Anda di halaman 1dari 128

RANCANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR TAHUN
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang

: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat (2),


Pasal 59 ayat (7), dan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun,
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan
Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;

Mengingat

: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
MEMUTUSKAN:

Menetapkan

: PERATURAN
PEMERINTAH
TENTANG
PENGELOLAAN
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN
LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN
DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat B3, adalah
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi
dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung,
1

dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat


membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.

2. Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3


yang dihasilkan di dalam negeri atau diimpor ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang didasarkan pada kajian atau evaluasi
terhadap manfaat, kesehatan dan lingkungan hidup.
3. Penyimpanan B3 adalah kegiatan penempatan B3 untuk menjaga
kualitas, kuantitas, mencegah kontaminasi dan/atau bereaksi dengan
bahan kimia lain, dan/atau dampak negatif B3 terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan hidup.
4. Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi, atau memasukkan
B3 ke dalam suatu wadah dan/atau kemasan, menutup dan/atau
menyegelnya.
5. Kemasan B3 adalah bahan atau benda yang bersentuhan secara
langsung maupun tidak langsung yang digunakan untuk membungkus
B3.
6. Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik B3.
7. Label B3 adalah setiap keterangan mengenai B3 yang berbentuk simbol
atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang
berisi informasi karakteristik B3.
8. Simbol limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik
limbah B3.
9. Label limbah B3 adalah setiap keterangan mengenai limbah B3 yang
berbentuk simbol atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau
bentuk lain yang berisi informasi karakteristik limbah B3.
10. Pelabelan B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang
dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dan pada kemasan
luar dari suatu B3.
11. Pelabelan limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang
dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dari suatu limbah B3.
12. Lembaran Data Keselamatan, yang selanjutnya disingkat LDK, adalah
lembaran petunjuk yang berisi informasi B3 tentang sifat fisika, kimia,
jenis bahaya dan racun yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan
khusus dalam keadaan darurat dan informasi lain yang diperlukan.
13. Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke
tempat lain menggunakan sarana angkutan.
14. Ekspor B3 dan/atau limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan B3
dan/atau limbah B3 dari daerah pabean Indonesia.

15. Notifikasi B3 untuk ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari


otoritas negara eksportir ke otoritas negara penerima apabila akan
dilaksanakan perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dipergunakan.
16. Notifikasi B3 untuk impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari
otoritas negara eksportir apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas
batas untuk B3 yang terbatas dipergunakan.
17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
18. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah
B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
19. Limbah bahan berbahaya dan beracun dari sumber spesifik khusus, yang
selanjutnya disebut Limbah Khusus, adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan dan mengandung B3 yang memiliki toksisitas rendah.
20. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan.
21. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan,
dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah,
konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke
media lingkungan hidup tertentu.
22. Pengurangan limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk
mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun
dari limbah B3 tersebut, sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau
kegiatan.
23. Penghasil limbah B3 adalah setiap orang yang usaha dan/atau
kegiatannya menghasilkan limbah B3 atau setiap orang yang memiliki
limbah B3.
24. Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan
limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan dan/atau pemanfaatan
dan/atau penimbunan limbah B3.
25. Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3.
26. Pemanfaat limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3.
27. Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan pengolahan limbah B3.
28. Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang
melakukan kegiatan penimbunan limbah B3.
29. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH
adalah pejabat fungsional yang pembinaannya berada pada instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan
3

pengelolaan lingkungan hidup yang diberi tugas, wewenang, dan


tanggung jawab untuk melakukan pengawasan.
30. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat
PPLHD adalah pegawai negeri sipil yang pembinaannya berada pada
instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di provinsi atau
kabupaten/kota yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk
melakukan pengawasan.
31. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang
dilakukan oleh penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengolah, dan/atau
penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.
32. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari
penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum
diserahkan kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3.
33. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3
dari penghasil, dari pengumpul, dari pemanfaat, dan/atau dari pengolah
ke pengumpul, ke pemanfaat, ke pengolah, dan/atau ke penimbun limbah
B3.
34. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan penggunaan kembali
(reuse), daur ulang (recycle), dan/atau perolehan kembali (recovery) yang
bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat
digunakan, sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau
bahan bakar yang harus aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
35. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik
limbah B3 yang bertujuan untuk menghilangkan dan/atau mengurangi
sifat bahaya, sifat racun, komposisi, dan/atau jumlah limbah B3,
dan/atau mengoperasikan sarana pengolahan limbah B3 yang harus
aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
36. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3
pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan
kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
37. Setiap orang adalah orang perseorangan, badan hukum yang tidak
berbadan usaha, atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum.
38. Badan usaha yang berbadan hukum adalah subyek hukum yang
merupakan perwujudan dari perusahaan yang terorganisir yang
mempunyai wadah kerja, cara kerja, pengurus dan tanggungjawab,
mendapatkan keuntungan dari hasil pemasaran barang dan/atau jasa
yang dihasilkan perusahaannya dan mempunyai bentuk usaha serta
mempunyai
harta
kekayaan
yang
terpisah
dari
para
pengurus/anggotanya.
4

39. Izin lingkungan adalah izin yang dimiliki oleh setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL
untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
40. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
41. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
42. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia,
dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
43. Penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
adalah cara atau proses untuk mengatasi pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
44. Pemulihan fungsi lingkungan hidup adalah cara atau proses
mengembalikan seperti semula fungsi lingkungan hidup yang disebabkan
oleh pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
45. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
46. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
47. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2
Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:
a. pengelolaan B3;
b. pengelolaan limbah B3;
c. dumping limbah B3;
d. penanggulangan pencemaran, perusakan, dan pemulihan fungsi
lingkungan hidup akibat B3 dan limbah B3;
e. sistem tanggap darurat dalam pengelolaan B3 dan limbah B3;
f. pembinaan dan pengawasan dalam pengelolaan B3 dan limbah B3;
g. ketentuan lain-lain; dan
h. sanksi administratif.
BAB II
PENGELOLAAN B3
5

Bagian Kesatu
Umum

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 3
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik
Indonesia,
menghasilkan,
mengangkut,
mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun
B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi B3 dalam bentuk:
a. senyawa tunggal;
b. senyawa campuran; dan
c. preparat.
B3 yang dikecualikan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. narkotika, psikotropika, dan/atau prekursornya serta zat adiktif
lainnya.
b. zat radioaktif;
c. B3 yang digunakan untuk senjata kimia;
d. B3 yang digunakan untuk bahan farmasi untuk kosmetik dan obat;
e. B3 yang digunakan untuk bahan tambahan pangan; dan
f. B3 yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam jumlah yang tidak menimbulkan bahaya terhadap
kesehatan manusia dan lingkungan hidup untuk analisis di
laboratorium dan penelitian.
Pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kategorisasi B3;
b. penentuan karakteristik B3;
c. pengemasan B3;
d. pelabelan dan simbol B3;
e. notifikasi B3;
f. registrasi B3;
g. pelaporan; dan
h. penatalaksanaan penyimpanan B3;
i. penatalaksanaan pengangkutan B3; dan
j. pengolahan kemasan B3.
Bagian Kedua
Kategorisasi B3

Pasal 4
(1) B3 dikategorisasikan menjadi 3 (tiga) kategori:
a. B3 yang dapat dimanfaatkan;
6

b. B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan; dan


c. B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan.
(2) B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

(1)

(2)

(3)
(4)

(5)

Pasal 5
Dalam hal penghasil dan importir B3 akan memproduksi B3 atau
memasukkan B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk pertama kali dan B3 tersebut tidak tercantum dalam Lampiran I,
Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Pemerintah ini, wajib
mengajukan permohonan penetapan kategori B3 kepada Menteri.
Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Menteri melalui tim teknis B3 yang dibentuk oleh
Menteri.
Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
dengan lembaran data keselamatan.
Lembaran data keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat
oleh:
a. penghasil B3, sebelum B3 diproduksi untuk pertama kali; atau
b. penghasil B3 di luar negeri, pada saat B3 dimasukkan pertama kali
ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lembaran data keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat
berdasarkan hasil uji karakteristik dan:
a. dokumen sistem global terharmonisasi mengenai klasifikasi dan
pelabelan bahan kimia (Globally Harmonized System of Classification
and Labelling of Chemicals); dan/atau
b. dokumen lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang terkait dengan klasifikasi dan pelabelan B3.

Pasal 6
(1) Lembaran data keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(4) paling sedikit memuat informasi mengenai:
a. identitas B3;
b. identitas penghasil B3;
7

c. komposisi B3;
d. identifikasi bahaya sesuai dengan karakteristik B3;
e. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan;
f. tindakan penanggulangan kebakaran;
g. tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan;
h. penyimpanan dan penanganan B3;
i. pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri;
j. sifat fisika dan kimia B3;
k. stabilitas dan reaktivitas B3;
l. informasi toksikologi;
m. informasi ekologi;
n. pembuangan limbah;
o. pengangkutan B3; dan
p. informasi lain yang diperlukan.
(2) Ketentuan mengenai format lembaran data keselamatan diatur dengan
Peraturan Menteri.

(1)

(2)
(3)
(4)

(5)

(6)

Pasal 7
Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melakukan
evaluasi terhadap lembaran data keselamatan yang disampaikan oleh
pemohon yang mengajukan penetapan kategori B3.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45
(empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima oleh tim teknis B3.
Tim teknis B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada
Menteri.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. kategori B3; dan
b. karakteristik B3.
Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan B3 yang
akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
untuk pertama kali, rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilengkapi dengan nomor chemical abstract service.
Menteri, berdasarkan rekomendasi tim teknis B3 menetapkan kategori B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

Pasal 8
(1) Uji karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dilaksanakan untuk menentukan klasifikasi B3.
(2) Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. berbahaya secara fisik;
b. berbahaya terhadap kesehatan manusia; dan
c. berbahaya terhadap lingkungan.

ayat

(5)

(3) B3 diklasifikasikan berbahaya secara fisik sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) huruf a apabila memiliki karakteristik:
a. eksplosif;
b. gas mudah menyala;
c. aerosol mudah menyala;
d. cairan mudah menyala;
e. padatan mudah menyala;
f. bahan atau campuran yang apabila kontak dengan air melepaskan
gas mudah menyala;
g. bahan atau campuran swapanas;
h. gas oksidator;
i. cairan oksidator;
j. padatan oksidator;
k. oksidator organik;
l. bahan atau campuran swareaktif;
m. cairan piroforik;
n. padatan piroforik;
o. gas bertekanan; dan/atau
p. korosif pada logam.
(4) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap kesehatan manusia sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b apabila memiliki karakteristik:
a. beracun akut;
b. korosi atau iritasi kulit;
c. kerusakan atau iritasi serius pada mata;
d. sensitivitas pernafasan atau kulit;
e. mutagenasi sel induk;
f. karsinogenisitas;
g. beracun terhadap sistem reproduksi;
h. beracun secara sistemik terhadap organ sasaran secara spesifik
setelah paparan tunggal;
i. beracun secara sistemik pada organ sasaran spesifik setelah paparan
berulang; dan/atau
j. bahaya aspirasi.
(5) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c apabila memiliki karakteristik:
a. bahaya terhadap lingkungan akuatik; dan/atau
b. bahaya terhadap lapisan ozon.
Pasal 9
Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pelaksanaan uji karakteristik
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 10
9

(1) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.

(2) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian;
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertanian;
e. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan;
f. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
ketenagakerjaan;
g. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan;
h. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang riset dan teknologi;
i. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan;
j. perguruan tinggi;
k. organisasi lingkungan hidup; dan
l. unsur lain yang ditentukan oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim teknis B3 diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 11
(1) B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran
III Peraturan Pemerintah ini dapat dievaluasi setiap 2 (dua) tahun sekali
untuk menetapkan perubahan kategori B3 apabila diperlukan
perubahan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim teknis
B3.
(3) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim
teknis B3 harus mempertimbangkan usulan dari menteri, pimpinan
lembaga pemerintah nonkementerian yang bidang tugasnya terkait
dengan pengelolaan B3, dan/atau pihak lain.
10

(4) Perubahan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan


dengan Peraturan Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi oleh tim teknis B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pengemasan B3
Pasal 12
(1) B3 yang dihasilkan, dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, diedarkan, disimpan, dan dimanfaatkan oleh setiap
orang wajib dikemas sesuai dengan karakteristik B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi
persyaratan mampu:
a. mempertahankan mutu B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan
b. mengungkung B3 untuk tetap berada di dalam kemasan.
(3) Apabila kemasan B3 tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) atau kemasan B3 rusak, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mengemas kembali B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan
b. melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, dan/atau kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain apabila berpotensi menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 13
(1) Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memastikan kemasan B3 yang
akan diangkut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (2).
(2) Dalam hal kemasan B3 yang akan diangkut tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang mengangkut B3
wajib mengembalikan kemasan B3 kepada pengirim.
Pasal 14
(1) Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pembuatan kemasan dan
pengemasan B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Bagian Kelima
11

Pelabelan dan Simbol B3

(1)
(2)

(3)
(4)

Pasal 15
Kemasan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) wajib
dilekati dengan label dan simbol B3.
Label B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat
keterangan mengenai:
a. penandaan produk B3;
b. piktogram bahaya;
c. kata sinyal;
d. pernyataan bahaya;
e. identitas penghasil; dan
f. pernyataan kehati-hatian.
Simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan
karakteristik B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Label dan simbol pada kemasan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib menggunakan Bahasa Indonesia.

Pasal 16
(1) Setiap orang yang mengangkut atau mengedarkan B3 wajib memastikan
setiap kemasan B3 telah dilekati label dan simbol B3.
(2) Dalam hal label dan simbol pada kemasan B3 rusak, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengganti label dan simbol
B3.
Pasal 17
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan dan pemasangan
label dan simbol B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Bagian Keenam
Notifikasi B3
Pasal 18
(1) Dalam hal B3 yang masuk kategori terbatas untuk dimanfaatkan akan
dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
importir B3 melalui negara eksportir B3 wajib mengajukan permohonan
notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri.
(2) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan keterangan mengenai:
12

a.
b.
c.
d.

identitas B3;
identitas importir B3;
jumlah B3 yang dimasukkan; dan
tujuan pemanfaatan B3.

Pasal 19
(1) Menteri memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan atas
permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. identitas B3;
b. identitas importir B3;
c. jumlah B3 yang dimasukkan;
d. tujuan pemanfaatan; dan
e. masa berlaku persetujuan.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan
alasan penolakan.

(1)

(2)
(3)
(4)

Pasal 20
Setiap orang yang akan mengeluarkan B3 yang masuk kategori
terbatas untuk dimanfaatkan dari Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia wajib:
a. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri;
b. mengisi formulir notifikasi dari Menteri.
Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan
berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh
otoritas negara tujuan, Menteri menerbitkan rekomendasi ekspor B3.
Rekomendasi ekspor B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi
dasar penerbitan izin ekspor yang diberikan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Bagian Ketujuh
Registrasi B3

Pasal 21
(1) Setiap orang yang memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia wajib mengajukan permohonan registrasi secara
tertulis kepada Menteri.
(2) Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilakukan sebanyak:
a. 1 (satu) kali setiap 2 (dua) tahun; dan

13

b. 1 (satu) kali untuk B3 yang dimasukkan pertama kali ke dalam


Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh importir yang juga
bertindak sebagai penghasil B3.
(3) Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan setelah
terbitnya persetujuan untuk memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

(1)

(2)
(3)

(4)

Pasal 22
Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
dilengkapi dengan:
a. lembaran data keselamatan;
b. angka pengenal importir;
c. nomor pokok wajib pajak; dan
d. perencanaan pemanfaatan dan rantai distribusi.
Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menerbitkan registrasi.
Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas B3 dan pemohon;
b. nomor dan tanggal registrasi; dan
c. masa berlaku registrasi.
Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan.

Pasal 23
(1) Setiap orang yang menghasilkan B3 wajib mengajukan permohonan
registrasi secara tertulis kepada Menteri.
(2) Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilakukan sebanyak 1 (satu) kali
pada saat B3 pertama kali dihasilkan.
(3) Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ayat b dilakukan setelah
mendapat rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian.
Pasal 24
(1) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1)
dilengkapi dengan:
a. lembaran data keselamatan;
b. nomor pokok wajib pajak; dan
c. akta pendirian perusahaan.
14

(2) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


menerbitkan registrasi.
(3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas B3 dan pemohon;
b. nomor dan tanggal registrasi; dan
c. masa berlaku registrasi.
(4) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian.
Pasal 25
Menteri menolak permohonan registrasi B3 yang mengandung B3 yang
dilarang untuk dimanfaatkan.
Bagian Kedelapan
Pelaporan

(1)

(2)

(3)
(4)

(5)

Pasal 26
Pelaporan wajib dilakukan oleh setiap orang yang:
a. menghasilkan B3, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun
untuk setiap jenis B3 sejak B3 pertama kali dihasilkan;
b. memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk
setiap jenis B3 yang dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia; dan
c. memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang juga bertindak sebagai penghasil B3, paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap jenis B3 yang
dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk
pertama kali paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak registrasi
diterbitkan oleh Menteri.
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
tertulis kepada Menteri.
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan;
b. jenis dan karakteristik B3; dan
c. jumlah B3 yang dihasilkan dan/atau dimasukkan ke dalam Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan format pelaporan diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
15

Penatalaksanaan Penyimpanan B3

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Pasal 27
Setiap orang yang menyimpan B3 wajib melakukan penatalaksanaan
penyimpanan B3 dengan memenuhi persyaratan:
a. lokasi;
b. fasilitas;
c. pelabelan dan simbol B3;
d. kemasan dan wadah;
e. penempatan sesuai dengan karakteristik B3; dan
f. peralatan keselamatan dan penanganan B3.
Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus:
a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau
b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, apabila tidak bebas banjir dan rawan
bencana alam.
Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi
persyaratan yang paling sedikit terdiri atas:
a. desain dan konstruksi sesuai karakteristik B3 dan mampu
melindungi B3 dari hujan dan sinar matahari;
b. memiliki penerangan dan ventilasi; dan
c. memiliki saluran drainase dan bak penampung.
Pelabelan dan simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelabelan dan simbol B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17.
Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan
paling sedikit dengan cara:
a. menempatkan B3 sesuai karakteristik B3 dan rencana penyimpanan
B3;
b. memenuhi persyaratan jarak penempatan antar B3 sesuai
karakteristik B3;
c. memenuhi persyaratan keselamatan dan penanganan B3.
Peralatan keselamatan dan penanganan B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f paling sedikit terdiri atas:
a. alat pemadam api ringan; dan
b. cadangan air untuk menyiram.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

16

Bagian Kesepuluh
Penatalakasanaan Pengangkutan B3

(1)
(2)
(3)

(4)

(5)

(6)

(6)

Pasal 28
Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memiliki izin dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
rekomendasi dari Menteri.
Untuk memperoleh rekomendasi dari Menteri, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan permohonan tertulis yang
dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. bukti kepemilikan alat angkut; dan
d. dokumen pengangkutan B3;
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) melakukan evaluasi dan penerbitan rekomendasi paling lama 45
(empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima.
Rekomendasi dari Menteri paling sedikit memuat:
a. identitas alat angkut;
b. jenis B3 yang akan diangkut; dan
c. kewajiban pengangkut.
Kewajiban pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c
paling sedikit meliputi:
a. mengangkut B3 sesuai lingkup rekomendasi yang diberikan; dan
b. melaporkan pelaksanaan pengangkutan B3 paling sedikit 6 (enam)
bulan sekali sejak izin diterbitkan.
c. menggunakan alat angkut yang memiliki izin pengangkutan B3; dan
d. melaksanakan pengangkutan B3 sesuai persyaratan dalam izin
pengangkutan B3.
Tata cara dan persyaratan memperoleh izin pengangkutan limbah B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesebelas
Pengolahan Kemasan B3 Bekas

Pasal 29
(1) Pengolahan kemasan B3 bekas wajib dilakukan oleh setiap orang yang
menghasilkan, mengedarkan, dan/atau memanfaatkan B3.
(2) Pengolahan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang menghasilkan dan
mengedarkan B3 paling sedikit dilakukan dengan:
a. penarikan kembali kemasan B3 bekas; atau
17

b. penggunaan kembali kemasan B3 bekas untuk penggunaan yang


sama.
(3) Penarikan kembali kemasan B3 bekas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
(4) Pengolahan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang memanfaatkan B3
paling sedikit dilakukan dengan:
a. penyimpanan kemasan B3 bekas di tempat penyimpanan limbah B3;
atau
b. penyerahan kembali kemasan B3 bekas kepada orang yang
menghasilkan atau mengedarkan B3.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan penggunaan
kembali kemasan B3 bekas diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 30
Dalam hal kemasan B3 bekas tidak dapat digunakan kembali untuk
penggunaan yang sama, setiap orang yang menghasilkan B3 wajib
melakukan pengolahan kemasan B3 bekas sesuai dengan pengelolaan limbah
B3.
BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH B3
Bagian Kesatu
Umum

(1)
(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 31
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan
limbah B3 yang dihasilkannya.
Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. limbah B3 dari sumber spesifik;
c. B3 kadaluwarsa; dan
d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak
memenuhi spesifikasi.
Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi:
a. limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
b. limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum
dalam:
18

a. Lampiran V Tabel 1 untuk limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan


b. Lampiran V Tabel 2 untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(6) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(7) Pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan:
a. pengurangan limbah B3;
b. penyimpanan limbah B3;
c. pengumpulan limbah B3;
d. pengangkutan limbah B3;
e. pemanfaatan limbah B3;
f. pengolahan limbah B3; dan
g. penimbunan limbah B3.

(1)

(2)

(3)

(4)
(5)

(6)

Pasal 32
Dalam hal terdapat limbah yang tidak termasuk dalam daftar limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6),
setiap orang yang menghasilkan limbah wajib melakukan uji karakteristik
limbah B3 terhadap limbah tersebut.
Karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. eksplosif, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif; dan
b. beracun.
Karakteristik beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
ditentukan melalui uji karakteristik yang dilakukan secara bertahap,
meliputi:
a. penentuan karakteristik beracun melalui prosedur pelindian (toxicity
characteristic leaching procedure);
b. uji LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty);
c. uji sub-kronis; dan
d. uji kronis.
Karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan
melalui uji karakteristik.
Uji karakteristik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan
terhadap parameter uji karakteristik sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
Penentuan karakteristik beracun melalui prosedur pelindian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a harus didasarkan pada baku mutu lindi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
19

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 33
Uji karakteristik limbah B3 dapat dilakukan oleh:
a. setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1); atau
b. pihak lain yang ditunjuk oleh setiap orang yang menghasilkan limbah
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Dalam melakukan uji karakteristik limbah B3, setiap orang atau pihak
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan
laboratorium yang terakreditasi untuk masing-masing uji.
Parameter uji untuk masing-masing karakteristik limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi parameter sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VII Peraturan Pemerintah ini.
Dalam hal belum terdapat laboratorium yang terakreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), uji karakteristik limbah B3 dilakukan dengan
menggunakan laboratorium yang menerapkan prosedur yang telah
memenuhi
Standar
Nasional
Indonesia
mengenai
tata
cara
berlaboratorium yang baik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji karakteristik limbah B3
diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 34
(1) Limbah yang telah dilakukan uji karakteristik limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 wajib memperoleh penetapan hasil identifikasi
limbah dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh penetapan hasil identifikasi limbah dari Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan
limbah harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui
tim ahli limbah B3.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon; dan
b. hasil uji karakteristik limbah B3.
Pasal 35
(1) Menteri setelah menerima permohonan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan
evaluasi terhadap permohonan tersebut.
(2) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh
Menteri.
(3) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota.
20

(4) Susunan tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari unsur:
a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perindustrian;
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
riset dan teknologi;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan;
e. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan;
f. perguruan tinggi;
g. organisasi lingkungan hidup; dan
h. unsur lain yang ditentukan oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim ahli limbah B3 diatur
dengan Peraturan Menteri.

(1)

(2)
(3)
(4)

(5)

(6)

Pasal 36
Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
meliputi identifikasi dan analisis terhadap:
a. hasil uji karakteristik limbah B3 yang diajukan;
b. proses produksi pada usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan
limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); dan
c. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses
produksi sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 90
(sembilan puluh) hari sejak permohonan diterima.
Tim ahli limbah B3 menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi kepada
Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. identitas limbah dan pemohon;
b. dasar pertimbangan rekomendasi; dan
c. kesimpulan hasil evaluasi terhadap hasil uji karakteristik limbah B3.
Apabila hasil evaluasi terhadap limbah menunjukkan adanya
karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang
diajukan permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah B3.
Apabila hasil evaluasi terhadap limbah tidak menunjukkan adanya
karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang
21

diajukan permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah


nonB3.
Pasal 37
Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli limbah B3 menetapkan limbah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sebagai:
a. limbah B3; atau
b. limbah nonB3.
Bagian Kedua
Pengurangan Limbah B3

(1)

(2)

(3)

(4)
(5)

Pasal 38
Pengurangan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7)
huruf a dilakukan melalui:
a. penyimpanan B3;
b. substitusi bahan;
c. modifikasi proses; dan/atau
d. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
Penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penatalaksanaan penyimpanan
B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
Substitusi bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
dilakukan melalui pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong yang
semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan
penolong yang tidak mengandung B3.
Modifikasi proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
dilakukan melalui pemilihan dan penerapan proses yang lebih efisien.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan rincian pengurangan
limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 39
(1) Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, Lampiran V, dan
Lampiran VI Peraturan Pemerintah ini dapat dinyatakan sebagai limbah
nonB3 dengan penetapan Menteri.
(2) Untuk memperoleh penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus mengajukan
permohonan penetapan secara tertulis kepada Menteri melalui tim ahli
limbah B3.
(3) Sebelum mengajukan permohonan penetapan Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib
melakukan:
22

a. uji karakteristik limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33; dan
b. pengurangan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38.
(4) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilengkapi
dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. nama limbah B3;
c. hasil uji karakteritik limbah B3;
d. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses
produksi yang menghasilkan limbah B3;
e. proses produksi yang menghasilkan limbah B3 yang diajukan untuk
ditetapkan sebagai limbah non B3; dan
f. alasan pengajuan permohonan pengeluaran limbah B3 dari daftar
limbah B3.

(1)

(2)

(3)
(4)

(5)

Pasal 40
Menteri setelah menerima permohonan penetapan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) menugaskan tim ahli limbah B3 untuk
melakukan evaluasi terhadap permohonan tersebut.
Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan
diterima.
Tim ahli limbah B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi
kepada Menteri.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. identitas pemohon;
b. nama limbah B3;
c. dasar pertimbangan rekomendasi; dan
d. kesimpulan hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 menunjukan bahwa limbah B3
yang
diajukan
permohonan
penetapannya
tidak
menunjukan
karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2),
rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah B3
tersebut merupakan limbah non B3.

(6) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 yang diajukan permohonan


penetapannya menunjukan adanya karakteristik limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi tim ahli limbah B3
memuat pernyataan bahwa limbah B3 tersebut merupakan limbah B3.
Pasal 41
23

(1) Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal


40 menerbitkan penetapan yang memuat:
a. limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya merupakan
limbah non B3; atau
b. penolakan permohonan penetapan.
(2) Penolakan permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Bagian Ketiga
Penyimpanan Limbah B3
Pasal 42
(1) Penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7)
huruf b wajib memiliki izin penyimpanan limbah B3.
(2) Sebelum memperoleh izin penyimpanan limbah B3, setiap orang yang
menghasilkan limbah B3 wajib memiliki izin lingkungan.
(3) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 43
(1) Untuk memperoleh izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus
mengajukan permohonan izin penyimpanan limbah B3 secara tertulis
kepada bupati/walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan
disimpan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3;
dan
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3.
(3) Kelengkapan permohonan izin penyimpanan limbah B3 berupa dokumen
mengenai pengemasan limbah limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf e tidak berlaku untuk permohonan izin penyimpanan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 44
(1) Tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (2) huruf d harus memenuhi persyaratan:
a. lokasi penyimpanan limbah B3;
24

b. fasilitas penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan jumlah,


karakteristik limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian
pencemaran lingkungan; dan
c. ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat.
(2) Persyaratan berupa ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku
untuk permohonan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik
khusus.
Pasal 45
(1) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (1) huruf a harus:
a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau
b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, apabila tidak bebas banjir dan rawan
bencana alam.
(2) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus lokasi yang berada di dalam penguasaan setiap orang yang
menghasilkan limbah B3.
Pasal 46
(1) Fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (1) huruf b paling sedikit memenuhi persyaratan:
a. desain dan konstruksi yang mampu melindungi limbah B3 dari hujan
dan sinar matahari;
b. memiliki penerangan dan ventilasi;
c. memiliki saluran drainase dan bak penampung; dan/atau
d. memiliki kemampuan sebagai waste impoundment atau waste pile.
(2) Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c berlaku untuk permohonan
izin penyimpanan limbah B3:
a. dari sumber tidak spesifik;
b. dari sumber spesifik umum;
c. B3 kadaluwarsa; dan
d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak
memenuhi spesifikasi.
(3) Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku untuk fasilitas penyimpanan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 47
Ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
25

a. alat pemadam api ringan; dan


b. cadangan air untuk menyiram.

Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan tempat penyimpanan
limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 47
diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)

Pasal 49
Pengemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2)
huruf e dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:
a. terbuat dari bahan yang sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang
akan disimpan;
b. mampu mengungkung limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;
c. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan
saat dilakukan penyimpanan, pemindahan atau pengangkutan; dan
d. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau rusak.
Kemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilekati
label dan simbol limbah B3.
Label limbah B3 paling sedikit meliputi keterangan mengenai:
a. nama limbah B3;
b. piktogram bahaya;
c. kata sinyal;
d. pernyataan bahaya;
e. identitas penghasil limbah B3;
f. tanggal dihasilkannya limbah B3;
g. tanggal pengemasan limbah B3; dan
h. pernyataan kehati-hatian.
Pemilihan simbol limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengemasan dan pemberian
label dan simbol limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 50
(1) Bupati/walikota setelah menerima permohonan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, bupati/walikota melakukan
verifikasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
26

(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi


persyaratan, bupati/walikota menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari
sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, bupati/walikota menolak permohonan izin.
(6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

(1)
(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Pasal 51
Izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Permohonan perpanjangan izin penyimpanan limbah B3 diajukan secara
tertulis kepada bupati/walikota paling lama 60 (enam puluh) hari
sebelum jangka waktu izin tersebut berakhir.
Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang disimpan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
sampai dengan Pasal 48;
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 49; dan/atau
f. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3.
Kelengkapan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf e tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin
penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Apabila terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, penerbitan
perpanjangan izin oleh bupati/walikota dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan penerbitan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
Apabila tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e,
bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari sejak
permohonan diterima.
Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menunjukkan
bahwa permohonan perpanjangan izin memenuhi persyaratan,
27

bupati/walikota menerbitkan perpanjangan izin paling lama 7 (tujuh) hari


sejak hasil evaluasi diketahui.
(8) Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, bupati/walikota menolak permohonan
perpanjangan izin.
(9) Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) disertai dengan alasan penolakan.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Pasal 52
Pemegang izin penyimpanan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin
apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama limbah B3 yang disimpan;
d. lokasi tempat penyimpanan limbah B3; dan/atau
e. desain dan kapasitas fasilitas penyimpanan limbah B3.
Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada
bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi
perubahan.
Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, bupati/walikota melakukan
evaluasi paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin
diterima.
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, bupati/walikota
melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan
perubahan izin diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, bupati/walikota menerbitkan perubahan izin paling
lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian
data,
bupati/walikota
menolak
permohonan
perubahan izin.

Pasal 53
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (6) dan Pasal 52 ayat (4)
dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan pemohon untuk
memperbaiki dokumen.
Pasal 54
28

Izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal


51, dan Pasal 53 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin penyimpanan limbah B3.
Pasal 55
(1) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
huruf d paling sedikit meliputi:
a. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
b. menyimpan limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat penyimpanan
limbah B3;
c. melakukan pengemasan limbah B3 sesuai dengan karakteristik
limbah B3; dan
d. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan limbah B3.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan huruf d dikecualikan dari muatan izin penyimpanan limbah
B3 dari sumber spesifik khusus.

Pasal 56
Kewajiban pemegang izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 huruf e paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dihasilkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan;
c. melakukan penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 49;
d. melakukan pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3
yang dilakukan sendiri atau menyerahkan kepada pengumpul,
pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3;
e. menyusun dan menyampaikan laporan penyimpanan limbah B3; dan
f. tidak melakukan pencampuran limbah B3 yang disimpannya.
Pasal 57
Izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal
51, dan Pasal 52 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh bupati/walikota;
29

c. badan usaha pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau


d. izin lingkungan dicabut.
Pasal 58
(1) Setelah izin penyimpanan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan kewajiban sebagaimana
tercantum dalam izin penyimpanan limbah B3;
b. melakukan penyimpanan limbah B3 paling lama:
1. 2 (dua) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3
infeksius;
2. 90 (sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk
limbah B3 yang dihasilkan 50 (lima puluh) kilogram per hari atau
lebih;
3. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan,
untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh)
kilogram per hari; atau
4. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan
untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
c. menyusun dan menyampaikan laporan penyimpanan limbah B3.
(2) Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c paling sedikit memuat:
a. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik limbah B3;
b. pelaksanaan penyimpanan limbah B3; dan
c. pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3 yang
dilakukan sendiri oleh pemegang izin dan/atau penyerahan limbah
B3 kepada pengumpul, pemanfaatan, pengolah, dan/atau penimbun
limbah B3.
(3) Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada bupati/walikota dan ditembuskan kepada Menteri
paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan.
Pasal 59
(1) Dalam hal penyimpanan limbah B3 melampaui jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf b, pemegang izin
penyimpanan limbah B3 wajib:
a. melakukan pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah
B3; dan/atau
b. menyerahkan limbah B3 kepada pihak lain.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengumpul limbah B3;
b. pemanfaat limbah B3;
c. pengolah limbah B3; dan/atau
d. penimbun limbah B3.
30

(3) Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3, pihak


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki:
a. izin pengumpulan limbah B3, untuk pengumpul limbah B3;
b. izin pemanfaatan limbah B3, untuk pemanfaat limbah B3;
c. izin pengolahan limbah B3, untuk pengolah limbah B3; dan
d. izin penimbunan limbah B3, untuk penimbun limbah B3.

(1)

(2)

(3)

(4)

lain

Pasal 60
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh izin
penyimpanan limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan
apabila bermaksud:
a. menghentikan usana dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
penyimpanan limbah B3.
Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana melakukan evaluasi
terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan penghentian kegiatan
paling lama 30 (tiga puluh hari) sejak permohonan diterima.
Bagian Keempat
Pengumpulan Limbah B3

Pasal 61
(1) Pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7)
huruf c dilakukan dengan:
a. segregasi limbah B3;
b. penyimpanan limbah B3; dan
c. tidak melakukan pencampuran limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Segregasi limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan sesuai dengan:
a. nama limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV,
Lampiran V, dan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; dan
b. karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat
(2).
31

(3) Penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b


dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penyimpanan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 59.
Pasal 62
(1) Dalam hal setiap orang yang menghasilkan limbah B3 tidak mampu
melakukan sendiri pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya,
pengumpulan limbah B3 diserahkan kepada pengumpul limbah B3.
(2) Penyerahan limbah B3 kepada pengumpul limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan bukti penyerahan limbah B3.
(3) Salinan bukti penyerahan limbah B3 disampaikan oleh setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri paling lama 7
(tujuh) hari sejak penyerahan limbah B3.
Pasal 63
(1) Untuk dapat melakukan pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62, pengumpul limbah B3 wajib memiliki izin pengumpulan
limbah B3.
(2) Sebelum memperoleh izin pengumpulan limbah B3, pengumpul limbah
B3 wajib memiliki izin lingkungan.
(3) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
(1) Pengumpul limbah B3 untuk memperoleh izin pengumpulan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 harus mengajukan permohonan
secara tertulis kepada:
a. bupati/walikota,
untuk
pengumpulan
limbah
B3
skala
kabupaten/kota;
b. gubernur, untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi; atau
c. Menteri, untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional.
(2) Permohonan izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, dan karakteristik limbah B3 yang akan dikumpulkan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
sampai dengan Pasal 48;
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55;
f. prosedur pengumpulan limbah B3; dan
32

g. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau


kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
e tidak berlaku untuk permohonan izin pengumpulan limbah B3 dari
sumber spesifik khusus.
(4) Limbah B3 yang akan dikumpulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c harus memenuhi paling sedikit kriteria yang meliputi:
a. memiliki nilai ekonomi; dan
b. dapat dimanfaatkan dan/atau diolah.

(1)

(2)

(3)

(4)
(5)

(6)

Pasal 65
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota setelah menerima permohonan
izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 memberikan pernyataan
tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama
2 (dua) hari sejak permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota melakukan verifikasi paling lama 45 (empat puluh lima)
hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerbitkan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menolak
permohonan izin.
Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Pasal 66
(1) Izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota paling lama 60 (enam puluh) hari
sebelum jangka waktu izin tersebut berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik limbah B3 yang dikumpulkan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf d;
33

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(1)

(2)

(3)

(4)

e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf e;
f. prosedur pengumpulan limbah B3; dan
g. laporan pelaksanaan pengumpulan limbah B3.
Persyaratan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf e tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin
pengumpulan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Apabila terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f
penerbitan
perpanjangan
izin
oleh
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64.
Apabila tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f,
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama
10 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin memenuhi persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menerbitkan perpanjangan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil
evaluasi diketahui.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin
tidak
memenuhi
persyaratan,
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota menolak permohonan perpanjangan izin.
Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 67
Pemegang izin pengumpulan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin
apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama limbah B3 yang dikumpulkan;
d. lokasi tempat penyimpanan limbah B3; dan/atau
e. desain dan kapasitas fasilitas penyimpanan limbah B3.
Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
terjadi perubahan.
Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan
34

izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin


diterima.
(5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan/atau huruf f, Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
melakukan
evaluasi
terhadap
permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian
data,
Menteri,
gubernur,
atau
bupati/walikota
menerbitkan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menolak permohonan perubahan izin.
Pasal 68
Dalam hal pemegang izin pengumpulan limbah B3 berkehendak untuk
mengubah skala pengumpulan limbah B3, pemegang izin wajib mengajukan
permohonan izin baru sesuai dengan skala pengumpulan limbah B3 yang
dimohonkan.
Pasal 69
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (5) dan ayat (6), dan
Pasal 67 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan
pemohon untuk memperbaiki dokumen.
Pasal 70
Izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Pasal
66, dan Pasal 67 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin pengumpulan limbah B3.
Pasal 71
(1) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
huruf d paling sedikit meliputi:
a. mengumpulkan limbah B3 sesuai dengan nama dan karakteristik
limbah B3;
b. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
35

c. menyimpan limbah B3 yang dikumpulkan ke dalam tempat


penyimpanan limbah B3;
d. melakukan pengemasan limbah B3 sesuai dengan karakteristik
limbah B3; dan
e. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d dan huruf e dikecualikan dari muatan izin pengumpulan limbah
B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 72
Kewajiban pemegang izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 70 huruf e paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dikumpulkan;
b. melakukan penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 49;
c. melakukan segregasi limbah B3 sesuai dengan ketentuan penyimpanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2);
d. melakukan pencatatan nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang dikumpulkan;
e. tidak melakukan:
1. pemanfaatan dan/atau pengolahan sebagian atau seluruh limbah B3
yang dikumpulkan; dan
2. penyerahan limbah B3 yang dikumpulkan kepada pengumpul limbah
B3 yang lain;
3. pencampuran limbah B3 yang dikumpulkan.
f. menyusun dan menyampaikan laporan pengumpulan limbah B3.
Pasal 73
Izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, Pasal
66, dan Pasal 67 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota;
c. badan usaha pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.
Pasal 74
(1) Setelah izin pengumpulan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin pengumpulan limbah
B3;
b. melakukan segregasi limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
61 ayat (2);
36

c. melakukan penyimpanan limbah B3 infeksius paling lama 2 (dua) hari


sejak limbah B3 diserahkan oleh setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 infeksius;
d. melakukan penyimpanan limbah B3 paling lama 90 (sembilan puluh)
hari sejak limbah B3 diserahkan oleh setiap orang yang menghasilkan
limbah B3; dan
e. menyusun dan menyampaikan laporan pengumpulan limbah B3.
(2) Laporan pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d paling sedikit memuat:
a. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3; dan
b. salinan bukti penyerahan limbah B3 dari setiap orang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62;
c. identitas pengangkut limbah B3;
d. pelaksanaan pengumpulan limbah B3; dan
e. penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau
penimbun limbah B3.
(3) Laporan pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan izin pengumpulan limbah B3 yang diterbitkan, paling sedikit 1
(satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan.

Pasal 75
(1) Dalam hal pengumpulan limbah B3 melampaui:
a. 2 (dua) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c;
dan/atau
b. 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat
(1) huruf d,
pengumpul limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 yang
dikumpulkannya kepada pihak lain.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemanfaat limbah B3;
b. pengolah limbah B3; dan/atau
c. penimbun limbah B3.
(3) Untuk dapat melakukan pengumpulan limbah B3, pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki:
a. izin pemanfaatan limbah B3, untuk pemanfaat limbah B3;
b. izin pengolahan limbah B3, untuk pengolahan limbah B3; dan
c. izin penimbunan limbah B3, untuk penimbunan limbah B3.
Pasal 76
37

(1) Pengumpul limbah B3 yang telah memperoleh izin pengumpulan limbah


B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
pengumpulan limbah B3.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh hari) sejak
permohonan diterima.
Bagian Kelima
Pengangkutan Limbah B3
Pasal 77
(1)
Pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat
(7) huruf d wajib memiliki izin pengangkutan limbah B3 dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
(2)
Sebelum memperoleh izin pengangkutan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengangkut limbah B3 wajib mendapat
rekomendasi dari Menteri.

Pasal 78
(1)
Pengangkut limbah B3 untuk mendapat rekomendasi dari Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2)
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup;
d. bukti kepemilikan alat angkut;
e. dokumen pengangkutan limbah B3; dan
38

f.

kontrak kerja sama antara orang yang menghasilkan limbah B3


dengan pengumpul, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah
B3 yang telah memiliki izin.
(3)
Dokumen pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf e paling sedikit memuat:
a. jenis dan jumlah alat angkut;
b. sumber, nama, dan karakteristik limbah B3 yang diangkut;
c. prosedur penanganan limbah B3 pada kondisi darurat;
d. peralatan untuk penanganan limbah B3; dan
e. prosedur bongkar muat limbah B3.

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)
(6)

Pasal 79
Menteri setelah menerima permohonan rekomendasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 78 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan
diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi, Menteri
melakukan verifikasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan rekomendasi
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan rekomendasi paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. kode manifes pengangkutan limbah B3;
b. nama dan karakteristik limbah B3 yang diangkut; dan
c. masa berlaku rekomendasi.
Apabila hasil verifikasi menunjukan rekomendasi tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak rekomendasi.
Penolakan permohonan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 80
(1) Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (3) berlaku
selama lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Ketentuan mengenai jenis dan/atau tahun pembuatan alat angkut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 81
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 tidak
termasuk waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki dokumen.
Pasal 82
39

(1) Setelah mendapat rekomendasi dari Menteri, pengangkut limbah B3 wajib


mengajukan permohonan izin pengangkutan limbah B3.
(2) Izin pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perhubungan.
(3) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin
pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 83
(1) Pengangkut limbah B3 setelah memperoleh izin pengangkutan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, wajib:
a. melakukan pengangkutan sesuai dengan rekomendasi dan izin
pengangkutan limbah B3;
b. menyampaikan manifes pengangkutan limbah B3 kepada Menteri;
dan
c. melaporkan pelaksanaan pengangkutan limbah B3.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang diangkut;
b. jumlah dan jenis alat angkut limbah B3;
c. tujuan akhir pengangkutan limbah B3; dan
d. bukti penyerahan limbah B3.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Menteri dan ditembuskan kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perhubungan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 6 (enam) bulan.
Bagian Keenam
Pemanfaatan Limbah B3
Paragraf 1
Umum
Pasal 84
(1) Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7)
huruf e wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah
B3.
(2) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mampu melakukan sendiri, pemanfaatan limbah B3 diserahkan kepada
pemanfaat limbah B3.

40

Paragraf 2
Pemanfaatan Limbah B3 oleh
Setiap Orang yang Menghasilkan Limbah B3
Pasal 85
(1) Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 meliputi:
a. pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi dengan proses produksi;
b. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
c. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
d. pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku;
e. pemanfaatan limbah B3 sebagai barang modal bukan baru;
f. pemanfaatan limbah B3 berupa kemasan bekas untuk dipergunakan
kembali; dan
g. pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
(2) Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a. ketersediaan teknologi;
b. standar produk apabila hasil pemanfaatan limbah B3 berupa produk;
dan
c. baku mutu atau standar lingkungan hidup.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian masing-masing pemanfaatan
limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.

(1)
(2)

(3)
(4)

(5)

Pasal 86
Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 wajib
memiliki izin pemanfaatan limbah B3.
Sebelum memperoleh izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan B3 wajib
memiliki:
a. izin lingkungan; dan
b. rekomendasi dan/atau persetujuan.
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diwajibkan
untuk pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi dengan proses produksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) huruf a.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diwajibkan
untuk pemanfaatan limbah B3:
a. yang terintegrasi dengan proses produksi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 85 ayat (1) huruf a;
41

b. sebagai substitusi bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal


85 ayat (1) huruf b; dan
c. sebagai substitusi sumber energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
85 ayat (1) huruf c.
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan oleh
Menteri untuk melaksanakan uji coba peralatan, metode, teknologi,
dan/atau fasilitas pemanfaatan limbah B3.
Pasal 87
(1) Rekomendasi diberikan oleh menteri yang melakukan pembinaan dan
pengawasan usaha dan/atau kegiatan.

(2) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 untuk memperoleh


rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada menteri yang melakukan pembinaan
dan pengawasan usaha dan/atau kegiatan.
(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
memuat:
a. identitas pemohon; dan
b. keterangan mengenai:
1. proses produksi usaha dan/atau kegiatan; dan
2. integrasi proses produksi usaha dan/atau kegiatan dengan
pemanfaatan limbah B3.
(4) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 88
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 untuk memperoleh
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (6) harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
d. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pemanfaatan limbah B3.
(3) Dokumen rencana uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
paling sedikit meliputi:
a. lokasi uji coba;
42

b. jadwal pelaksanaan uji coba;


c. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas
pemanfaatan limbah B3;
d. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan
e. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian dokumen rencana uji coba
diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)
(6)

Pasal 89
Menteri setelah menerima permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 88 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. tata cara pelaksanaan uji coba;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan
dimanfaatkan;
d. kewajiban
pemohon
untuk
memenuhi
standar
pelaksanaan
pemanfaatan limbah B3; dan
e. masa berlaku persetujuan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan tidak
memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan persetujuan.
Penolakan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 90
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) tidak
termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki
dokumen.
Pasal 91
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 berlaku paling lama 1
(satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 92
(1) Setelah memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88,
setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib:
43

(2)

(3)
(4)

(5)

a. memulai pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas


pemanfaatan limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari sejak persetujuan
diberikan;
b. memenuhi standar pelaksanaan pemanfaatan limbah B3;
c. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
d. menghentikan pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3 apabila
hasil uji coba menyebabkan dilampauinya standar lingkungan;
e. melaporkan hasil pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan
fasilitas pemanfaatan limbah B3; dan
f. mengajukan permohonan izin pemanfaatan limbah B3 apabila hasil
uji coba memenuhi persyaratan pemanfaatan limbah B3.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit
memuat:
a. nama dan karakteristik limbah B3 yang pemanfaatannya
diujicobakan;
b. tata cara pelaksanaan uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pemanfaatan limbah B3;
c. hasil pelaksanaan uji coba; dan
d. pemenuhan terhadap standar yang ditetapkan dalam uji coba.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari sejak uji coba dilaksanakan.
Menteri setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba paling lama
7 (tujuh) hari sejak laporan diterima.
Pengajuan permohonan izin pemanfaatan limbah B3 wajib dilaksanakan
paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan mengenai hasil pelaksanaan
uji coba diberikan.

Pasal 93
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 wajib memiliki
penetapan penghentian kegiatan apabila:
a. uji coba gagal;
b. bermaksud menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
c. bermaksud mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi
dan/atau fasilitas uji coba.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
44

b. laporan hasil pelaksanaan uji coba; dan


c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.
Pasal 94
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memiliki persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dilarang melakukan pemanfaatan
limbah B3 hingga memperoleh izin pemanfaatan limbah B3.
Pasal 95
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 untuk memperoleh izin
pemanfaatan limbah B3 harus mengajukan permohonan izin
pemanfaatan limbah B3 secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3;
c. identitas pemohon;
d. akta pendirian badan hukum;
e. dokumen pelaksanaan hasil uji coba pemanfaatan limbah B3;
f. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan dimanfaatkan;
g. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan
Pasal 47;
h. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;
i. dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, dan kapasitas
pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88;
j. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pemanfaatan limbah B3;
k. prosedur pemanfaatan limbah B3; dan
l. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
h tidak berlaku untuk permohonan izin pemanfaatan limbah B3 dari
sumber spesifik khusus.
Pasal 96
45

(1) Menteri setelah menerima permohonan izin pemanfaatan limbah B3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan izin.
(6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 97
Izin pemanfaatan limbah B3 untuk pemanfaatan limbah B3 yang
terintegrasi dengan proses produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
84 ayat (1) huruf a berlaku sesuai dengan masa berlaku izin lingkungan.
Izin pemanfaatan limbah B3 untuk pemanfaatan limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g berlaku
selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Permohonan perpanjangan izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Menteri paling
lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin tersebut berakhir.
Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. laporan pelaksanaan pemanfaatan limbah B3; dan
b. salinan izin lingkungan;
c. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3;
d. identitas pemohon;
e. akta pendirian badan hukum;
f. dokumen pelaksanaan hasil uji coba pemanfaatan limbah B3;
g. dokumen mengenai nama dan karakteristik limbah B3 yang akan
dimanfaatkan;
h. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf g;
i. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf h;
j. dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, dan kapasitas
pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat
(2) huruf i;
46

k. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan


penolong berupa limbah B3 untuk campuran pemanfaatan limbah B3;
l. prosedur pemanfaatan limbah B3; dan
m. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(5) Persyaratan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) huruf i tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin
pemanfaatan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 98
Dalam hal terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 97 ayat (4) huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i,
huruf j, huruf k, huruf l, dan/atau huruf m, penerbitan perpanjangan
izin oleh Menteri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96.
Dalam hal tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari
sejak permohonan diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan perpanjangan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan
perpanjangan izin.
Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 99
(1) Pemegang izin pemanfaatan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin
apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon izin;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang dimanfaatkan;
d. desain teknologi, metode, proses, kapasitas pemanfaatan limbah B3;
dan/atau
e. bahan baku dan/atau bahan penolong limbah B3 untuk campuran
pemanfaatan limbah B3.
(2) Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
(3) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
47

(4) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
permohonan perubahan izin diterima.
(5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, Menteri melakukan
evaluasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan izin paling lama 7
(tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan izin.
(7) Penolakan permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 100
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (6) dan ayat (7), dan
Pasal 99 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan
pemohon untuk memperbaiki dokumen.
Pasal 101
(1) Izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96,
Pasal 98, dan Pasal 99 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin pemanfaatan limbah B3.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d paling sedikit berupa pelaksanaan pemanfaatan limbah B3
sesuai dengan standar produk, baku mutu, dan/atau standar
lingkungan.
(3) Kewajiban pemegang izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dikumpulkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang
dimanfaatkan memanfaatkan limbah B3 yang dihasilkannya;
c. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
d. menyimpan limbah B3 yang akan dimanfaatkan ke dalam tempat
penyimpanan limbah B3;
e. melakukan pengumpulan limbah B3 yang akan dimanfaatkan;
48

f.

memanfaatkan limbah B3 sesuai dengan teknologi pemanfaatan


limbah B3 yang dimiliki; dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pemanfaatan limbah B3.
Pasal 102
Izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96, Pasal
98, dan Pasal 99 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri;
c. badan hukum pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.

(1)

(2)
(3)

(4)

Pasal 103
Setelah izin pemanfaatan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin pemanfaatan limbah
B3;
b. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat
penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) huruf g;
d. melakukan pengemasan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) huruf h;
e. melakukan pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan dalam izin pemanfaatan limbah B3;
f. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila pengolahan limbah B3 menghasilkan air limbah;
dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pemanfaatan limbah B3.
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikecualikan
untuk pemanfaatan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Laporan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g paling sedikit memuat:
a. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan
b. pelaksanaan pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkannya.
Laporan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin pemanfaatan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.
Pasal 104
49

(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh izin
pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan
apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
pemanfaatan limbah B3.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan pemanfaatan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.
Pasal 105
(1) Dalam hal setiap orang yang menghasilkan limbah B3 tidak mampu
melakukan sendiri pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkannya:
a. pemanfaatan limbah B3 diserahkan kepada pemanfaat limbah B3;
atau
b. dapat melakukan ekspor limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan bukti penyerahan limbah B3.
(3) Salinan bukti penyerahan limbah B3 disampaikan kepada Menteri oleh
setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh)
hari setelah penyerahan limbah B3.
Pasal 106
(1) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 untuk dapat
melakukan ekspor limbah B3 yang dihasilkannya wajib:
a. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri;
b. menyampaikan rute perjalanan ekspor limbah B3 yang akan dilalui;
c. mengisi formulir notifikasi dari Menteri; dan
d. memiliki izin ekspor limbah B3.
(2) Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan ekspor
dan negara transit berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a.
(3) Notifikasi yang disampaikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling sedikit memuat:
a. identitas limbah B3 dan pemohon;
50

b. identitas importir limbah B3 di negara tujuan;


c. nama, karakteritik, dan jumlah limbah B3 yang akan diekspor; dan
d. waktu pelaksanaan ekspor limbah B3.
(4) Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh
otoritas negara tujuan dan negara transit limbah B3, Menteri
menerbitkan rekomendasi ekspor limbah B3.
(5) Rekomendasi ekspor limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menjadi dasar penerbitan izin ekspor limbah B3 yang diberikan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan.
(6) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin ekspor limbah
B3 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3
Pemanfaatan Limbah B3 oleh Pemanfaat Limbah B3

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 107
Pemanfaat limbah B3 untuk dapat melakukan pemanfaatan limbah B3
yang diserahkan oleh setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
105 wajib memiliki izin pemanfaatan limbah B3.
Pemanfaatan limbah B3 oleh pemanfaat limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
b. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
c. pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku;
d. pemanfaatan limbah B3 sebagai barang modal bukan baru;
e. pemanfaatan limbah B3 berupa kemasan bekas untuk dipergunakan
kembali; dan
f. pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Limbah B3 yang dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berasal dari limbah B3 yang dihasilkan oleh satu atau beberapa orang
yang menghasilkan limbah B3.
Sebelum memperoleh izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemanfaat limbah B3 wajib memiliki:
a. izin lingkungan; dan
b. persetujuan.
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

51

(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diberikan oleh
Menteri untuk melaksanakan uji coba peralatan, metode, teknologi,
dan/atau fasilitas pemanfaatan limbah B3.

(1)

(2)

(3)

(4)

(1)

(2)
(3)

(4)

Pasal 108
Pemanfaat limbah B3 untuk memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 107 pada ayat (4) huruf b harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri.
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
d. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pemanfaatan limbah B3.
Dokumen rencana uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
paling sedikit meliputi:
a. lokasi uji coba;
b. jadwal pelaksanaan uji coba;
c. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas
pemanfaatan limbah B3;
d. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan
e. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian dokumen rencana uji coba
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 109
Menteri setelah menerima permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. tata cara pelaksanaan uji coba;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan diolah;
d. kewajiban pemohon untuk memenuhi standar pelaksanaan
pemanfaatan limbah B3; dan
52

e. masa berlaku persetujuan.


(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan tidak
memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan persetujuan.
(6) Penolakan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 110
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2)
tidak termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki
dokumen.
Pasal 111
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 berlaku paling lama 1
(satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.

(1)

(2)

(3)
(4)

Pasal 112
Setelah memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
109, pemanfaat limbah B3 wajib:
a. memulai pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas
pemanfaatan limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari sejak persetujuan
diberikan;
b. memenuhi standar pelaksanaan pemanfaatan limbah B3;
c. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
d. menghentikan pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3 apabila
hasil uji coba menyebabkan dilampauinya standar lingkungan;
e. melaporkan hasil pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan
fasilitas pemanfaatan limbah B3; dan
f. mengajukan permohonan izin pemanfaatan limbah B3 apabila hasil
uji coba memenuhi persyaratan pemanfaatan limbah B3.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit
memuat:
a. nama dan karakteristik limbah B3 yang pemanfaatannya
diujicobakan;
b. tata cara pelaksanaan uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pemanfaatan limbah B3;
c. hasil pelaksanaan uji coba; dan
d. pemenuhan terhadap standar yang ditetapkan dalam uji coba.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari sejak uji coba dilaksanakan.
Menteri setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba paling lama
7 (tujuh) hari sejak laporan diterima.
53

(5) Pengajuan permohonan izin pemanfaatan limbah B3 wajib dilaksanakan


paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan mengenai hasil pelaksanaan
uji coba diberikan.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 113
Pemanfaat limbah B3 yang telah memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 107 wajib memiliki penetapan penghentian
kegiatan apabila:
a. uji coba gagal;
b. bermaksud menghentikan uji coba; atau
c. bermaksud mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi
dan/atau fasilitas pemanfaatan limbah B3.
Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan hasil pelaksanaan uji coba; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.

Pasal 114
Pemanfaat limbah B3 yang telah memiliki persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 dilarang melakukan pemanfaatan limbah B3
hingga memperoleh izin pemanfaatan limbah B3.
Pasal 115
(1) Pemanfaat limbah B3 untuk memperoleh izin pemanfaatan limbah B3
harus mengajukan permohonan izin pemanfaatan limbah B3 secara
tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3;
c. bukti penyerahan limbah B3 dari setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 kepada pemanfaat limbah B3;
d. identitas pemohon;
e. akta pendirian badan hukum;
f. dokumen pelaksanaan hasil uji coba pemanfaatan limbah B3;
54

g. dokumen mengenai nama dan karakteristik limbah B3 yang akan


dimanfaatkan;
h. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan
48;
i. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;
j. dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, dan kapasitas
pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109;
k. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pemanfaatan limbah B3;
l. prosedur pemanfaatan limbah B3; dan
m. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
i tidak berlaku untuk permohonan izin pemanfaatan limbah B3 dari
sumber spesifik.

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)
(6)

Pasal 116
Menteri setelah menerima permohonan izin pemanfaatan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
hasil verifikasi diketahui.
Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan izin.
Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Pasal 117
(1) Izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107
berlaku paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama sesuai dengan
masa berlaku izin usaha dan/atau kegiatan.
(2) Izin pemanfaatan limbah B3 yang berlaku paling singkat 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang.
55

(3) Permohonan perpanjangan izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada Menteri paling
lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin pemanfaatan
limbah B3 berakhir.
(4) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. laporan pelaksanaan pemanfaatan limbah B3;
b. bukti penyerahan limbah B3 dari orang yang menghasilkan limbah B3
kepada pemanfaat limbah B3;
c. salinan izin lingkungan;
d. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3;
e. identitas pemohon;
f. akta pendirian badan hukum;
g. dokumen pelaksanaan hasil uji coba pemanfaatan limbah B3;
h. dokumen mengenai nama dan karakteristik limbah B3 yang akan
dimanfaatkan;
i. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) huruf h;
j. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat (2) huruf i;
k. dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, dan kapasitas
pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 ayat
(2) huruf j;
l. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pemanfaatan limbah B3;
m. prosedur pemanfaatan limbah B3; dan
n. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(5) Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
huruf j dikecualikan untuk permohonan perpanjangan izin pemanfaatan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 118
(1) Dalam hal terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 117 ayat (2) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j,
huruf k, huruf l, huruf m, dan/atau huruf n, penerbitan perpanjangan
izin oleh Menteri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116.
(2) Dalam hal tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari
sejak permohonan diterima.

56

(3) Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan


izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan perpanjangan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
(4) Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan
perpanjangan izin.
(5) Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disertai dengan alasan penolakan.

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Pasal 119
Pemanfaat limbah B3 yang telah memiliki izin pemanfaatan limbah B3
wajib mengajukan perubahan izin apabila terjadi perubahan terhadap:
a. identitas pemohon izin;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang dimanfaatkan;
d. desain teknologi, metode, proses, kapasitas pemanfaatan limbah B3;
dan/atau
e. bahan baku dan/atau bahan penolong berupa limbah B3.
Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
permohonan perubahan izin diterima.
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, Menteri melakukan
evaluasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan izin paling lama 7
(tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan izin.
Penolakan permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf b disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 120
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118 ayat (6) dan ayat (7), dan
Pasal 119 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan
pemohon untuk memperbaiki dokumen.
57

Pasal 121
(1) Izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116,
Pasal 118, dan Pasal 119 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin pemanfaatan limbah B3.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d paling sedikit melaksanakan pemanfaatan limbah B3 sesuai
dengan standar produk, baku mutu, dan/atau standar lingkungan.
(3) Kewajiban pemegang izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dikumpulkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang
dimanfaatkan memanfaatkan limbah B3 yang dihasilkannya;
c. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
d. menyimpan limbah B3 yang akan dimanfaatkan ke dalam tempat
penyimpanan limbah B3;
e. melakukan pengumpulan limbah B3 yang akan dimanfaatkan;
f. memanfaatkan limbah B3 sesuai dengan teknologi pemanfaatan
limbah B3 yang dimiliki; dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pemanfaatan limbah B3.
Pasal 122
Izin pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, Pasal
118, dan Pasal 119 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri;
c. badan hukum pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.
Pasal 123
(1) Setelah izin pemanfaatan limbah B3 terbit, pemanfaat limbah B3 yang
telah memperoleh izin wajib:
a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin pemanfaatan limbah
B3;
b. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
58

c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat


penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf g;
d. melakukan pengemasan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (2) huruf h;
e. melakukan pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan dalam izin pemanfaatan limbah B3;
f. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila pengolahan limbah B3 menghasilkan air limbah;
dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pemanfaatan limbah B3.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikecualikan
untuk pemanfaatan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
(3) Laporan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c paling sedikit memuat:
a. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan
b. pelaksanaan pemanfaatan limbah B3 yang dihasilkannya.
(4) Laporan pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin pemanfaatan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 124
Pemanfaat limbah B3 yang telah memperoleh izin pemanfaatan limbah
B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
pemanfaatan limbah B3.
Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, pemanfaat limbah
B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan hasil pelaksanaan pemanfaatan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 10 (sepuluh) hari sejak
permohonan diterima.
Bagian Ketujuh
59

Pengolahan Limbah B3
Paragraf 1
Umum
Pasal 125
(1) Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7)
huruf f wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah
B3.
(2) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mampu melakukan sendiri, pengolahan limbah B3 diserahkan kepada
pengolah limbah B3.
Paragraf 2
Pengolahan Limbah B3 oleh
Setiap Orang yang Menghasilkan Limbah B3
Pasal 126
sebagaimana

(1) Pengolahan limbah B3


dimaksud dalam Pasal 125
dilakukan dengan cara:
a. termal;
b. stabilisasi dan solidifikasi; dan/atau
c. cara lain sesuai perkembangan teknologi.
(2) Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a. ketersediaan teknologi; dan
b. baku mutu atau standar lingkungan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian masing-masing pengolahan
limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)
(2)

(3)
(4)

Pasal 127
Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 wajib
memiliki izin pengolahan limbah B3.
Sebelum memperoleh izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib memiliki:
a. izin lingkungan; dan
b. persetujuan.
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan oleh
Menteri untuk melaksanakan uji coba peralatan, metode, teknologi,
dan/atau fasilitas pengolahan limbah B3.
60

(1)

(2)

(3)

(4)

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)

Pasal 128
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 untuk memperoleh
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 ayat (4) harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
d. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pengolahan limbah B3.
Dokumen rencana uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
paling sedikit meliputi:
a. lokasi uji coba;
b. jadwal pelaksanaan uji coba;
c. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas
pengolahan limbah B3;
d. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan
e. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian dokumen rencana uji coba
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 129
Menteri setelah menerima permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 128 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. tata cara pelaksanaan uji coba;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan diolah;
d. kewajiban pemohon untuk memenuhi standar pelaksanaan pengolahan
limbah B3; dan
e. masa berlaku persetujuan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan tidak
memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan persetujuan.
61

(6) Penolakan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)


disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 130
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2)
tidak termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki
dokumen.
Pasal 131
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 berlaku paling lama 1
(satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 132
(1) Setelah memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
129, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib:
a. memulai pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas
pengolahan limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari sejak persetujuan
diberikan;
b. memenuhi standar pelaksanaan pengolahan limbah B3;
c. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
d. menghentikan pelaksanaan uji coba pengolahan limbah B3 apabila
hasil uji coba menyebabkan dilampauinya standar dan/atau baku
mutu lingkungan;
e. melaporkan hasil pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan
fasilitas pengolahan limbah B3; dan
f. mengajukan permohonan izin pengolahan limbah B3, apabila hasil uji
coba memenuhi persyaratan pengolahan limbah B3.
(2) Dalam hal uji coba pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara termal,
selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), residu
dan/atau sisa pembakaran berupa abu dan cairan wajib dilakukan
penyimpanan.
(3) Penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penyimpanan limbah
B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 48.
(4) Dalam hal uji coba pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara
stabilisasi dan solidifikasi, selain memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hasil stabilisasi dan solidifikasi wajib dilakukan
penimbunan.
Pasal 133
62

(1) Standar pelaksanaan pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 132 ayat (1) huruf b untuk pengolahan limbah B3 yang
dilakukan dengan cara termal meliputi standar:
a. emisi udara;
b. efisiensi pembakaran dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99%
(sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan per
seratus); dan
c. efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Principle Organic
Hazardous Constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit mencapai
99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan per
seratus).
(2) Standar efisiensi pembakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b tidak berlaku untuk pengolahan limbah B3 dengan menggunakan kiln
pada industri semen.
(3) Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Principle
Organic Hazardous Constituents sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c tidak berlaku untuk pengolahan limbah B3 dengan karakteristik
infeksius.
(4) Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk pengolahan limbah
B3:
a. berupa Polychlorinated Biphenyls; dan
b. yang berpotensi menghasillkan:
1. Polychlorinated Dibenzofurans; dan
2. Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins.
(5) Dalam hal limbah B3 yang akan diolah berupa Polychlorinated Biphenyls,
pengolahannya harus memenuhi standar efisiensi penghancuran dan
penghilangan senyawa Polychlorinated Biphenyls dengan nilai paling
sedikit mencapai 99,9999% (sembilan puluh sembilan koma sembilan
ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan per seratus).
(6) Dalam hal limbah B3 yang akan diolah berpotensi menghasilkan
Polychlorinated Dibenzofurans, pengolahannya harus memenuhi standar
efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Polychlorinated
Dibenzofurans dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999% (sembilan
puluh sembilan koma sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh
sembilan per seratus).
(7) Dalam hal limbah B3 yang akan diolah berpotensi menghasilkan
Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins, pengolahannya harus memenuhi
standar
efisiensi
penghancuran
dan
penghilangan
senyawa
Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins dengan nilai paling sedikit mencapai
99,9999% (sembilan puluh sembilan koma sembilan ribu sembilan ratus
sembilan puluh sembilan per seratus).
63

(8) Ketentuan mengenai baku mutu emisi udara sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) huruf a diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 134
(1) Standar pelaksanaan pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 132 ayat (1) huruf b untuk pengolahan limbah B3 yang
dilakukan dengan cara stabilisasi dan solidifikasi berupa baku mutu
stabilisasi dan solidifikasi berdasarkan analisis organik dan anorganik.
(2) Analisis organik dan anorganik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan prosedur pelindian sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 135
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf e paling
sedikit memuat:
a. nama dan karakteristik limbah B3 yang pengolahannya diujicobakan;
b. tata cara pelaksanaan uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pengolahan limbah B3;
c. hasil pelaksanaan uji coba; dan
d. pemenuhan terhadap standar yang ditetapkan dalam uji coba.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari sejak uji coba dilaksanakan.
(3) Menteri setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba paling lama
7 (tujuh) hari sejak laporan diterima.
Pasal 136
Pengajuan permohonan izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 132 ayat (1) huruf f wajib dilaksanakan paling lama 7 (tujuh)
hari setelah keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba diberikan.
Pasal 137
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 wajib memiliki
penetapan penghentian kegiatan apabila:
a. uji coba gagal;
b. bermaksud menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
c. bermaksud mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi
dan/atau fasilitas uji coba.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
64

fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis


kepada Menteri.
(3) Permohonan penetapan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan hasil pelaksanaan uji coba; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.
Pasal 138
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memiliki persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 dilarang melakukan pengolahan
limbah B3 hingga memperoleh izin pengolahan limbah B3.
Pasal 139
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 untuk memperoleh izin
pengolahan limbah B3 harus mengajukan permohonan izin pengolahan
limbah B3 secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pengolahan limbah B3;
c. identitas pemohon;
d. akta pendirian badan hukum;
e. dokumen pelaksanaan hasil uji coba pengolahan limbah B3;
f. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan diolah;
g. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan
Pasal 48;
h. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;
i. dokumen mengenai desain, teknologi, metode, proses, kapasitas,
dan/atau fasilitas pengolahan limbah B3 sesuai dengan yang
tercantum dalam persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
135;
j. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pengolahan limbah B3;
k. prosedur pengolahan limbah B3; dan
65

l.

bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau


kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
h tidak berlaku untuk permohonan izin pengolahan limbah B3 dari
sumber spesifik khusus.

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)
(6)

Pasal 140
Menteri setelah menerima permohonan izin pengolahan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
hasil verifikasi diketahui.
Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan izin.
Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Pasal 141
(1) Izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan izin pengolahan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri paling
lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin pengolahan limbah
B3 berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilengkapi dengan:
a. laporan pelaksanaan pengolahan limbah B3;
b. salinan izin lingkungan;
c. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pengolahan limbah B3;
d. identitas pemohon;
e. akta pendirian badan hukum;
f. dokumen pelaksanaan hasil uji coba pengolahan limbah B3;
g. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan diolah;
h. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) huruf g;
66

i.

dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan


persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) huruf h;
j. dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, kapasitas,
dan/atau fasilitas pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 139 ayat (2) huruf i;
k. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pengolahan limbah B3;
l. prosedur pengolahan limbah B3; dan
m. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(4) Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf i tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin pengolahan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 142
Dalam hal terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 141 ayat (2) huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i,
huruf j, huruf k, huruf l, dan/atau huruf m, penerbitan perpanjangan
izin oleh Menteri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 140.
Dalam hal tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari
sejak permohonan diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan perpanjangan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan
perpanjangan izin.
Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 143
(1) Pemegang izin pengolahan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin
apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang diolah;
d. desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
pengolahan limbah B3; dan/atau
e. bahan baku dan/atau bahan penolong limbah B3 untuk campuran
pengolahan limbah B3.
67

(2) Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri


paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
(3) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
permohonan perubahan izin diterima.
(5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, Menteri melakukan
evaluasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan izin paling lama 7
(tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan izin.
(7) Penolakan permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 144
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (6) dan ayat (7), dan
Pasal 143 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan
pemohon untuk memperbaiki dokumen.
Pasal 145
(1) Izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141,
Pasal 142, dan Pasal 143 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin pengolahan limbah B3.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit berupa pelaksanaan pengolahan limbah B3 sesuai
dengan standar pengolahan limbah B3.
(3) Kewajiban pemegang izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dikumpulkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang diolah;
c. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
68

d. menyimpan limbah B3 yang akan diolah ke dalam tempat


penyimpanan;
e. melakukan pengumpulan limbah B3 yang akan diolah;
f. mengolah limbah B3 sesuai dengan teknologi pengolahan limbah B3
yang dimiliki; dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pengolahan limbah B3.
Pasal 146
Izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139, Pasal
142, dan Pasal 143 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri;
c. badan hukum pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.
Pasal 147
(1) Setelah izin pengolahan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin pengolahan limbah B3;
b. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat
penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) huruf g;
d. melakukan pengemasan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (2) huruf h;
e. melakukan pengolahan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan dalam izin pengolahan limbah B3; dan
f. memenuhi standar pelaksanaan pengolahan limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 133 dan Pasal 134;
g. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila pengolahan limbah B3 menghasilkan air limbah;
h. melakukan penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran apabila
pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara termal; dan
i. menyusun dan menyampaikan laporan pengolahan limbah B3.
(2) Dalam hal pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara termal, selain
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang
yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan residu
dan/atau sisa pembakaran berupa abu dan cairan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 48.
(3) Dalam hal pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara stabilisasi dan
solidifikasi, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
69

(1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan


penimbunan limbah B3 hasil stabilisasi dan solidifikasi.
(4) Laporan pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c paling sedikit memuat:
a. nama, sumber, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan
b. pelaksanaan pengolahan limbah B3 yang dihasilkannya.
(5) Laporan pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin pengolahan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 148
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh izin
pengolahan limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan
apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
pengolahan limbah B3.
Untuk memperoleh penetapan penghentian, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan penimbunan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.

Pasal 149
(1) Dalam hal setiap orang yang menghasilkan limbah B3 tidak mampu
melakukan sendiri pengolahan limbah B3 yang dihasilkannya,
pengolahan limbah B3 diserahkan kepada pengolah limbah B3.
(2) Penyerahan limbah B3 kepada pengolah limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan bukti penyerahan limbah B3.
(3) Salinan bukti penyerahan limbah B3 disampaikan kepada Menteri oleh
setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh)
hari setelah penyerahan limbah B3.
Paragraf 3
Pengolahan Limbah B3 oleh Pengolah Limbah B3
70

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)
(7)

Pasal 150
Pengolah limbah B3 untuk dapat melakukan pengolahan limbah B3 yang
diserahkan oleh setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149
wajib memiliki izin pengolahan limbah B3.
Pengolahan limbah B3 oleh pengolah limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan cara;
a. termal
b. stabilisasi dan solidifikasi; dan/atau
c. cara lain sesuai perkembangan teknologi.
Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a. ketersediaan teknologi; dan
b. baku mutu atau standar lingkungan.
Limbah B3 yang diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berasal dari limbah B3 yang dihasilkan oleh satu atau beberapa orang
yang menghasilkan limbah B3.
Sebelum memperoleh izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pengolah limbah B3 wajib memiliki:
a. izin lingkungan; dan
b. persetujuan.
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diberikan oleh
Menteri untuk melaksanakan uji coba peralatan, metode, teknologi,
dan/atau fasilitas pengolahan limbah B3.

Pasal 151
(1) Pengolah limbah B3 untuk memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 150 ayat (5) huruf b harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
d. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pengolahan limbah B3.
(3) Dokumen rencana uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
paling sedikit meliputi:
a. lokasi uji coba;
b. jadwal pelaksanaan uji coba;
71

c. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas


pengolahan limbah B3;
d. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan
e. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian dokumen rencana uji coba
diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)
(6)

Pasal 152
Menteri setelah menerima permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. tata cara pelaksanaan uji coba;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan diolah;
d. kewajiban pemohon untuk memenuhi standar pelaksanaan pengolahan
limbah B3; dan
e. masa berlaku persetujuan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan tidak
memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan persetujuan.
Penolakan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 153
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (2)
tidak termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki
dokumen.
Pasal 154
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 berlaku paling lama 1
(satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 155
(1) Setelah memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
152, pengolah limbah B3 wajib:

72

a. memulai pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas


pengolahan limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari sejak persetujuan
diberikan;
b. memenuhi standar pelaksanaan pengolahan limbah B3;
c. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
d. menghentikan pelaksanaan uji coba pengolahan limbah B3 apabila
hasil uji coba menyebabkan dilampauinya standar dan/atau baku
mutu lingkungan;
e. melaporkan hasil pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan
fasilitas pengolahan limbah B3; dan
f. mengajukan permohonan izin pengolahan limbah B3, apabila hasil uji
coba memenuhi persyaratan pengolahan limbah B3.
(2) Dalam hal uji coba pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara termal,
selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), residu
dan/atau sisa pembakaran berupa abu dan cairan wajib dilakukan
penyimpanan.
(3) Penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penyimpanan limbah
B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 48.
(4) Dalam hal uji coba pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara
stabilisasi dan solidifikasi, selain memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hasil stabilisasi dan solidifikasi wajib dilakukan
penimbunan.
Pasal 156
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (1) huruf e paling
sedikit memuat:
a. nama dan karakteristik limbah B3 yang pengolahannya diujicobakan;
b. tata cara pelaksanaan uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas pengolahan limbah B3;
c. hasil pelaksanaan uji coba; dan
d. pemenuhan terhadap standar yang ditetapkan dalam uji coba.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
Menteri setiap 30 (tiga puluh) hari sejak uji coba mulai dilaksanakan.
(3) Menteri setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba.
Pasal 157
Pengajuan permohonan izin pengolahan limbah B3 wajib dilaksanakan paling
lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba
diberikan.
73

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 158
Pengolah limbah B3 yang telah memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 152 wajib memiliki penetapan penghentian
kegiatan apabila:
a. uji coba gagal;
b. bermaksud menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
c. bermaksud mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi
dan/atau fasilitas uji coba.
Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
Permohonan penetapan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan hasil pelaksanaan uji coba; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.

Pasal 159
Pengolah limbah B3 yang telah memiliki persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 152 dilarang melakukan pengolahan limbah B3 hingga
memperoleh izin pengolahan limbah B3.
Pasal 160
(1) Pengolah limbah B3 untuk memperoleh izin pengolahan limbah B3 harus
mengajukan permohonan izin pengolahan limbah B3 secara tertulis
kepada Menteri.
(2) Permohonan izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pengolahan limbah B3;
c. bukti penyerahan limbah B3 dari setiap orang yang menghasilkan
limbah B3 kepada pengolahan limbah B3;
d. identitas pemohon;
e. akta pendirian badan hukum;
f. dokumen pelaksanaan hasil uji coba pengolahan limbah B3;
g. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan diolah;
74

h. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan


persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan
Pasal 48;
i. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;
j. dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, dan kapasitas
pengolahan limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152;
k. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pengolahan limbah B3;
l. prosedur pengolahan limbah B3; dan
m. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
i tidak berlaku untuk permohonan izin pemanfaatan limbah B3 dari
sumber spesifik.

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)
(6)

Pasal 161
Menteri setelah menerima permohonan izin pengolahan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
hasil verifikasi diketahui.
Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan izin.
Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Pasal 162
(1) Izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan izin pengolahan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri paling
lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin pengolahan limbah
B3 berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilengkapi dengan:
75

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

laporan pelaksanaan pengolahan limbah B3;


salinan izin lingkungan;
salinan persetujuan pelaksanaan uji coba pengolahan limbah B3;
identitas pemohon;
akta pendirian badan hukum;
dokumen pelaksanaan hasil uji coba pengolahan limbah B3;
dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan diolah;
h. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 ayat (2) huruf h;
i. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (2) huruf i;
j. dokumen mengenai desain teknologi, metode, proses, dan kapasitas
pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat
(2) huruf j;
k. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan
penolong berupa limbah B3 untuk campuran pengolahan limbah B3;
l. prosedur pengolahan limbah B3; dan
m. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(4) Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf i tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin pengolahan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 163
Dalam terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
162 ayat (2) huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j,
huruf k, huruf l, dan/atau huruf m, penerbitan perpanjangan izin oleh
Menteri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 161.
Dalam hal tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari
sejak permohonan diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan perpanjangan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan
perpanjangan izin.
Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 164
76

(1) Pemegang izin pengolahan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin


apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang diolah;
d. desain teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
pengolahan limbah B3; dan/atau
e. bahan baku dan/atau bahan penolong limbah B3 untuk campuran
pengolahan limbah B3.
(2) Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
(3) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(4) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
permohonan perubahan izin diterima.
(5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, Menteri melakukan
evaluasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan izin paling lama 7
(tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan izin.
(7) Penolakan permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 165
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 ayat (2), dan Pasal 164 ayat
(4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan pemohon untuk
memperbaiki dokumen.
Pasal 166
(1) Izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161,
Pasal 163, dan Pasal 164 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin pengolahan limbah B3.
77

(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b paling sedikit berupa pelaksanaan pengolahan limbah B3 sesuai
dengan standar pengolahan limbah B3.
(3) Kewajiban pemegang izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dikumpulkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang diolah;
c. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
d. menyimpan limbah B3 yang akan diolah ke dalam tempat
penyimpanan;
e. melakukan pengumpulan limbah B3 yang akan diolah;
f. mengolah limbah B3 sesuai dengan teknologi pengolahan limbah B3
yang dimiliki; dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pengolahan limbah B3.
Pasal 167
Izin pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161, Pasal
163, dan Pasal 164 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri;
c. badan hukum pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.
Pasal 168
(1) Setelah izin pengolahan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin pengolahan limbah B3;
b. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat
penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 ayat (2) huruf h;
d. melakukan pengemasan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 ayat (2) huruf i;
e. melakukan pengolahan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan dalam izin pengolahan limbah B3; dan
f. memenuhi standar pelaksanaan pengolahan limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 133 dan Pasal 134;
g. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila pengolahan limbah B3 menghasilkan air limbah;
h. melakukan penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran apabila
pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara termal; dan
78

(2)

(3)

(4)

(5)

(1)

(2)

(3)

(4)

i. menyusun dan menyampaikan laporan pengolahan limbah B3.


Dalam hal pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara termal, selain
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang
yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan penyimpanan residu
dan/atau sisa pembakaran berupa abu dan cairan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 48.
Dalam hal pengolahan limbah B3 dilakukan dengan cara stabilisasi dan
solidifikasi, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan
penimbunan limbah B3 hasil stabilisasi dan solidifikasi.
Laporan pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c paling sedikit memuat:
a. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan
b. pelaksanaan pengolahan limbah B3 yang dihasilkannya.
Laporan pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin pengolahan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.
Pasal 169
Pengolah limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan
apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
pemanfaatan limbah B3.
Untuk memperoleh penetapan penghentian, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan hasil pelaksanaan uji coba; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.

Bagian Kedelapan
Penimbunan Limbah B3
79

Paragraf 1
Umum
Pasal 170
(1) Penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7)
huruf g wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah
B3.
(2) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mampu melakukan sendiri, penimbunan limbah B3 diserahkan kepada
penimbun limbah B3.
Paragraf 2
Penimbunan Limbah B3 oleh
Setiap Orang yang Menghasilkan Limbah B3

(1)
(2)

(3)

(4)

Pasal 171
Penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 wajib
memiliki izin penimbunan limbah B3.
Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada
fasilitas penimbunan limbah B3:
a. kelas 1;
b. kelas 2; atau
c. kelas 3.
Fasilitas penimbunan limbah B3 kelas 1 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a digunakan untuk menimbun limbah B3 yang belum
diolah dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum bahan pencemar
yang lebih besar dari atau sama dengan nilai sebagaimana tercantum
dalam Kolom A Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Pemerintah ini.
Fasilitas penimbunan limbah B3 kelas 2 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b digunakan untuk menimbun limbah B3:
a. yang belum diolah dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum
bahan pencemar yang lebih kecil dari nilai sebagaimana tercantum
dalam Kolom A dan lebih besar dari nilai sebagaimana tercantum
dalam Kolom B Lampiran IX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; atau
b. yang belum diolah dan memiliki tingkat kontaminasi sama dengan
atau lebih kecil dari 1 Bq/cm 2 (satu becquerel per sentimeter persegi)
dan/atau konsentrasi aktivitas sebesar:
1. 1 Bq/gr (satu becquerel per gram) untuk tiap radionuklida anggota
deret uranium dan thorium; atau
2. 10 Bq/gr (sepuluh becquerel per gram) untuk kalium.
80

(5) Fasilitas penimbunan limbah B3 kelas 3 sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) huruf c digunakan untuk menimbun:
a. limbah B3 yang belum diolah dan/atau memiliki nilai total kadar
maksimum bahan pencemar yang lebih kecil dari nilai sebagaimana
tercantum dalam Kolom B Lampiran IX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; atau
b. limbah B3 yang berasal dari sumber spesifik khusus.
(6) Dalam hal limbah B3 yang berasal dari sumber spesifik khusus memiliki
tingkat kontaminasi dan/atau konsentrasi aktivitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b, penimbunan limbah B3 tersebut wajib
dilakukan pada fasilitas penimbunan limbah B3 kelas 2.
Pasal 172
(1) Sebelum memperoleh izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 171 ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3
wajib memiliki:
a. izin lingkungan; dan
b. persetujuan.
(2) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan oleh
Menteri untuk melaksanakan uji coba peralatan, metode, teknologi,
dan/atau fasilitas penimbunan limbah B3.
Pasal 173
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 untuk memperoleh
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat (2) huruf b
harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
d. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas penimbunan limbah B3.
(3) Dokumen rencana uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
paling sedikit meliputi:
a. lokasi uji coba;
b. jadwal pelaksanaan uji coba;
c. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas
penimbunan limbah B3 yang akan diuji coba;
d. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan
81

e. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba.


(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian dokumen rencana uji coba
diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 174
(1) Lokasi uji coba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (3) huruf a
harus memenuhi persyaratan yang meliputi:
a. bebas banjir;
b. permeabilitas tanah;
c. merupakan daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak rawan
bencana, dan di luar kawasan lindung; dan
d. tidak merupakan daerah resapan air tanah, terutama yang digunakan
untuk air minum.
(2) Permeabilitas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas:
a. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-7 cm/detik
(sepuluh pangkat minus tujuh sentimeter per detik), untuk fasilitas
penimbunan limbah B3 kelas 1 dan kelas 2; dan
b. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-5 cm/detik
(sepuluh pangkat minus lima sentimeter per detik), untuk fasilitas
penimbunan limbah B3 kelas 3.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan lokasi untuk
fasilitas penimbunan limbah B3 yang akan diuji coba diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 175
(1) Fasilitas penimbunan limbah B3 yang akan diuji coba sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 173 ayat (3) huruf c harus memenuhi persyaratan
yang meliputi:
a. desain fasilitas;
b. memiliki sistem pelapis yang dilengkapi dengan:
1. saluran untuk pengaturan aliran air permukaan;
2. pengumpulan air lindi dan pengolahannya;
3. sumur pantau; dan
4. lapisan penutup akhir;
c. memiliki peralatan pendukung penimbunan limbah B3 yang paling
sedikit terdiri atas:
1. peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat;
2. alat angkut untuk penimbunan limbah B3; dan
3. alat pelindung dan keselamatan diri;
d. memiliki rencana penimbunan limbah B3, penutupan, dan
pascapenutupan fasilitas penimbunan limbah B3.
82

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan fasilitas


penimbunan limbah B3 yang akan diuji coba diatur dengan Peraturan
Menteri.

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)
(6)

Pasal 176
Menteri setelah menerima permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 175 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan persetujuan paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. tata cara pelaksanaan uji coba;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan
ditimbun;
d. kewajiban
pemohon
untuk
memenuhi
standar
pelaksanaan
penimbunan limbah B3; dan
e. masa berlaku persetujuan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan tidak
memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan persetujuan.
Penolakan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 177
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (2)
tidak termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki
dokumen.
Pasal 178
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 berlaku paling lama 1
(satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 179
(1) Setelah memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
176, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib:
a. memulai pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3 paling lama 7
(tujuh) hari sejak persetujuan diberikan;
b. memenuhi standar pelaksanaan penimbunan limbah B3;
83

(2)

(3)
(4)

(5)

c. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
d. menghentikan pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3 apabila
hasil uji coba menyebabkan dilampauinya baku mutu lingkungan;
e. melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan
limbah B3;
f. melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke
lingkungan;
g. melaporkan hasil pelaksanaan uji coba fasilitas penimbunan limbah
B3; dan
h. mengajukan permohonan izin penimbunan limbah B3 apabila hasil
uji coba memenuhi persyaratan penimbunan limbah B3.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g paling sedikit
memuat:
a. nama dan karakteristik limbah B3 yang penimbunannya
diujicobakan;
b. tata cara pelaksanaan uji coba fasilitas penimbunan limbah B3;
c. hasil pelaksanaan uji coba; dan
d. pemenuhan terhadap baku mutu yang ditetapkan dalam uji coba.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari sejak uji coba dilaksanakan.
Menteri setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba paling lama
7 (tujuh) hari sejak laporan diterima.
Pengajuan permohonan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf h wajib dilaksanakan paling lama 7 (tujuh)
hari setelah keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba diberikan.

Pasal 180
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 wajib memiliki
penetapan penghentian kegiatan apabila:
a. uji coba gagal;
b. bermaksud menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
c. bermaksud mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi
dan/atau fasilitas uji coba.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri.
(3) Permohonan penetapan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan:
84

a. identitas pemohon;
b. laporan hasil pelaksanaan uji coba; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.
Pasal 181
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memiliki persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 dilarang melakukan penimbunan
limbah B3 hingga memperoleh izin penimbunan limbah B3.
Pasal 182
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 untuk memperoleh izin
penimbunan limbah B3 harus mengajukan permohonan izin penimbunan
limbah B3 secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3;
c. identitas pemohon;
d. akta pendirian badan hukum;
e. dokumen pelaksanaan hasil uji coba penimbunan limbah B3;
f. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan ditimbun;
g. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan
Pasal 48;
h. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;
i. dokumen mengenai desain, teknologi, metode, proses, dan fasilitas
penimbunan limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176;
j. prosedur penimbunan limbah B3; dan
k. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
h tidak berlaku untuk permohonan izin pengolahan limbah B3 dari
sumber spesifik khusus.
Pasal 183
85

(1) Menteri setelah menerima permohonan izin penimbunan limbah B3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan izin.
(6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.
Pasal 184
(1) Izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183
berlaku selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri paling
lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin pengolahan limbah
B3 berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilengkapi dengan:
a. laporan pelaksanaan penimbunan limbah B3; dan
b. salinan izin lingkungan;
c. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3;
d. identitas pemohon;
e. akta pendirian badan hukum;
f. dokumen pelaksanaan hasil uji coba penimbunan limbah B3;
g. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan ditimbun;
h. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2) huruf g;
i. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2) huruf h;
j. dokumen mengenai desain, teknologi, metode, proses, dan fasilitas
penimbunan limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183;
k. prosedur penimbunan limbah B3; dan
l. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
86

(4) Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


huruf i tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin penimbunan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)

Pasal 185
Dalam hal terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 184 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, dan/atau huruf l, penerbitan
perpanjangan izin oleh Menteri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183.
Dalam hal tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud
ayat (1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari sejak
permohonan diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan perpanjangan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan
perpanjangan izin.
Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 186
Pemegang izin penimbunan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin
apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang ditimbun; dan/atau
d. desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
penimbunan limbah B3.
Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
permohonan perubahan izin diterima.
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan/atau huruf d, Menteri melakukan evaluasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak permohonan perubahan izin diterima.
87

(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:


a. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan izin paling lama 7
(tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan izin.
(7) Penolakan permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 187
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (4) dan ayat (5), dan
Pasal 186 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan
pemohon untuk memperbaiki dokumen.
Pasal 188
(1) Izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183,
Pasal 185, dan Pasal 186 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin penimbunan limbah B3.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit berupa pelaksanaan penimbunan limbah B3 sesuai
dengan standar penimbunan limbah B3.
(3) Kewajiban pemegang izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dikumpulkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang akan
ditimbun;
c. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
d. menyimpan limbah B3 yang akan ditimbun ke dalam tempat
penyimpanan;
e. menyusun dan menyampaikan laporan penimbunan limbah B3.
Pasal 189
Izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183, Pasal
185, dan Pasal 186 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri;
c. badan hukum pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.
88

Pasal 190
(1) Setelah izin penimbunan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. melaksanakan memenuhi persyaratan lingkungan
hidup dan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin penimbunan limbah B3;
b. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55;
c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat
penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 182 ayat (2) huruf g;
d. melakukan penimbunan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan dalam izin penimbunan limbah B3;
e. memenuhi standar dan/atau baku mutu lingkungan mengenai
pelaksanaan penimbunan limbah B3; dan
f. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
g. melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan
limbah B3;
h. melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke
lingkungan;
i. menutup bagian paling atas tempat penimbunan dengan tanah
setebal minimum 0,60 (nol koma enam nol) meter; dan
j. menyusun dan menyampaikan laporan penimbunan limbah B3.
(2) Laporan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf j paling sedikit memuat:
a. nama, sumber, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan
b. pelaksanaan penimbunan limbah B3 yang dihasilkannya.
(3) Laporan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin penimbunan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.
Pasal 191
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh izin
penimbunan limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan
apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
penimbunan limbah B3.

89

(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian, setiap orang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan
hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(3) Permohonan penetapan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan penimbunan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 192
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh
penetapan penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191
wajib melaksanakan pemantauan lingkungan hidup pada bekas lokasi
dan/atau fasilitas penimbunan limbah B3 yang telah memperoleh
penetapan tersebut.
Pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling singkat 30 (tiga puluh) tahun sejak penetapan
penghentian kegiatan diterbitkan.
Pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling sedikit meliputi kegiatan:
a. pemantauan terhadap potensi kebocoran, pelindian, dan/atau
kegagalan fasilitas penimbunan limbah B3;
b. pemantauan kualitas lingkungan hidup di sekitar lokasi fasilitas
penimbunan limbah B3; dan
c. pelaporan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b secara berkala.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemantauan
lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 193
(1) Dalam hal setiap orang yang menghasilkan limbah B3 tidak mampu
melakukan sendiri penimbunan limbah B3 yang dihasilkannya,
penimbunan limbah B3 diserahkan kepada penimbun limbah B3.
(2) Penyerahan limbah B3 kepada penimbun limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan bukti penyerahan limbah B3.
(3) Salinan bukti penyerahan limbah B3 disampaikan kepada Menteri oleh
setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh)
hari setelah penyerahan limbah B3.
90

Paragraf 3
Penimbunan Limbah B3 oleh Penimbun Limbah B3

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)
(6)

Pasal 194
Penimbun limbah B3 untuk dapat melakukan penimbunan limbah B3
yang diserahkan oleh setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
193 wajib memiliki izin penimbunan limbah B3.
Penimbunan limbah B3 oleh penimbun limbah B3 dilakukan pada
fasilitas penimbunan limbah B3 dengan kelas dan peruntukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (2) sampai dengan ayat (6).
Limbah B3 yang diolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berasal dari limbah B3 yang dihasilkan oleh satu atau beberapa orang
yang menghasilkan limbah B3.
Sebelum memperoleh izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), penimbun limbah B3 wajib memiliki:
a. izin lingkungan; dan
b. persetujuan dari Menteri.
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diberikan oleh
Menteri untuk melaksanakan uji coba peralatan, metode, teknologi,
dan/atau fasilitas penimbunan limbah B3.

Pasal 195
(1) Pengolah limbah B3 untuk memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 194 ayat (4) huruf b harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
d. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau
fasilitas penimbunan limbah B3.
(3) Dokumen rencana uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
paling sedikit meliputi:
a. lokasi uji coba;
b. jadwal pelaksanaan uji coba;
c. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas
penimbunan limbah B3 yang akan diuji coba;
d. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan
e. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba.
91

(4) Lokasi uji coba harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 174.
(5) Fasilitas penimbunan limbah B3 yang akan diuji coba harus memenuhi
persyaratan sebagaimaan dimaksud dalam Pasal 175.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian dokumen rencana uji coba
diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)
(6)

Pasal 196
Menteri setelah menerima permohonan persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 195 memberikan pernyataan tertulis mengenai
kelengkapan administrasi permohonan persetujuan paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan
memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon;
b. tata cara pelaksanaan uji coba;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan
ditimbun;
d. kewajiban
pemohon
untuk
memenuhi
standar
pelaksanaan
penimbunan limbah B3; dan
e. masa berlaku persetujuan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan tidak
memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan persetujuan.
Penolakan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
disertai dengan alasan penolakan.

Pasal 197
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat (2)
tidak termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki
dokumen.
Pasal 198
Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 berlaku paling lama 1
(satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 199
(1) Setelah memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
196, penimbun limbah B3 wajib:
92

(2)

(3)
(4)

(5)

a. memulai pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3 paling lama 7


(tujuh) hari sejak persetujuan diberikan;
b. memenuhi standar pelaksanaan penimbunan limbah B3;
c. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
d. menghentikan pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3 apabila
hasil uji coba menyebabkan dilampauinya baku mutu lingkungan;
e. melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan
limbah B3;
f. melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke
lingkungan;
g. melaporkan hasil pelaksanaan uji coba fasilitas penimbunan limbah
B3; dan
h. mengajukan permohonan izin penimbunan limbah B3 apabila hasil
uji coba memenuhi persyaratan penimbunan limbah B3.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g paling sedikit
memuat:
a. nama dan karakteristik limbah B3 yang penimbunannya
diujicobakan;
b. tata cara pelaksanaan uji coba fasilitas penimbunan limbah B3;
c. hasil pelaksanaan uji coba; dan
d. pemenuhan terhadap baku mutu yang ditetapkan dalam uji coba.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Menteri paling lama 7 (tujuh) hari sejak uji coba dilaksanakan.
Menteri setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memberikan keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba paling lama
7 (tujuh) hari sejak laporan diterima.
Pengajuan permohonan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf h wajib dilaksanakan paling lama 7 (tujuh)
hari setelah keputusan mengenai hasil pelaksanaan uji coba diberikan.

Pasal 200
(1) Penimbun limbah B3 yang telah memperoleh persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 196 wajib memiliki penetapan penghentian
kegiatan apabila:
a. uji coba gagal;
b. bermaksud menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
c. bermaksud mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi
dan/atau fasilitas uji coba.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan
93

fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis


kepada Menteri.
(3) Permohonan penetapan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan hasil pelaksanaan uji coba; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.
Pasal 201
Penimbun limbah B3 yang telah memiliki persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 196 dilarang melakukan penimbunan limbah B3
hingga memperoleh izin penimbunan limbah B3.
Pasal 202
(1) Penimbun limbah B3 untuk memperoleh izin penimbunan limbah B3
harus mengajukan permohonan izin penimbunan limbah B3 secara
tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. salinan izin lingkungan;
b. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3;
c. identitas pemohon;
d. akta pendirian badan hukum;
e. dokumen pelaksanaan hasil uji coba penimbunan limbah B3;
f. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan ditimbun;
g. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan
Pasal 48;
h. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49;
i. dokumen mengenai desain, teknologi, metode, proses, dan fasilitas
penimbunan limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196;
j. prosedur penimbunan limbah B3; dan
k. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.

94

(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
h tidak berlaku untuk permohonan izin pengolahan limbah B3 dari
sumber spesifik khusus.

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)
(6)

Pasal 203
Menteri setelah menerima permohonan izin penimbunan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua)
hari sejak permohonan diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
hasil verifikasi diketahui.
Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan izin.
Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Pasal 204
(1) Izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203
berlaku selama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri paling
lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin pengolahan limbah
B3 berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilengkapi dengan:
a. laporan pelaksanaan penimbunan limbah B3; dan
b. salinan izin lingkungan;
c. salinan persetujuan pelaksanaan uji coba penimbunan limbah B3;
d. identitas pemohon;
e. akta pendirian badan hukum;
f. dokumen pelaksanaan hasil uji coba penimbunan limbah B3;
g. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan ditimbun;
h. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (2) huruf g;
i. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (2) huruf h;
95

j.

dokumen mengenai desain, teknologi, metode, proses, dan fasilitas


penimbunan limbah B3 sesuai dengan yang tercantum dalam
persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196;
k. prosedur penimbunan limbah B3; dan
l. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(4) Persyaratan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf i tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin penimbunan
limbah B3 dari sumber spesifik khusus.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(1)

(2)
(3)

(4)

Pasal 205
Dalam hal terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 204 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, dan/atau huruf l, penerbitan
perpanjangan izin oleh Menteri dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203.
Dalam hal tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud
ayat (1), Menteri melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari sejak
permohonan diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan perpanjangan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan
perpanjangan izin.
Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 206
Pemegang izin penimbunan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin
apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama dan karakteristik limbah B3 yang ditimbun; dan/atau
d. desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas
penimbunan limbah B3.
Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri
paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi
96

terhadap permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak


permohonan perubahan izin diterima.
(5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c dan/atau huruf d, Menteri melakukan evaluasi
terhadap permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan izin paling lama 7
(tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan izin.
(7) Penolakan permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 207
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2) dan ayat (3), dan
Pasal 206 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan
pemohon untuk memperbaiki dokumen.
Pasal 208
(1) Izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203,
Pasal 205, dan Pasal 206 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin penimbunan limbah B3.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit berupa pelaksanaan penimbunan limbah B3 sesuai
dengan standar penimbunan limbah B3.
(3) Kewajiban pemegang izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dikumpulkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang akan
ditimbun;
c. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat
penyimpanan limbah B3;
d. menyimpan limbah B3 yang akan ditimbun ke dalam tempat
penyimpanan;
e. menyusun dan menyampaikan laporan penimbunan limbah B3.
Pasal 209
97

Izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 203, Pasal


206, dan Pasal 206 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri;
c. badan hukum pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.

Pasal 210
(1) Setelah izin penimbunan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. melaksanakan memenuhi persyaratan lingkungan
hidup dan
kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin penimbunan limbah B3;
b. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat
penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 202 ayat (2) huruf g;
d. melakukan penimbunan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan
ketentuan dalam izin penimbunan limbah B3;
e. memenuhi standar dan/atau baku mutu lingkungan mengenai
pelaksanaan penimbunan limbah B3; dan
f. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan, apabila uji coba menghasilkan air limbah;
g. melakukan pemagaran dan memberi tanda tempat penimbunan
limbah B3;
h. melakukan pemantauan kualitas air tanah dan menanggulangi
dampak negatif yang mungkin timbul akibat keluarnya limbah B3 ke
lingkungan;
i. menutup bagian paling atas tempat penimbunan dengan tanah
setebal minimum 0,60 (nol koma enam nol) meter; dan
j. menyusun dan menyampaikan laporan penimbunan limbah B3.
(2) Laporan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf j paling sedikit memuat:
a. nama, sumber, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan
b. pelaksanaan penimbunan limbah B3 yang dihasilkannya.
(3) Laporan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin penimbunan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.
Pasal 211
98

(1) Penimbun limbah B3 yang telah memperoleh izin penimbunan limbah B3


wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas
penimbunan limbah B3.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup; dan
b. mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(3) Permohonan penetapan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan penimbunan limbah B3; dan
c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
permohonan diterima.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 212
Penimbun limbah B3 yang telah memperoleh penetapan penghentian
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 wajib melaksanakan
pemantauan lingkungan hidup pada bekas lokasi dan/atau fasilitas
penimbunan limbah B3 yang telah memperoleh penetapan tersebut.
Pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling singkat 30 (tiga puluh) tahun sejak penetapan
penghentian kegiatan diterbitkan.
Pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling sedikit meliputi kegiatan:
a. pemantauan terhadap potensi kebocoran, pelindian, dan/atau
kegagalan fasilitas penimbunan limbah B3;
b. pemantauan kualitas lingkungan hidup di sekitar lokasi fasilitas
penimbunan limbah B3; dan
c. pelaporan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b secara berkala.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemantauan
lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
Pasal 213
99

Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan


hidup tanpa izin.

(1)
(2)

(3)

(4)

Pasal 214
Setiap orang untuk dapat melakukan dumping limbah B3 ke media
lingkungan hidup wajib memperoleh izin dari Menteri.
Limbah B3 yang dapat dilakukan dumping meliputi:
a. tailing dari kegiatan pertambangan;
b. serbuk bor dari kegiatan pertambangan di laut; dan
c. lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut.
Izin dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi izin
dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa:
a. tanah; dan
b. laut.
Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin dumping
limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa tanah dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 170 sampai dengan Pasal 212.

Pasal 215
(1) Setiap orang untuk memperoleh izin dumping limbah B3 ke laut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 ayat (3) huruf b harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Sebelum memperoleh izin dumping limbah B3 setiap orang wajib memiliki
izin lingkungan.
(3) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 216
Permohonan izin dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
215 ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon izin; dan
b. dokumen kajian teknis dumping limbah B3 paling sedikit meliputi
keterangan mengenai:
1. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan
dilakukan dumping;
2. studi pemodelan dumping dengan memperhatikan keberadaan
termoklin dan kedalamannya;
3. lokasi tempat dilakukannya dumping limbah B3; dan
4. rencana penanggulangan keadaan darurat.
100

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 217
Lokasi tempat dilakukan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 216 huruf b angka 3 harus memenuhi persyaratan yang
meliputi:
a. di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen;
dan
b. tidak berada di lokasi tertentu atau daerah sensitif berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan
dumping limbah B3 berupa tailing dari kegiatan pertambangan harus
memenuhi persyaratan lokasi yang meliputi:
a. di dasar laut dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m
(seratus meter);
b. secara topografi dan batimetri menunjukkan adanya ngarai dan/atau
saluran di dasar laut yang mengarahkan tailing ke kedalaman lebih
dari atau sama dengan 200 m (dua ratus meter); dan
c. tidak ada fenomena up-welling.
Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan
dumping limbah B3 berupa serbuk bor dari kegiatan pertambangan di
laut harus memenuhi persyaratan:
a. pada lokasi pemboran di laut; dan
b. dampaknya berada di dalam radius lebih kecil dari atau sama dengan
500 m (lima ratus meter) dari lokasi pemboran di laut.
Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan
dumping limbah B3 berupa lumpur bor dari kegiatan pertambangan di
laut harus memenuhi persyaratan:
a. di laut dengan kedalaman lebih dari atau sama dengan 50 m (lima
puluh meter); dan
b. dampaknya berada di dalam radius lebih kecil dari atau sama dengan
500 m (lima ratus meter) dari lokasi dumping di laut.
Limbah B3 berupa serbuk bor dan lumpur bor dari kegiatan
pertambangan di laut yang dapat dilakukan dumping ke lokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus memiliki
kandungan hidrokarbon total paling besar 0% (nol perseratus).

Pasal 218
Rencana penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 216 huruf b angka 4 paling sedikit memuat:
a.
organisasi;
b.
identifikasi, pengaktifan, dan pelaporan;
101

c.
d.

prosedur penanggulangan; dan


jenis dan spesifikasi peralatan.

Pasal 219
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 216 dan Pasal 218 diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)

(2)
(3)

(4)
(5)
(6)

Pasal 220
Menteri setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 216, memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan
administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan
diterima.
Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak
hasil verifikasi diketahui.
Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui
multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan izin.
Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai
dengan alasan penolakan.

Pasal 221
(1) Izin dumping limbah B3 untuk:
a. tailing dari kegiatan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 214 huruf a berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang;
b. serbuk bor dari kegiatan pertambangan di laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 214 huruf b berlaku paling lama 1 (satu)
tahun; dan
c. lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 214 huruf c berlaku paling lama 1 (satu)
tahun.
(2) Pemegang izin dumping limbah B3 yang akan memperpanjang izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Menteri paling lama 60 (enam puluh)
hari sebelum jangka waktu izin dumping limbah B3 berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon; dan
b. laporan pelaksanaan dumping limbah B3.
102

(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat


(3) melakukan evaluasi paling lama 45 (empat puluh) hari sejak
permohonan diterima.
(5) Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan perpanjangan izin
paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan
izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan
perpanjangan izin.
(7) Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) disertai dengan alasan penolakan.

(1)

(2)
(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Pasal 222
Pemegang izin dumping limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin
apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan hukum;
c. nama, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang dilakukan dumping;
dan
d. metode dan tata cara dumping limbah B3.
Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri
paling lama 7 (tujuh) hari setelah terjadi perubahan.
Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang
menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Apabila terjadi perubahan terhadap identitas pemohon izin dan/atau
akta pendirian badan hukum, Menteri melakukan evaluasi terhadap
permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan
perubahan izin diterima.
Apabila terjadi perubahan terhadap nama, karakteristik, dan jumlah
limbah B3 yang akan dilakukan dumping, dan/atau metode dan tata cara
dumping limbah B3, Menteri melakukan evaluasi terhadap permohonan
perubahan izin paling lama 10 (sepuluh) hari sejak permohonan
perubahan izin diterima.
Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan izin paling lama 7
(tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan izin.
Penolakan permohonan perubahan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 223
103

Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 ayat (2) dan
evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 221 ayat (4) dan Pasal 222 ayat
(4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan pemohon untuk
memperbaiki dokumen.
Pasal 224
(1) Izin dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal
221, dan Pasal 222 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin;
b. tanggal penerbitan izin;
c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin penimbunan limbah B3.
(2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d paling sedikit meliputi:
a. melakukan netralisasi atau penurunan kadar racun limbah B3 yang
akan didumping; dan
b. melakukan dumping limbah B3 yang dihasilkannya.
(3) Kewajiban pemegang izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang akan dilakukan dumping;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang akan
dilakukan dumping;
c. melakukan pemantauan kualitas air laut pada titik penaatan;
d. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan dumping limbah
B3.
Pasal 225
Izin dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 221,
dan Pasal 222 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis;
b. dicabut oleh Menteri;
c. badan hukum pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau
d. izin lingkungan dicabut.
Pasal 226
(1) Setelah izin dumping limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin dumping
limbah B3;
b. melakukan netralisasi atau penurunan kandungan hidrokarbon total
terhadap limbah B3 yang akan didumping;

104

c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat


penyimpanan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 sampai dengan Pasal 48;
d. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61;
e. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan;
f. melakukan pemantauan terhadap dampak lingkungan dari
pelaksanaan dumping limbah B3; dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan dumping limbah
B3.
(2) Laporan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
g paling sedikit memuat:
a. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3; dan
b. pelaksanaan dumping limbah B3 yang dihasilkannya.
(3) Laporan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin penimbunan limbah B3
yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin
diterbitkan.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 227
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh izin
dumping limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan
apabila bermaksud:
a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan;
b. mengubah penggunaan dan/atau memindahkan lokasi dumping
limbah B3.
Untuk memperoleh penetapan penghentian, setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup; dan
b. mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
Permohonan penetapan penghentian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup; dan
c. laporan pelaksanaan dumping limbah B3.
Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan
penetapan penghentian kegiatan paling lama 10 (sepuluh) hari sejak
permohonan diterima.
BAB V
105

PENANGGULANGAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN


HIDUP DAN PEMULIHAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 228
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia,
menghasilkan,
mengangkut,
mengedarkan,
menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib
melaksanakan:
a. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan
b. pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 229
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3, pengumpul, pemanfaat,
pengangkut, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melaksanakan:
a. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan
b. pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 230
Setiap orang yang melakukan dumping yang melakukan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melaksanakan:
a. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
dan
b. pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Bagian Kedua
Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup
Pasal 231
(1) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 huruf a, Pasal 229 huruf a, dan
Pasal 230 huruf a dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; dan/atau
106

(2)

(3)

(4)

(5)

d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi.
Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan melalui multimedia paling lama 24 (dua puluh empat) jam
sejak pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup diketahui.
Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara
paling sedikit meliputi:
a. evakuasi sumber daya untuk menjauhi sumber pencemar dan/atau
kerusakan lingkungan hidup;
b. penggunaan alat pengendalian pencemaran;
c. identifikasi dan penetapan daerah berbahaya; dan
d. penyusunan dan penyampaian laporan terjadinya potensi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur,
dan bupati/walikota.
Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara
paling sedikit meliputi:
a. penghentian proses produksi;
b. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup pada sumbernya; dan
d. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 232
(1) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228, Pasal
229, dan Pasal 230 tidak melakukan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 231 dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam
sejak diketahuinya terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya
menetapkan
pihak
ketiga
untuk
melakukan
penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup atas
beban biaya setiap orang tersebut.
(2) Biaya setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal
dari:
107

a. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan


hidup; atau
b. dana penjaminan pemulihan lingkungan hidup.
Pasal 233
(1) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228, Pasal
229, dan Pasal 230 tidak melakukan penanggulangan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, biaya yang dibebankan kepada
setiap orang tersebut diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan.
(2) Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota dengan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Bagian Ketiga
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup
Pasal 234
(1) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
228 huruf b, Pasal 229 huruf b, dan Pasal 230 huruf b dilakukan dengan
tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(2) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara
paling sedikit meliputi:
a. identifikasi lokasi, sumber dan jenis pencemar, dan besaran
pencemaran;
b. penghentian proses produksi;
c. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
d. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup pada sumbernya; dan
e. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri,
gubernur, dan bupati/walikota.
(3) Remediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
dengan cara paling sedikit meliputi:
a. pemilihan teknologi remediasi;
108

b. penyusunan rencana dan pelaksanaan remediasi; dan


c. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan remediasi
pencemaran lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.
(4) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan
dengan cara paling sedikit meliputi:
a. identifikasi lokasi, penyebab, dan besaran kerusakan lingkungan
hidup;
b. pemilihan metode rehabilitasi;
c. penyusunan rencana dan pelaksanaan rehabilitasi; dan
d. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan rehabilitasi
kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian pemulihan fungsi lingkungan
hidup diatur dengan Peraturan Menteri.

(1)

(2)

(3)

(4)

Pasal 235
Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
234 dilaksanakan hingga memperoleh penetapan pembebasan dari
Menteri.
Untuk memperoleh penetapan pembebasan dari Menteri, setiap orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228, Pasal 229, dan Pasal 230 harus
mengajukan permohonan secara tertulis.
Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon; dan
b. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon; dan
b. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Pasal 236
(1) Menteri setelah menerima permohonan penetapan pembebasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 memberikan pernyataan tertulis
mengenai kelengkapan administrasi permohonan paling lama 2 (dua) hari
sejak permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi
paling lama 30 (tiga puluh) hari.
(3) Apabila
hasil
verifikasi
menunjukkan
permohonan
memenuhi
persyaratan, Menteri menerbitkan penetapan pembebasan paling lama 7
(tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
109

(4) Penetapan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling


sedikit memuat:
a. tanggal penerbitan penetapan;
b. ringkasan hasil verifikasi;
c. pernyataan bahwa:
1. pemulihan fungsi lingkungan hidup yang dilaksanakan telah layak
dan dapat dihentikan; dan
2. lingkungan hidup telah kembali pada fungsi semula sebelum
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan tidak memenuhi
persyaratan, Menteri menolak permohonan penetapan pembebasan.
(6) Penolakan permohonan penetapan pembebasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 237
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 ayat (2)
tidak termasuk jangka waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki
dokumen dan melakukan tindakan koreksi terhadap pelaksanaan pemulihan
fungsi lingkungan hidup.
Pasal 238
(1) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228, Pasal
229, dan Pasal 230 tidak melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 236 dalam jangka waktu paling lama
24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya terjadi pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga
untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup atas beban biaya
setiap orang tersebut.
(2) Biaya setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal
dari:
a. dana pemulihan fungsi lingkungan hidup; atau
b. dana penjaminan pemulihan fungsi lingkungan hidup.

Pasal 239
(1) Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228, Pasal
229, dan Pasal 230 tidak melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup,
biaya yang dibebankan kepada setiap orang tersebut diperhitungkan
sebagai kerugian lingkungan.
(2) Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri, gubernur, atau
110

bupati/walikota dengan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat


(1).
BAB VI
SISTEM TANGGAP DARURAT DALAM PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 240
Sistem tanggap darurat dalam pengelolaan B3 dan limbah B3 terdiri atas:
a. penyusunan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3;
b. pelatihan dan geladi kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3; dan
c. penanggulangan kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3.
Pasal 241
Kedaruratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 meliputi:
a. keadaan darurat pada kegiatan pengelolaan B3 dan limbah B3;
b. keadaan darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala kabupaten/kota;
c. keadaan darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala provinsi; dan
d. keadaan darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala nasional.
Bagian Kedua
Penyusunan Program Kedaruratan Pengelolaan B3 dan Limbah B3
Pasal 242
(1) Setiap orang yang menghasilkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/atau
mengangkut B3 wajib menyusun program kedaruratan pengelolaan B3
sesuai dengan kegiatan yang dilakukannya.
(2) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3, pengangkut, pemanfaat,
pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 wajib menyusun program
pengelolaan limbah B3 sesuai dengan kegiatan yang dilakukannya.

(1)
(2)
(3)
(4)

Pasal 243
Kepala BPBD kabupaten/kota menyusun program kedaruratan
pengelolaan B3 dan limbah B3 skala kabupaten/kota.
Kepala BPBD provinsi menyusun program kedaruratan pengelolaan B3
dan limbah B3 skala provinsi.
Kepala BNPB menyusun program kedaruratan pengelolaan B3 dan
limbah B3 skala nasional.
Dalam penyusunan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3
skala kabupaten/kota, Kepala BPBD kabupaten/kota berkoordinasi
dengan:
111

a. setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242;


b. Menteri;
c. gubernur;
d. instansi lingkungan hidup kabupaten/kota; dan
e. instansi terkait lainnya di kabupaten/kota.
(5) Dalam penyusunan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3
skala provinsi, Kepala BPBD provinsi berkoordinasi dengan:
a. setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242;
b. Menteri;
c. instansi lingkungan hidup provinsi; dan
d. instansi terkait lainnya di provinsi.
(6) Dalam penyusunan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3
skala nasional, Kepala BNPB berkoordinasi dengan:
a. setiap orang sebagaimana dimaksud pada Pasal 242;
b. Menteri;
c. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait.
Pasal 244
(1) Program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala
kabupaten/kota merupakan bagian dari program penanggulangan
bencana kabupaten/kota.
(2) Program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala provinsi
merupakan bagian dari program penanggulangan bencana provinsi.
(3) Program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala nasional
merupakan bagian dari program penanggulangan bencana nasional.
Pasal 245
(1) Program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 243 dan Pasal 244 meliputi:
a. infrastruktur; dan
b. fungsi penanggulangan.
(2) Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. organisasi;
b. koordinasi;
c. fasilitas dan peralatan termasuk peralatan peringatan dini dan alarm;
d. prosedur penanggulangan; dan
e. pelatihan dan geladi keadaan darurat.
(3) Fungsi penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. identifikasi, pelaporan, dan pengaktifan;
b. tindakan mitigasi;
c. tindakan perlindungan segera;
112

d. tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan keadaan


darurat, pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup; dan
e. pemberian informasi dan instruksi pada masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program kedaruratan
pengelolaan B3 dan limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pelatihan dan Geladi Keadaan Darurat
Pasal 246
Sistem tanggap darurat pengelolaan B3 wajib dilaksanakan oleh setiap orang
yang menghasilkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/atau mengangkut B3
berdasarkan program kedaruratan sesuai dengan kegiatan pengelolaan B3
yang dilakukannya.
Pasal 247
Sistem tanggap darurat pengelolaan limbah B3 wajib dilaksanakan oleh
setiap orang yang menghasilkan limbah B3, pengangkut, pemanfaat,
pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 berdasarkan program kedaruratan
sesuai dengan kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukannya.
Pasal 248
Untuk memastikan sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3
dapat dilaksanakan, setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246
dan Pasal 247 wajib menyelenggarakan pelatihan dan geladi keadaan darurat
untuk kegiatan yang dilakukannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
Pasal 249
Sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD kabupaten/kota dan dilaksanakan
bersama dengan setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 dan
Pasal 247, instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, dan instansi terkait
lainnya di kabupaten/kota berdasarkan program kedaruratan pengelolaan B3
dan limbah B3 skala kabupaten/kota.
Pasal 250
(1) Kepala BPBD kabupaten/kota mengordinasikan pelatihan dan geladi
kedaruratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 secara terpadu
sesuai dengan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3
tingkat kabupaten/kota.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 dan Pasal 248,
instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, dan instansi terkait lainnya
113

di kabupaten/kota wajib mengikuti pelatihan dan geladi keadaan darurat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelatihan dan geladi keadaan darurat diselenggarakan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 2 (dua) tahun.
Pasal 251
Sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala provinsi
dikoordinasikan oleh Kepala BPBD provinsi dan dilaksanakan bersama
dengan setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 dan Pasal 247,
instansi lingkungan hidup provinsi, dan instansi terkait lainnya di provinsi
berdasarkan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala
provinsi.
Pasal 252
(1) Kepala BPBD provinsi mengordinasikan pelatihan dan geladi keadaan
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 secara terpadu sesuai
dengan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala
provinsi.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 dan Pasal 248,
instansi lingkungan hidup provinsi, dan instansi terkait lainnya di
provinsi wajib mengikuti pelatihan dan geladi keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelatihan dan geladi keadaan darurat diselenggarakan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.
Pasal 253
Sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala nasional
dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan dilaksanakan bersama dengan setiap
orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 dan Pasal 247, Menteri, dan
kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian berdasarkan
program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3.
Pasal 254
(1) Kepala BNPB mengordinasikan pelatihan dan geladi keadaan darurat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249 secara terpadu sesuai dengan
program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala nasional.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 dan Pasal 248,
Menteri, dan kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian
wajib mengikuti pelatihan dan geladi keadaan darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelatihan dan geladi keadaan darurat diselenggarakan paling sedikit 1
(satu) kali dalam 4 (empat) tahun.
114

Bagian Keempat
Penanggulangan Kedaruratan dalam Pengelolaan B3 dan Limbah B3
Pasal 255
(1) Penanggulangan kedaruratan dalam pengelolaan B3 dan limbah B3
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 huruf c meliputi kegiatan:
a. identifikasi keadaan darurat dalam pengelolaan B3 dan limbah B3;
b. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 sampai dengan Pasal 233;
dan
c. pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 234 sampai dengan Pasal 239.
(2) Dalam melaksanakan penanggulangan kedaruratan B3 dan limbah B3
setiap orang wajib mengutamakan keselamatan jiwa manusia.
(3) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan program kedaruratan B3 dan limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 245.
Pasal 256
(1) Setiap orang yang menghasilkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/atau
mengangkut B3 berdasarkan program kedaruratan sesuai dengan
kegiatan pengelolaan B3 yang dilakukannya wajib melaksanakan kegiatan
penanggulangan kedaruratan apabila terjadi keadaan darurat dalam
pengelolaan B3 yang dilakukannya.
(2) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3, pengangkut, pemanfaat,
pengolah, dan/atau penimbun B3 berdasarkan program kedaruratan
sesuai dengan kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukannya wajib
melaksanakan kegiatan penanggulangan kedaruratan apabila terjadi
keadaan darurat dalam pengelolaan B3 yang dilakukannya.
(3) Pelaksanaan kegiatan penanggulangan kedaruratan wajib dilaporkan
secara tertulis dan berkala setiap hari oleh setiap orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota.
Pasal 257
(1) Kepala BPBD kabupaten/kota menginisiasi dan memimpin pelaksanaan
penanggulangan kedaruratan apabila terjadi kedaruratan skala
kabupaten/kota.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 ayat (1) dan ayat (2)
wajib
ikut
serta
melaksanakan
penanggulangan
kedaruratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Mekanisme
penanggulangan
kedaruratan
skala
kabupaten/kota
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
115

Pasal 258
(1) Kepala BPPD provinsi menginisiasi dan memimpin pelaksanaan
penanggulangan keadaan darurat apabila terjadi kedaruratan skala
provinsi.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 ayat (1) dan ayat (2)
wajib
ikut
serta
melaksanakan
penanggulangan
kedaruratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Mekanisme penanggulangan kedaruratan skala provinsi dilaksanakan
sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 259
(1) Kepala BNPB menginisiasi dan memimpin pelaksanaan penanggulangan
kedaruratan apabila terjadi keadaan darurat skala nasional.
(2) Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 ayat (1) dan ayat (2)
wajib ikut serta melaksanakan penanggulangan keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Mekanisme
penanggulangan
keadaan
darurat
skala
nasional
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DALAM PENGELOLAAN B3
DAN LIMBAH B3
Bagian Kesatu
Pembinaan dalam Pengelolaan B3 dan Limbah B3
Pasal 260
(1) Menteri melakukan pembinaan terhadap:
a. instansi lingkungan hidup provinsi; dan
b. instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
(2) Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan pembinaan terhadap
instansi lingkungan hidup kabupaten/kota.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya melalui:
a. pendidikan dan pelatihan pengelolaan B3 dan limbah B3;
b. bimbingan teknis pengelolaan B3 dan limbah B3; dan
c. penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria pengelolaan
B3 dan limbah B3.
Bagian Kedua
Pengawasan dalam Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Dumping Limbah B3
116

Pasal 261
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan pengawasan terhadap ketaatan:
a. setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3;
b. setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul,
pengangkut, pemanfaat, dan penimbun limbah B3; dan
c. setiap orang yang melakukan dumping limbah B3;
atas ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas
lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional.
Pasal 262
(1) Pengawasan terhadap ketaatan setiap orang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 261 dilakukan melalui kegiatan:
a. verifikasi terhadap laporan pengelolaan B3; dan/atau
b. inspeksi.
(2) Ketentuan mengenai tata cara verifikasi dan inspeksi diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 263
Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 261 dilakukan oleh:
a. Menteri, untuk pengelolaan B3;
b. Menteri, untuk izin pengelolaan limbah B3 yang diterbitkan oleh Menteri
dan dumping;
c. gubernur, untuk izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi; dan
d. bupati/walikota, untuk izin penyimpanan limbah B3 dan pengumpulan
limbah B3 skala kabupaten/kota.
BAB VIII
PENDANAAN
Pasal 264
(1) Permohonan registrasi B3 didanai oleh setiap orang yang:
a. memasukkan B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; dan
b. menghasilkan B3.
(2) Permohonan izin pengelolaan limbah B3 didanai oleh setiap orang yang
menghasilkan limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, dan
penimbun limbah B3.
117

(3) Permohonan izin dumping limbah B3 didanai oleh setiap orang yang
melakukan dumping limbah B3.
(4) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan
pemulihan fungsi lingkungan hidup didanai oleh setiap orang yang:
a. memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan,
mengangkut,
mengedarkan,
menyimpan,
memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
b. menghasilkan limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat,
pengolah, dan/atau penimbun limbah B3; dan
c. melakukan dumping.
(5) Pelatihan dan geladi kedaruratan untuk kegiatan pengelolaan B3 dan
limbah B3 didanai oleh setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf a dan huruf b.
Pasal 265
Dana untuk:
a. pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota; dan
b. pelatihan dan geladi kedaruratan,
dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan.
BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 266
atau
bupati/walikota

(1) Menteri,
gubernur,
menjatuhkan
sanksi
administratif kepada:
a. setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau
menimbun B3;
b. setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul,
pengangkut, pemanfaat, dan penimbun limbah B3; dan
c. setiap orang yang melakukan dumping,
apabila ditemukan pelanggaran terhadap pengelolaan B3, pengelolaan
limbah B3, dan dumping.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
118

c. pembekuan izin pengelolaan limbah B3 dan izin dumping limbah B3;


atau
d. pencabutan izin pengelolaan limbah B3 dan izin dumping limbah B3.

(1)

(2)

(3)
(4)

(5)

Pasal 267
Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik
Indonesia,
menghasilkan,
mengangkut,
mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun
B3 yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 13, Pasal 15 ayat (1) dan ayat (4),
Pasal 16, Pasal 18 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 23
ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1) dan ayat (6),
Pasal 29 ayat (1), Pasal 30, Pasal 228, Pasal 242 ayat (1), Pasal 246, Pasal
248, Pasal 254 ayat (2), Pasal 256 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 257 ayat (2),
dan Pasal 259 ayat (2) dikenakan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali
oleh Menteri.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mematuhi teguran tertulis, Menteri menerapkan paksaan pemerintah.
Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pembongkaran;
c. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran; atau
d. penghentian sementara seluruh kegiatan.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan produksi atau seluruh kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d sejak tanggal diterapkannya
paksaan pemerintah.

Pasal 268
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, dan penimbun limbah B3 yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal
34 ayat (1), Pasal 39 ayat (3), Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 49 ayat
(2), Pasal 52, Pasal 56, Pasal 58 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3),
Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 67 ayat
(1), Pasal 68, Pasal 72, Pasal 74 ayat (1), Pasal 75 ayat (1) dan ayat (3),
Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 77, Pasal 82 ayat (1), Pasal 83 ayat
(1), Pasal 84 ayat (1), Pasal 86 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5),
Pasal 92 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 93 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 99 ayat
119

(2)

(3)
(4)

(5)

(6)

(7)

(1), Pasal 103 ayat (1), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 106 ayat (1),
Pasal 107 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 112 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 113
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 119 ayat (1), Pasal 123 ayat (1), Pasal 124 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 125 ayat (1), Pasal 127 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
132 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 136, Pasal 137 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
143 ayat (1), Pasal 147 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 148 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 150 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 155 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (4), Pasal 57, Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 164 ayat (1),
Pasal 168 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 169 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 170 ayat (1), Pasal 171 ayat (1) dan ayat (6), Pasal 172 ayat (1),
Pasal 179 ayat (1) dan ayat (7), Pasal 180 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 186
ayat (1), Pasal 190 ayat (1), Pasal 191 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 192 ayat
(1), Pasal 194 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 199 ayat (1) dan ayat (5), Pasal
200 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 206 ayat (1), Pasal 210 ayat (1), Pasal 211
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 212 ayat (1), Pasal 229, Pasal 242 ayat (2),
Pasal 247, Pasal 248, Pasal 254 ayat (2), Pasal 256 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 258 ayat (2), dan Pasal 259 ayat (2) dikenakan teguran tertulis
sebanyak 3 (tiga) kali oleh Menteri.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mematuhi teguran tertulis, Menteri menerapkan paksaan pemerintah.
Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
c. pembongkaran;
d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan produksi atau seluruh kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d sejak tanggal diterapkannya
paksaan pemerintah.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mematuhi paksaan pemerintah, Menteri membekukan izin pengumpulan
limbah B3 skala nasional, izin pemanfaatan limbah B3, izin pengolahan
limbah B3, dan/atau izin penimbunan limbah B3.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukannya sejak
keputusan pembekuan izin ditetapkan.
120

(8) Apabila setiap orang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Menteri memberikan keputusan pemberlakukan kembali izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Apabila selama pembekuan izin, setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetap melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3, Menteri
mencabut izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

(1)

(2)

(3)
(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Pasal 269
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, dan penimbun limbah B3 yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf b dikenakan
teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh gubernur.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mematuhi teguran tertulis, gubernur menerapkan paksaan pemerintah.
Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
c. pembongkaran;
d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan produksi atau seluruh kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d sejak tanggal diterapkannya
paksaan pemerintah.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mematuhi
paksaan
pemerintah,
gubernur
membekukan
izin
pengumpulan limbah B3 skala provinsi.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukannya sejak
keputusan pembekuan izin ditetapkan.
Apabila setiap orang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), gubernur memberikan keputusan pemberlakukan kembali izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Apabila selama pembekuan izin, setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetap melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3, gubernur
mencabut izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
121

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Pasal 270
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, dan penimbun limbah B3 yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1)
huruf a
dikenakan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh
bupati/walikota.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mematuhi teguran tertulis, bupati/walikota menerapkan paksaan
pemerintah.
Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
c. pembongkaran;
d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan produksi atau seluruh kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d sejak tanggal diterapkannya
paksaan pemerintah.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mematuhi paksaan pemerintah, bupati/walikota membekukan izin
penyimpanan
dan/atau
izin
pengumpulan
limbah
B3
skala
kabupaten/kota.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukannya sejak
keputusan pembekuan izin ditetapkan.
Apabila setiap orang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), bupati/walikota memberikan keputusan pemberlakukan kembali
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Apabila selama pembekuan izin, setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetap melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3,
bupati/walikota mencabut izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6).

Pasal 271
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, dan penimbun limbah B3 yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), Pasal 86 ayat (1), Pasal
122

(2)

(3)

(4)

(5)

107 ayat (1), Pasal 127 ayat (1), Pasal 150 ayat (1), Pasal 171 ayat (1), dan
Pasal 194 ayat (1) dikenakan pembekuan izin pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3 oleh Menteri.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan
limbah B3 sejak tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan izin.
Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai
dipenuhinya:
a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), Pasal 86
ayat (1), Pasal 107 ayat (1), Pasal 127 ayat (1), Pasal 150 ayat (1), Pasal
171 ayat (1), dan Pasal 194 ayat (1); dan
b. Pasal 229.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri memberikan
keputusan pemberlakuan kembali izin pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3.
Apabila selama pembekuan izin, setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetap melakukan kegiatan pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan limbah B3, Menteri mencabut izin pemanfaatan,
pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3.

Pasal 272
Menteri mencabut izin setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan
pengumpul, pengangkut, pemanfaat, dan penimbun limbah B3 yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Pasal
32 ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 39 ayat (3), Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 49 ayat (2), Pasal 52, Pasal 56, Pasal 58 ayat (1), Pasal 59 ayat (1) dan
ayat (3), Pasal 60 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 63 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 67
ayat (1), Pasal 68, Pasal 72, Pasal 74 ayat (1), Pasal 75 ayat (1) dan ayat (3),
Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 77, Pasal 82 ayat (1), Pasal 83 ayat (1),
Pasal 84 ayat (1), Pasal 86 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 92
ayat (1) dan ayat (5), Pasal 93 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 99 ayat (1), Pasal
103 ayat (1), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 106 ayat (1), Pasal 107 ayat
(1) dan ayat (4), Pasal 112 ayat (1) dan ayat (5), Pasal 113 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 119 ayat (1), Pasal 123 ayat (1), Pasal 124 ayat (1) dan ayat (2),
Pasal 125 ayat (1), Pasal 127 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 132 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 136, Pasal 137 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 143 ayat (1), Pasal 147
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 148 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 150 ayat
(1) dan ayat (5), Pasal 155 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 57, Pasal 158
ayat (1) dan ayat (2), Pasal 164 ayat (1), Pasal 168 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3), Pasal 169 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 170 ayat (1), Pasal 171 ayat (1) dan
ayat (6), Pasal 172 ayat (1), Pasal 179 ayat (1) dan ayat (7), Pasal 180 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 186 ayat (1), Pasal 190 ayat (1), Pasal 191 ayat (1) dan ayat
123

(2), Pasal 192 ayat (1), Pasal 194 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 199 ayat (1) dan
ayat (5), Pasal 200 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 206 ayat (1), Pasal 210 ayat (1),
Pasal 211 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 212 ayat (1), Pasal 229, Pasal 242 ayat
(2), Pasal 247, Pasal 248, Pasal 254 ayat (2), Pasal 256 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 258 ayat (2), dan Pasal 259 ayat (2).

(1)

(2)

(3)
(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Pasal 273
Setiap orang yang melakukan dumping limbah B3 yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 ayat (1), Pasal 215
ayat (2), Pasal 222 ayat (1), Pasal 226 ayat (1), Pasal 227 ayat (1) dan ayat
(2), dan Pasal 230 dikenakan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali oleh
Menteri.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti
teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
mematuhi teguran tertulis, Menteri menerapkan paksaan pemerintah.
Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
a. penghentian sementara kegiatan produksi;
b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
c. pembongkaran;
d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan
tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan produksi atau seluruh kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf d sejak tanggal diterapkannya
paksaan pemerintah.
Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mematuhi paksaan pemerintah, Menteri membekukan izin dumping
limbah B3.
Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menghentikan
sementara kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukannya sejak
keputusan pembekuan izin ditetapkan.
Apabila setiap orang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Menteri memberikan keputusan pemberlakukan kembali izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Apabila selama pembekuan izin, setiap orang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetap melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3, Menteri
mencabut izin sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
124

Pasal 274
Menteri mencabut izin setiap orang yang melakukan dumping limbah B3
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 ayat (1),
Pasal 215 ayat (2), Pasal 222 ayat (1), Pasal 226 ayat (1), Pasal 227 ayat (1)
dan ayat (2), dan Pasal 230.
BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 275
(1) Dalam hal limbah B3 akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia untuk tujuan transit, penghasil atau
pengangkut limbah B3 melalui negara eksportir B3 wajib mengajukan
permohonan notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui
Menteri.
(2) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diajukan dalam waktu paling sedikit 60 (enam puluh) hari sebelum
transit dilakukan.
(3) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan keterangan paling sedikit mengenai:
a. identitas eksportir limbah B3;
b. negara eksportir limbah B3;
c. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah
B3 yang akan transit;
d. alat angkut limbah B3 yang akan digunakan;
e. negara tujuan transit;
f. tanggal rencana pengangkutan, pelabuhan/terminal tujuan transit,
waktu tinggal di setiap transit, dan pelabuhan/terminal masuk dan
keluar;
g. dokumen mengenai asuransi;
h. dokumen mengenai pengemasan limbah B3;
i. dokumen mengenai tata cara penanganan dan pemusnahan limbah
B3 yang akan diangkut; dan
j. dokumen yang berisi pernyataan dari penghasil dan eksportir limbah
B3 mengenai keabsahan dokumen yang disampaikan.
Pasal 276
(1) Menteri memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan atas
permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 275.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. identitas eksportir limbah B3;
b. negara eksportir limbah B3;
125

c. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah


B3 yang akan transit;
d. alat angkut limbah B3 yang akan digunakan;
e. tanggal rencana pengangkutan, pelabuhan/terminal tujuan transit,
waktu tinggal di setiap transit, dan pelabuhan/terminal masuk dan
keluar; dan
f. masa berlaku persetujuan.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan
alasan penolakan.
Pasal 277
Izin penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan,
penimbunan, dan/atau dumping limbah B3 sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
izin lingkungan suatu usaha dan/atau kegiatan.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 278
Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 dapat dilakukan oleh setiap orang
yang menghasilkan, mengedarkan, dan/atau memanfaatkan produk yang
mengandung B3.
Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 oleh setiap orang yang menghasilkan
dan mengedarkan produk yang mengandung B3 paling sedikit dilakukan
dengan penarikan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai
dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3.
Penarikan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 oleh setiap orang yang memanfaatkan
produk yang mengandung B3 paling sedikit dilakukan dengan:
a. penyimpanan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 di tempat penyimpanan limbah
B3; atau
b. penyerahan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau
kadaluwarsa yang mengandung B3 kepada orang yang menghasilkan
atau mengedarkan produk yang mengandung B3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan pengelolaan
limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang
mengandung B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB XI
126

KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 279
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, apabila masih terdapat:
a. B3 yang dilarang dimanfaatkan, B3 tersebut harus diolah sesuai dengan
ketentuan pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
125 sampai dengan Pasal 169; atau
b. hasil produksi B3 yang telah beredar tetapi belum diregistrasikan, B3
tersebut wajib diregistrasikan oleh penghasil pada saat dilakukan
produksi berikutnya.
Pasal 280
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, seluruh izin pengelolaan
limbah B3 dan dumping yang telah diterbitkan sebelum berlakunya
Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa
berlakunya berakhir.
Pasal 281
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, apabila limbah B3 berupa
serbuk bor dan lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut akan
dilakukan dumping ke lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat
(5) memiliki kandungan hidrokarbon total lebih dari 0% (nol perseratus)
tetapi kurang dari 10% (sepuluh perseratus), setiap orang yang melakukan
dumping harus mengupayakan pengurangan kandungan hidrokarbon
tersebut sampai dengan:
a. paling tinggi 5% (lima perseratus) pada tahun 2017; dan
b. 0% (nol perseratus) pada tahun 2025.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 282
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan
perundang-undangan tentang pengelolaan B3 dan pengelolaan limbah B3
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum
diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 283
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153)
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang
127

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3910) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 284
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR _

128

Anda mungkin juga menyukai