Anda di halaman 1dari 4

EKSTRAKSI KOMPONEN BIOAKTIF DARI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO DAN

PENGARUHNYA TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN ANTIMIKROBA

Oleh :
Kelompok 6

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014

PENDAHULUAN
Tanaman pangan diketahui kaya akan senyawa-senyawa bioaktif, terutama polifenol,
yang mempunyai khasiat sebagai antioksidan dan antimikroba. Senyawa-senyawa
antioksidan alami sangat dibutuhkan akhirakhir ini untuk mencegah penyakit-penyakit

degeneratif seperti penyakit jantung koroner, kanker, dll. Senyawa-senyawa antimikroba


demikian pula adanya akibat makin banyaknya mikroba patogen yang telah resisten dengan
antibiotika yang ada. Salah satu tanaman di Indonesia yang berpotensi sebagai antioksidan
dan antimikroba alami adalah tanaman kakao (Theobroma cacao L.). Biji kakao kaya akan
komponen-komponen senyawa fenolik, antara lain : katekin, epikatekin , proantosianidin,
asam fenolat, tannin dan flavonoid lainnya. Biji kakao mempunyai potensi sebagai bahan
antioksidan alami, antara lain : mempunyai kemampuan untuk memodulasi system immun,
efek kemopreventif untuk pencegahan penyakit jantung koroner dan kanker (Othman et al,
2007; Weisburger, 2001; Keen, 2005), selain itu polifenol kakao bersifat antimikroba
terhadap beberapa bakteri patogen dan bakteri kariogenik ( Osawa et al, 2000; Bouchers,
2002; Lamuela-Raventos, 2005). Kakao juga mempunyai kapasitas antioksidan lebih tinggi
dibanding teh dan anggur merah (Lee et al, 2003)
Disamping menghasilkan biji, dalam proses penanganannya juga menghasilkan
produk ikutan (limbah) berupa kulit buah kakao sebesar kurang lebih 73,77% dari berat buah
secara keseluruhan. Adanya komponenkomponen polifenol dalam biji kakao, tidak menutup
kemungkinan juga terdapat dalam kulit buah kakao dengan khasiat yang sama. Menurut
Figuera et al (1993), kulit buah kakao mengandung campuran flavonoid atau tannin
terkondensasi atau terpolimerisasi, seperti antosianidin, katekin, leukoantosianidin yang
kadang-kadang terikat dengan glukosa. Tannin yang terikat dengan gula umumnya mudah
larut dalam pelarut hidroalkohol, sedangkan tannin terkondensasi atau tannin lebih mudah
terekstraksi dengan pelarut aseton 70 % (anonim, 2007). Permasalahannya adalah bagaimana
kondisi ekstraksi yang paling optimal untuk mengekstraksi komponen antioksidan dan
antibakteri dari limbah kulit buah kakao ?

Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi menggunakan 2 macam kulit buah kakao
(segar dan kering ) dan 2 macam pelarut (etanol 70 % dan campuran asetonair (7:3). Uji
aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH dan uji antibakteri dilakukan dengan
metode difusi agar.

BAHAN DAN METODE


A. BAHAN PENELITIAN
Kulit buah kakao (Forastero) , 2,2- diphenyl-2-picrylhydrazyl / DPPH (Sigma), aseton
(teknis), etanol (teknis), etanol absolute (e-Merck), aquadest, Nutrien agar , Muller Hilton

Agar, paper disc (Oxoid), Dimetil sulfoksida (e-Merck), mikroba uji Staphylococcus aureus,
Streptococcus mutan, Escherichia coli, Salmonella thyposa .

B. METODE KERJA
1. Pengolahan Sampel
Buah kakao yang diambil yang sudah masak, ditandai dengan mulai menguningnya buah
pada saat dipetik. Sebelum dilakukan pengolahan, buah yang sudah dipetik dibiarkan dahulu
selama kurang lebih 5 hari untuk memudahkan lepasnya biji dari kulit buahnya. Sebagian
kulit buah kakao dalam bentuk segar ditumbuk kasar menggunakan lumpang batu. Sebagian
dikeringkan di bawah sinar matahari dan setelah kering ditumbuk kasar.

2. Ekstraksi Kulit buah Kakao secara maserasi


Masing-masing sampel kulit buah kakao 1 kg diremaserasi sebanyak 3 kali menggunakan
Aseton : air (7:3) dan etanol 70 % dengan perbandingan sampel- pelarut (1 : 2) untuk sampel
basah, dan (1 : 3) untuk sampel kering.

3. Uji Aktivitas antioksidan


Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DDPH seperti yang dilakukan oleh
Othman et al., (2007) yang dimodifikasi, yaitu : Dibuat larutan uji dengan konsentrasi 5
mg/ml; 1,25 mg/l; 0,5 mg/l; 0,1 mg/l; dan 0,01 mg/l dalam etanol absolut. Sebanyak 100 _l
larutan uji ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 0,4 mM dan etanol hingga 5 ml. Campuran
selanjutnya divortex dan dibiarkan selama 30 menit . Larutan ini selanjutnya diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Dilakukan juga pengukuenran absorbansi
blanko. Hasil penetapan antioksidan dibandingkan dengan vitamin C. Besarnya daya
antioksidan dihitung dengan rumus :
%penghambatan = (Absorbance blanko Absorbance sampel) x 100 %
Absorbance blanko

IC50 dihitung dengan dengan memplot grafik aktivitas scavenging dengan konsentrasi
ekstrak, yang didefinisikan sebagai total antioksidan yang dibutuhkan untuk menurunkan
konsentrasi DPPH sampai 50 %.

4. Uji aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar , seperti yang dilakukan oleh
Nostro et al (2000) yang dimodifikasi, yaitu : Masing-masing ekstrak yang diperoleh
sebanyak 2 g dilarutkan dalam dimetilsulfooksida (DMSO) hingga 10 ml. Dari larutan stok
dibuat pengenceran bertingkat dengan konsentrasi 20% ,10%, 5%, 2,5%, 1,25%. Masingmasing larutan uji dipipet 5 _l diteteskan ke paper disc, kemudian diletakkan di atas media
Muller Hilton Agar yang telah mengandung mikroba uji 0,1 ml transmitan 25 % atau setara
dengan 108 koloni/ml. Setelah itu diinkubasi selama 24 jam suhu 37OC.

DAFTAR PUSTAKA
Lee, K.W., Kim,Y.J., Lee, H.J., Lee, C.Y., 2003, Cocoa has More Phenolic Phytochemical
and Higher

Antioxidant Capacity than Teas and Red Wine. J.Agric. Food. Chem.,

51(25) : 7292- 7295


Pasiga, B., 2006, Diversifikasi Manfaat Kakao sebagai Komponen Aktif Pasta gigi. Disertasi.
Program Pascasarjana UNHAS, Makassar.
Borchers, A. T., Keen, C. L., 2000, Cocoa and Chocolate: Composition, Bioavailability, and
Health Implication. Journal of Medicinal Food., 3(2): 77-105.

Anda mungkin juga menyukai