tazir menurut bahasa berarti larangan, pencegahan, menegur, mencela, dan memukul. Secara syarI
tazir adalah hukuman yang tidak ditentukan (bentuk dan jumlahnya) yang wajib dilaksanakan
terhadap segala maksiat yang tidak termasuk hudud dan kafarat, baik pelanggaran itu menyangkut hak
Allah maupun hak pribadi. Ulama fikih juga mengartikan tazir dengan tadib (pendidikan).
Fathi ad-Durani (Guru Besar Fikih di Universitas Damaskus, Suriah) mendefinisikan tazir adalah
hukuman yang diserahkan kepada penguasa untuk menentukan bentuk dan kadarnya sesuai dengan
kemashlahatan yang menghendaki dan tujuan syarak dalam menetapkan hukum, yang ditetapkan pada
seluruh bentuk maksiat. Perbuatan maksiat dapat berupa meninggalkan perbuatan wajib, atau
mengerjakan perbuatan yang dilarang, yang semuanya tidak termasuk dalam kategori hudud dan
kafarat, baik yang berhubungan dengan hak Allah swt, berupa gangguan terhadap masyarakat umum,
keamanan mereka, serta perundang-undangan yang berlaku, maupun yang terkait dengan hak pribadi.
Hukum Pembunuhan
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka
rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu. sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS.
al-Maaidah : 32)
Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu dibunuh balik
sebagai hukuman qishash ke atasnya. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah
suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
maka baginya siksa yang sangat pedih. (QS. al-Baqarah: 178).
Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT suatu masa nanti,
sesuai dengan firman-Nya: Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. an-Nisa: 93).
Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari hukuman qishash,
wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak 100 ekor unta. Jumhur ulama
sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang tidak mempunyai unta dapat diganti dengan lembu
atau kerbau atau yang sejenis dengannya. Dalam Islam, qishash diberlakukan karena di sana ada
kelangsungan hidup umat manusia, sebagaimana firman Allah: Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. alBaqarah: 179).
Sesudah Islam melindungi masalah nasab dengan cara demikian, kemudian Islam juga menetapkan untuk anak
dan orang tua, masing-masing mempunyai hak, sesuai dengan kedudukannya sebagai orang tua dan anak. Di
samping itu Islam juga mengharamkan beberapa hal kepada mereka masing-masing, demi melindungi dan
menjaga hak-hak tersebut. Anak mempunyai hak hidup. Ayah dan ibu tidak boleh merenggut hidupnya si anak,
baik dengan membunuh ataupun dengan menanam hidup-hidup, sebagaimana yang biasa dilakukan orang-orang
Arab di zaman jahiliah. Ketentuan ini berlaku untuk anak laki-laki maupun wanita.
Firman Allah:
"Jangan kamu membunuh anak-anakmu lantaran takut kelaparan, Kamilah yang akan memberi rezeki kepada
mereka maupun kepadamu; sesungguhnya membunuh mereka suatu dosa besar." (al-Isra': 31)
"Dan apabila diperiksa anak perempuan yang ditanam hidup-hidup. Sebab dosa apakah dia dibunuh?" (atTakwir: 8-9)
Karena dorongan untuk berbuat yang mungkar ini ada kalanya soal ekonomi, misainya karena takut kelaparan
dan kemiskinan, atau alasan non-ekonomis, misalnya kaiena takut tercela kalau si anak itu kebetulan
perempuan, maka Islam mengharamkan perbuatan biadab ini dengan sangat keras sekali. Sebab perbuatan
seperti itu dapat memutuskan kekeluargaan dan menyebabkan permusuhan.
Untuk masalah ini Rasulullah s.a.w. pernah ditanya: dosa apakah yang teramat besar? Jawab Nabi: yaitu engkau
menyekutukan Allah padahal Dialah yang menjadikan kamu. Kemudian apa lagi? Maka jawabnya: yaitu engkau
bunuh anakmu lantaran kamu takut dia makan bersamamu. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Rasulullah s.a.w. pernah juga membai'at orang-orang perempuan sebagaimana halnya ia membai'at orang lakilaki; yaitu dengan melarangnya perbuatan jahat tersebut dan supaya dihentikan. Bai'at tersebut berbunyi
demikian:
"Hendaknya mereka (perempuan) tidak menyekutukan Allah sedikitpun dan tidak mencuri dan tidak berzina dan
tidak membunuh anak-anak mereka." (al-Mumtahinah: 12)
Dan di antara hak anak yang harus ditunaikan oleh ayahnya, ialah memberikan nama yang baik. Seorang ayah
tidak boleh memberi nama anaknya dengan nama yang dapat mengganggu perasaan anak apabila dia sudah
cukup dewasa. Dan diharamkan memberi nama anaknya dengan Hamba Lain Allah misalnya: Abdun Nabi,
(hamba Nabi), Abdul Masih (hamba Isa al-Masih) dan sebagainya. Di samping itu anak juga mempunyai hak
perlindungan, pendidikan dan nafkah yang samasekali tidak boleh diabaikan. Sabda Nabi:
"Tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan tiap kamu akan dimintai pertanggungjawaban tentang yang dipimpinnya
itu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
"Cukup berdosa seseorang yang mengabaikan orang yang menjadi tanggungannya." (Riwayat Abu Daud, Nasa'i
dan Hakim)
"Sesungguhnya Allah akan minta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin terhadap yang dipimpinnya,
apakah dia itu memperhatikan, ataukah mengabaikan, sampai pun Ia akan minta pertanggungjawaban kepada
seorang laki-laki tentang keluarga rumahnya." (Riwayat Ibnu Hibban)