Oleh
: Lili K. Djoewaeny
Pendahuluan
Penyakit Tuberkulosis telah ada sejak awal abad ke-4 sebelum masehi bahkan
tercatat ditemukan di German dan Mesir pada 8000 dan 2500 sebelum masehi .
Mulanya di kenal sebagai phtisis, lupus, scrofula, atau Portts Disease sampai dapat
diidentifikasi oleh Robert Koch pada tahun 1882.(1) Tuberkulosis abdominal terjadi
secara perlahan lahan dan berlangsung menahun, ditemukan 6 90 % pada pasien
yang menderita tuberkulosis paru paru. Banyak didapatkan di kalangan sosioekonomi rendah yang berhubungan dengan higiene buruk, lingkungan yang padat
dan malnutrisi. Dengan keadaan diatas maka Tuberkulosis banyak di dapatkan pada
negara negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. WHO memperkirakan
bahwa sedikitnya 45 % orang dewasa di negara berkembang telah terinfeksi bakteri
M. Tuberculosa (1,2,3,4). Di negara negara berkembang dengan angka insidensi AIDS
yang tinggi di dapatkan juga peningkatan infeksi tuberkulosis, hal ini berhubungan
dengan immunocompromised oleh HIV yang menyebabkan gangguan aktivitas sel B,
sel T sitotoksik, sel K natural dan fungsi macrofag (5).
Tuberculosis abdominal perlu juga mendapat perhatian, walaupun laporan
mengenai penyakit ini masih sedikit. Penanganan penyakit ini agak rumit di sebabkan
karena gambaran klinisnya sangat bervariasi dan lambat menyerupai penyakit
abdomen lainnya sehingga diagnostik sulit di tegakkan, serta sering datang dengan
tanda tanda komplikasi yang membutuhkan tindakan operasi. Walaupun semua
organ intra abdomen dapat di serang oleh mycobacterium tetapi hanya beberapa
organ saja yang sering bermanifestasi secara klinis yaitu peritoneum, kelenjar
mesenterial dan usus.
Definisi
Tuberculosis
abdominal
adalah
infeksi
oleh
bakteri
Mycobacterium
peritoneum, organ solid yang berhubungan dengan sistem pencernaan seperti hepar
dan lien ( 6 ).
Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis ( baksil tuberkulosa ) merupakan penyebab
hampir semua kasus Tuberculosis abdominal spesies lain adalah Mycobacterium
Bovis yang sekarang jarang ditemukan sejak tekhnik sterilisasi susu diterapkan.
Baksil tuberkulosa ini merupakan salah satu dari kurang lebih 30 tipe genus
mycobacterium. M Tuberculosis adalah bakteri batang gram positif, aerob, non
motil, tumbuh lambat, reproduksi setiap 24 48 jam dan dengan pewarnaan Ziehl
Nielsen adalah tahan asam serta dapat di kultur dalam media Lowenstein-Jensen
3,6,7,8 )
Basil ini dapat bertahan lama ( berbulan bulan ) dan tetap virulen di dalam
tempat yang gelap dan kering, tetapi dengan sinar matahari langsung dan sinar
ultraviolet akan mati. Pemanasan selama satu menit dalam air mendidih
atau
mendapatkan usia rata rata 34 tahun, dengan rasio laki-laki dan perempuan 1 : 2.(4) .
Intestinal tuberkulosa banyak diderita pada usia dewasa muda, namun di negara
maju seperti USA insidensi penyakit ini meningkat pada para penderita AIDS .(1,2, 3,
5,8)
Pada saat ini peritonitis TB masih menjadi masalah serius di India, Asia
Tenggara, Afrika dan Amerika Latin. Tuberkulosis hepar, lien dan pankreas sangat
jarang namun
dapat
di temukan
eksplorasi pada pasien dengan tuberkulosis abdomen atau pasien yang dilakukan
dengan pembedahan dengan dugaan bukan tuberkulosa.( 4, 9, 10, 11)
Kelemahan Host :
1. makrofag yang tidak teraktivasi
merupakan tempat yang disenangi oleh baksil tuberkulosa untuk tumbuh
2. liquefied caseous tissue, adalah lingkungan dimana perkijuan yang terbentuk
menjadi lebih encer, dan merupakan media yang membantu pertumbuhan
baksil.
Baksil tuberkulosa rupanya tidak dapat merusak jaringan host sampai respon
immun terbentuk. Beberapa reaksi immunologis dibawah ini dapat menerangkan
interaksi antara host dan basil tuberkulosa.(5)
Cell mediated immunity ( CMI ), merupakan proses immunologi dari host yang
dapat diartikan sebagi respon host yang baik. Respon immun ini ditandai dengan
meningkatnya populasi sel limfosit T spesifik. Masuknya baksil kedalam tubuh akan
dikenali dan diproduksi sitokin.
Sitokin
tersebut akan
makrofag dari aliran darah menuju lesi. Interferon ( gamma ) ( INF ) dan tumor
necrosis factor
Makrofag yang telah teraktivasi dapat merusak baksil tuberkulosa dengan cara sel
3
fagosit tersebut mengeluarkan reactive oxygen, nitrogen, enzim lisosom dan faktor
penghancur lainya. INF akan menginduksi interleukin 2 ( IL 2 ) reseptor
dalam monosit atau makrofag dimana
(ii)
Gastrointestinal tuberculosis
(a) Ulcerative
(b) Hypertrophic or hyperplastic
(c) Scelerotic or fibrous
III.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Dapat di lakukan pemeriksaan BTA dan kultur dari cairan ascites dan
percobaan binatang (guinea pig inoculation). Jumlah lekosit umumnya normal atau
meninggi, Limfositosis, Haemoglobin masih dalam batas
dikatakan positif untuk mereka dengan pendapatan rendah, populasi risiko tinggi, dan
mereka yang tinggal di daerah dengan angka prevalinsi tuberkulosa tinggi seperti
Asia, Afrika dan Amerika Latin. Jika hasil negatif belum tentu tidak ada tuberkulosa
aktif, beberapa kondisi dimana terjadi negatif palsu adalah : terapi imunosupresi,
CRF, infeksi virus, malnutrisi, penderita keganasan, dan AIDS.
tuberculosis dan pra gen yang mengkode protein 36 Kda dari M. leprae, juga untuk 16
SrRNA dan berbagai sekuen yang repetitif. Rendahnya sensitivitas hasil pemeriksaan
bakteriologik melalui biakan saat ini dapat diantisipasi melalui pemeriksaan DNA
phrobes atau PCR. Fathy et al mengemukakan dalam penelitiannya untuk PCR ini
sensitivitasnya hanya 36,3 % walaupun spesifisitasnya 100 %.( 13 )
Cairan Ascites
Umumnya mempunyai berat jenis lebih dari 1.016 dengan kandungan protein
5 gr% atau lebih dengan jumlah sel lebih dengan jumlah sel lebih dari 50/mm3 .
Dengan pemeriksaan Rivalta test cairan Ascites bersifat eksudat ( kadar protein
tinggi ). Warna kuning kehijauan / hemoragi. Pemeriksaan gula merupakan hal yang
penting untuk diagnostik dimana gula di dalam cairan ascites selalu lebih rendah
dari daripada gula darahnya.
4 )
13 )
Pemeriksaan Radiologi
Kebanyakan pasien pada foto thorax tidak terlihat gambaran fokus primer.
Menurut Mandell yang disertai dengan tuberkulosa paru paru kurang dari 25%
(10)
Hal yang sama dikemukakan oleh Feldman bahwa yang disertai tuberkulosa paru
paru kurang dari 50% (7). Pemeriksaan radiologi usus halus dapat menunjukan tandatanda segmentasi dari barium, pergerakan usus berkurang, dilatasi usus serta
penebalan dindingnya. Pemeriksaan
memakai
CT Scan
Dapat di gunakan untuk mendeteksi adanya asites, penebalan dinding ileum,
caecum, mesentrial, peritoneum dan pembesaran kelenjar.(15, 17 )
Peritoneskopi / Laporoskopi
Merupakan pemeriksaan endoskopi rongga peritoneum dan organ-organ
didalam perut, tampak multiple tuberkel pada permukaan serosa dan mesenterial.
( 16,17,18 )
Pemeriksaan ini di lakukan bila antara gejala klinis dan biopsi peritoneum
hasilnya meragukan atau tidak dapat di lakukan. Kesukaran mungkin di hadapi bila
peritoneum sudah cukup tebal dan pada kasus dengan perlengketan yang masif.
kanan bawah
Laparotomi
Pada umumnya kebanyakan kasus yang dilaporkan diagnosanya ditegakkan
dengan cara ini . Banyak kasus baru di ketahui setelah dilakukan laparotomi. Cara ini
dapat di kerjakan pada kasus-kasus ileus obstruktif atau tidak dapat
dengan peritoneskopi atau
didiagnosa
Colonoskopi
Gambaran tidak spesifik, biasanya ditandai ulserasi superfisial pada mukosa,
atau serosa, edema, fibrosis. Kadang kadang gambaran colonoscopy sering dianggap
suatu colitis. Biopsi di beberapa tempat yang dicurigai akan sangat membantu
menegakkan diagnosis tuberkulosa usus.( 4,10 )
I. Peritoneal Tuberculosis
Peritonitis tuberkulosa adalah peradangan peritoneum oleh Mycobacterium
tuberculosa, yang akut, jarang terjadi dan kalau muncul merupakan bagian dari bentuk
milier yang mengikuti perforasi intestinal atau ruptur kaseosa KGB mesenterial ,
sedangkan peritonitis tuberkulosis kronis awalnya disertai ascites yang sanguinus
kemerahan dan pembesaran kelenjar mesenterial yang berlanjut menjadi fibrin dan
berkembang menjadi adhesi dan obliterasi rongga peritoneum, omentum menebal
membentuk masa transvers yang di kenal dengan rolled up Omentum. (6,19, 20 )
Patogenesa
Terdapat 4 sumber penyebab peritonitis tuberkulosa, yaitu berasal dari:
1. tuberkulosa usus terutama di ileocaecal
2. tuberkulosa kelenjar limpa
3. tuberkulosa tuba fallopii
4. penyebaran hematogen dari tuberculosa milier.
Basil Tuberculosa terminum bersama susu (tipe Bovinus) atau dari sputum
yang terinfeksi dan luka paru- paru (tipe humanus) menempel pada usus dan di
tangkap makrofag yang membawanya ke mukosa, makrofag tersebut mengalami
perubahan menjadi sel raksasa muiltinuclear. Limfosit berkumpul mengelilinginya
membentuk folikel limfoid. Nekrosis kaseosa timbul di tengah tengahnya antara 15
sampai 30 hari dari saat invasi. Sesuai dengan berjalannya waktu basil TB akan
menembus dinding usus dan menempel pada peritoneum dan kelenjarnya. Sedangkan
penyebaran Hematogen berasal dari fase bakteriemi dari TB milier pada suatu
episode awal dari keadaan akut.( 5, 17, 22, 23 )
Patologi
Pembagian peritonitis tuberkulosa umumnya atas 3 bagian yaitu :
1. Bentuk eksudatif ( wet type ) / ascitic type
Manifestasi utamanya biasanya terdapat adanya ascites dengan di temukannya
tuberkel pada permukaan peritoneum.(
15,17, 22 )
pada
15 )
Pasien biasanya
15, 17 )
Bila
Sheraz Memon, menambahkan ada satu tipe lagi yaitu tipe purulen, bentuk ini
sangat jarang, jika ditemukan merupakan bentuk sekunder dari salpingitis tuberkulosa.
Massa ditengah tengah antara perlengketan usus dan omentum, pus biasanya
muncul. Bentuk cold abcess biasanya muncul, biasanya dekat umbilikus atau pecah ke
dalam usus.( 22 )
Gambaran Klinik
Biasanya bervariasi, satu saat onset hampir mirip dengan akut peritonitis
sampai saat abdomen dibuka ternyata penuh tuberkel dengan cairan kuning yang
terjebak.(
17 )
perlahan lahan dan keluhan tidak jelas. Rasa sakit perut (abdominal tenderness)
merupakan keluhan utama pada pasien ( 90 % ), demam ( 60 % ), asites ( 60 % )
berkeringat malam ( 37 % ) diikuti perut membesar ( 26 % ).26 Keadaan ini dapat
bersama sama dengan konstipasi, diare, mual dan muntah. Keluhan obstruksi dapat
terjadi apabila terdapat perlengketan antara usus dengan omentum, usus dengan
peritoneum atau usus dengan usus. Umumnya di sertai gejala sistemik seperti nafsu
10
makan berkurang, demam, anoreksi, keringat malam dan berat badan menurun.
( 6,7,17,19, 21 ).
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum bervariasi dari keadaan baik sampai
berat dengan suhu tinggi. Pada pemeriksaan abdomen , di dapatkan perut yang tegang
seperti adonan roti (doughy abdomen), nyeri pada perabaan, pekak samping / pekak
pindah teraba masa intra abdomen (rolled up omentum), atau gejala obstruksi usus
dan dapat juga berupa fenomena papan catur (dumb board phenomen) pada perkusi
dinding abdomen. ( 17, 21, 22 )
Diagnosa
Keluhan utama penderita sangat bervariasi, mengingat tempat yang diinfeksi oleh
basil tuberkulosa bisa disemua tempat. Mungkin saja penderita datang dengan
keadaan tanda-tanda akut abdomen yang memerlukan laparatomi. Beberapa keluhan
ynag mungkin penderita datang adalah :
Nyeri seluruh perut, nyeri perut kanan bawah atau nyeri pada perut bawah.
Keluhan tambahan sebagai penyerta keluhan utama yang didapat dari anamnesa
mungkin berupa :
Nafsu makan menurun, lesu, lemah, mual, keringat malam, batuk batuk lama, berat
badan menurun, gangguan BAB (mencret/obstipasi).
Pemeriksaan fisik yang mungkin ditemukan :
Ascites
11
Diagnosa diatas dapat diperkuat dengan ditemukannya BTA dan PCR dari cairan
ascites.
Diagnosa pasti peritonitis tuberkulosa di tegakan dengan :
1) Secara histopatologis
Memberikan gambaran khas adanya granuloma ( tuberkel ) dengan nekrosis
perkijuan. Secara
2) Secara Mikroskopis
Ditemukan adanya basil Mycobacterium tuberkulosis yang bisa di temukan
dengan cara pemeriksaan langsung dengan hasil BTA dan biakkan kultur
Lowenstein Jensen atau test virulensi kuman pada binatang percobaan (guinea
pig inoculation)
Diagnosa Banding ( 4,6,13, 14,15, 18,22,23 )
-
Cirrhosis hepatis
Lymphogranuloma
Prognosa
Dengan ditemukan OAT maka prognosa menjadi jauh lebih baik dimana
angka kematian menurun.
12
Patogenesa
Tuberkulosis intestinal dapat muncul primer atau sekunder dari fokus infeksi
tuberkulosis di tempat lain. Bentuk primer di sebabkan ingesti makanan minuman
yang terinfeksi M. bovin . Hal ini sekarang jarang terjadi karena minuman (susu)
telah di lakukan pasteurisasi sedangkan yang sekunder berasal dari tertelannya
sputum yang mengandung baksil tuberkulosa ( M. avium ). Cara lain adalah melalui
penyebaran hematogen, dan ekstensi langsung dari organ yang terkena.
Di gaster baksil tuberkulosa jarang melekat
karena sedikit
jaringan limfoid,
pergerakan makanan yang cepat dan kondisinya asam. Di usus halus tuberkulosis
sering terjadi pada
6, 21 )
Patologi
Secara patologi tuberkulosis intestinal terbagi atas beberapa tipe, yaitu sebagai
berikut :
A. Ulseratif
Lesi di usus yang dalam, transvers, multiple, dinding usus menebal dan tampak
tuberkel. Bagian terinfeksi menebal dan sering di temukan peningkatan lemak
mesenterial, dengan pembesaran kelenjar. Lesi ini terdapat pada 60% pasien ( 6,21 )
B. Hiperplastik
Terdapat suatu reaksi fibroblastik pada submukosa dan subserosa sehingga
dinding usus menebal. Seperti halnya tipe Ulseratif terdapat juga pembesaran
kelenjar getah bening mesenterial dan pembentukan masa di omentum. Lesi ini
terjadi pada 10% pasien ( 6,21 )
13
C. Sklerotik
Berhubungan dengan ditemukannya striktur intestinal yang tunggal atau multiple,
kadang terdapat enterolit di bagian proksimal dari striktur ( 6,21 ).
Gambaran Klinis
Gejala tuberkulosis intestinal adalah sama dengan gejala tuberkulosis intra
abdomen lainnya. Akan tetapi bisa saja tidak ada keluhan sama sekali. Beberapa
keluhan tuberkulosis usus seperti :
berdarah, kram abdominal, distensi abdomen setelah makan, flatulen, mual, muntah,
demam dan penurunan berat badan perlu menjadi pertimbangan dalam menegakkan
diagnosa.( 24 ) Pada pemeriksaan fisik di temukan nyeri perut dan teraba massa sering
pada perut kanan bawah. Jika perforasi, di temukan muscular rigidity, nyeri tekan
atau nyeri lepas serta adanya distensi abdomen pada keadaan obstruksi usus.
Komplikasi ( 21 )
Perforasi
Fistula enterokutan
Diagnosa Banding
Crohns disease
Abses apedikular
Enterokolitis
Amubiasis
Neoplasma intestinal
14
gaster secara
tahun . Sharma S dkk, melaporkan TBC limpa dengan gejala klinis abses limpa
tanpa underlying diseaseHIV pada penelitiannya terhadap penderita HIV ,Maserati
R dkk,HIV tidak boleh dilupakan pada kasus TBC, sedangkan de Bree E dkk di
Yunani melaporkan 5 penderita abses limpa dan 1 diantaranya disebabkan karena
TBC . Bora P dkk di India melaporkan TBC limpa pada anak 9 tahun dengan tanda
klinis distensi dan hypersplenism.Chandra S dkk membuat diagnosis TBC limpa
dengan USG , dan hampir semua TBC limpa tampak sebagai lesi multipel
hypoechoic dengan diameter kurang dari 2 cm .Wu P, secara patologi membuat
klasifikasi TBC limpa soliter denganmilliary,caseousdancalcified. Sedangkan di
Indonesia Dukut dkk. melaporkan kasus seorang wanita dengan TBC limpa yang
bermanifestasi muntah darah karena perdarahan lambung. Pemeriksaan patologi
anatomi didapatkan TBC limpa dan varises pada fundus gaster.( 11)
TBC pankreas sangat jarang dan hanya sedikit kasus yang dilaporkan. Tahun
1944, Auerbach melaporkan 4,7 % TBC milier pankreas terinfeksi. Paraf menemukan
sejak tahun 1891 sampai 1961 2,1 % tuberkulosa pankreas pada seluruh kasus TBC
milier. Hadad dkk melaporkan 12 kasus tuberkulosa pankreas di Inggris. Ahchong
dkk tahun 1998 melaporkan 2 kasus di Hongkong.
bermanifestasi dengan ditandai gejal konstitusi, nyeri epigastrik, mual atau muntah.
abses atau massa solid atau kistik yang disertai pembesaran kelenjar getah bening
yang menyerupai carcinoma. Tractus biliaris dapat tersumbat oleh karena pembesaran
kelenjar dan dapat menimbulkan cholangitis. Pengobatan
adalah
dengan OAT
walaupun efek sampingnya hepatotoksik. Test tuberkulin atau FNAB dengan guiding
CT scan dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi Hadad sendiri pernah
melakukan laparatomi.( 9 )
15
Pengobatan
Penanganan peritonitis tuberkulosa dapat dengan terapi medikamentosa atau
surgical. Medika mentosa adalah dengan obat-obatan anti tuberkulosa (OAT) dengan
hasil yang cukup memuaskan. Makin dini perjalanan penyakitnya didiagnosa dan
pengobatan di mulai sesegera mungkin maka
sembuh.
a. Kemoterapi dengan OAT memakai regimen terapi standar , terapi jangka pendek
dan terapi yang di rekomendasikan oleh WHO seperti tabel di bawah ini :
Regimen
Jenis Obat
Dosis
Efek Samping
I . Terapi
Streptomycin
Kerusakan nervus
hari
VII, nephrotoksik
Neuritis optik,
hyperurikemi, rash
Standar
Ethambutol
Hepatotoksik,
(INH)
Rifampicin
Reaksi hipersensitif,
jangka
seperti demam,
pendek
Haemolisis,
thrombositopenia,
Hepatotoksik,
bulan peroral
Hyperurikemia,
II. Terapi
Pyrazinamide
athralgia, fotosensitif
III
Isoniazid
Rifampicin
16
bulan peroral
Pyrazinamide
Injected
streptomycin
selama 2 bulan
or
Ethambutol
25 mg/kg perhariselama 2
bulan peroral
( 23, 25 )
. Saat ini
( 23 )
rifampicin dan sterptomicin. Resisten terhadap obat tersebut bisa inisial atau karena
terapi tuberkulosa yang tidak adekuat. Faktor resiko terjadinya resistensi insial adalah
terpapar baksil tuberkulosa yang resisten atau telah melancong ke negri dimana
prevalensi resistensi yang tinggi. Kecurigaan adanya resistensi bila setelah terapi 4
macam obat antituberkulosa selama 1 2 minggu ( tanpa adanya diare ) tidak ada
perubahan.( 3,
8, 25 )
regimen dan resistensi test ( 3,23 ) Terapi MDR-TB ini diteruskan selama 18 24 bulan
sampai terjadi kultur sputum berubah. Obat harus diberikan tiap hari ( tanpa terapi
intermittent ), dan pasien harus dalam DOT.( 3 ) DOT adalah strategi dimana serang
penderita tuberkulosa akan diawasi oleh sukarelawan, dimana penderita dipastikan
dapat obat anti tuberkulosa dengan dosis yang benar dan meminumnya.
Hasil penelitian di Jakarta diketahui bahwa M tuberkulosis strain Beijing ternyata
predominan resisten dibanding strain non Beijing. Dengan presentase sekitar 37,5 %,
sedangkan di Vietnam dan Cina sekitar 40 80 %. Dengan demikian oleh dikatakan
stain Beijing ini sangat virulent.( 26 )
b. Operatif
Tindakan operatif diindikasikan pada keadaan komplikasi yang timbul seperti
obstruktif intestinal, abses intra abdominal, perforasi, abses mesenterial dan fistula
entral serta perdarahan masif.
Daftar Pustaka
1. Stead, William W.; Dutt, Asim K.; Epidemiology and Host Factors;
Tuberculosis; 3th ed. ; Editors Schlosserberg, D; Spinger Verlag; New York;
1993; p. 1 - 15
2. Sharma, Sat; Tuberculosis; http// e. Medicine consumer journal, April, 19,
2001, Vol2,No.40
3. Herchline, Thomas; Tuberculosis; http.// e. Medicine Journal, October, 20,
2002
4. Khan et.al; Diagnostic Issues in Abdominal Tuberculosis; Journal of Pakistan
Medical Association; Vol. 51 , Number 44; 2001
5. Donnenberg,Arthur,M; Pathogenesis and Immunology : Basic Aspect;
Tuberculosis; 3th ed. ; Editors Schlosserberg, D; Spinger Verlag; New York;
1993; p. 17 21
6. Rangabashyam, N : Abdominal Tuberculosis in Oxford Text Of Surgery by
F.J. mornis, Oxford Medical Publications,new York 1994;P2484-2495
7. Solowkin,JS ; Intra Abdominal Infection in Schwartz Principles of Surgery,
7thed, Mc. Graw-Hill, 2000, p1531-1532
18
Respati
Kastomo
Mansur,Tagor.O.Tambunan,;
.,Ajoedi
PERDARAHAN
Soemardi.,
VARICES
Lukman
FUNDUS
Cancer;
Department
of
19
20