TESIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana S2
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
oleh :
Bambang Budiman
L4K009003
TESIS
KAJIAN LINGKUNGAN
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI KAWASAN BANJARAN KABUPATEN TEGAL
Disusun oleh :
Bambang Budiman
L4K009003
Mengetahui
Komisi Pembimbing
Pembimbing Utama
Pembimbing Kedua
Mengetahui
Ketua Program Pascasarjana
Magister Ilmu Lingkungan
LEMBAR PENGESAHAN
KAJIAN LINGKUNGAN
KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI KAWASAN BANJARAN KABUPATEN TEGAL
disusun oleh :
Bambang Budiman
L4K009003
Ketua
Tanda Tangan
Anggota :
1. Dra. Sri Suryoko, Msi
Mengetahui
Ketua Program Pascasarjana
Magister Ilmu Lingkungan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini
tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi.
Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali secara tertulis diakui dalam naskah ini
dan disebutkan dalam Daftar Pustaka
BAMBANG BUDIMAN
NIM. L4K 009 003
ABSTRAK
Kawasan Banjaran merupakan kawasan perdagangan yang terbesar di Kabupaten Tegal.
Letaknya yang strategis yaitu di jalur utama Tegal Purwokerto menjadikan kawasan ini penuh
dengan aktivitas warga. Ada dua pasar yang berada di kawasan ini yaitu Pasar Banjaran dan
Pasar Adiwerna yang terhubung oleh trotoar. Kondisi trotoar dan bahu jalan saat ini menjadi
tempat aktivitas Pedagang Kaki Lima yang menjadikan kawasan kumuh, semrawut, menimbulkan
kemacetan dan sampah.
Berdasarkan hal tersebut diatas diperlukan suatu kajian lingkungan keberadaan
Pedagang Kaki Lima, sehingga dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten Tegal untuk
menata dan mengelola kawasan secara menyeluruh.
Tipe penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Ruang lingkup penelitian
meliputi dampak keberadaan PKL terhadap lingkungan, persepsi masyarakat dan PKL terhadap
keberadaan dan dampaknya pada lingkungan serta analisis terhadap kebijakan Pemerintah
Kabupaten Tegal tentang pengelolaan kawasan dan pedagang kaki lima di kawasan Banjaran.
Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar dan pedagang kaki lima dengan
menggunakan puposive sampling.
Berdasarkan penelitian, keberadaan PKL di kawasan Banjaran selain berdampak
positif juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Dampak positif yaitu membuka lapangan
kerja dan memberikan kontirbusi pada pendapatan asli daerah melalui retribusi sebesar 3,16
persen dari total retribusi daerah. Dampak negatif PKL yaitu menempati ruang publik yang
bukan peruntukannya, seperti di trotoar dan bahu jalan. Hal ini dipengaruhi faktor dari luar
seperti adanya perbaikan pasar dan dari dalam diri PKL untuk meraih konsumen sehingga
pendapatan bertambah. Dampak negatif lain yaitu menurunnya kualitas lingkungan akibat
sampah yang dihasilkan (mencapai 4,25 m3 per hari), kemacetan lalu lintas dan pencemaran
udara. Untuk konsentrasi total partikel debu (TSP) di pasar Banjaran mencapai 235,8 /Nm3 dan
325,8 /Nm3 untuk desa Adiwerna dari baku mutu yang ditetapkan sebesar 230 /Nm3.
Sedangkan hasil pengukuran tingkat kebisingan di pasar Banjaran mencapai 73,2 dBA dari baku
mutu yang ditetapkan sebesar 55 dBA. Berdasarkan hasil pengukuran mutu air sungai Kali
Jembangan yang berada di kawasan, status mutu airnya adalah tercemar sedang dengan parameter
air yang melebihi baku mutu yaitu DO, BOD, phenol. Jika dilihat secara sepintas memang PKL
yang diuntungkan dengan beraktivitas di trotoar dan bahu jalan karena pendapatannya meningkat,
dan masyarakat sebagai pihak yang dirugikan karena menurunnya kualitas lingkungan. Tapi jika
dicermati lebih jauh semua stakeholder kawasan dirugikan.
Usulan pengelolaan Kawasan Banjaran yang dapat dilakukan adalah : menata kawasan
yang berwawasan lingkungan dengan melibatkan pelaku utama kawasan yaitu PKL, masyarakat
dan pemerintah; penyediaan prasarana sampah yang memadai dan pengelolaan sampah yang
baik; membuat peraturan daerah yang khusus mengatur PKL dengan mengintegrasikan agenda
lingkungan kedalamnya; meningkatkan koordinasi antar institusi yang menangani PKL dan
terlibat dalam pengelolaan kawasan; relokasi PKL ke dalam pasar karena kapasitas pasar masih
mampu menampung jumlah pedagang yang ada.
Kata kunci : PKL , dampak lingkungan, usulan pengelolaan.
ABSTRACT
Banjaran region is the largest trade center in Tegal Regency. Because of its strategic
site, which is situated on the main street connecting Tegal-Purwokerto, this area becomes the
activity center of the city resident. There are two traditional markets in this area, Pasar Banjaran
and Pasar Adiwerna, which are connected by sidewalk. Current condition of the sidewalk and
road shoulder into the activities of street vendors who made the slum, crowded, causing traffic
jams and waste.
Based on the facts above, it is necessary to conduct a study on environmental impact of
the existence of the street vendors. This study will be a positive input for the government of Tegal
Regency to organize and managing the region as the whole.
Type of research is a descriptive study with qualitative approach. Scope of research
covers the impact of the existence of street vendors on the environment, public perception on the
existence of street vendors and its impacts on the environment, policy analysis of the Tegal
regency government on the management area and the street vendors in the Banjaran region.
Samples used in this research are people and street vendors by using puposive sampling
Based on research, the existence of street vendors creates positive and negative impacts
on environment. The positive impact includes open job and giving contribution on local income
through regional themselves income of 3.16 percent of total. The negative impact of street
vendors which occupy public space rather than its allocation for, like sidewalk and shoulder of
the road. This is influenced by external factors such as improvement of market and from street
vendors to reach consumers. Another negative impact are declining environmental quality due to
waste generated (up to 4.25 m3 a day), traffic congestion and air pollution. For the total
concentration of dust particles (TSP) in the Pasar Banjaran reached 235.8 /Nm3 and 325.8
/Nm3 to the village Adiwerna from the quality standard was set at 230 /Nm3. While the
measurement noise level in the pasar Banjaran reached 73.2 dBA of quality standard was set at 55
dBA. Based on measurement of water quality of kali Jembangan residing in the region, the status
of water quality are medium polluted with water parameters that exceeds the standard of DO,
BOD, and phenols. It seems that the street vendors is the only side which gains the benefits
because their income increases and the publik gains the negative effect because of the declining
environmental quality, but actually all the stakeholders in this area get the negative effects.
The proposed management included are managing environmental areas by involving the
main actors areas like street vendors, public and government; provision of adequate waste
infrastructure and waste management better; create a special local regulations which regulate
street vendors by integrating the environmental agenda into it and increase coordination among
institutions to handle with street vendors and are involved in the management area; relocate street
vendors into the market because the market capacity is still able to accommodate all the existing
traders.
Keywords : street vendors, environmental impact, proposed management
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah hirobbil alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas selesainya penyusunan tesis dengan judul Kajian Lingkungan
Keberadaan Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Banjaran Kabupaten Tegal. Studi ini
dilakukan untuk mengkaji dampak lingkungan akibat aktivitas pedagang kaki lima di
kawasan Banjaran.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan pernah selesai tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1.
Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan
Universitas Diponegoro Semarang.
2.
Prof. Dr. Sudharto P Hadi, MES, selaku pembimbing utama sekaligus Penguji yang
telah berkenan meluangkan waktu dan memberikan bimbingan disela-sela
kesibukannya.
3.
selaku Penguji
Dra. Hartuti Purnaweni, MPA, selaku Penguji yang telah memberikan saran dan
masukan dalam penyempurnaan penyusunan tesis ini.
6.
7.
Pemerintah Kabupaten Tegal yang telah memberikan kesempatan dan ijin untuk
melanjutkan studi di Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro Semarang.
8.
Pengelola dan
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan penulis
menantikan saran dan masukan dari berbagai pihak untuk menjadikan karya ilmiah ini
lebih baik .
Wassalamualaikum Wr. Wb
Bambang Budiman
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................
LEMBAR PERNYATAAN...................................................................................
LEMBAR PERSEMBAHAN................................................................................
ABSTRAK..............................................................................................................
ABSTRACT..............................................................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................................
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
DAFTAR TABEL ..................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..
i
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xii
xiii
vi
halaman
BAB. I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................... 11
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................... ... 14
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... .. 15
BAB.II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................
2.1 Pengertian Sektor Informal ...........................................................
2.2 Karakteristik Pedagang Kaki Lima...............................................
2.2.1 Sarana Fisik .......................................................................
2.2.2 Pola Pelayanan Kegiatan ................................................ ...
2.3 Ruang Terbuka...............................................................................
2.3.1 Pengertian Ruang Terbuka ............................................. ...
2.3.2 Pemanfaatan Ruang Terbuka.............................................
2.4 Perencanaan Kota...........................................................................
2.4.2 Teori Perencanaan .........................................................
2.5 Kualitas Lingkungan....................................................................
2.5.1 Pemahaman Lingkungan................................................... .
16
16
18
18
22
23
23
24
25
26
27
28
30
30
30
30
31
33
34
35
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1.1 : Salah satu sudut di kawasan Banjaran kumuh
dan tidak tertata . 7
Gambar 1.2 : Sampah yang dibuang sembarangan
disekitar lokasi PKL di kawasan Banjaran ... 8
Gambar 1.3 : Trotoar yang berubah fungsi menjadi lapak PKL
di salah satu sudut kawasan Banjaran ......
9
Gambar 1.4 : Kerangka pikir penelitian 11
Gambar 2.1 : PKL berjualan di trotoar dan bahu jalan ...... 19
Gambar 3.1 : Peta Kabupaten Tegal 32
Gambar 4.1 : Lokasi 3 pasar di Kecamatan Adiwerna ... 43
Gambar 4.2 : Kota Adiwerna 45
Gambar 4.3 : Aktivitas di depan Pasar Banjaran 47
Gambar 4.4 : Aktivitas di depan Pasar Adiwerna 48
Gambar 4.5 : Pengelompokan jenis dagangan 51
Gambar 4.6 : Sketsa Kawasan Banjaran 54
Gambar 4.7 : Alat dagang PKL berupa gelaran .. 58
Gambar 4.8 : Alat dagang PKL yang Luas dan menutup trotoar .. 59
Gambar 4.9 : Penyebab PKLbertempat di trotoar dan Bahu jalan ... 67
Gambar 4.10 : TPS yang letaknya disekitar pemukiman dan terbuka 70
Gambar 4.11 : Sampah yang dibuang sembarangan di bahu jalan.
Oleh PKL di Banjaran 72
Gambar 4.12 : Sampah yang dibuang sembarangan disekitar lokasi
PKL di Banjaran . 72
Gambar 4.13 : Kemacetan lalu lintas di kawasan Banjaran 76
Gambar 4.14 : Operasi penertiban PKL di kawasan Banjaran
oleh Satpol PP . 86
Gambar 4.15 : Papan pengumuman larangan berjualan di trotoar
yang sudah kadaluarsa .. 91
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel I.1
Tabel I.2
Tabel IV.1
Tabel IV.2
:
:
:
:
Tabel IV.3
Tabel IV.4
Tabel IV.5
Tabel IV.6
Tabel IV.7
Tabel IV.8
Tabel IV.9
Tabel IV.10
Tabel IV.11
Tabel IV.12
Tabel IV.13
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tabel IV.14
Tabel IV.15
Tabel IV.16
Tabel IV.17
Tabel IV.18
:
:
:
:
:
Tabel IV.19
Tabel IV.20
:
:
Tabel IV.21
Tabel IV.22
Tabel IV.23
Tabel IV.24
Tabel IV.25
:
:
Tabel IV.26
Tabel IV.27
Tabel IV.28
Tabel IV.29
Tabel IV.30
:
:
:
Tabel IV.31
Tabel IV.32
Tabel IV.33
Tabel IV.34
:
:
:
:
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menin gkatnya ju mlah ten aga kerja yang tidak seimb an g dengan semp itnya
lapangan pekerjaan formal mengakibatkan bertambah besarnya an gka pengangguran . Hal
ini menyebab kan b anyak masyarakat yang kemud ian bekerja atau berusaha p ada sektor
informal seperti menjadi ped agang kaki lima di kota-kota besar di Indonesia. Kead aan ini
diperburuk dengan ad anya krisis ekonomi berkep anjan gan yang telah menyebabkan
terpuruknya perekonomian di berbagai belah an dunia, tidak terkecuali Indonesia sebagai
bagian dari komunitas dun ia yan g ikut merasakan imbasnya. Sebagai dampak h al tersebut
ad alah banyakn ya perusah aan yang terpaksa h arus gu lung tikar. Yang terjadi kemud ian
mereka terp aksa melakukan pemu tu san hubungan kerja terhadap p ara karyawan nya. Hal
ini memicu peningkatan an gka pengangguran . Seb agai gamb aran dalam ku run waktu
1997 samp ai 1999, terjadi p eningkatan an gka pengangguran dari 20 % dari selu ruh
an gkatan kerja pada tahun 1997 men jadi sebesar 45 % pada tahun 1999 (Hasil
SUSENAS, www.bps.go.id, akses 12 Januari 2010). Dengan meningkatnya angka
pengangguran berakibat pad a meningkatnya jumlah p endudu k miskin. Dengan semakin
keciln ya peluang kerja d i perusahaan -perusahaan tersebut membuat sektor in formal
tumbuh subu r diantaran ya men jadi pedagan g kaki lima dengan memanfaatkan ruangruan g kota yan g ada seperti tro to ar, dan beberapa ruan g terbu ka umu m (public space).
Banyak ped agang kaki lima tersebut memulai berdagang d engan mod al uang pesangon
dari PHK mereka.
Pertumbuhan sektor informal seperti pedagang kaki lima merupakan salah satu
bentuk elastisitas masyarakat dalam upaya untuk mendapatkan penghasilan dan
men afkah i keluarga. Akan tetapi jika perkemban gannya tidak direncanakan dan
ditempatkan p ada lokasi yang tep at akan menimbu lkan permasalahan seperti
ketidakteraturan wajah ko ta, kemacetan lalu lin tas, p enumpukan sampah d an masalahmasalah lainn ya.
Sesu ai dengan hu kum ekonomi, para pedagan g kaki lima cenderung berusah a
menempati lo kasi-lokasi yan g strategis dengan keramaian kon sumen, sehingga cenderun g
tid ak memperhatikan tata ru ang ko ta. Mereka cenderun g menempati lokasi yang bukan
peruntukannya, seperti tro toar atau badan jalan sehingga dapat mengganggu arus lalu
lin tas. Seperti peribahasa ada gula ada semu t maka pasar seb agai pusat aktivitas
perekonomian su atu kota menjadi ruan g yan g menarik bagi pedagang kaki lima un tu k
men awarkan b arang dan jasa meskipun haru s menemp ati ruang-ruan g publik dan
berakibat menimbu lkan permasalahan .
Pedagan g Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah un tu k menyebu t penjaja
dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karen a jumlah kaki
pedagan gnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah du a kaki pedagang ditambah tiga
"kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua rod a dan satu kaki). Saat ini
istilah PKL ju ga digunakan un tu k ped agang di jalanan pad a umumn ya. Seben arnya istilah
kaki lima berasal dari masa pen jajahan ko lonial Belanda. Peratu ran pemerintahan
Belanda pada waktu itu menetapkan bah wa setiap jalan raya yang d ib angun hendaknya
men yed iakan saran a untuk pejalan kaki. Leb ar luas untuk pejalan adalah lima kaki atau
sekitar satu setengah meter.
Sektor informal kini menjadi kebijakan yan g tid ak dapat d ip isah kan d alam
pemban gun an nasional semenjak terjadinya krisis di In donesia. Sektor in formal
diharapkan d apat berperan seb agai "Katu p Penyelamat dalam menghad api masalah
lapangan kerja bagi angkatan kerja yang tid ak dapat terserap dalam sekto r fo rmal, karen a
kemampu an dari sekto r info rmal dalam penyerapan tenaga kerja dan d alam memberikan
kontribusinya terhadap pendap atan nasion al maupun daerah atau kota.
Demikian h alnya den gan Kabupaten Tegal yan g memiliki pertumbuhan
penduduk yang sebagian besar disebabkan oleh terjad in ya migrasi sebagaimana tabel
beriku t :
T abel I.1
Laju pertumbuhan penduduk Kab. Tegal
Tahun 2003 2008
Tahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
1 .423.346 1.449 .682 1 .468.500 1.476 .799 1 .482.551 1.508 .213
d alam
1 ,72
1 ,85
1 ,30
0 ,57
0 ,39 proses
Jumlah Pendudu k
Laju Pertumbuhan
Pendudu k (%/th )
An gka Kematian
a.
Bayi (%/th)
An gka Kematian
b.
Ibu (%/th)
32
Tingkat Migrasi
c.
(jiwa)
Su mber : SIPD Kab. Tegal 2008
159
120
76
156
87
34
32
30
31
21
7.901
6.022
2.489
2.070
6.928
Tingkat migrasi yan g cukup tinggi tersebut terutama disebabkan o leh adanya h arapan
memperoleh pekerjaan d i sektor formal. Tetap i dalam kenyataannya, sektor formal atau
industri kurang memb eri kesempatan kerja b agi p end atan g tersebut seh in gga mereka
yang belu m atau tidak mendapat kesemp atan di sekto r fo rmal, mencip takan lap angan di
sektor informal den gan modal dan kemampuan yan g mereka miliki.
Menin gkatnya ju mlah ten aga kerja yang tidak seimb an g dengan semp itnya
lapangan
pekerjaan
formal
juga
mengakibatkan
bertambah
besarnya
angka
pengangguran. Berdasar d ata keten agakerjaan dari Dinso sn akertrans Kab. Tegal, angka
pengangguran di Kabupaten Tegal tercatat dalam tabel berikut :
Tabel : I.2
Data ketenagakerjaan Kab. Tegal 2003-2008
Ketenagakerjaan
T ahun
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Penduduk 15 th
a.
keatas
829 .793 915.197 949 .355 939.952 928 .788 938.536
Setengah
penganggur
b. (kesempatan kerja) 463 .267 560.553 616 .608 678.269 720 .424 972.572
Pen gan ggu r
Terbu ka
c.
129 .351 156.515 172 .166 189.383 209 .807 283.239
sumb er : Din sosnakertran s dalam SIPD Kab. Tegal 2008.
Keberad aan PKL merupakan suatu realita saat ini, b ersamaaan den gan tumbuh
dan berkemban gnya geliat perekonomian di suatu kota/daerah . Hak-hak mereka un tu k
mendap atkan rejeki yang halal di ten gah sulitnya mereka untuk mend ap atkan pekerjaan
yang sesuai dengan h arapan ten tunya tid ak bisa dikesamp in gkan. Kehad iran mereka
bermanfaat b agi masyarakat luas teru tama b agi yang sering memanfaatkan jasan ya.
Namun keberad aan pedagang kaki lima memuncu lkan p ermasalahan sosial dan
lin gkungan berkaitan dengan masalah kebersihan, keindahan d an ketertib an su atu kota.
Ruang-ruan g publik yang seharusnya merupakan hak bagi masyarakat u mu m un tu k
mendap atkan kenyaman an baik untuk berolah raga, jalan kaki maupun berkend ara
men jadi terganggu. Tidak dap at dipungkiri bila saat ini b anyak ku alitas ruang kota kita
semakin menurun dan masih jauh dari stand ar minimum sebu ah kota yang nyaman,
terutama pad a pen ciptaan maupun peman faatan ruan g terbu ka yang kuran g memadai.
Penurun an ku alitas itu antara lain dari tid ak ditata dan kurang terawatn ya pedestrian atau
ruan g p ejalan kaki, perubah an fu ngsi taman hijau, atau telah menjadi tempat mangkal
para PKL yang mengganggu kenyaman an warga ko ta lain un tu k men ikmatin ya.
Keh ad iran kegiatan PKL selalu melan ggar aturan atau norma baku , menyebabkan
kemacetan, pencemaran , sampah, memampetkan rio l, men gganggu kesehatan dan
sanitasi, kebersihan lingkungan serta ketertiban .
Prob lematika PKL ini akan terus menjad i pekerjaan ru mah pemerintah dari
waktu ke waktu sehingga dalam satu bulan saja media massa tidak bisa bersih dari isu
PKL. Perso alan PKL merupakan p erso alan yang saling terkait dengan perso alan sosial
lainnya. Pen angan an PKL yang dilakukan secara sep ih ak o leh pemerin tah bisa
memuncu lkan perso alan baru yan g jauh leb ih ru mit. Kericuhan serin g terjadi saat
penertib an karena adan ya warga yan g menentang penggusuran . Peristiwa pen ertiban yan g
berakhir dengan muncu lnya perlawan an dan jatuh korban , semakin mengkukuhkan
bahwa kaum pinggiran merupakan artefak kota yan g ada saat ini.
Memang persoalan kaum pinggiran di berbagai ko ta menjadi p ersoalan yan g
dilematis. Di satu sisi pemerin tah daerah, baik kabup aten maupun kota bertan ggungjawab
atas warganya dalam persoalan kesejahteraan. Di sisi lain, pemerintah daerah
membutuhkan wajah ko ta yang indah, bersih, dan tertata seb agai tuntutan ru an g kota
yang sehat. Dari pilih an an tara tata ruang kota dan kesejahteraan warganya tersebu t,
Pemerintah lebih memilih untu k mengambil sikap yan g kedu a, yakni pentin gnya
men gemb alikan ketertiban d an keindah an ko ta. Maka, ko nsekuensi dari p ilihan tersebut
ad alah dengan menertibkan dan menata PKL. Karena itu , kebijakan yang tidak populer
dan kon troversial ini menjad i kebijakan yan g kon tra produ ktif dan cenderung sep ih ak.
Kegiatan sekto r informal sejak awal tid ak mend ap atkan perhatian, sehingga
perkembangan kegiatan tersebut sering tidak dimasukkan dalam perencan aan dan
pengambilan kebijakan yang d ilakukan pemerintah . Begitu pu la jika ditin jau dari d imensi
perencanaan tata ru ang.
Kawasan d i kota kota kecil di Kabup aten /Ko ta saat ini telah tu mbuh dan
berkembang b aik secara fisik maupun non fisik serta cenderung menimbulkan
permasalahan lingkungan, tata ruan g dan sosial seb agaimana kota-kota besar.
Permasalahan yan g timbul biasanya seperti berikut ini (Kan to r Men teri Negara
Lingkungan Hidup, 2002 :6 4) :
a. Ku muh (Slummy)
Kawasan yang dipenuhi pedagang kaki lima biasanya menjadi kumuh dan tidak
tertata, air bersih, sampah, drainase menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai. Jika
musim kemarau debu beterbangan , dan apabila musim hujan tiba, banjir dan
genangan air terjadi dimana-mana.
Sampah dapat membawa dampak yang buruk pada kondisi kesehatan manusia. Bila
sampah dibuang secara sembarangan atau ditumpuk tanpa ada pengelolaan yang baik,
maka akan menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang serius. Tumpukan sampah
yang dibiarkan begitu saja akan mendatangkan tikus dan serangga yang membawa
kuman penyakit. Lalat hidup dari sisa makanan dan berkembang biak ditempat
sampah, dan dapat menjadi pembawa utama dari kuman bakteri yang menyebabkan
diare karena mudah hinggap di makanan atau peralatan makan. Tikus diketahui dapat
membawa penyakit seperti tipus, leptosprirosis, salmonellosis, pes dan lain-lain
(Soemirat, 2009:156). Sedangkan serangga dapat membawa berbagai bakteri yang
menyebabkan penyakit disentri dan diare. Nyamuk akan berkembang biak di air yang
tidak bergerak di sekitar sampah yang tercecer dan dapat menyebabkan malaria
bahkan demam berdarah. Kondisi semacam ini juga terjadi di kawasan Banjaran
Kabupaten Tegal seperti terlihat dalam gambar berikut :
Gambar 1.1:
Salah satu sudut d i kawasan Ban jaran,
kumuh d an tid ak tertata
Gambar 1.2 :
Samp ah yang dibu ang semb arangan
d i sekitar lokasi PKL di kawasan B anjaran
b. Kemacetan Lalu Lintas
Selain d iseb abkan oleh ped agang kaki lima, kemacetan disebabkan o leh perilaku
pen gemudi angkutan umu m
yang menurunkan
dan
semb arangan, teru tama di depan p asar-pasar. Kemacetan yang terjadi mengakibatkan
pencemaran udara yan g berasal d ari kendaraan bermotor yan g berdamp ak pad a
lingkungan yaitu menurunnya ku alitas ud ara ambient d i suatu wilayah . Semakin
b an yak kend araan b ermoto r yang melintas (apalagi jika terjad i kemacetan lalu lintas)
akan semakin banyak menghasilkan emisi gas buan g d an memberikan kontribusi
cukup besar bagi penurun an ku alitas lingkun gan udara di lo kasi tersebut.
c. T ro toar Berubah Fungsi
T ro toar yang pada awaln ya sebagai lalu lin tas pejalan kaki untuk menikmati suasan a
kota berub ah fungsi menjad i tempat berjualan pedagang kaki lima, yan g memperbu ru k
wajah ko ta.
Gambar 1.3 :
T rotoar yang berubah fun gsi men jadi lap ak PKL
d i salah satu sudut kawasan Banjaran
Permasalahan diatas muncu l secara perlah an-lahan d an terakumu lasi menjadi
besar. Pemerintah Kabupaten/Kota tidak bisa berbuat banyak, meskipun terjadi
d alam
perencanaan dan pembangunan tern yata belu m menunjukkan hasiln ya. Permasalahan
lainnya adalah kuran gnya dukungan jaringan utilitas terhad ap kegiatan pedagang sektor
informal, seperti tempat pembuan gan samp ah. Dengan tid ak ad an ya tempat pembuangan
sampah yang represen tatif membu at p ara pedagang cenderun g membuang sampah di
sembarang tempat b ahkan ju ga pada saluran -saluran drainase (rio l) yang terdap at di
sekitar lokasi p ara pedagang kaki lima tersebut. Sampah yan g d ibuan g di jalan dapat
men ghambat saluran air yan g akhirnya membuat air terkurun g dan tidak bergerak,
men jadi tempat berkubang bagi nyamuk penyebab malaria. Sampah yan g menyu mbat
saluran air atau riol d apat men yeb ab kan b anjir. Ketika banjir, air dari riol akan masuk ke
dalam rumah sehingga semu a ku man, kotoran dan bibit penyakit masuk
Dengan mempertimb angkan b ahwa pengembangan sektor info rmal yang tepat
akan men yerap b anyak tenaga kerja, disamp in g dap at menu runkan kualitas lin gkungan
di suatu wilayah , maka sudah seharu sn ya Pemerintah Kabupaten Tegal memberikan
perh atian secara khu sus terhadap perkembangan ped agang kaki lima d an memberikan
mereka fasilitas yan g memadai. Dengan demikian diharap kan pengembangan sektor
informal ini akan menjad i salah satu pengaman b agi golon gan masyarakat marginal un tu k
dapat tu mbuh d an berkembang dengan tid ak merugikan lin gkungan.
Di d alam menyusun perencan aan kota p ad a u mumnya di Indonesia serin gkali
hanya melihat pada kegiatan kegiatan formal saja. Pengambil kebijakan, d alam hal ini
Pemerintah Kabup aten Tegal menyusun rencan a tata lahan, b angunan dan lin gkungan
hanya u ntu k kegiatan formal, seperti kawasan perumah an, perdagan gan , industri dan
sebagainya. Sedangkan sektor informal seperti kegiatan ped agang kaki lima d an indu stri
rumah tan gga serin g terlup akan.
Dalam penelitian ini dap at d ijelaskan b ah wa keran gka p ikir penelitian in i ad alah sebagai
beriku t :
Elastisitas PKL
- Mudah (tanpa ijin, modal sedikit)
- Semi permanen, mobile
- Identifikasi PKL
- Identifikasi dampak lingkungan PKL
- Kebijakan Pemerintah Kab. dalam mengatasi PKL
- Evaluasi kebijakan
Gambar 1.4 :
penataan dimaksud h arus dapat mengakomodir keinginan para pedagan g kaki lima un tu k
men gemb angkan usah anya d alam arah yang benar dan b aik sehingga akan terjadi
keterp adu an dan memiliki sinergi po sitif dengan sektor pemban gun an yang lain d alam
up aya mendukung up aya p embangunan dan pengembangan kabupaten Tegal.
Dari uraian tersebut di atas dan den gan maksud untuk memberikan sumbangan
pemikiran kepada Pemerintah Kabupaten Tegal atau pih ak-pihak yang berkepentingan
dalam rangka penan gan an masalah ped agang kaki lima maka peneliti tertarik untu k
men gkaji dampak keberad aan pedagang kaki lima terhadap lingkun gan
dengan