Anda di halaman 1dari 11

Etika

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Filosofi

Cabang[tampilkan]
Zaman[tampilkan]
Tradisi[tampilkan]
Filsuf[tampilkan]
Sastra[tampilkan]
Daftar[tampilkan]
Portal

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana
dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral.[butuh rujukan] Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.[butuh rujukan]St. John of
Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan
kita.[butuh rujukan] Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis
kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.[1] Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk
mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.[butuh rujukan]
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.[butuh
rujukan]
Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.[butuh
rujukan]
Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah
tingkah laku manusia.[butuh rujukan] Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut
baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.[2]
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi
penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).[butuh rujukan]
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Jenis etika
o

1.1 Etika Filosofis

1.2 Etika Teologis

1.3 Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis

2 Referensi

3 Pranala luar

Jenis etika[sunting | sunting sumber]


Etika Filosofis[sunting | sunting sumber]
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat
atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian
dari filsafat; etika lahir dari filsafat.[butuh rujukan]
Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat.[butuh
rujukan]
Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga
mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:[3]
1. Non-empiris[butuh rujukan] Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu
yang didasarkan pada fakta atau yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat
berusaha melampaui yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala
konkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret yang
secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
2. Praktis[butuh rujukan] Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu yang ada. Misalnya
filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan
bertanya tentang apa yang harus dilakukan. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat
bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai.
Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema
pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika
masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun
sendiri argumentasi yang tahan uji.

Etika Teologis[sunting | sunting sumber]


Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan
hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masingmasing.[butuh rujukan] Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu
banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti
setelah memahami etika secara umum.[4]
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisipresuposisi teologis.[5] Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika
teologis.[butuh rujukan] Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak
dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan
bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi.[butuh rujukan] Karena itu, etika
teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris.[6] Etika
teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku
manusia.[butuh rujukan] Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari
apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak
Allah.[7]
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan
menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang
lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.[butuh rujukan]

Relasi Etika Filosofis dan Etika Teologis[sunting | sunting sumber]


Terdapat perdebatan mengenai posisi etika filosofis dan etika teologis di dalam ranah etika.[butuh
rujukan]
Sepanjang sejarah pertemuan antara kedua etika ini, ada tiga jawaban menonjol yang
dikemukakan mengenai pertanyaan di atas, yaitu:[8]

Revisionisme[butuh rujukan]

Tanggapan ini berasal dari Augustinus (354-430) yang menyatakan bahwa etika teologis
bertugas untuk merevisi, yaitu mengoreksi dan memperbaiki etika filosofis.

Sintesis[butuh rujukan]

Jawaban ini dikemukakan oleh Thomas Aquinas (1225-1274) yang menyintesiskan etika filosofis
dan etika teologis sedemikian rupa, hingga kedua jenis etika ini, dengan mempertahankan
identitas masing-masing, menjadi suatu entitas baru. Hasilnya adalah etika filosofis menjadi
lapisan bawah yang bersifat umum, sedangkan etika teologis menjadi lapisan atas yang bersifat
khusus.

Diaparalelisme[butuh rujukan]

Jawaban ini diberikan oleh F.E.D. Schleiermacher (1768-1834) yang menganggap etika teologis
dan etika filosofis sebagai gejala-gejala yang sejajar. Hal tersebut dapat diumpamakan seperti
sepasang rel kereta api yang sejajar.
Mengenai pandangan-pandangan di atas, ada beberapa keberatan. Mengenai pandangan
Augustinus, dapat dilihat dengan jelas bahwa etika filosofis tidak dihormati setingkat dengan etika
teologis.[butuh rujukan] Terhadap pandangan Thomas Aquinas, kritik yang dilancarkan juga sama
yaitu belum dihormatinya etika filosofis yang setara dengan etika teologis, walaupun kedudukan
etika filosofis telah diperkuat.[butuh rujukan] Terakhir, terhadap pandangan Schleiermacher, diberikan
kritik bahwa meskipun keduanya telah dianggap setingkat namun belum ada pertemuan di antara
mereka.[9]
Ada pendapat lain yang menyatakan perlunya suatu hubungan yang dialogis antara
keduanya.[10] Dengan hubungan dialogis ini maka relasi keduanya dapat terjalin dan bukan hanya
saling menatap dari dua horizon yang paralel saja.[butuh rujukan] Selanjutnya diharapkan dari
hubungan yang dialogis ini dapat dicapai suatu tujuan bersama yang mulia, yaitu membantu
manusia dalam bagaimana ia seharusnya hidup.

Referensi[sunting | sunting sumber]


1. ^ [K. Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 25.]
2. ^ Etika, 24-25
3. ^ Etika, 27-29
4. ^ [Eka Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 94.]
5. ^ [Paul L. Lehmann. 1963. Ethics in a Christian Context. New York: Harper & Row Publishers,
25.]
6. ^ [J.A.B. Jongeneel. 1980. Hukum Kemerdekaan Jilid 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 15-16.]
7. ^ [J. Verkuyl. 1982. Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 17.]
8. ^ Ethics in a Christian Context, 254
9. ^ Ethics in a Christian Context, 254
10. ^ Hukum Kemerdekaan Jilid 1, 38.

Pengertian Etika, Profesi, dan Profesionalisme

ETIKA
A. Pengertian Etika

Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan
bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral.Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah,
baik, buruk, dan tanggung jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis
(practical philosophy).

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan
kita.Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak
jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari
tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika
memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika
merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan
tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut
pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.

Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi
penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

B. Definisi Etika

- Menurut Bertens : Nilai- nilai atau norma norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

- Menurut KBBI : Etika dirumuskan dalam 3 arti yaitu tentang apa yang baik dan apa yang buruk,
nilai yang berkenaan dengan akhlak, dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.

- Menurut Sumaryono (1995) : Etika berkembang menjadi studi tentang manusia berdasarkan
kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam
kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu etika juga berkembang menjadi studi tentang
kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak
manusia.

C. Macam-macam Etika

Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku
manusia :

1. Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan
prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau
sikap yang mau diambil.

2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan.

Etika secara umum dapat dibagi menjadi :

1. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis,
bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang
menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya
suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas
mengenai pengertian umum dan teori-teori.

2. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam
bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsipprinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku
saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi

yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan
atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

Etika Khusus dibagi lagi menjadi dua bagian :


a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai
anggota umat manusia.

Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama
lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat
manusia saling berkaitan. Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara
langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa
pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap
lingkungan hidup.
Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah
menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah
sebagai berikut :
1. Sikap terhadap sesama
2. Etika keluarga
3. Etika profesi
4. Etika politik
5. Etika lingkungan
6. Etika idiologi

D. Manfaat Etika

Beberapa manfaat Etika adalah sebagai berikut ,


1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana
yang boleh dirubah.
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai.

PROFESI

A. Pengertian Profesi
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess", yang dalam
bahasa Yunani adalah "", yang bermakna: "Janji untuk memenuhi kewajiban
melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta
proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi
adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdan desainer
Pekerjaan tidak sama dengan profesi. Istilah yang mudah dimengerti oleh masyarakat
awam adalah: sebuah profesi sudah pasti menjadi sebuah pekerjaan, namun sebuah
pekerjaan belum tentu menjadi sebuah profesi. Profesi memiliki mekanisme serta aturan
yang harus dipenuhi sebagai suatu ketentuan, sedangkan kebalikannya, pekerjaan tidak
memiliki aturan yang rumit seperti itu. Hal inilah yang harus diluruskan di masyarakat,
karena hampir semua orang menganggap bahwa pekerjaan dan profesi adalah sama.
B. Karakteristik Profesi
- Keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan teoritis : Professional dapat
diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki
keterampilan yang berdasarkan pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam
praktik.
- Assosiasi professional : Profesi biasanya memiliki badan yang diorganisasi oleh para
anggotanya, yang dimaksudkan untuk meningkatkan status para anggotanya.
- Pendidikan yang ekstensif : Profesi yang prestisius biasanya memerlukan pendidikan
yang lama dalam jenjang pendidikan tinggi.
- Ujian kompetensi : Sebelum memasuki organisasi professional, biasanya ada
persyaratan untuk lulus dari suatu tes yang menguji terutama pengetahuan teoritis.
- Pelatihan institusional : Selain ujian, biasanya dipersyaratkan untuk mengikuti
pelatihan institusional dimana calon profesional mendapatkan pengalaman praktis
sebelum menjadi anggota penuh organisasi.
- Lisensi : Profesi menetapkan syarat pendaftaran dan proses sertifikasi sehingga hanya
mereka yang memiliki lisensi bisa dianggap bisa dipercaya.
- Otonomi kerja : Profesional cenderung mengendalikan kerja dan pengetahuan
teoretis mereka agar terhindar adanya intervensi dari luar.

- Kode etik : Organisasi profesi biasanya memiliki kode etik bagi para anggotanya dan
prosedur pendisiplinan bagi mereka yang melanggar aturan.
C. Ciri Ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
- Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki
berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
- Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku
profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
- Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus
meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
- Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan,
keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi
harus terlebih dahulu ada izin khusus.
- Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

PROFESIONALISME
A. Pengertian Professional / Professionalisme
Adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau seorang profesional
adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan
terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain
melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang senang atau untuk mengisi
waktu luang.
B. Ciri Ciri Profesionalisme
Kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas
rata - rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain
pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan
masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu.
Standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat

yang semakin baik.

C. Perbedaan Profesi & Profesional :


Profesi :
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
Profesional :
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
D.Kode Etik Profesi / Profesionalisme
Adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam
kehidupan sehari-hari.
Tujuan Kode Etik :
-

Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.

Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

Untuk meningkatkan mutu profesi.

Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.

Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.

Menentukan baku standarnya sendiri.

Prinsip Etika Profesi :


Tanggung Jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada
umumnya.

Keadilan
- Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
Otonomi
- Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi kebebasan dalam
menjalankan profesinya
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi
http://tanudjaja.dosen.narotama.ac.id/2012/02/06/pengertian-etika-moral-dan-etiket/
http://anahuraki.lecture.ub.ac.id/pengertian-etika http://rizafahri.blogspot.com/2011/02/cirikhas-profesi-profesional.html http://pakarcomputer.blogspot.com/2012/02/pengertian-profesimenurut-para-pakar.html http://etikaprofesidanprotokoler.blogspot.com/2008/03/kode-etikprofesi.html
DIPOSKAN OLEH SAYA DI 01.46
KIRIMKAN INI LEWAT E MAILBLOGTHIS!BERBAGI KE TWITTER BERBAGI KE FACEBOOKBAGIKAN KE
PINTEREST

2 KOMENTAR:

1.
Diana Kurnia14 Juni 2013 02.44
Artikel
bagusss...
Sekedar ingin berbagi, brgkali bisa menambah sedikit bahan bacaan mengenai masalah2
etika
bisnis...
Klik --> Makalah Kasus Suap Pajak PT Easman Christensen
Balas

2.
Digo Ahmad14 Oktober 2014 21.56

Anda mungkin juga menyukai