Dokter Pembimbing :
dr. Jacobus Albertus, Sp.PD-KGEH
Disusun Oleh :
VINA NOVIYANTI
H2A009048
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2013
DAFTAR MASALAH
NO.
MASALAH AKTIF
TANGGAL
Suspect hepatitis A
11-10-2013
Demam Typhoid
8-10-2013
NO.
1
MASALAH AKTIF
Kesan ekonomi kurang
TANGGAL
11-10-2013
KETERANGAN
KETERANGAN
Jamkesmas
KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
: 22 tahun
Agama
:Islam
Pekerjaan
: Karyawan Pabrik
Status
: Belum Menikah
No.RM
: 43-16-38
: Disangkal
Riwayat hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat Sakit DM
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat Mondok
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat Sakit DM
: Disangkal
e) Riwayat Pribadi:
Kebiasaan olahraga
: Jarang
: Diakui sering
: Diakui sering
ANAMNESIS SISTEM
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
: sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecahpecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-).
Tenggorokan
Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah(-),
Sistem kardiovaskuler
Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (+), muntah darah (-),nyeri perut (-),
diare (-), nyeri ulu hati (+), nafsu makan menurun
(-), BB turun (-).
Sistem muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
Sistem genitourinaria
Ekstremitas atas
Ekstremitas bawah
Sistem neuropsikiatri
Sistem Integumentum : kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), bercak merah
kehitaman di dada, punggung, tangan dan kaki (-)
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16/10/2013.
a) Keadaan umum
: Baik
b) Kesadaran
: compos mentis
5
c) Status gizi
: Kesan Normoweigt
d) Vital sign
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
RR
: 17x/menit
Suhu
: 36,70 C (axiller)
e) Status Internus
a)
b)
Mata :
konjungtiva anemis (-/-)
sklera ikterik (+/+)
pupil isokor 3mm
reflek pupil (+/+)
c)
Hidung :
napas cuping hidung (-)
nyeri tekan (-)
krepitasi (-)
Sekret (-)
septum deviasi (-)
konka: hiperemis (-) dan deformitas (-)
d)
Mulut :
sianosis (-)
Pursed lips-breathing (-)
lidah kotor (-)
uvula simetris
tonsil (T1/T1), hiperemis (-),kripte melebar (-)
gigi karies (-)
e)
Telinga :
Sekret (-/-)
Serumen (+/+)
6
Laserasi (-/-).
f)
Leher :
nyeri tekan trakea (-)
pembesaran limfonodi (-/-)
Pembesaran tiroid (-/-)
Pergerakan otot bantu pernafasan (-).
g)
Thoraks
Cor :
Inspeksi
Palpasi
: ictus cordis tidak teraba, kuat angkat (-), ICS melebar (-)
Perkusi
Pulmo :
Sinistra
Dextra
Bentuk dada
datar
datar
Hemitorak
Warna
Sama
Depan
1. Inspeksi
dengan
kulit Sama
dengan
kulit
sekitar
sekitar
Nyeri tekan
(-)
(-)
Stem fremitus
2. Palpasi
3. Perkusi
paru
Vesikuler (+)
Vesikuler (+)
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
(-)
(-)
Ronki kasar
(-)
(-)
RBH
(-)
(-)
Stridor
(-)
(-)
Belakang
1. Inspeksi
Warna
Sama
dengan
kulit Sama
dengan
kulit
sekitar
sekitar
Nyeri tekan
(-)
(-)
Stem Fremitus
2. Palpasi
3. Perkusi
paru
Vesikuler (+)
Vesikuler (+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
4. Auskultasi
Suara dasar
Suara tambahan
Wheezing
Ronki kasar
RBH
Stridor
(-)
(-)
h) Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : datar
Venektasi : (-)
Hepar teraba
Perkusi :
i) Ekstremitas
Superior
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Oedem
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Gerak
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Tanggal 8 Oktober 2013
NO
PEMERIKSAAN
A.
HASIL
NILAI NORMAL
Lekosit
L 3.72
3.8- 10.6
Eritrosit
4.75
4.4-5.9
Hemoglobin
15.02 g/dL
13.2-17.3
Hematokrit
41.07 %
40-52
MCV
87.08 fL
80-100
MCH
32.00 pg
26-34
MCHC
36.00 g/dL
32-36
Trombosit
153
150-440
RDW
12.06%
11.5-14.5
15
Eosinofil
L 1,00%
2-4%
16
Basofil
0.00
0-1
17
Neutrofil
50.00
50-70
18
Limfosit
34.00
25-40
19
Monosit
H 16.00
2-8
Widal S Typhi O
Negatip
< 1/80
2.
P Typhi A-O
Negatip
< 1/80
3.
P Typhi B-O
Negatip
< 1/80
4.
P Typhi C-O
1/320
< 1/80
5.
Widal S Typhi H
Negatip
< 1/80
6.
P Typhi A-H
Negatip
< 1/80
7.
P Typhi B-H
1/80
< 1/80
8.
P Typhi C-H
Negatip
< 1/80
B.
1.
Tes Widal
10
A.
Kimia
klinik
(serum)
SGOT (Duplo)
H 617 U/L
0-35
SGPT (Duplo)
H 2744 U/L
0-35
A.
Kimia
klinik
(serum)
SGOT
H 251 U/L
0-35
SGPT
H 1689 U/L
0-35
Total Protein
6.4 g/dl
6.1-8.0
Albumin
3.5 g/dl
3.2-5.2
Globulin
2.9 g/dl
2.9-3.0
Bilirubin total
H 6.63 mg/dl
0.10-1.00
Bilirubin Direk
H 6.13 mg/dl
0.00-0.20
Bilirubin Indirek
0.50 mg/dl
0.10-0.80
B.
HBsAg
Non reaktif
Non reaktif
Anti HCV
Negatif
Negatif
11
b. USG Abdomen
12
5. Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1.
2.
Mual
3.
Muntah
4.
Demam
5.
6.
7.
8.
9.
2. Demam Thypoid
8. Rencana Pemecahan Masalah
Problem : Suspect Hepatitis A
- Ass. Etiologi
Virus hepatitis A bergenom RNA golongan picornavirus
- Ass. Komplikasi
Hepatitis Fulminan
- Ass. Faktor risiko
Kontak dengan orang yang terinfeksi hepatitis A
Wisatawan yang berkunjung ke daerah endemik
Mengkonsumsi makanan atau minuman yang kurang bersih
- ipDx
Pemeriksaan Anti HAV
Pemeriksaan USG Abdomen (hepar)
- ipTx
Curcuma 200mg 3x1 per oral
Sistenol 3x1 per oral
- ipMx
Tanda vital, keadaan umum
Monitoring kimia darah (SGOT, SGPT, Bilirubin)
- ipEx
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita
pasien meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, cara penularan dan
komplikasinya.
Menjelaskan kepada pasien untuk rutin minum obat dan menjelaskan kepada
keluarga untuk membantu mengingatkan sekaligus mengawasi pasien dalam
minum obat.
Problem Demam Thypoid
- Ass. Etiologi
Salmonella Typhi dan Para Typhi
14
- Ass. Komplikasi
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus Paralitik
Anemia hemolitik
Hepatitis
Glomerulonefritis
- Ass. Faktor Resiko
Makan makanan yang kurang bersih
Tidak mencuci makan saat akan makan
- ipDx :
Foto polos abdomen
Urin rutin
- ipTx
tiamfenikol 4x500 mg per oral
Injeksi Ondansetron 4mg 3x1
- ipMx
Tanda vital, keadaan umum
Darah rutin
- ipEx
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang diderita
pasien meliputi definisi, etiologi, faktor risiko dan komplikasinya.
Menjelaskan kepada pasien untuk rutin minum obat, serta menjelaskan kepada
keluarga untuk membantu mengingatkan sekaligus mengawasi pasien dalam
minum obat.
9. PROGRESS NOTE
a. Tanggal 17 Oktober 2013
S : Nyeri perut kanan atas, mual, muntah, demam pada malam hari, belum bisa BAB,
BAK berwarna coklat
O : TD
HR
: 120/70 mmHg
: 78x/menit
15
RR
: 18x/menit
Suhu
: 37,5C (axiller)
Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: Compos mentis
Mata
Abdomen
Ekstremitas
(-/-)
: 110/70 mmHg
HR
: 75x/menit
RR
: 16x/menit
Suhu
: 36,6C (axiller)
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Mata
Ekstremitas
A : Suspect Hepatitis A
P : Infus Asering 20 tetes per menit
Sistenol 3x1
Curcuma 200 mg 3x1
16
(+/+)
PEMBAHASAN
Hepatitis A
a. Definisi
Hepatitis A adalah penyakit infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A
b. Etiologi
Virus hepatitis A (HAV) dengan ukuran 27 manometer dimana virus ini tergolong virus
hepatitis terkecil dan masuk kedalam golongan pikornavirus. Dengan mikroskop electron,
terlihat virus tidak memiliki mantel, hanya memiliki suatu nukleokapsid yang merupakan ciri
khas dari antigen virus hepatitis A. HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu
atau lebih protein.beberapa virus juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini bersifat
parasite obligat intraseluler, hanya dapat bereplikasi didalam sel karena asam nukleatnya tidak
menyandikan banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme protein, karbohidrat atau
lipid untuk menghasilkan fosfat energi tinggi. Biasanya asam nukleat virus menyandi protein
yang diperlukan untuk replikasi dan membungkus asam nukleatnya pada bahan kimia sel
inang. Replikasi HAV terbatas di hati, tetapi virus ini terdapat didalam empedu, hati, tinja dan
darah selama masa inkubasi dan fase akhir preicterik akut penyakit.
c. Patofisiologi
Diawali dengan masuk nya virus ke dalam saluran pencernaan, kemudian masuk ke aliran darah menuju
hati (vena porta), lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang
menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim
yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah
rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag, pembesaran sel
kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehinnga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi
penurunan eksresi bilirubin ke usus. Keadaan ini menimbulkan ketidak seimbangan antara uptake dan ekskresi
bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan terus menumpuk
dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux (aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan
bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang disertai rasa gatal dan air
kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke
ginjal dan di eksresikan melalui urin. Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan
gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu
17
(lemak bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung
sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat muntah yang
berada di medula oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan menurunnya nafsu
makan.
d. Stadium klinis
1. Stadium Inkubasi
Periode antara infeksi HAV dan munculnya gejala berkisar 15 49 hari, rata-rata 25-30
hari. Inkubasi tergantung jumlah virus dan kekebalan tubuh.
2. Stadium prodromal
Ditandai dengan gejala seperti : mual, muntah, nafsu makn menurun, merasa penuh diperut,
diare (sembelit), yang diikuti oleh kelemahan, kelelahan, demam, sakit kepala, gatal-gatal,
nyeri tenggorokan, nyeri sendi, gangguan penciuman dan pengecapan, sensitif terhadap
cahaya, kadang-kadang batuk. Gejala ini seperti febrile influenza infection. Pada anakanak dan remaja gejala gangguan pencernaan lebih dominan, sedangkan pada orang dewasa
lebih sering menunjukkan gejala ikterik disertai mialgia.
3. Stadium klinis
90% dari semua pasien HAV akut adalah subklinis, sering tidak terdeteksi. Akhir dari
prodromal dan awal dari fase klinis di tandai dengan urin yang berwarna coklat,
urobilinogenuria persisten, proteinuria ringan dan microhaematuria dapat berkembang.
Feses biasanya acholic, dengan terjadinya ikteric (60-70% pada anak-anak, 80-90% pada
dewasa). Sebagian gejala mereda, namun demam bisa tetap terjadi. Hepatomegali, nyeri
tekan hepar splenomegali, dapat ditemukan. Akhir masa inkubasi LDL dapat meningkat
sebagai espresi duplikasi virocyte, peningkatan SGOP, SGPT, GDH. Niali Transaminase
biasanya tidak terlalu diperlukan untuk menentukan derajat keparahan. Peningkatan serum
iron selalu merupakan ekspresi dari kerusakan sel hati. AP dan LAP meningkat sedikit.
HAV RNA terdeteksi sekitar 17 hari sebelum SHPT meningkat dan beberapa hari sbelum
HAV IgM muncul. Viremia bertahan selama rata-rata 79 hari setelah peningkatan GPT ,
durasinya sekitar 95 hari.
18
4. Penyembuhan
fase ikterik berlangsung sekitar 2-6 minggu. Parameter laboratorium benar-benar normal
setelah 4-6 bulan. Normalisasi dari serum asam empedu juga dianggap sebagai perameter
dari penyembuhan
e. Cara Penularan
Virus hepatitis A tergolong picornavirus dan menular melalui kontak erat dan jalur oral-fekal
misalnya memakan makanan minuman yang tercemar oleh virus ini. Cara penularannya
melalui fecal oral yaitu melalui makanan yang terkontaminasi oleh tinja yang terinfeksi. Virus
ditemukan pada tinja dan mencapai puncak 1-2 minggu sebelum timbulnya gejala dan
berkurang secara cepat setelah timbulnya gejala disfungsi hati. Masa inkubasi :
15 50 hari, rata rata 28 30 hari. Masa Penularan : Infeksi maksimum terjadi pada hari
terakhir dari separuh masa inkubasi dan berlanjut setelah timbulnya ikterus (puncak aktifitas
aminotransferase pada kasus an ikterik. Sebagian besar kasus kemungkinan tidak menular
pada minggu pertama setelah ikterus. Ekskresi Virus melalui tinja paling lama terlaporkan
adalah 6 bulan terjadi pada bayi dan anak.
f. Diagnosis
1. Anamnesis
Masa inkubasi dari waktu terpapar virus hepatitis A (HAV) untuk munculnya gejala adalah
sekitar 28 hari (kisaran 2 minggu sampai 6 bulan). Gejala awal pasien selama periode
prodromal meliputi demam ringan, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan nyeri perut.
Anak yang lebih besar dan orang dewasa lebih mungkin melaporkan nyeri pada kuadran
kanan atas. Diare dapat terjadi pada anak kecil, sedangkan sembelit lebih sering terjadi
pada orang dewasa. Jika ada, penyakit kuning, urin berwarna gelap, dan feses berwarna
terang mengembangkan beberapa hari sampai seminggu setelah timbulnya gejala sistemik.
2. Pemeriksaan Fisik
Penampilan umum adalah bahwa dari ringan sampai sedang penyakit. Seorang pasien yang
tampak sakit berat cenderung memiliki hepatitis penyebab lain atau kursus atipikal. Nyeri
kuadran ringan hepatomegali dan kanan atas mungkin ada. Ikterus klinis hadir dalam dua
pertiga pasien menunjukkan gejala. Splenomegali dapat terjadi pada 10-20% pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Fungsi Hati
19
Peradangan hati pada infeksi virus hepatitis A (HAV) dapat diidentifikasi oleh
peningkatan di alanine aminotransferase (ALT), aspartat aminotransferase (AST), dan
tingkat gamma-glutamyltranspeptidase (GGTP). Peningkatan tingkat ALT dan AST
terlihat paling konsisten, dan nilai-nilai biasanya 4-100 kali tingkat normal. Peningkatan
kadar ALT dan AST dapat mendahului timbulnya gejala oleh minggu atau lebih dan
biasanya
puncak
dalam
waktu
3-10
hari
setelah
onset
penyakit
klinis.
20
2. Tidak ada terapi spesifik yang tersedia. Para antienteroviral diteliti obat pleconaril
(Disoxaril; ViroPharma) tidak memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis A (HAV).
3. Rawat Inap diindikasikan untuk pasien dengan dehidrasi yang signifikan karena muntah
atau mereka dengan hepatitis fulminan. Tetapi pada keadaan lain yang berat dimana
terjadi komplikasi kekuarangan cairan akibat muntah yang berlebihan dan terus menerus
sehingga terjadi komplikasi kekuarangan cairan dan elektrolit disarankan untuk dilakukan
perawatan di rumah Sakit.
4. Meskipun obat demam golongan asetaminofen dapat dengan aman digunakan untuk
mengobati beberapa gejala yang berhubungan dengan hepatitis A virus (HAV) infeksi,
sebaiknya dosis harus tidak lebih dari 4 gram sehari atau 8 tablet sehari. Pada anak usia
12 tahun jangan lebih 2 gram atau 4 tablet sehari.
5. Untuk mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus mempercepat proses
penyembuhan dilakukan istirahat yang cukup sehingga memberi kekuatan bagi sistem
kekebalan tubuh dalam memerangi infeksi. Pemberian obat anti mual dapat diberikan
untuk mencegah rasa mual dan muntah yang berlebihan. Gangguan rasa mual dan muntah
itu dapat mengurangi nafsu makan. Hal ini harus diatasi karena asupan nutrisi sangat
penting dalam proses penyembuhan.
6. Beberapa peneliti percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat mempengaruhi pasien
untuk mengembangkan kambuh hepatitis A.Meskipun sangat jarang tetapi dapat terjadi
komplikasi yang sering menyertai infeksi hepatitis A seperti Gagal ginjal akut, nefritis
interstisial, pankreatitis, aplasia sel darah merah, agranulositosis, aplasia sumsum tulang,
blok jantung sementara, sindrom Guillain-Barr, arthritis akut, penyakit Still, sindrom
lupuslike, Hepatitis autoimun dan sindrom Sjgren.
h. Pencegahan
1. Secara Umum
Dengan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan bersih. Misalnya menjaga
kebersihan dan cara makan yang sehat; seperti mencuci tangan sesudah ke toilet, sebelum
menyiapkan makanan, atau sebelum makan. Selain itu perlu diperhatikan kebersihan
lingkungan dan sanitasi, pemakaian air bersih, pembuangan tinja yang memenuhi syarat
kesehatan, pembuatan sumur yang memenuhi standar, mencegah makanan terkena lalat,
memasak bahan makanan dan minuman dan sebagainya.
21
2. Secara khusus
Dengan imunisasi, baik pasif maupun aktif.
a. Imunisasi pasif
Diberikan sebagai pencegahan kepada aggota keluarga serumah yang kontak dengan
penderita atau diberikan kepada orang-orang yang akan berpergian ke daerah endemis.
Imunisasi pasif menggunakan HBlg (human normal immunoglobulin) dengan dosis 0,02
ml per kg berat badan. Pemberian paling lama satu minggu setelah kontak. Kekebelan
yang didapat hanya bersifat sementara.
b. Imunisasi aktif
Menggunakan vaksin hepatitis A (Havrix). Orang dewasa diberikan satu vial yang berisi
satu ml (720 Elisa unit), sedangkan anak berusia kurang dari 10 tahun cukup setengah
dosis. Jadwal penyuntikan yang dianjurkan sebanyak 3 kali, yaitu dengan range
pemberian pada 0,1, dan 6 bulan. Pada tempat suntikan biasanya timbul pembengkakan
(edema) berwarna kemerah-merahan yang terasa nyeri bila ditekan. Kadang-kadang
setelah disuntik terasa sakit kepala yang akan hilang sendiri tanpa pengobatan. Imunisasi
tidak diberikan bila sedang sakit berat atau alergi (hipersensitif) terhadap vaksin
hepatitis A. Vaksinasi hepatitis A terutama diberikan kepada orang-orang yang
mempunyai resiko tinggi untuk tertular penyakit ini. Misalnya anggota keluarga atau
orang serumah yang dekat dengan penderita, dokter, paramedis, petugas laboratrium,
anggota ABRI yang tinggal di barak-barak, wisatawan asing yang mengunjungi daerah
endemis (foreign travel), homoseksual, dan anak-anak yang dititipkan di tempat
penitipan bayi.
22
Demam Typhoid
a. Definisi
Demam Typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang di sebabkan oleh
Salmonella Typhi.
b. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella lain adalah bakteri Gram negatif mempunyai
flagela tidak berkapsul dan tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai anti
gensomatik ( O ) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen ( H ) yang terdiri dari protein
dan envelope antigen ( K ) yang tediri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapisan luar dari diding sel yang di namakan
endotoksin.
c. Patofisiologi
S. typhi masuk tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman
dimusnahkan oleh asam lambung dan lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid
plak Peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan
dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran limfe mencapai
kelenjar limfe mesenterial, dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus. S. typhi lain
dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang di plak Peyeri, limpa,
hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin S. typhi berperan dalam
proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. S. typhi dan
endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang
meradang, sehingga terjadi demam.
d. Manifestasi Klinis
Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul
sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama setelah
melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit
infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga
40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara
80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran bronkitis
kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti.
23
Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor
di tengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh
penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan meradang. Jika penderita ke dokter pada
periode tersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa saja terjadi
pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan
terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola)
berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada
penderita golongan kulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok,
timbul paling sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat
bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjadi
teraba dan abdomen mengalami distensi.
e. Diagnosis
Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan
mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan kriteria ini maka seorang klinis
dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid. Diagnosis pasti di tegakkan melalui
isolasi ( Salmonella Typhi ) dari darah. Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan
mengisolasi ( Salmonella Typhi ) dari dalam darah pasien lebih besar dari pada minggu
berikutnya. Biakan spesimen yang beasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas
tertinggi, hasil positif di dapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif
sehingga tidak di gunakan dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat di lakukan
biakan spesimen empedu yang di ambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup
baik. Pemeriksaan demam typhoid ada beberapa jenis yaitu untuk mendeteksi atibodi
(Salmonella Typhi ) dalam serum antigen tehadap Salmonella Typhi dalam darah, serum, urin
dan DNA ( Salmonella Typhi ) dalam darah dan faeses polymerase chain reaction telah di
gunakan untuk memperbanyak gen salmonella sel. Typhoid secara spesifik pada darah pasien
dan hasil dapat di peroleh hanya dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif di
banding dengan biakan darah.
f. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif,
medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang terjadi).
24
1. Pengobatan medikamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin atau kotrimoksasol.
Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah
meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol , diberi ampisilin dengan
dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian intravena saat belum dapat
minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali. Pemberian,oral/intravena selama 21 hari, atau kotrimoksasol dengan
dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2 kali pemberian,oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan diberikan
2kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari. Pada kasus
yangdiduga mengalami MDR (Multi Drug Resistance), maka pilihan antibiotika
adalahmeropenem, azithromisin dan fluoroquinolon.
2. Pengobatan non-medikamentosa
Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
pencegahan komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuh nya di tempatseperti
makan,minum,mandi,buang air kecil, dan buang ari besar akanmembantu dan
mempercepat masa penyembuhan. Dan sangat oerlu sekali di jaga kebersihanya.
Diet dan terapi penunjang : diet muerupakan hal yang cukup penting dlam proses
penyembuhan penyakit demem tifoid, karena makanan yang kurangdapat mempengarui
kondisi pasien demem tifoid, di masa lampau penederitademem tifoid hanya di beri
bubur saring, kemudian di tingkatkan mejadi bubur kasar dan akhir nya di berikan nasi.
Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran
cerna atau perforasi usus.
g. Komplikasi
Komplikasi demam thypoid dibagi dalam :
1. Komplikasi Intestinal
Pendarahan usus
Perforasi usus
25
Ileus paralitik
2. Komplikasi ektra-intestinal
Komplikasi kardiovaskuler : Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
Komplikasi darah : Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.
Komplikasi paru : Pneumonia, emfiema, dan pleuritis
Komplikasi hepar dan kandung empedu : Hepatitis dan kolesistitis
Komplikasi ginjal : Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis
Komplikasi neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer,
sindrom, katatoni
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan FK UI.
2006
2. L.Kasper MD, Dennis dkk. Harrisons Principles Of Internal Medicine 17th Edition. United
States of America: Mc Graw Hill. 2008
3. Kumar,Cotran,Robbins. Buku Ajar Patologi Edisi7.Jakarta:EGC,2007
27