Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM

SIFAT KIMIA ALKALOID


DETEKSI, ISOLASI, DAN PEMURNIAN ALKALOID
ALKALOID PSIKOTROPIKA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 10
1. MARIATI BATMA APRIA SILABAN
2. PUTRI MANDASARI PASARIBU
3. TIFANY PUSPITA
4. UCI WULANDARI

KIMIA NK-2011

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2014

KATA PENGANTAR

Penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan ridha-Nya lah penulis bisa menyelesaikan makalah ini. Penulis juga ingin berterima
kasih kepada orang-orang terdekat yang telah membantu memberikan saran dalam proses
pembuatan makalah ini, terutama kepada Dosen Pengampu mata kuliah yang bersangkutan.

Makalah ini berisi penjelasan tentang sifat sifat kimia alkaloid, cara mendeteksi, isolasi,
dan pemurnian alkaloid, dan juga tentang alkaloid psikotropika.

Penulis berharap makalah ini bisa menjadi resensi para pembaca dan dapat dipergunakan
untuk menambah pengetahuan pembaca tentang senyawa alkaloid. Kritik dan saran pembaca
sangat diperlukan untuk kepentingan makalah ini.

Medan, 15 September 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
I.1.

LATAR BELAKANG
Dalam dunia medis dan kimia organik, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting

dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari
senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan
senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Alkaloid secara umum mengandung paling
sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik.
Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai
kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Pada waktu yang lampau
sebagian besar sumber alkaloid adalah pada tanaman berbunga, angiosperma dan juga pada
tumbuhan monokotil. Pada tahun-tahun berikutnya penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat
pada hewan, serangga, organisme laut, mikroorganisme dan tanaman rendah.
I.2.

RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja sifat sifat kimia alkaloid ?


2. Bagaimana deteksi, isolasi, dan pemurnian alkaloid ?
3. Apa saja alkaloid psikotropika ?
1.3.

TUJUAN

1. Mengetahui sifat sifat kimia alkaloid ;


2. Mengetahui cara deteksi, isolasi, dan pemurnian alkaloid ;
3. Mengetahui apa saja alkaloid psikotropika.

BAB II
ISI
A. Sifat-sifat Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam.
Pengertian Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan
sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut
dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek
farmakologis pada manusia dan hewan. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit,
reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai
anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf (Ikan, 1969).
Sifat-sifat Fisika
Umumnya mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom N
seperti pada Ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder
maupun tertier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur
molekul dan gugus fungsionalnya)
Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan Kristal dengan titik lebur yang
tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid yang terbentuk amorf, dan
beberapa seperti nikotin (seperti gambar a) dan konini (seperti gambar b) berupa cairan.

(gambar a nikotin)

(gambar b konini)

(gambar c berberin)

Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies
aromatic berwarna (contoh berberin (gambar c) bewarna kuning dan
betanin (gambar d)). Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut
dalam pelarut organik, meskipun beberapa pseudo-dan protoalkaloid
larut dalam air. Garam alkaloid dan alkaloid quartener sangat larut
dalam air.

(gambar d betanin)

1. Sifat-sifat Kimia
Pada umumnya kebanyakan alkaloid bersifat basa. Sifat tersebut tergantung pada adanya
pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat
melepaskan elektron, sebagai contoh gugus alkil, maka ketersediaan elektron pada nitrogen naik
dan senyawa lebih bersifat basa. Hingga trietilamin (C2H5)3N) lebih basa daripada dietilamin
(C2H5)2NH) dan senyawa (C2H5)2NH ini lebih basa daripada etilamin ((C2H5)2NH2) Sebaliknya
bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh gugus karbonil) maka
ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat
netral atau bahkan sedikit asam. Contoh adalah senyawa yang mengandung gugus amida.
Inti piridin (gambar e) mengandung 6 elektron di dalam cincin heterosikliks. Hingga
dengan demikian pasangan elektron terdapat pada nitrogen dan piridin bersifat basa. Namun
demikian ikatan rangkap karbon-nitrogen mengurangi kebasaannya dan piridin kurang basa
daripada piperidin yang tak jenuh (gambar f). Quinolin (gambar g) dan isoquinolin (gambar h)
kebasaannya mirip piridin.

(gambar e piridin) (gambar f piperidin)

(gambar g Quinolin)

(gambar h isoquinolin)

Berikut perhatikan sistem cincin anggota lima, pirol (gambar i) hanya akan merupakan
aromatic penuh (4 + 2 elektron) bila sepasang elektron pada nitrogen dilibatkan dalam
aromatisitas. Hingga (gambar i) dan indol analog benzenoidnya (gambar j) bukan basa.
Kenyataan senyawa-senyawa tersebut bersifat asam karena pembentukan anion menaikkan
ketersediaan elektron pada nitrogen. Namun demikian pirolidin (gambar k) seperti halnya
piperidin (gambar f ) bersifat basa sangat kuat.

(gambar i pirol)
Kebasaan

alkaloid

(gambar j indol)
menyebabkan

senyawa

( gambar k pirolidin)
tersebut

sangat

mudah

mengalami

dekomposisi, terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Hasil dari reaksi ini sering
berupa N-oksida . Dekomposisi alkaloid selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai
persoalan jika penyimpangan berlangsung dalam waktu yang lama. Pembentukan garam dengan
senyawa organic (tartarat, sitrat) atau anorganik (asam hidroklorida atau sulfat) sering mencegah
dekomposisi. Itulah sebabnya dalam perdagangan alkaloid lazim berada dalam bentuk garamnya.
B. Deteksi, Isolasi dan Pemurnian Alkaloid
1. Deteksi Alkaloid
Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengandung alkaloid. Prosedur Wall, meliputi ekstraksi sekitar 20 gram bahan tanaman kering yang
direfluks dengan 80% etanol. Setelah dingin dan disaring, residu dicuci dengan 80% etanol dan
kumpulan filtrat diuapkan. Residu yang tertinggal dilarutkan dalam air, disaring, di asamkan
dengan asam klorida 1% dan alkaloid diendapkan baik dengan pereaksi Mayer atau
dengan Siklotungstat. Bila hasil tes positif, maka konfirmasi tes dilakukan dengan cara
larutan yang bersifat asam dibasakan, alkaloid diekstrak kembali ke dalam larutan asam. Jika

larutan asam ini menghasilkan endapan dengan pereaksi tersebut di atas, ini berarti tanaman
mengandung alkaloid. Fasa basa berair juga harus diteliti untuk menentukan adanya alkaloid
quartener.
Prosedur Kiang-Douglas agak berbeda terhadap garam alkaloid yang terdapat dalam
tanaman (lazimnya sitrat, tartrat atau laktat). Bahan tanaman kering pertama-tama diubah menjadi
basa bebas dengan larutan encer amonia. Hasil yang diperoleh kemudian diekstrak dengan
kloroform, ekstrak dipekatkan dan alkaloid diubah menjadi hidrokloridanya dengan cara
menambahkan asam klorida 2 N. Filtrat larutan berair kemudian diuji terhadap alkaloidnya
dengan menambah pereaksi mayer, Dragendorff atau Bauchardat. Perkiraan kandungan alkaloid
yang potensial dapat diperoleh dengan menggunakan larutan encer standar alkaloid khusus
seperti brusin.
Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahlkan jenis alkaloid :
Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam
yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismuth, tungsen, atau jood. Pereaksi
mayer mengandung kalium jodida dan merkuri klorida memberikan presipitasi berwarna krem
terhadap sebagian besa alkaloid, Kafein dan efredin hanya pada konsentrasi tinggi, dan Ricinin
tidak memberikan presipitasi dan pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan merkuri
klorida dalam nitrit berair, memberikan warna orange kemerahan hingga kecoklatan. Juga
digunakan sebagai pereaksi semprot untuk identifikasi alakaoid KLT. Wagners reagent (Iodium
/KI) memberikan endapan warna merah bata terhadap hamper semua alkaloid. Pereaksi
Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium jodida dan jood. Pereaksi
asam silikotungstat menandung kompleks silikon dioksida dan tungsten trioksida. Berbagai
pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam halsensitivitas terhadap gugus
alkaloid

yang

berbeda.

Ditilik

dari

popularitasnya, formulasi mayer kurang sensitif

dibandingkan pereaksi wagner atau dragendorff. Reagen warna khusus : Erlichs reagent (Van-

Urk reagent) larutan p-dimethylaminobenzaldehide dalam asam, memberikan warna khas birun
kelabu atau kehijauan dengan Ergot. Cerric ammonium sulphate (CAS) dalam suasana asam
merupakan reagensia khas untuk alakaoid indol, dengan memberikan warna kuning atau orange
kemerahan. Vitali-Mari reagent: khas untuk alkaloid tropan, Thaleoquine reaction: khas untuk
alkaloid sinkona dan Murexide reaction: khas untuk basa purin.
Kromatografi dengan penyerap yang cocok merupakan metode yang lazim untuk
memisahkan alkaloid murni dan campuran yang kotor. Seperti halnya pemisahan dengan kolom
terhadap bahan alam selalu dipantau dengan kromatografi lapis tipis. Untuk mendeteksi alkaloid
secara kromatografi digunakan sejumlah pereaksi. Pereaksi yang sangat umum adalah pereaksi
Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk senyawa alkaloid. Namun
demikian perlu diperhatikan bahwa beberapa sistem tak jenuh, terutama k oumarin dan -piron,
dapat juga memberikan noda yang berwarna jingga dengan pereaksi tersebut. Pereaksi umum lain
tetapi kurang digunakan adalah asam fosfomolibdat, jodoplatinat, uap jood, dan antimon (III)
klorida.
Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan
kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan atau mendeteksi jenis
alkaloid khusus. Pereaksi Ehrlich (p-dimetilaminobenzaldehide yang diasamkan) memberikan
warna yang sangat karakteristik biru atau abu-abu hijau dengan alkaloid ergot. Perteaksi serium
amonium sulfat (CAS) berasam (asam sulfat atau fosfat) memberikan warna yang berbeda
dengan berbagai alkaloid indol. Warna tergantung pada kromofor ultraungu alkaloid.
Campuran feriklorida dan asam perklorat digunakan untuk mendeteksi alkloid
Rauvolfia. Alkaloid Cinchona memberikan warna jelas biru fluoresen pada sinar ultra ungu (UV)
setelah direaksikan dengan asam format dan fenilalkilamin dapat terlihat dengan ninhidrin.
Glikosida steroidal sering dideteksi dengan penyemprotan vanilin-asam fosfat.

Pereaksi Oberlin-Zeisel, larutan feri klorida 1-5% dalam asam klorida 0,5 N, sensitif
terutama pada inti tripolon alkaloid kolkisin dan sejumlah kecil 1 g dapat terdeteksi.
2. Isolasi
Karakter dasar berbagai alkaloid digunakan untuk mengisolasinya. Alkaloid diambil ke
dalam larutan asam berair (umumnya asam hidriklorida, sitrat, atau tartarat) dan komponen netral
atau bersifat asam dari campuran asal dipisahkan dengan ekstraksi pelarut. Setelah larutan berair
dibasakan, maka alkaloid diperoleh dengan ekstraksi ke dalam pelarut yang sesuai.
Ekstraksi
Bagan Ekstraksi Khusus Bahan
Tanaman

yang

Mengandung

Alkaloid
Banyak tanaman, terutama
biji

dan

daun,

mengandung

serng

lemak,

lilin

banyak
yang

sangat non-polar. Karena senyawasenyawa tersebut sering menimbulkan persoalan terbentuknya emulsi, maka senyawa-senyawa tersebut dipisahkan dari bahan
tanaman, sebagai langkah awal dapat dilakukan dengan cara perkolasi bahan tanaman dengan
petroleum eter.
Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter. Namun demikian ekstrak harus
selalu dicek untuk mengetahui adanya

alkaloid dengan menggunakan salah satu pereaksi

pengendapan alkaloid seperti penjelasan yang disebutkan sebelumnya. Bila sejumlah alkaloid
larut dalam petroleum eter, maka bahan tanaman pada awal ditambah dengan asam berair untuk
mengikat alkaloid sebagai garamnya. Prosedur ini telah digunakan untuk mengekstrak ergotamin
(gambar l ) dari cendawan ergot, Claviceps purpurea.

(gambar l ergotamin)
Setelah lemak dipisahkan, beberapa pilihan prosedur tersedia. Bahkan
tanaman dapat diekstrak dengan air, etanol atau metanol, dengan campiran alkohol berair, atau
dengan larutan alkohol berair yang diasamkan. Kebanyakan alkaloid yang terdapat dalam
tanaman sebagai garam organik, dan garam-garam tersebut lazim larut dalam etanol 95%.
Pigmen, gula, dan konstituen sekunder organik lain hampir terpisah sempurna dengan alkohol,
tetapi banyak garam-garam organik dan anorganik yang lebih kompleks hanya terpisah sebagian.
Larutan alkohol diuapkan hingga diperoleh sirup kental dan residu dipartisi antara larutan asam
berair dan pelarut-organik. Pada keadaan ini sering terjadi emulsi atau endapan. Setelah ekstraksi
dengan pelarut organik diulangi, fasa berair dibuat basa dengan Natrium Karbonat atau amonia.
Dalam beberapa hal amonia dapat membentuk alkaloid baru yang tidak terdapat dalam tanaman
asal. Contoh klasik adalah cepatnya berubah iridoid swereodia (gambar m) menjadi monoterpen
piridin alkaloid gentiamin (gambar n).

(gambar m swerosida)

(gambar n gentiamin)

Larutan basa berair kemudian diekstrak dengan pelarut organik yang cocok biasanya
klorofom atau etil asetat. Larutan yang mengandung alkaloid dikeringkan dengan Natrium sulfat
(Magnesium sulfat bertendensi cukup keasamannya untuk mengikat alkaloid yang bersifat basa
kuat), disaring, dan diuapkan dalam vakum untuk mendapatkan sisa alkaloid kotor. Larutan basa
berair kemungkinan mengandung alkaloid quartener dan biasanya di tes dengan pereaksi

pengendap alkaloid. Alkaloid quartener dapat dipisahkan dari komponen yang larut dalam air
lazimnya dengan pengendapan sebagai garam Reineckate, berikut penjelasannya : disaring, dan
endapan kompleks direaksikan dengan aseton: air(1:1). Sekarang alkaloid quartener terdapat
dalam filtrat, setelah dibersihkan (clean-up) dengan perak sulfat dan barium klorida yang
ekivalen maka larutan dapat di liofilisis yang menghasilkan alkaloid quartener klorida kotor.
Metode kedua yang biasa untuk mengekstraksi meliputi pemberian bahan tanaman
dengan amonia untuk mengubah garam alkaloid menjadi basa bebas, yang kemudian dapat
diekstrak dengan pelarut organik yang cocok. Setiap alkaloid quartener yang terdapat dalam
tanaman tidak dapat dipisahkan dengan cara ini, tetapi senyawa dapat diperoleh dengan cara
mengekstraksinya dengan alkohol.
Ekastrksi Selektif
Prosedur yang lebih selektif telah dikembangkan oleh Svodoba, mula pertama oleh Ely Lilly dan
telah digunakan untuk penelitian maupun untuk pekerjaan komersial terhadap beberapa tanaman
dalam family Apocynaceae. Latar belakang prosedur adalah didasarkan pada konsep bahwa tidak
semua tartrat alkaloid tidak larut dalam pelarut organik.
Bahan tanaman yang telah dihilangkan lemaknya ditambah dengan larutan asam tartarat
2% dan diekstrak dengan bezenena untuk menghilangkan basa lemah. Bahan tanaman kemudian
dibuat alkali dengan amonia, dan basa yang lebih kuat diekstrak dengan pelarut organik (benzena,
kloroform, atau etil asetat). Senyawa yang telah dibuat alkali akhirnya diekstrak dengan alkohol
dengan untuk memperoleh alkaloid fenolat dan quarterner.
Pemurnian (Purifikasi)
Langkah berikutnya adalah ekstrak alkaloid kompleks yang masih kotor dipisahkan menjadi
komponen individu. Terdapat sejumlah metode konvensional dalam pemilihan metode yang cocok atau metode gabungan tergantung pada campuran alkaloid yang diperoleh.

Kristalisasi Langsung
Meskipun cara ini merupakan prosedur paling sederhana, tetapi jarang memebrikan hasil
yang memuaskan untuk pemisahan alkaloid murni, kecuali bila satu alkaloid yang terdapat dalam
bahan tidak larut. Beberapa kombinasi pelarut yang sering digunakan untuk kristalisasi alkaloid
meliputi metanol, etanol berair, metanol-klorofom, metanol-eter, metanol-astenon, dan etanolaseton.
Metode gradien pH
Metode ini dikenal oleh Svodoba untuk mengisolasi alkaloid antileukema Catharantus roseus.
Cara didsarkan pada kenyataan bahwa alkaloid indo dengan struktur yang bervariasi yang
terdapat dalam tanaman mempunyai sifat basa yang sangat berbeda. Campuran alkaloid kotor
dilarutkan dalam larutan asam tartarat 2% dan diekstrak dengan benzena atau etil asetat. Fraksi
pertama ini akan mengandung alkaloid yang netral dan atau yang bersifat basah lemah. Langkah
berikutnya adalah pH larutan berair dinaikkan dengan bilangan 0,5 kemudian pH dinaikkan
hingga pH mencapai 9,0 setiap pH diekstrak dengan pelarut organik. Perbedaan pH
memungkinkan pemisahaan secara bertahap alkaloid basa lemah dan alkaloid basa kuat dari
media basa. Alkaloid yang bersifat basa kuat diekstrak terakhir.
Contoh Mekanisme reaksi Sintesis Ergot Alkaloid pada Fungi
Penelitian telah menunjukkan ada hubungan erat antara proses perkembangan morfologi
suatu sel dengan proses sintesis produk alaminya, termasuk metabolit sekunder. Dalam bukunya
The Relationship Between Conidiation and Alkaloid Production in Saprophytic Strains of
Claviceps Pazoutova dan Rehacek menuliskan, pada tahun 1997 telah diketahui bahwa
Claviceps purpurea (salah satu spesies penghasil alkaloid ergot) yang termutasi mengalami
penurunan kemampuan dalam membentuk konidia dalam media agar-agar. Jamur yang telah
termutasi ini diidentifikasi juga menghasilkan racun alkaloid yang lebih sedikit dari keadaan
normalnya. Hal ini menunjukkan bahwa sintesis alkaloid ergot pada jamur ergot, terjadi

bersamaan dengan proses perkembangan morfologinya (diferensiasi sel). Tidak ada keterangan
atau penelitian yang menerangkan pada fasa mana alkaloid ergot ini mulai disintesis, serta
mekanisme sintesisnya. Berdasarkan keterangan diatas sintesis alkaloid ergot akan mulai terjadi
setelah infeksi jamur pada tanaman host, hingga tahap akhir perkembangan, setelah terbentuk
sclerotia. Suatu inti padat, keras, berwarna gelap, berisi kumpulan alkaloid ergot.
Jamur ergot mengalami fasa perkembangbiakan spora pada suhu sekitar 18oC pada kondisi
kelembaban tinggi. Kondisi ini yang diperkirakan kondusif untuk sintesis alkaloid ergot pada
jamur. Enzim yang sampai saat ini telah diketahui terlibat dalam proses sintesis alkaloid ergot
adalah:
Enzim

Fungsi

Dimethylallyltryptophan Membentuk DMAT dari triptofan


synthetase (DMATS)
Chanoclavine 1

Mengubah Chanoclavine I/ Chanoclavine I

cyclase

aldehide menjadi Agroclavine

Rangkaian reaksi yang terjadi :

Prekursor utama dalam proses sintesis alkaloid ergot adalah L-triptofan. Tahap awal sintesis
adalah prenilasi (gugus yang diberi warna merah) triptofan yang dikatalisis enzim DMATS.
Tahap in akan menghasilkan dimetilalil triptofan (DMAT) dengan struktur seperti diatas. DMAT
ini selanjutnya diproses lebih lanjut, hingga menghasilkan 3 jenis alkaloid yaitu asam lisergat
(diproduksi keluarga Clavicipitaceae) dan jenis fumiglavine yang diproduksi Aspergillus
fumigatus. Proses pengubahan dari DMAT menjadi ketiga alkaloid diatas belum jelas
mekanismenya, namun terdapat enzim yang berhasil diisolasi pada tahap ini, yaitu
Chanoclavine 1cyclase, yang mengubah chanoclavine I menjadi argoclavine. Tahap
selanjutnya setelah reaksi diatas, diperkirakan adalah terbentuknya elymoclavine, dengan
struktur:

3. Alkaloid Psikotropika (Alkaloid Sesungguhnya)


Psikotropika menurut Pasal 1, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku." Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang
susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi
(mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan
ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan
pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan
ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun
psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian. Zat kimia yang bersifat
psikotropika : Obat-obat analgesic, antipiretik ataupun antireumatik, bila dilarutkan dalam etanol

konsentrasi tinggi akan bersifat psikotropika. Contoh psikotropika ekstasi (3-4-Methylene-DioxyMethil-Amphetamine (MDMA)).
Senyawa alkaloid yang memiliki sifat farmalogi dan mampu memberikan efek fisiologi
dan bahkan memiliki sifat beracun lebih cocok dimasukkan kedalam golongan Narkotika.. Sesuai
literatur dijelaskan bahwa zat narkotika adalah Senyawa kimia yang ada pada berbagai bagian
tanaman berupa alkaloid atau glikosida.

Beberapa tanaman juga diduga mengandung

aprodisiac/senyawa kimia untuk dapat mengkhayal, misalnya tanaman kecubung (Solanum sp,
Argemon sp) mengandung alkaloid paradin (terdapat pada biji dan daging buah, khasiatnya sama
dengan opium asli), daun ganja atau Papaver somniferum L atau P. album, Mill, keluarga
Papavera ceae. Senyawa alkaloid terbesar tetap morfin 10 - 16%, noscapine 4 - 8%, codeine 0,8
2,5%, papaverine 0,5 2,5%, tebaine 0,5 2,0% dan lainnya, semuanya tidak kurang dari 20
jenis. Senyawa kokain, suatu alkaloid pada daun Erythroxylon coca Lam dan Erythroxylon spp
lainnya, juga bersifat narkotik.
Berikut beberapa senyawa alkaloid yang termasuk kedalam Narkotika :

Morfin

Penggunaan morfin khusus pada nyeri hebat akut dan kronis , seperti pasca bedah dan setelah
infark jantung, juga pada fase terminal dari kanker.Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang
menyertai : 1).Infark miokard; 2).Mioplasma;3). Kolik renal atau kolik emped; 4).Oklusio akut
pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner;5)perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks
spontan dan 6). Nyeri akibat trauma misalnya luka bakar , fraktur dan nyeri pasca-bedah. Morfin
diperoleh dari biji dan buah tumbuhan Papaver somniferum dan P.Bracheatum (fam:

Papaveraceae) salah satu hasil tanaman ini berupa hasil sadapan dari getah buah yang dikenal
sebagai opiumyang berarti candu, Candu merupakanibudari morfin, mulanya dikembangkan
sebagai obat penghilang rasa sakit sekitar tahun 1810. Morfin dikategorikan sebagai obat
yang ajaib karena mampu mengurangi rasa sakit akibat operasi atau luka parah. Pada saat
dikonsumsi, obat ini menyebabkan penggunanya berada dalam kondisi mati rasa sekaligus
diliputi perasaan senang/ euforia seperti sedang berada dalam alam mimpi. Oleh karena efek
sampingnya yang berupa euforia ini, pada tahun 1811 obat ini diberi nama Morpheus sama
seperti nama dewa mimpi Yunani oleh Dr. F.W.A. Serturner, seorang ahli obat dari Jerman.
Pertengahan tahun 1850, morfin telah tersedia di seluruh Amerika Serikat dan
semakin populer dalam dunia kedokteran. Morfin dimanfaatkan sebagai obat penghilang rasa
sakit yang membuat takjub dokter-dokter pada masa itu. Sayangnya, ketergantungan terhadap
obat tersebut terlewatkan, tidak terdeteksi sampai masa Perang Saudara berakhir. Dengan adanya
penggunaan yang berlebihan yang terus menerus ataupun kadang-kadang dari suatu obat yang
secara tidak layak atau menyimpang dari norma pengobatan yang lazim maka hal tersebut
dikatakan drug abuse terlebih lagi apabila pada pemakaian morfin sebagai obat keras. Morfin
tergolong kedalam hard drugs yakni zat-zat yang pada penggunaan kronis menyebabkan
perubahan perubahan dalam tubuh si pemakai, sehingga penghentiannya menyebabkan
gangguan serius bagi fisiologi tubuh, yang disebut gejala penarikan atau gejala abstimensi.
Gejala ini mendorong bagi si pecandu untuk terus menerus menggunakan zat-zat ini untuk
menghindarkan timbulnya gejala abstimensi.dilain pihak, dosis yang digunakan lambat laun
harus ditingkatkan untuk memperoleh efek sama yang dikehendaki (toleransi). Hard drugs
menyebabkan ketergantungan fisik (ketagihan ) hebat dan menyebabkan toleransi terhadap dosis
yang digunakan.

HEROIN (PUTAW)
Heroin atau diamorfin (INN) adalah sejenis opioid alkaloid.
Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah
namanya adalah diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui

asetilasi. Bentuk kristal putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida.
Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Heroin Adalah candu yang langsung diekstrak dari opium
poppy. Fungsi sebenarnya adalah untuk menyembuhkan orang yang ketergantungan pada morfin.
Setelah diinjeksi langsung ke dalam darah, heroin akan berubah menjadi morfin dan langsung
tersebar ke seluruh tubuh memalui peredaran darah.seperti endorfin lainnya heroiin yang menjadi
morfin menyebabkan efek euforia, kesenangan dan bahkan disebut sebagai rasa orgasme.
Resiko overdosis dari heroin menjadi berkali2 lipat lebih besar oleh karena ketidaktahuan si
pecandu akan kadar dan komposisi heroin yg akan dipakainya. Selain bahaya overdosis, oleh
karena pemakaian jarum suntik secara bergantian maka resiko lain yg juga tidak kalah bahayanya
adalah tertularnya penyakit2 menular mematikan seperti AIDS dan Hepatitis B/C.
Penyuntikan heroin sering digabungkan dengan cocain yg disebut speedball dan ini
sangat menambah lagi resiko overdosis dan ketagihan pada si pemakainya. putaw sama dengan
heroin kelas bawah, padahal heroin merupakan narkotik jenis opioid yg diproses dari getah
opium yg terlebih dahulu dijadikan morphine, sedangkan putaw adalah 100% narkotik opioid
sintetik alias designer drug.
Heroin dapat disintesa dari Morfin :

Berikut Aksi kerja Morfin dan Heroin dalam Tubuh :

Penjelasan : Heroin memodifikasi aksi dopamin di Brains reward pathway. Ketika melalui
BBB, heroin diubah menjadi morfin yang berfungsi sebagai agonis lemah pada delta dan kappa
suptipe opioid reseptor dan agonis kuat pada mu subtipe reseptor. Pengikatan ini menghambat
pelepasan GABA dari terminal saraf, menurunkan efek inhibisi GABA terhadap neuron
dopaminergik. Hal tersebut meningkatkan aktivitas neuron dopaminergik dan pelepasan dopamin
ke celah sinaptik mengakibatkan aktivasi membran post sinaptik. Aktivasi terus menerus jalur
dopaminergik reward menyebabkan euforiahigh
KOKAIN
Kokaina adalah senyawa sintesis yang
memicu metabolisme sel menjadi sangat
cepat. Kokaina merupakan alkaloid yang
didapatkan dari tumbuhan koka Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan. Daunnya
biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek stimulan. Saat ini kokaina
masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan
tenggorokan, karena efek vasokonstriksif-nya juga membantu. Kokaina diklasifikasikan sebagai
suatu narkotika, bersama dengan morfina dan heroina karena efek adiktif. Kokain Adalah kristal
tropane alkaloid yang didapat dari daun tumbuhan coca. Efeknya adalah stimultan yang menekan
sistem saraf utama menimbulkan sensasi yang disebut euphoric sense dan kegembiraan juga

dipercaya meningkatkan energi efek-efek inilah yang menyebabkan zat ini cukup populer dan
banyak digunakan. kokain adalah zat yang ampuh untuk mempengaruhi sistem saraf, efeknya
bisa terasa dari 20 menit sampai berjam-jam, tergantung dosis dan cara penggunaannya. Tanda
awal ketika mulai menggunakan adalah hiperaktif, tidak tenang, tekanan darah meningkat, denyut
nadi meningkat, dan euforia. Euforia kadang diikuti dengan rasa tidak nyaman dan depresi dan
ketagihan untuk menggunakan lagi. Gairah seksual bisa meningkat ketika menggunakan obat ini,
namun penggunaan dalam jangka panjang akan mengakibatkan paranoia, impotensi dan hal
buruk lainnya.
Berikut gambar mekanisme kerja kokain

Cocain memodifikasi aksi dopamin di otak. Cocain berikatan dengan dopamin reuptaketransporter pada presinaptik membran pada dopaminergik neuron. Ikatan ini menghambat
pelepasan dopamin dari celah sinaptik dan degradasi dengan MAO di terminal saraf. Dopamin
tetap berada di celah sinaptik sehingga bebas berikatan dengan reseptornya di post sinaptik
membran, menghasilkan impuls saraf lebih lanjut. Peningkatan aktivias jalur dopaminergik
reward menyebabkan perasaan euforia high
Efek anastetik lokal cocain: Cocain
secara fisik memblokir sodium channel
melalui 2 meka-nisme: jalur hidrofobik
dan jalur hidrofilik. Blokade men-cegah
voltage-dependent
sehingga memblok saraf secara lokal.

Na+

conduc-tance,

BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Alkaloid merupakan senyawa yang banyak bersifat farmalogis, pada umumnya bersifat
basa, memiliki unsur N, berbentuk kristal dan ada juga yang cair, karena kebasaannya mampu
dengan mudah mengalami dekomposisi. Alkloid dapat di deteksi dengan 2 Metode yaitu metode
wall dan metode Kiang Douglas, dimana untuk menandakan adanya alkaloid dibutuhkan bantuan
pereaksi seperti Mayer, pereaksi Dragendorff dan wagner serta pereaksi spesifik lainnya. Isolasi
dapat dilakukan dengan ekstraksi dan kombinasi kromtografi. Pemurnian biasanya digunakan
dengan metode gradian pH. Alkaloid yang bersifat fisiologis dan farmalogis serta bersifat racun
biasanya termasuk dalam Narkotika karena mampu memberi euforia pada pemakainya dan
ketagihan sehingga ketergantungan. Beberapa contoh yang paling banyak dikenal dimasyarakat
adalah morfin, heroin dan kokain.

DAFTAR PUSTAKA
Idrus, Rifki Brahmono., Bialangi, Nurhayati., dkk. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Alkaloid
dari Biji Tumbuhan Sirsak (Annona muricata Linn). Gorontalo : FMIPA Universitas Gorontalo
Lenny, Sovia., Barus, Tonel., dkk. 2010. Isolasi Senyawa Alkaloid Dari Daun Sidaguri (Sida
rhombifolia L.). Medan : FMIPA USU
Siregar, Philippus H. 2005. Isolasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Metanol Daun Tumbuhan
Jambu Keling. Medan : FMIPA USU
Sastrohamijdojo.1996. Sintesis bahan Alam.Yogyakarta: UGM Press
http://kimbahanalam.blogspot.com/2013/11/metodeisolasi-dan-pemurnian-senyawa.html.
Diakses pada 12 September 2014
http://novichairaniocd42.blogspot.com/2013/11/alkaloid-isolasi-dan-purifikasi-senyawa.html.
Diakses pada 12 September 2014
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/peki4422/bag%203.html. Diakses pada 12 September 2014.
www.ut.ac.id/html/suplemen/peki4422/bag 3.html
http://indonesiakimia.blogspot.com/2011/06/mikotoksin.html

Anda mungkin juga menyukai