Pendahuluan
Energi fosil merupakan sumber enegi utama dunia yang tercipta melalui proses jutaan
tahun yang lalu. Pemanfaatan energi fosil selalu meningkat dan tidak sebanding dengan terciptanya
energi fosil yang baru. Hal ini mengakibatkan menipisnya cadangan energi fosil dunia. Untuk
menghindari krisis energi yang akan terjadi, maka perlu dikembangkan energi baru yang dapat
dibuat dengan cepat dengan bahan baku yang tidak akan habis. Energi ini disebut dengan energi
terbarukan. Ada beberapa sumber energi terbarukan, salah satunya adalah biomassa [1].
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis, baik berupa
produk maupun hasil samping. Biomassa sebagai sumber energi memiliki banyak kelebihan yaitu
jumlahnya yang melimpah dan dapat diproduksi terus menerus. Siklus karbonnya juga lebih cepat
daripada energi fosil.
Bagian dari biomassa yang dapat dimanfaatkan adalah seluosa dan hemiselulosa. Selulosa
dan hemiselulosa dapat difermentasi menjadi etanol. Namun seluosa dan hemiselulosa banyak
terdapat dalam lignin dan sangat mengganggu dan menghambat proses fermentasi. Ini dikarenakan
lignin memiliki dinding yang kuat sehingga mikroba yang bertugas untuk mengubah dua zat tersebut
untuk menjadi etanol mengalami kesulitan. Untuk itu, perlu menghilangkan lignin yang mengganggu
dengan dilakukan pretreatment. Pretreatment dilakukan agar dinding lignin yang kuat dapat dipecah
sehingga selulosa dan hemiselulosanya dapat keluar untuk difermentasi. Dengan begitu maka etanol
sebagai produk fermentasi menjadi maksimal [1].
Lignosellulosic
Biomass
Ionic Liquids
Pre-treatment
Anti Solvent
Centrifugation/ Filtering
Drying
Regenerated
Biomass
Gambar 2. Diagram Alir Proses Umum Pretreatment dengan Menggunakan IL [7].
Pengembangan Pretreatment IL
IL berbasis kation alkyl-imidazolium and pyridinium dengan berbagai macam anion telah
dikembangkan untuk melarutkan dan meningkatkan proses sakarifikasi enzimatis dari selulosa dan
biomassa (Tabel 1) [8]. Uju et al. telah meneliti potensi 1-buthyl-3-methylpyridinium chloride
(Bmpy)(Cl) dalam proses pretreatment biomassa berbasis lignoselulosa, yaitu baggase dan
Eucalyptus, dengan mengevaluasi besar yield recovery dari biomassa selama proses pretreament,
karakteristik dari struktur biomassa yang dibentuk dan daya cerna pada proses sakarifikasi
enzimatisnya. Proses pretreatment dilakukan pada suhu 120C dengan waktu 10 menit atau 10
menit. Sebagai perbandingan digunakan 1-ethyl-3-methylimidazolium acetate (Emim)(Oac), karena
senyawa IL tersebut efektif melarutkan selulosa. Dan didapatkan hasil bahwa, pada waktu
pretreatment yang cepat, (Bmpy)(Cl) menunjukkan potensi yang lebih besar dalam meningkatkan
kemampuan proses sakarifikasi enzimatis daripada (Emim)(Oac). Peningkatan kecepatan sakarifikasi
enzimatis mungkin disebabkan karena menurunnya derajat polimerisasi selulosa karena
pretreatment oleh (Bmpy)(Cl). Sehingga IL jenis pyridium berpotensi untuk meningkatkan efisiensi
pretreatment dari lignoselulosa biomassa [7].
Weerachanchai et al. menginvestigasi pengaruh dari faktor IL jenis (1-Ethyl-3methylimidazolium acetate (EMIM-AC), 1-Ethyl-3-methylimidazolium diethyl phosphate (EMIMDEPO4) dan 1,3-dimethylimidazolium methyl sulfate (DMIM-MeSO4)) pada pretreatment biomassa.
Dengan 2 jenis biomassa yang digunakan, yaitu sisa ampas sigkong dan jerami padi. Diketahui
bahwa, proses pretreatment dengan menggunakan IL dapat meningkatkan sifat biomassa untuk
proses biokonversi selanjutnya. Dari tipe-tipe IL yang digunakan, (EMIM-AC) paling berpotensi untuk
mengkonversi gula dan mengekstraksi lignin, dengan kondisi operasi maksimal 120C selama 24 jam,
dengan ukuran partikel <34 m. Sementara (EMIM-DEPO4) memberikan konversi gula yang relatif
tinggi pada limbah ampas singkong dan cukup baik mengekstraksi lignin [10].
Tahun 2013 Uju et al. Melakukan perbandingan metode pretreatment pada kayu lunak berjenis
pinus menggunakan peracetic acid (PAA) dengan IL serta campuran antara keduanya. Didapatkan
hasil Yield of Regenerated Biomass (YRB) antara 40-90% tergantung dari proses pretreatment yanng
digunakan. Untuk proses pretreatment tunggal, pretreatment IL menghasilkan YRB lebih tinggi
dibandingkan pretreatment PAA (87% vs 63% ). Jika pretreatment dikombinasikan, YRB yang
dihasilkan serupa atau lebih rendah daripada pretreatment IL tunggal [8].
Dalam melakukan pretreatment dengan IL, diperlukan perlakuan suhu dan waktu
pretreatment yang tepat serta berganting pada jenis dan , Uju et al., mengemukakan bahwa untuk
melarutkan biomassa dari jenis kayu lunak seluruhnya membutuhkan waktu pretreatment yang lebih
lama atau dengan suhu yang lebih tinggi dari jenis biomassa lain [8]. Zhang et al. meneliti pengaruh
suhu pada proses pretreatment IL dengan bahan switch grass dan corn stover menunjukkan bahwa
seiring dengan meningkatnya suhu, molekul IL perlahan terdifusi ke dalam dinding sel tanaman,
semakin banyak fraksi selulosa dalam sampel biomassa yang terlarut dalam 1-butyl-3methylimidazolium acetate (C4mim)(Oac) dan mengubah selulosa kristalin dalam dinding sel
menjadi bentuk amorf lalu berubah menjadi struktur yang lebih teratur [11]. Hal serupa
dikemukakan oleh Gao et al, bahwa dari pretreatment dengan menggunakan 3 tipe IL (1-N-Ethyl-, 1N-butyl- dan 1-N-hexyl-3-methlyimidazolium chloride ((C2mim)Cl, (C4mim)Cl and (C6mim)Cl)) pada 4
jenis bahan (eceng gondok, jerami padi, daun mangga,dan pohon cemara , menunjukkan hasil
dengan semakin meningkatnya suhu dan waktu, jumlah lignin yang terekstraksi akan semakin
meningkat, namun efisiensi yang rendah dapat terjadi pada suhu lebih dari 150 C [12].
Dalam penelitian Shafiei et al. dikemukakan bahwa 1-ethyl-3-methylimidazolium acetate
(EMIM)(Oac) dan 1-butyl-3-methylimidazolium acetate (BMIM)(Cl) adalah pelarut terbaik untuk
material lignoselulosa dan selulosa dengan menggunakan kayu lunak cemara sebagai bahan uji.
Ketika material selulosa terlarut dalam (EMIM)(Oac), struktur selulosa yang teratur terbuka dan
molekul selulosa terdispersi secara bebas dalam solven. Setelah proses regenerasi, mereka tidak
dapat kembali ke bentuk semula yang teratur. Sehingga kristalinitasnya akan menurun dan lebih
amorf, dan menjadi lebih mudah digunakan dalam hidrolisa enzimatis. Dibandingkan dengan
selulosa yang tanpa melaui proses pretreatment, yield glukosa pada hidrolisa enzimatis pada
material yang melalui pretreatment mempunyai nilai yang signifikan lebih tinggi. Pada bahan yang
tidak di pretratment yield hanya 1,8% (kepingan) dan 8,7% (bubuk), sedangkan yang melalui proses
pretreatment dengan IL diperoleh hasil yaitu 56,9% (kepingan) dan 76,8% (bubuk) dengan
(BMIM)(Oac) , 66,4% (kepingan) dan 73% (bubuk) dengan (EMIM)(Oac). Proses pretreatment
dilakukan selama 15 jam. [12, 13].
Gambar 3. Perubahan Morfologi dari Jerami Padi yang Dihasilkan Setelah Pretreatment A. (Bmim])Cl; B. (Emim)Ac; C. (Emim)Cl; D. (Emim)Su; E. jerami padi tanpa pretreatment [14].
Recycling IL
Kegunaan dari IL yang telah direcycle dari proses pretreatment biomassa merupakan faktor
krusial dalam hal efisiensi ekonomi. Karena IL lebih mahal dibandingkan dengan agen pretreatment
konvensional, seperti amonia dan asam sulfat. Namun demikian, proses recovery IL masih dalam
tahap eksplorasi untuk mendapatkan hasil operasi dengan efisiensi tinggi [5].
Setelah selulosa teregenerasi dari larutan IL, anti-solven dapat dievaporasi dan IL dapat
kembali digunakan. Secara umum, setelah proses regenerasi, larutan yang mengandung anti-solven
dengan IL terlarut dan senyawa biomassa yang larut (lignin, karbohidrat terlarut dengan dengan
berat molekul rendah, produk yang terdegradasi, dll) yang tidak terendapkan dalam tahap
regenerasi. Tergantung pada proses recovery IL, senyawa tersebut dapat direcovery jika diaplikasikan
tahap fraksinasi lebih lanjut. Oleh karena itu proses recovery IL sangat bergantung pada anti-solven
yang digunakan, sebagaimana kondisi pretreatment yang digunakan [5]. Diketahui bahwa IL dapat
digunakan kembali hingga 4-5 kali tanpa berpengaruh pada yield gula yang dihasilkan. Hasil recyccle
IL yang telah bebas dari kandungan regenerasi selulosa dihasilkan dari proses akumulasi lignin yang
yang terlarut [9].
Umumnya, cara paling mudah untuk merecovery IL adalah dengan mengevaporasi antisolven setelah proses regenerasi, meskipun hasilnya akan mengandung beberapa impuritas.
Alternatif lain adalah dengan kemampuan dari IL untuk membentik sistem cai-cair dua fase dengan
penambahan larutan aqueous seperti fosfat, karbonat, dan sulfat. Inovatif lain, telah diperkenalkan
pemisahan fasa dalam proses regenerasi dengan menambahkan campuran antisolven yang dibentuk
oleh etanol dan aseton yang akan membentuk larutan kuarterner yang mengandung IL-air-ketonalkohol [5].
Referensi
1. Zheng Y, Pan Z, Zhang R (2009) Overview of Biomass Pretreatment for Cellulosic Ethanol
Production. Int J Agric & Biol Eng 2(3): 51-68.
2. Mood SH, Golfeshan AH, Tabatabaei M, Jouzani GS, Najafi GH, Gholamo M, Ardjmand M (2012)
Lignocellulosic Biomass to Bioethanol a Comprehensive Review with a Focus on Pretreatment.
Renewable and Sustainable Energy Reviews 27: 77-93.
3. Green Chemistry- Ionic Liquids- Useful Reaction Solvents TGI.
4. Khupse N D, Kumar A (2010) Ionics Liquids: New Material with Wide Applications. Indian Journal
of Chemistry 49: 635-648.