Anda di halaman 1dari 7

PENYAKIT HIRSCHSPRUNG, DIAGNOSIS DAN JENIS PENANGANAN BEDAH

Penyakit Hirschsprung (congenital aganglionic megacolon, Hirschsprung disease,


Waardenburg-Hirschsprung disease, Waardenburg syndrome type 4, WS4) adalah
suatu bentuk penyumbatan pada usus besar yang terjadi akibat lemahnya pergerakan
usus karena sebagian dari usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan
kontraksi ototnya. Hal ini disebabkan karena terjadi mutasi pada gen EDN3, EDNRB,
dan SOX10.
Kelainan Hirschsprung terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar
paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus
bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalopun ada sedikit
sekali. Namun yang jelas kelainan ini akan membuat BAB bayi tidak normal, bahkan
cenderung sembelit terus menerus. Hal ini dikarenakan tidak adanya syaraf yang dapat
mendorong kotoran keluar dari anus. Kotoran akan menumpuk terus di bagian bawah,
hingga menyebabkan pembesaran pada usus dan juga kotoran menjadi keras sehingga bayi
tidak dapat BAB. Biasanya bayi akan bisa BAB karena adanya tekanan dari makanan setelah
daya tampung di usus penuh. Tetapi hal ini jelas tidaklah baik bagi usus si bayi.
Penumpukan yang berminggu bahkan bulan mungkin akan menimbulkan pembusukan yang
lama kelamaan dapat menyebabkan adanya radang usus bahkan mungkin kanker usus.
Bahkan kadang karena parahnya tanpa disadari bayi akan mengeluarkan cairan dari lubang
anus yang sangat bau. Kotoran atau tinja penderita ini biasanya berwarna gelap bahkan
hitam. Dan biasanya apabila usus besar sudah terlalu besar, maka kotorannya pun akan
besar sekali, mungkin melebihi orang dewasa. Ciri lain hirschprung adalah perut bayi anda
akan kelihatan besar dan kembung serta kentutnyapun baunya sangat busuk. Selain itu
juga riwayat BABnya selalu buruk atau tidak normal.
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan kongenital pada kolon yang ditandai dengan
tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan pleksus
mienterikus Auerbachi. 90% kelainan ini terdapat pada rektum dan sigmoid. Hal ini
diakibatkan oleh karena terhentinya migrasi kraniokaudal dari sel krista neuralis di daerah
kolon distal pada minggu ke lima sampai minggu ke dua belas kehamilan untuk membentuk
sistem saraf usus. Aganglionik usus ini mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal
dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya
sebagian rektum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional.
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938,
dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada
kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi
ganglion.
Mutasi pada Ret proto-oncogene akhir-akhir ini telah dihubungkan dengan penyakit
Hirschsprung. Gen lain yang berhubungan dengan kelainan ini ialah Endothelin-B reseptor,
endothelin-3 dan Glial cell derived neurotrophic faktor . Migrasi sel-sel krista neuralis yang
kemudian mengadakan proliferasi dan diferensiasi didalam dinding usus akan
meningkatkan pembentukan sel saraf dan sel glial pada sistem saraf intestinal. Kegagalan
proses ini selama fase embriogenesis akan mengakibatkan gangguan motilitas usus seperti
yang terlihat pada penyakit Hirschsprung. Insidens penyakit Hirschsprung adalah satu
dalam 5000 kelahiran hidup, dan laki-laki 4 kali lebih banyak dibanding perempuan.

PENYEBAB

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna bisa berjalan di sepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi
ritmis ini disebut gerakan peristaltik). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh
sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot.
Pada penyakit Hirschsprung, ganglion ini tidak ada, biasanya hanya sepanjang
beberapa sentimeter. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak
dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna dan terjadi penyumbatan.
Penyakit Hirschsprung 5 kali lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki. Penyakit ini
kadang disertai dengan kelainan bawaan lainnya, misalnya sindroma Down.

GEJALA

Gejala-gejala yang mungkin terjadi: segera setelah lahir, bayi tidak dapat
mengeluarkan mekonium (tinja pertama pada bayi baru lahir) tidak dapat buang
air besar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir perut menggembung muntah
diare encer (pada bayi baru lahir) berat badan tidak bertambah malabsorbsi.
Kasus yang lebih ringan mungkin baru akan terdiagnosis di kemudian hari. Pada
anak yang lebih besar, gejalanya adalah sembelit menahun, perut menggembung
dan gangguan pertumbuhan.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan


colok dubur (memasukkan jari tangan ke dalam anus) menunjukkan adanya
pengenduran pada otot rektum.

1. Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Rontgen perut (menunjukkan pelebaran usus


besar yang terisi oleh gas dan tinja)
2. Barium enema Pada pemeriksaan enema Barium didapatkan tanda-tanda khas
penyakit ini yaitu adanya gambaran zone spastik, zone transisi serta zone dilatasi.
Gambaran mukosa yang tidak teratur menunjukkan adanya proses enterokolitis
3. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan
balon di dalam rektum)
4. Biopsi rektum (menunjukkan tidak adanya ganglion sel-sel saraf).

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat


berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa pasien
seperti terjadinya enterokolitis, perforasi usus serta sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Diagnosis kelainan ini dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan Rontgen dengan enema barium,
pemeriksaan histokimia, pemeriksaan manometri serta pemeriksaan patologi
anatomi. Manifestasi klinis penyakit Hirschsprung terlihat pada neonatus cukup
bulan dengan keterlambatan pengeluaran mekonium pertama yang lebih dari 24
jam yang kemudian diikuti dengan kembung dan muntah. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan perut yang kembung hebat, gambaran usus pada dinding abdomen dan
bila dilakukan pemeriksaan colok dubur, feses akan keluar menyemprot dan gejala
tersebut akan segera hilang

Pada penyakit Hirschsprung terdapat kenaikan aktivitas asetilkolinesterase pada


serabut saraf dalam lamina propria dan muskularis mukosa. Pewarnaan untuk
asetilkolinesterase dengan tehnik Karnovsky dan Roots akan dapat membantu
menemukan sel ganglion di submukosa atau pada lapisan muskularis khususnya
dalam segmen usus yang hipoganglionosis. Pemeriksaan elektromanometri
dilakukan dengan memasukkan balon kecil kedalam rektum dan kolon, dengan
kedalaman yang berbeda-beda dan akan didapatkan kontraksi pada segmen
aganglionik yang tidak berhubungan dengan kontraksi pada segmen yang ganglionik
Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan dengan memeriksa material yang
didapatkan dari biopsi rektum yang dilakukan dengan cara biopsi hisap maupun
biopsi manual. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan bila tidak ditemukan sel
ganglion Meissnner dan sel ganglion Auerbach serta ditemukan penebalan serabut
saraf.
Bila hasil pemeriksaan klinis dan radiologis enema barium ditemukan tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka tidak seorang pasienpun yang tidak menderita
penyakit Hirschsprung

PENANGANAN

Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan


kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang
disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena
dan penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6
bulan atau lebih.
Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik.
Secara klinis menurut dokter, bagian usus yang tak ada persarafannya ini harus
dibuang lewat operasi. Operasi biasanya dilakukan dua kali. Pertama, dibuang usus
yang tak ada persarafannya. Kedua, kalau usus bisa ditarik ke bawah, langsung
disambung ke anus. Kalau ternyata ususnya belum bisa ditarik, maka dilakukan
operasi ke dinding perut, yang disebut dengan kolostomi, yaitu dibuat lubang ke
dinding perut. Jadi bayi akan BAB lewat lubang tersebut. Nanti kalau ususnya sudah
cukup panjang, bisa dioperasi lagi untuk diturunkan dan disambung langsung ke
anus. Sayang sekali kadang proses ini cukup memakan waktu lebih dari 3 bulan,
bahkan mungkin hingga 6-12 bulan. Setelah operasi biasanya BAB bayi akan normal
kembali, kecuali kasus tertentu misal karena kondisi yang sudah terlalu parah.

Untuk itu maka orang tua perlu memperhatikan kondisi bayinya dan melakukan
pertimbangan-pertimbangan agar bayi segera tertagani dan tidak semakin parah
kondisinya. Jangan sampai orang tua membiarkan hal ini sehingga perut si Bayi lama
kelamaan semakin membesar sehingga ususnyapun menjadi semakin lebar, sedangkan di
bagian bawah kecil sekali.
Tindakan Bedah

Pengobatan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah dan


pengobatan bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan
umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan
non bedah diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah
terjadinya overdistensi sehingga akan menghindari terjadinya perforasi usus serta
mencegah terjadinya sepsis. Tindakan-tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan

adalah pemasangan infus, pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa rektum,


pemberian antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit serta
penjagaan nutrisi.
Penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya dapat dicapai dengan pembedahan.
Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan tetapi hanya untuk sementara
dimaksudkan untuk menangani distensi abdomen dengan pemasangan pipa anus
atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum. Pemberian antibiotika
dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk enterokolitis dan mencegah
terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk menjaga kondisi nutrisi
penderita serta untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa
tubuh

Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama
dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi definitif.
Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah komplikasi
dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan menghilangkan
distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien.Tahapan kedua adalah
dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang aganglionik
dan kemudian melakukan anastomosis antara usus yang ganglionik dengan dengan
bagian bawah rektum.

Dikenal beberapa prosedur operasi yaitu prosedur Swenson, prosedur Duhamel,


prosedur Soave, prosedur Rehbein dengan cara reseksi anterior, prosedur
Laparoskopic Pull-Through, prosedur Transanal Endorectal Pull-Through dan
prosedur miomektomi anorektal.

Tindakan bedah pada penyakit Hirschsprung terdiri atas tindakan bedah sementara
dan tindakan bedah definitif. Tindakan bedah sementara dimaksudkan untuk
dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai
ganglion normal bagian distal. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya
enterokolitis yang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya kematian pada
penderita penyakit Hirschsprung.

Tindakan bedah definitif yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung antara lain
prosedur Swenson, prosedur Duhamel, prosedur Soave, prosedur Rehbein, prosedur
transanal dan bedah laparoskopik. Saat ini prosedur transanal satu tahap telah
berkembang dan dikerjakan pada saat penderita masih neonatus

Permasalahan-permasalahan bedah definitif yang disebut diatas masih cukup


banyak antara lain masalah lama waktu operasi, tindakan kolostomi, kebocoran
anastomosis (5%) , striktura (10%), obstruksi usus (5%), abses pelvis (5%), dan
infeksi jaringan (10%) (Lee, 2002).

Angka mortalitas penyakit Hirschsprung pada neonatus yang tidak ditangani masih
sangat tinggi yaitu mencapai 80%, sedang kematian pada kasus-kasus yang telah
ditangani 30% disebabkan oleh karena enterokolitis.

Angka mortalitas operasi yang didapatkan setelah beberapa prosedur operasi


antara lain prosedur Swenson 2,5%, prosedur Soave 4,5% dan prosedur Duhamel
6,2%.

Pe3rbandingan hasil prosedur transanal pull-through dengan prosedur


transabdominal pull-through, 20 pasien dilakukan transanal endorectal pull-through
dan 21 pasien dilakukan transabdominal pull-through. Hasil evaluasi 41 pasien
tersebut ternyata 6 pasien harus dilakukan operasi kembali akibat terjadinya

obstruksi intestinal pada 3 pasien, enterokolitis pada 2 pasien dan puntiran kolon
pada 1 pasien. Enterokolitis terjadi pada 13 kasus (61,9%) pada prosedur
transabdominal dan 9 kasus (45%) pada prosedur transanal. Dari hasil penelitian
tersebut disimpulkan bahwa penurunan insidensi enterokolitis lebih baik pada
prosedur transanal.

Perbandingan prosedur transperineal dan transabdominal untuk operasi penyakit


Hirschsprung dan enterokolitis yang terjadi 53% pada prosedur transabdominal
sedangkan pada prosedur transperineal 56%

Di Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta sejak tahun 2005 oleh Rohadi telah
ditemukan tehnik operasi baru yaitu PSNRHD Posterior Sagittal Neurektomi Repair
for Hirschsprung Desease. Sedangkan prosedur yang lain meliputi: prosedur
Duhamel, prosedur Soave modifikasi, prosedur transanal dan prosedur miomektomi
rektal. Setiap tahun penderita Penyakit Hirschsprung tercatat rata-rata 50 pasien
Tehnik Posterior Sagittal Neurektomi Repair for Hirschsprung Desease, dilakukan
dengan irisan intergluteal untuk mencapai derah rektum, satu tahap tanpa
kolostomi dan tanpa dilakukan proses pull through atau tarik terobos endorektal

Enterokolitis tetap merupakan penyebab utama terjadinya mortalitas maupun


morbiditas pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah dilakukan operasi
definitif. Enterokolitis merupakan komplikasi yang amat berbahaya sehingga
mortalitasnya mencapai 30% apabila tidak ditangani secara sempurna. Keadaan ini
diakibatkan oleh karena stasis usus yang memicu proliferasi bakteri didalam lumen
usus diikuti invasi ke mukosa sehingga terjadilah inflamasi lokal maupun sistemik.

Berbagai Jenis Operasi

Prosedur Swenson Prosedur ini adalah prosedur pertama untuk operasi penyakit
Hirschsprung dengan metode pull-through. Tehnik ini diperkenalkan pertama kali
oleh Swenson dan Bill pada tahun 1948. Segmen yang aganglionik direseksi dan
puntung rektum ditinggalkan 2-4 cm dari garis mukokutan kemudian dilakukan
anastomosis langsung diluar rongga peritoneal. Pada prosedur ini enterokolitis
masih dapat terjadi sebagai akibat spasme puntung rektum yang ditinggalkan.
Untuk mengatasi hal ini Swenson melakukan sfingterektomi parsial posterior.
Prosedur ini disebut prosedur Swenson I. Pada 1964 Swenson memperkenalkan
prosedur Swenson II dimana setelah dilakukan pemotongan segmen kolon yang
aganglionik, puntung rektum ditinggalkan 2 cm di bagian anterior dan 0,5 cm di
bagian posterior kemudian langsung dilakukan sfingterektomi parsial langsung.
Ternyata prosedur ini sama sekali tidak mengurangi spasme sfingter ani dan tidak
mengurangi komplikasi enterokolitis pasca bedah dan bahkan pada prosedur
Swenson II kebocoran anastomosis lebih tinggi dibanding dengan prosedur Swenson I
Prosedur Duhamel. Prosedur ini diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi
prosedur Swenson oleh karena pada metode Swenson dapat terjadi kerusakan nervi
erigentes yang memberi persarafan pada viscera daerah pelvis. Duhamel
melakukan diseksi retrorektal untuk menghindari kerusakan tersebut dengan cara
melakukan penarikan kolon proksimal yang ganglionik melalui bagian posterior
rektum. Penderita ditidurkan dalam posisi litotomi, dipasang kateter sehingga
vesika urinaria kosong dengan maksud agar visualisasi rongga abdomen lebih jelas.
Irisan kulit abdomen dilakukan secara paramedian atau transversal. Arteria
hemorrhoidalis superior dipotong diikuti pemotongan mesorektum dan rektum.
Kolon proksimal dimobilisir sehingga panjang kolon akan mencapai anus. Perhatian

khusus ditujukan pada viabilitas pembuluh darah dan kolon proksimal dengan cara
menghindari regangan yang berlebihan. Setelah segmen kolon yang aganglionik
direseksi, puntung rektum dipotong sekitar 2-3 cm diatas dasar refleksi peritonium
dan ditutup dengan jahitan dua lapis. Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh
permukaan dinding belakang rektum dibebaskan. Pada dinding belakang rektum
0,5 cm dari linea dentata dibuat sayatan endoanal setengah lingkaran dan dari
lobang sayatan ini segmen kolon proksimal yang berganglion ditarik ke distal keluar
melewati lubang anus dan dibiarkan bebas menggelantung kemudian dilakukan
anastomosis end to side setinggi sfingter ani internus. Anastomosis dilakukan
dengan pemasangan 2 buah klem Kocher dimana dalam jangka waktu 6-8 hari
anastomosis telah terjadi. Stenosis dapat terjadi akibat pemotongan septum yang
tidak sempurna

Prosedur ENDORECTAL PULL THROUGH ( SOAVE ). Pada prinsipnya tehnik ini


adalah merupakan diseksi ekstramukosa rektosigmoid yang mula-mula
dipergunakan untuk operasi atresia ani letak tinggi. Persiapan preoperasi yang
harus dilakukan adalah irigasi rektum, dilatasi anorektal manual serta pemberian
antibiotik. Tahun 1960 Soave melakukan pendekatan abdominoperineal, dengan
membuang lapisan mukosa rektosigmoid. Posisi pasien terlentang dengan fleksi
pelvis 30 derajat, irisan kulit abdomen pararektal kiri melewati lubang kolostomi
dan dipasang kateter. Dinding abdomen dibuka perlapis sampai mencapai
peritonium kemudian dilakukan preparasi kolon kiri. Kolon distal dimobilisasi dan
direseksi 4 cm diatas refleksi peritoneum. Dibuat jahitan traksi pada kolon distal
yang telah direseksi kemudian mukosa dipisahkan dari muskularis kearah distal.
Lapisan otot secara tumpul didorong kedistal hingga 1-2 cm diatas linea dentata.
Lewat anus dibuat insisi melingkar 1 cm diatas linea dentata. Kolon yang
berganglion kemudian ditarik kedistal melewati cerobong endorektal. Sisa kolon
yang diprolapskan lewat anus dipotong setelah 21 hari.

Prosedur Boley. Prosedur Boley sangat mirip dengan prosedur Soave akan tetapi
anastomosis dilakukan secara langsung tanpa memprolapskan kolon terlebih dulu

Prosedur Rehbein. Setelah dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian


dilakukan anastomosis end to end antara kolon yang berganglion dengan sisa
rektum, yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini sering
menimbulkan obstipasi akibat sisa rektum yang aganglionik masih panjang

Prosedur miomektomi anorektal. Pada pasien-pasien dengan penyakit


Hirschsprung segmen ultra pendek, pengangkatan satu strip otot pada linea
mediana dinding posterior rektum dapat dilakukan dan prosedur ini disebut
miomektomi anorektal, dimana dengan lebar 1 cm satu strip dinding rektum
ekstramukosa diangkat, mulai dari proksimal linea dentata sampai daerah yang
berganglion

Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through. Tehnik ini dilakukan dengan


pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus dan pembersihan rongga
anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5
cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga submukosa yang terjadi
diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari
muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga terbentuk cerobong
otot rektum tanpa mukosa. Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemondokan
dan operasi lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal,
feeding dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada.
Akan tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konsipasi dan striktur
anastomosis.

Persiapan Operasi
Persiapan operasi.

Pemeriksaan fisik yang teliti, penilaian keadaan umum penderita, adanya kelainan
bawaan yang lain, pemeriksaan laboratorium rutin, albumin dan pemeriksaan
rontgen dievaluasi secara cermat untuk menentukan ada tidaknya kontraindikasi
pembedahan dan pembiusan. Bila ada dehidrasi, sepsis, gangguan eletrolit,
enterokolitis, anemia atau gangguan asam basa tubuh semuanya harus dikoreksi
terlebih dahulu. Pencucian rektum dilakukan dengan cara pemasangan pipa rektum
dan kemudian dimasukkan air hangat 10 ml/kg berat badan. Informed consent
dilakukan kepada keluarga meliputi cara operasi, perkiraan lama operasi, lama
perawatan, komplikasi-komplikasi,cara-cara penanganan apabila terjadi komplikasi
dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi
Setelah diagnosis penyakit Hirshprung ditegakkan maka sejumlah tindakan
preoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam keadaan
dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan
pemberian cairan intra vena , antibiotik dan pemasangan pipa lambung. Apabila
sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka resusitasi cairan
dilakukan secara agresif, peberian antibiotika broad spektrum secara ketat
kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus
Dilakukan serial pencucian rektum dengan memberikan 10 ml/kg BB pada setiap
kali pencucian dengan menggunakan pipa rektum ukuran 18-20. Pada penderita
kemudian diberikan antibiotik intavena

Anda mungkin juga menyukai