PENYEBAB
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi
ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh
sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot.
Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang
beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak
dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan.
Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini
kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.
GEJALA
Gejala-gejala yang mungkin terjadi: segera setelah lahir, bayi tidak dapat
mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir) tidak dapat buang
air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir perut menggembung muntah
diare encer (pada bayi baru lahir) berat badan tidak bertambah malabsorbsi.
Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari. Pada
anak yang lebih besar, gejalanya adalah sembelit menahun, perut menggembung
dan gangguan pertumbuhan.
DIAGNOSA
PENANGANAN
Untuk itu maka orang tua perlu memperhatikan kondisi bayinya dan melakukan
pertimbangan-pertimbangan agar bayi segera tertagani dan tidak semakin parah
kondisinya. Jangan sampai orang tua membiarkan hal ini sehingga perut si Bayi lama
kelamaan semakin membesar sehingga ususnyapun menjadi semakin lebar, sedangkan di
bagian bawah kecil sekali.
Tindakan Bedah
Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama
dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif.
Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi
dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan
distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien.Tahapan kedua adalah
dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang aganglionik
dan kemudian melakukan anastomosis antara usus yang ganglionik dengan dengan
bagian bawah rektum.
Tindakan bedah pada penyakit Hirschsprung terdiri atas tindakan bedah sementara
dan tindakan bedah definitif. Tindakan bedah sementara dimaksudkan untuk
dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai
ganglion normal bagian distal. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya
enterokolitis yang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya kematian pada
penderita penyakit Hirschsprung.
Tindakan bedah definitif yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung antara lain
prosedur Swenson, prosedur Duhamel, prosedur Soave, prosedur Rehbein, prosedur
transanal dan bedah laparoskopik. Saat ini prosedur transanal satu tahap telah
berkembang dan dikerjakan pada saat penderita masih neonatus
Angka mortalitas penyakit Hirschsprung pada neonatus yang tidak ditangani masih
sangat tinggi yaitu mencapai 80%, sedang kematian pada kasus-kasus yang telah
ditangani 30% disebabkan oleh karena enterokolitis.
obstruksi intestinal pada 3 pasien, enterokolitis pada 2 pasien dan puntiran kolon
pada 1 pasien. Enterokolitis terjadi pada 13 kasus (61,9%) pada prosedur
transabdominal dan 9 kasus (45%) pada prosedur transanal. Dari hasil penelitian
tersebut disimpulkan bahwa penurunan insidensi enterokolitis lebih baik pada
prosedur transanal.
Di Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta sejak tahun 2005 oleh Rohadi telah
ditemukan tehnik operasi baru yaitu PSNRHD Posterior Sagittal Neurektomi Repair
for Hirschsprung Desease. Sedangkan prosedur yang lain meliputi: prosedur
Duhamel, prosedur Soave modifikasi, prosedur transanal dan prosedur miomektomi
rektal. Setiap tahun penderita Penyakit Hirschsprung tercatat rata-rata 50 pasien
Tehnik Posterior Sagittal Neurektomi Repair for Hirschsprung Desease, dilakukan
dengan irisan intergluteal untuk mencapai derah rektum, satu tahap tanpa
kolostomi dan tanpa dilakukan proses pull through atau tarik terobos endorektal
Prosedur Swenson Prosedur ini adalah prosedur pertama untuk operasi penyakit
Hirschsprung dengan metode pull-through. Tehnik ini diperkenalkan pertama kali
oleh Swenson dan Bill pada tahun 1948. Segmen yang aganglionik direseksi dan
puntung rektum ditinggalkan 2-4 cm dari garis mukokutan kemudian dilakukan
anastomosis langsung diluar rongga peritoneal. Pada prosedur ini enterokolitis
masih dapat terjadi sebagai akibat spasme puntung rektum yang ditinggalkan.
Untuk mengatasi hal ini Swenson melakukan sfingterektomi parsial posterior.
Prosedur ini disebut prosedur Swenson I. Pada 1964 Swenson memperkenalkan
prosedur Swenson II dimana setelah dilakukan pemotongan segmen kolon yang
aganglionik, puntung rektum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 cm di
bagian posterior kemudian langsung dilakukan sfingterektomi parsial langsung.
Ternyata prosedur ini sama sekali tidak mengurangi spasme sfingter ani dan tidak
mengurangi komplikasi enterokolitis pasca bedah dan bahkan pada prosedur
Swenson II kebocoran anastomosis lebih tinggi dibanding dengan prosedur Swenson I
Prosedur Duhamel. Prosedur ini diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson oleh karena pada metode Swenson dapat terjadi kerusakan nervi
erigentes yang memberi persarafan pada viscera daerah pelvis. Duhamel
melakukan diseksi retrorektal untuk menghindari kerusakan tersebut dengan cara
melakukan penarikan kolon proksimal yang ganglionik melalui bagian posterior
rektum. Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi, dipasang kateter sehingga
vesika urinaria kosong dengan maksud agar visualisasi rongga abdomen lebih jelas.
Irisan kulit abdomen dilakukan secara paramedian atau transversal. Arteria
hemorrhoidalis superior dipotong diikuti pemotongan mesorektum dan rektum.
Kolon proksimal dimobilisir sehingga panjang kolon akan mencapai anus. Perhatian
khusus ditujukan pada viabilitas pembuluh darah dan kolon proksimal dengan cara
menghindari regangan yang berlebihan. Setelah segmen kolon yang aganglionik
direseksi, puntung rektum dipotong sekitar 2-3 cm diatas dasar refleksi peritonium
dan ditutup dengan jahitan dua lapis. Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh
permukaan dinding belakang rektum dibebaskan. Pada dinding belakang rektum
0,5 cm dari linea dentata dibuat sayatan endoanal setengah lingkaran dan dari
lobang sayatan ini segmen kolon proksimal yang berganglion ditarik ke distal keluar
melewati lubang anus dan dibiarkan bebas menggelantung kemudian dilakukan
anastomosis end to side setinggi sfingter ani internus. Anastomosis dilakukan
dengan pemasangan 2 buah klem Kocher dimana dalam jangka waktu 6-8 hari
anastomosis telah terjadi. Stenosis dapat terjadi akibat pemotongan septum yang
tidak sempurna
Prosedur Boley. Prosedur Boley sangat mirip dengan prosedur Soave akan tetapi
anastomosis dilakukan secara langsung tanpa memprolapskan kolon terlebih dulu
Persiapan Operasi
Persiapan operasi.
Pemeriksaan fisik yang teliti, penilaian keadaan umum penderita, adanya kelainan
bawaan yang lain, pemeriksaan laboratorium rutin, albumin dan pemeriksaan
rontgen dievaluasi secara cermat untuk menentukan ada tidaknya kontraindikasi
pembedahan dan pembiusan. Bila ada dehidrasi, sepsis, gangguan eletrolit,
enterokolitis, anemia atau gangguan asam basa tubuh semuanya harus dikoreksi
terlebih dahulu. Pencucian rektum dilakukan dengan cara pemasangan pipa rektum
dan kemudian dimasukkan air hangat 10 ml/kg berat badan. Informed consent
dilakukan kepada keluarga meliputi cara operasi, perkiraan lama operasi, lama
perawatan, komplikasi-komplikasi,cara-cara penanganan apabila terjadi komplikasi
dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi
Setelah diagnosis penyakit Hirshprung ditegakkan maka sejumlah tindakan
preoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam keadaan
dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan
pemberian cairan intra vena , antibiotik dan pemasangan pipa lambung. Apabila
sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka resusitasi cairan
dilakukan secara agresif, peberian antibiotika broad spektrum secara ketat
kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus
Dilakukan serial pencucian rektum dengan memberikan 10 ml/kg BB pada setiap
kali pencucian dengan menggunakan pipa rektum ukuran 18-20. Pada penderita
kemudian diberikan antibiotik intavena