Anda di halaman 1dari 3

Secara konseptual, konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah

pada

cara

penggunaan

yang

sesuai

dengan

kemampuan

tanah

tersebut

dan

memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa secara umum ada 2 metoda konservasi yang
paling berpeluang diterapkan dalam budidaya tebu lahan kering, yaitu: vegetasi dan mekanik.
Metoda vegetasi dilakukan melalui penanaman tebu searah kontur, budidaya lorong, rotasi,
penambahan mulsa dan kompos. Metoda mekanik dilakukan dengan cara olah tanah
minimum, pengolahan tanah searah kontur, pembuatan teras dan guludan.
Penanaman Tebu Searah Kontur
Penanaman tanaman sepanjang garis kontur (strip cropping) adalah suatu sistem
bercocok tanam dimana beberapa jenis tanaman ditanam dalam strip-strip yang berselangseling pada ketinggian yang sama, memotong lereng. Dengan cara ini, aliran air yang jatuh
dari lereng bagian atas akan tertahan oleh barisan tanaman. Tertahannya air berarti memberi
kesempatan yang lebih lama bagi air untuk meresap ke dalam tanah, serta laju pergerakannya
ke lereng bagian bawah terhambat. Akibatnya, daya gerus aliran air akan berkurang secara
drastis. Metoda ini dilaporkan dapat menurunkan erosi hingga 50% pada tanah dengan
kemiringan sedang. Pada tanah dengan kemiringan yang curam metoda ini kurang efektif
karena laju. aliran air terutama di daerah bercurah hujan lengat tinggi. Aliran air tidak dapat
ditahan sepenuhnya oleh tanaman.
Pada tanah-tanah dengan kemiringan kurang dari 6%, tebu bisa langsung ditanam
searah kontur, tanpa terlebih dulu dibuatkan teras. Barisan tanaman tebu ditanam membentuk
sabuk melingkari atau memotong arah lereng. Dengan cara ini air permukaan yang turun
sepanjang lereng dapat tertahan dan daya rusaknya dalam menggerus lapisan olah tanah
berkurang.
Penanaman tebu searah kontur telah banyak dilakukan di Jawa Timur. Di daerah
Malang Selatan, tebu ditanaman di daerah-daerah yang bertofografi miring dan sebagian telah
memnuhi kaidah konservasi tanah. Sebagai ilustrasi ditunjukkan pada Gambar 1, dimana tebu
di daerah Pancursari ditanam melingkari bukit membentuk sabuk.
Penanaman dalam strip biasanya dilakukan pada tanah-tanah dengan kemiringan lereng
6-15%. Lebar strip berkisar antara 20 hingga 50 meter, tergantung kepada curah hujan,
kedaan tanah, tofografi, dan jenis tanaman yang akan ditanam. Dengan makin sering hujan,
makin curam lereng dan makin peka tanah terhadap erosi, maka lebar strip harus dipersempit.

Budidaya Lorong
Modifikasi penanaman dalam strip adalah budidaya lorong (alley cropping). Dalam
budidaya lorong, tanaman utama ditanam diantara barisan tanaman penguat atau tanaman
pagar, dengan lebar tertentu. Umumnya yang dijadikan tanaman penguat adalah leguminosa
yang cepat tumbuh dan memiliki biomasa banyak. Tanaman penguat bisa juga berasal dari
jenis tanaman tahunan, namun sebaiknya dipilih tanaman yang tidak memberikan efek
naungan terlalu besar bagi tanaman utama, sehingga tidak mengganggu penyerapan sinar
matahari. Sewaktu-waktu hijauan tanaman penguat dipotong kemudian dibenamkan ke tanah.
Dalam 4 hingga 5 kali pembenaman biasanya sudah cukup menyumbangkan bahan organik
ke tanah. Budidaya lorong telah dikembangkan di beberapa daerah di Afrika dan terbukti
dapat meningkatkan produktivitas lahan.
Selain akan berdampak baik dalam menahan erosi, budidaya lorong juga memberikan
keuntungan lain, diantaranya:
1. Bila digunakan tanaman penguat dari jenis pohon, maka hasil kayu tanaman tersebut
dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan yang bernilai ekonomi.
2. Iklim mikro sekitar tanaman utama menjadi baik, sehingga bisa mendorong perbaikan
kualitas dan hasil tanaman.
3. Penggunaan dan daur ulang unsur hara diperbaiki, karena hijauan tanaman
dikembalikan ke lahan.

Pada sistem budidaya lorong, tanaman tebu ditanam diantara dua barisan tanaman pagar
Tanaman pagar atau penguat yang pernah dicoba untuk tebu adalah dari famili kacangkacangan seperti lamtoro, Flemingia dan Leucaena. Barisan tanaman tebu dengan lebar 4-6
meter diapit oleh satu barisan tanaman pagar. Selisih letak tinggi antara tanaman pagar di atas
dengan yang dibawahnya maksimum 50 cm. Hal ini untuk menghindari gangguan naungan
dari tanaman pagar terhadap tanaman tebu. Bila kemiringan lereng di atas 8%, selisih letak
tinggi harus 50 cm agar diperoleh lebar lorong tidak lebih sempit dari 6 m. Makin landai
lereng, makin kecil selisih letak tinggi untuk mendapatkan lebar lorong 6 m.
Jenis tanaman pagar yang digunakan untuk budidaya lorong tebu bisa disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan petani. Pada tanah yang relatif kering tanaman kayu seperti
jati atau albisia bisa dijadikan alternatif tanaman pagar. Kalau petani membutuhkan pakan

ternak untuk hewan mereka, maka sebagai tanaman pagar bisa dipakai lamtoro, rumput gajah,
atau jenis rumput lainnya.
Rotasi Tanaman
Rotasi atau pergiliran tanaman bertujuan untuk menghindari penggunaan tanah secara
monokultur dalam waktu yang panjang. Pada budidaya tebu sawah, rotasi tanaman sudah
biasa berlangsung dimana tanaman tebu biasanya bergantian di tanam pada areal yang sama
dengan tanaman tembakau, padi atau palawija. Pada lahan tegalan, pergiliran tanaman juga
perlu dilakukan.
Dalam rangka mencegah erosi, pergiliran tanaman pada budidaya tebu tegalan bisa
dilakukan dengan pola tebu-palawija atau tebu-pupuk hijau. Pada tanah dengan kemiringan
curam, pola pergiliran tebu sebaiknya dilakukan dengan tanaman penutup tanah yang kuat.
Pemilihan tanaman rotasi tebu secara tepat memang masih memerlukan kajian lebih dalam.
Selain berguna dalam mencegah erosi, rotasi tanaman juga memiliki beberapa
keuntungan, antara lain:
1. Pemberantasan hama dan penyakit. Pada pola rotasi, siklus hidup hama dan penyakit
tebu akan terputus karena sumber makanan atau tempatnya hidup menjadi hilang
diganti tanaman lain.
2. Pemberantasan gulma. Gulma yang biasanya tumbuh di kebun tebu akan berkurang
dengan digantikannya tanaman tebu oleh tanaman lain. Hal ini karena berkaitan dengan
persaingan unsur hara, air dan cahaya matahari. Pola persaingan gulma dengan
tanaman pengganti tebu akan berbeda dibanding pola yang sama terhadap tebu.
3. Perbaikan kesuburan tanah. Sisa tanaman rotasi tebu didekomposisi terlebih dahulu
kemudian dibenamkan ke tanah sebagai sumber bahan organik.

Anda mungkin juga menyukai