Anda di halaman 1dari 24

http://madewahyudisubrata.blogspot.com/2012/11/green-economy-b1-01-ss-12.

html
GREEN ECONOMY (B1-01-SS-12)
PENGERTIAN
Apa itu Green economy? Jika di artikan secara sederhana green economy berasal dari dua kata
bahasa inggris. Green artinya hijau dan economy adalah ekonomi. Jadi secara garis besar Green
economy bisa diartikan sebagai ekonomi hijau (ekonomi yang ramah lingkungan).
Menurut (UNEP; United Nations Environment Programme) dalam laporannya berjudul Towards
Green Economy menyebutkan, Green Economy adalah ekonomi yang mampu meningkatkan
kesejahteraan dan keadilan sosial. Green Economy ingin menghilangkan dampak negatif pertumbuhan
ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam.Dari definisi yang diberikan UNEP,
pengertian Green Economy dalam kalimat sederhana dapat diartikan sebagai perekonomian yang
rendah karbon (tidak menghasilkan emisi dan polusi lingkungan), hemat sumber daya alam dan
berkeadilan sosial.
Kemudian apa bedanya ekonomi hijau (green economy) dengan pembangunan berkelanjutan
(sustainable development)?.Sebenarnya konsep green economy ialah manifestasi dari pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Green economy diharapkan dapat berperan untuk
menggantikan model ekonomi penjahat yang boros, timpang, dan tidak ramah lingkungan. Green
economy dibangun atas dasar kesadaran akan pentingnya ekosistem yang menyeimbangkan aktivitas
pelaku ekonomi dengan ketersediaan sumber daya. Selain itu, pendekatan green economy dimaksudkan
untuk mensinergikan tiga nilai dasar yakni: profit, people, dan planet. Pandangan ini mengimbau agar
para pelaku ekonomi bukan hanya memaksimalkan keuntungan semata, tetapi juga harus memberikan
kontribusi positif kepada masyarakat serta turut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Pada saat ini secara global tantangan yang dihadapi adalah masalah lingkungan yang diakibatkan
perubahan iklim dan krisis finansial. Bumi, dengan jumlah penduduk yang mencapai 7miliar, tidak akan

lagi bisa memenuhi kebutuhan semua penduduknya. Bahwa kita hidup di planet yang sudah melebihi
kapasitas dalam kemampuan memberi makan penduduknya
Ekonomi hijau diperlukan sebagai pengganti dari sistem ekonomi yang kita kenal selama ini.
Alasannya, sistem ekonomi yang kita jalani sekarang terbukti merusak lingkungan. Terlihat hutan-hutan
dunia yang mulai habis, begitu pula stok ikan di lautan atau kerusakan terumbu karang, atau semakin
tipisnya persediaan minyak bumi yang mendasari hampir semua aktivitas ekonomi serta energi kita.
Idealnya, sistem ekonomi hijau akan memastikan bahwa setiap negara, dalam upaya mengurangi
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk, melakukannya dengan cara yang
bertanggungjawab dan melindungi lingkungan. Pada waktu yang lalu pendekatan perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan adalah mengupayakan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sehingga limbah yang
dihasilkan menjadi lebih sedikit dan sisanya dapat didaur ulang. Pada saat ini pendekatannya menjadi
berubah menjadireimagine, redesign sebagai upaya yang prioritas, baru kita melihat reduce,
reuse danrecycle disebut sebagai upaya tradisional.
Sebagai contoh, pabrik tekstil Rohner melihat adanya kebutuhan terhadap produk ramah
lingkungan sehingga mereka mencari bahan bakunya seperti ramin, wool, serat alam yang mengurangi
dampak lingkungan terutama penggunaan pestisida. Selain itu Rohner juga mencari zat pewarna yang
tidak toksik dan zat pewarna tersebut dipasok oleh Ciba-Geigy dan produk Rohner yang ramah
lingkungan ini dinamai CLIMATEX, produk yang terurai secara alami dan ramah lingkungan.Dengan cara
ini Rohner mencoba me-redesign produknya agar bisa memenuhi pengaturan di bidang lingkungan.
GREEN ECONOMY DI INDONESIA
Pada saat ini di Indonesia khususnya sangat bertumpu pada sumber daya alam-nya baik yang
tidak dapat diperbaharui maupun yang dapat diperbaharui. Sumber daya alam yang pada saat ini yang
menjadi tulang-punggung perekonomian kita adalah migas, mineral dan hutan kita. Dari data-data yang
kita ketahui bersama misalnya hutan di Indonesia sudah mengalami degradasi sehingga tutupan lahan di
Indonesia menjadi berkurang, misalnya: Pulau Jawa tinggal 7,55%, Bali 27,23%, Sumatera 32%,
Kalimantan 46,48%, Sulawesi 56,87%, Maluku 72,42% dan Papua 79,30%. Sedangkan minyak bumi
ketersediaannya juga terbatas demikian juga batubara. Pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah
lingkungan telah menyebabkan terjadinya berbagai bencana lingkungan antara lain banjir, longsor,
kenaikan temperatur, perubahan iklim, badai, cuaca yang tidak dapat diprediksi secara baik sehingga
menimbulkan sulitnya melaksanakan program pengentasan kemiskinan yang utama pada petani dan

nelayan. Dari data studi KLH tentang adaptasi menunjukkan musim tanam bergeser dari bulan
November menjadi bulan Januari dan Februari. Belum lagi karena gelombang pasang yang sangat tinggi
maka nelayan kita yang kapalnya sangat kecil tidak dapat melaut. Selain itu juga terjadi tekanan
terhadap alih fungsi hutan, bahkan karena nilai ekonomi suatu komoditi maka banyak aktifitas ekonomi
yang melanggar peraturan perundangan misalnya.kawasan lindung seperti tidak boleh bercocok tanam
di kawasan lindung dengan kemiringan >40%, tetapi di Pegunungan Dieng dan Lembang, petani
menanam kentang tapi akibatnya petani setelah mengalami booming uang hasil panen hanya dinikmatinya selama 5 tahun dan setelah itu terjadi penambahan pupuk karena humusnya hilang karena erosi dan
juga terjadi berbagai bencana kekeringan dan longsor. Perubahan iklim juga memerlukan bibit tanaman
khususnya padi yang tahan terhadap badai dan banjir kalau tidak akan terjadi gagal panen.
Selain terjadinya kerusakan lingkungan juga terjadi pencemaran lingkungan baik air, udara dan
laut kita. Dari data Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2007, status mutu air 33 sungai pada
30 provinsi di Indonesia sudah tercemar dengan kisaran ringan-berat bila dibandingkan mutu air sungai
kelas I dan II. Padahal kita ketahui bersama air merupakan unsur utama dalam kehidupan manusia, dan
dengan perubahan iklim ini bisa terjadi kelangkaan air. Berbagai peraturan perundangan diterbitkan
untuk mencegah terjadinya pencemaran, kerusakan lingkungan serta memacu terjadinya perubahan
iklim tetapi tanggapan pebisnis kita selalu negatif. Padahal berbagai peraturan tersebut dapat dijadikan
peluang, misalnya PT. Astra karena memenuhi standar EURO II mendapatkan kepercayaan dari Toyota
untuk ekspor ke negara lainnya. Peluang lain yang diambil oleh 100 perusahaan Indonesia adalah
dengancarbon trading melalui program Clean Development Mechanism (CDM) sesuai Kyoto Protocol.
Pada umumnya kita melihat krisis finansial dipisahkan dari upaya perbaikan kualitas lingkungan,
bahkan seringkali uapaya perbaikan lingkungan dikorbankan hanya untuk perbaikan ekonomi. Padahal
kita sudah mengalami berbagai bencana karena eksploitasi lingkungan yang jor-jor an. Hal ini dapat
ditunjukkan dengan kejadian bencana di Indonesia dalam periode 2003-2005 saja terjadi 1429 kejadian
bencana. Sekitar 53,3% adalah bencana yang terkait dengan hidro-meteorologi (sumber Bakornas PB
dan Bappenas 2006). Banjir adalah bencana yang paling sering terjadi (34%) diikuti oleh longsor (16%).
Menurut UN Office for the Coordination of Humanitarian Affairs mengindikasikan bahwa Indonesia
merupakan salah satu negara yang rentan terhadap bencana yang terkait dengan iklim. Adapun kerugian
ekonomi data dari World Bank (2006) menyebutkan bahwa kerugian global akibat perubahan iklim
mencapai US$ 4,3 triliun. Kerugian ini akan menjadi beban tanggungan negara-negara berkembang dan
miskin yang relatif memiliki keterbatasan kemampuan adaptasi akibat keterbatasan modal dsan

teknologi. Bila negara maju ingin membantu negara berkembang dan miskin, maka dana yang terkumpul
hanya US$ 500 milyar.
Negara-negara seperti Korea Selatan, Bangladesh, Srilanka, Cina, USA, Jerman, Inggris yang sudah
melaksanakan green economy dengan membuat kebijakan fiskal dan alokasi dana yang lebih besar
untuk program-program adaptasi dan mitigasi. Pada saat ini Indonesia memberikan dana stimulan yang
terbesar pada kegiatan infrastruktur, padahal Amerika dan negara-negara tersebut diatas
mengalokasikan dana stimulan untuk pembangunan ekonomi rendah karbon antara lain untuk energi
efisiensi, membangun energi terbaharukan, mengembangkan otomotif industri rendah karbon dimana
dengan cara ini juga membuat lapangan kerja baru. Di Indonesia juga dengan mendorong pelaksanaan
program CDM, dan dengan adanya UU Persampahan dimana pembuangan sampah yang open
dumping harus berubah menjadi landfill sudah dimulai dilakukannya. Landfill dan upaya pembakaran
gas metan bahkan ada yang dijadikan listrik. Selain itu, industri kelapa sawit menggunakan limbah
cangkangnya menjadi bahan bakar bahkan bisa juga diproduksi listrik. Dan juga di gedung-gedung
dilakukan energi efisiensi dapat menghemat biaya listrik sampai 20%, bahkan bisa lebih besar bila
adanya penggantian bahan perusak ozon pada chiller akan menambah effisiensinya menjadi 40%. Bila
kita melihat potensi CDM di Indonesia dari sektor energi sebesar 125 juta ton CO2, sektor kehutan 140
juta ton CO2, totalnya adalah 265 juta CO2. Belum lagi bilamana kita berani mengembangkan REDD
sebagai alternatif devisa negara dari sektor kehutanan.
Beberapa propinsi sudah melakukan beberapa aktifitas yang mengarah kepada green economy
seperti DI Yogyakarta melakukan efisiensi energi listrik (lampu jalan), maka Pemda Yogyakarta bisa
menyimpan biaya listrik sebesar 35 47%. Dana yang bisa disimpan ini digunakan untuk investasi energi
terbaharukan yang dipakai oleh masyarakat yang tidak dapat listrik dari PLN. Semua aktifitas ini juga
membuka lapangan pekerjaan baru misalnya pemasangan dan pemeliharaan energi terbaharukan. Pada
kegiatan pertanian lainnya misalnya untuk pemeliharaan sapi, maka kotoran sapi yang mencemari
lingkungan dan menghasilkan gas metan (GRK), dapat diambil gas metan dan dijadikan listrik. Demikian
juga pada kegiatan adaptasi dengan adanya Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup tentang
Sumur Resapan, maka anak-anak jalanan mendapatkan upah sebesar Rp 5000,- per lubang jadi bila
sehari bisa membuat lubang sebanyak 5 buah maka anak jalanan mendapat upah >US$ 2,5.
Pada kegiatan industri yang dilakukan adalah mencari alternatif energi, upaya yang dilakukan nya
adalah melaksanakan CSR-nya dengan menanam pada lokasi bekas tambang tanaman produktif untuk
petani penggarap dan jathropa untuk perusahaan semen sebagai energi alternatif. Selain itu melakukan

bantuan pada pengelolaan sampah yang dijadikan kompos sebagai pupuk untuk petani dan bahan bakar
alternatif untuk industri semen-nya. Pendekatan CSR seperti ini juga dilakukan oleh Coca Cola dimana
perusahaan ini sangat aktif dalam program lingkungan untuk konservasi air. Pendekatan ini dianjurkan
juga agar dilaksankan oleh semua industri, yaitu mengaitkan kepentingan bisnis dan upaya perlindungan
lingkungan.
Dengan uraian tersebut diatas kita Indonesia bisa melaksanakan green economydengan merubah
cara pandang kiat mengeksploitasi sumber daya alam sebelumnya yaitu eksploitasi sumber daya alam
misalnya dari sektor kehutanan, migas, tambang, pertanian, perikanan dan pengembangan industri
menuju pada:
Pemanfaatan sumber daya alam dengan prisip pembangunan berkelanjutan
1. Kehutanan untuk pelayanan lingkungan : CDM, Carbon Trade, REDD, Eco Tourism,
Keanekaragaman Hayati dan Pembagian Hasil
2. Efisiensi Energi (biaya rendah)
3. Energi Terbarukan : waste for energy, biomass, biogas, solar cell, mass transportation, organic
for agriculture
4. Kepariwisataan
Adapun kegiatan untuk adaptasi yang utama yang bisa dilakukan serta sekaligus memberikan lapangan
pekerjaan adalah program yang dilakukan secara komprehensif untuk rehabilitasi lingkungan seperti
tersebut di bawah ini;
1. Reforestrasi dengan partisipasi masyarakat
2. Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai
3. Pembuatan sumur resapan/biopori
4. Situ,kolam dan rehabilitasi Danau
5. Rehabilatasi lahan kritis
Kegiatan tersebut juga berdampak pada uapaya pencegahan bencana lingkungan serta membantu
upaya pelaksanaan program pertanian dan sektor ekonomi lainnya.

Dari uraian tersebut sudah saatnya kita merubah paradigma kita dengan melihat masalah lingkungan
bukanlah untuk dihindari tapi dijadikan peluang untuk pembangunan ekonomi Indonesia menghadapi
krisis finansial.
GREEN ECONOMY DAN LAPANGAN PEKERJAAN
Indonesia

bisa

menciptakan

jutaan

lapangan

pekerjaan

melalui

investasi green

economy. Investasi green economy adalah aktifitas perusahaan yang bisa mengurangi dampak kerusakan
lingkungan.
Dalam laporan Green and Decent Job yang dirilis International Trade Union Confederation (ITUC),
Indonesia menempati urutan ketiga negara paling potensial menciptakan lapangan kerja di bidang green
economy, setelah Amerika Serikat (AS) dan Brazil. Laporan yang menyoroti potensi lapangan kerja di 12
negara tersebut menyebutkan, jika Indonesia melakukan investasi 2 persen dari pendapatan negara
untuk green economy, maka dalam lima tahun ke depan, Indonesia bisa menciptakan 4,4-6,3 juta
lapangan kerja baru.
Berikut beberapa pernyataan dari sekjen ITUC di Jakarta (10 Mei 2012) :
"Dua persen dari pendapatan negara itu tidak harus dikeluarkan dari pemerintah, bisa dari swasta.
Pemerintah bisa memfasilitasi regulasi dan insentif pajak," ujar Sekretaris Jenderal ITUC, Sharan Burrow,
di Jakarta.
Menurut dia, investasi yang masuk kategori green economy adalah aktifitas perusahaan yang bisa
mengurangi dampak kerusakan lingkungan seperti pembuatan solar panel, turbin tenaga angin,
konstruksi retrofitting, atau transportasi massal yang mengurangi polusi.
"Dari sektor transportasi Jakarta misalnya, kami perkirakan untuk tiap US$1 juta yang dihabiskan bisa
tercipta 656 pekerjaan," ujar Sharan.
Secara global, jika setiap negara menginvestasikan 2 persen dari pendapatannya setiap tahun,
maka selama lima tahun berturut-turut diperkirakan tercipta 48 juta lapangan pekerjaan baru.

"Ini akan menjawab dua kebutuhan sekaligus, yaitu kebutuhan akan pekerjaan dan kebutuhan untuk
melestarikan lingkungan," ujar Sharan.

Anggota komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan, perlu dilihat apakah investasigreen
economy menguntungkan kaum buruh.
"Daerah-daerah kantong TKI itu rata-rata luar biasa subur dan punya banyak sumber daya alam, tetapi
penduduknya miskin karena keuntungan bukan untuk mereka," katanya.

http://mygreenworld.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/10/green-economy-approach-a-challenge-tointernational-business/

Green Economy Approach: A Challenge to International Business


ABSTRACT
Were now in the threshold of a global transformation the age of green economics (Ban Ki Moon
Secretary General of the United Nations)
Green Economy Approach: A Challenge to International Business
Global economic growth over the past 50 years has been accompanied by accelerated environmental
decline. From 1981 to 2005, the global GDP more than doubled, in contrast to the 60% of the worlds
ecosystems being degraded or used in an unsustainable manner. This data shows that it is time for all
nations, corporations and the global citizen to embrace green economy approach. Applying it means
execute sustainable development application to all processes involves all stakeholders. For corporations
green economy approach enhances their competitive advantages and ensures that their customers will
not leave them behind. Green economy indeed is a challenge to international business. It is supported
by citizen of the world who becomes more aware on the degradation of their environment and the
climate change, thus guardianship comes from every angle and by everyone which will affect and
change the black economy approach in doing business. Business as usual is (will be) history, Green
economy approach has started and we all should wait no more!
Keywords:
Green Economy, sustainable development, UNEP, Green Economy Initiatives (GEI)
I.1. Latar Belakang
Baru-baru ini (3/6/2010) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa green economysudah
menjadi ideologi baru dunia, yang harus dijaga dengan kebijakan yang benar. Presiden juga
mengingatkan bahwa dunia usaha tidak bisa lagi melakukan bisnis as usual karena praktek ini bisa
menguras cadangan minyak. Bangsa ini punya tanggungjawab sejarah untuk anak cucu di masa

mendatang, Ditegaskan juga

bahwa di masa datang, Indonesia harus mengembangkan

konsepsustainable agriculture yang tidak merusak lingkungan.[1]


Pernyataan presiden sejalan dengan pembahasan seminar Menuju Green Economy yang diadakan
pada bulan Mei 2010 oleh Kementrian Lingkungan Hidup.[2] Salah satu pembahasannya menyatakan
bahwa model pembangunan ekonomi yang diterapkan untuk mengembangkan pembangunan ekonomi
sekarang ini cenderung ekstraktif dan berjangka pendek, sehingga pendekatan green economy yang
menjamin terpeliharanya hubungan timbal balik antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan
fungsi lingkungan dalam mendukung terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan harus segera
dimulai.
Penerapan dan pelaksanaan green economy yang terarah dan menyeluruh di Indonesia harus ditunjang
oleh kebijakan pemerintah untuk menjamin keberhasilan penerapannya, seperti yang telah ditetapkan
oleh Kabinet Indonesia Bersatu II[3] dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional-nya
(RPJMN) periode 2010-2014[4] sebagai dasar pengembangan perekonomian Indonesia yang
berkelanjutan yang antara lain dilakukan melalui aplikasi green budgeting untuk menata-kelola
keuangan anggaran pemerintah. Implementasi dari green budgeting antara lain melalui penerapangreen
procurement pada kebijakan publik.
PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa) melalui salah satu badan organisasinya, UNEP bahkan telah
meluncurkan inisiatif green economy (GEI) untuk mendorong penerapan green economy oleh negaranegara anggotanya sejak November 2008[5], setelah menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi dunia
selama 50 tahun terakhir ternyata diikuti oleh penurunan kualitas lingkungan yang sangat parah. Sejak
tahun 1981 sampai dengan 2005, GDP (Gross Domestic Products) dunia naik lebih dari 100 % tetapi pada
periode yang sama ekosistem dunia rusak atau yang digunakan dengan cara yang tidak berkelanjutan
lebih dari 60 %. [6]
Terlihat pada gambar dibawah peringkat negara-negara penerima GGND (Global Green New Deal) dari
UNEP sampai dengan Agustus 2009, yang menunjukkan bahwa Korea Selatan menduduki peringkat
paling tinggi dengan angka 79 %. Korea Selatan mensponsori inisiatif East Asia Low Carbon Green
Growth.
Dilain pihak, konsumen dunia juga semakin sadar akan akibat perubahan iklim dan menurunnya kualitas
lingkungan hidup sehingga semakin banyak permintaan atas produk-produk atau servis yang
menerapkan prinsip-prinsip green economy, bahkan untuk menunjang gaya hidup green tersebut,

konsumen tidak keberatan untuk membayar lebih mahal dari produk yang tidak menerapkan
prinsipgreen economy. Suatu survey yang dilakukan di 8 negara dengan 9,000 responden pada tahun
2010 ini menyimpulkan bahwa lebih dari 60 % konsumen akan membeli dari perusahaan yang
mempunyai kesadaran lingkungan walaupun di negara-negara berkembang, masalah harga yang lebih
tinggi menjadi halangan.[7]
Itulah sebabnya ketika sejak awal tahun 2010, media ramai memberitakan laporan Green Peace
(Desember 2009)[8], yang menyatakan bahwa PT. SMART (Sinar Mas Agro Resources and Technology)
tidak menerapkan system perkebunan sawit yang berkelanjutan, mengakibatkan tuntutan yang sangat
keras kepada dua perusahaan besar dunia, Nestle inc dan Unilever, untuk memutuskan kontraknya
membeli CPO dari Sinar Mas karena tidak menjalankan bisnisnya sesuai dengan prinsip green economy.
Pemerintah Indonesia akhirnya memediasi pertemuan untuk menengarai pertikaian antara Green
Peace dengan Sinar Mas, yang menghasilkan pada penunjukan auditor independen. Direncanakan pada
akhir Juni 2010, para auditor ini dapat menunjukkan hasil temuannya apakah laporan Green Peace
memang terbukti atau tidak. Contoh kasus ini membuktikan bahwa perusahaan atau korporasi yang
tidak (atau bahkan dicurigai tidak) menerapkan prinsip green economy tidak hanya akan kehilangan
competitive advantage-nya, bahkan besar kemungkinannya untuk ditinggalkan oleh pelanggan dan
konsumennya.
Penerapan prinsip-prinsip green economy oleh suatu perusahaan, bahkan negara-negara di dunia harus
sesegera mungkin dilakukan, pertanyaannya adalah apa saja konsekwensi yang akan terjadi, terutama
dari

segi

biaya

dan

keuntungan

yang

diperoleh,

seberapa

besar

biaya

(yang

tidak

diperhitungkan/dianggarkan) yang mungkin dan akan timbul bila hal tersebut dilakukan. Seberapa besar
tantangan untuk penerapan green economy bagi pihak-pihak yang terkait, termasuk konsumen yang
berada pada akhir mata rantai produksi. , seberapa besar kemampuan kita semua untuk menyesuaikan
diri?
I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk menjabarkan semakin berkembangnya
penerapan konsep Green Economy didunia dan akibatnya terhadap bisnis (perdagangan) internasional
dengan mengambil contoh kasus perdagangan CPO internasional yang baru-baru ini terjadi di Indonesia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Pengertian Green Economy
Menurut UNEP (United Nation Environment Programme, 2009) definisi dari Green Economic adalah
proses merekonfigurasi bisnis dan infrastruktur untuk menghantarkan hasil yang lebih baik atas alam,
manusia dan investasi kapital ekonomi; dimana emisi rumah kaca, pengekstrasian dan penggunaan
sumber daya alam yang lebih sedikit dengan limbah yang minimal dan kesenjangan sosial yang
minimum; (Greening the economy refers to the process of reconfiguring businesses and
infrastructure to deliver better returns on natural, human and economic capital investments, while at
the same time reducing greenhouse gas emissions, extracting and using less natural resources, creating
less waste and reducing social disparities).[9]
Definisi lain tentang Green Economics yang didapat adalah ekonomi dari dunia yang sesungguhnya,
dunia dari pekerjaan, kebutuhan manusia, bahan baku dari bumi dan bagaimana semua hal tersebut
digabungkan menjadi satu secara harmonis. Green Economics adalah tentang use-value bukan
exchange-value atau uang; tentang kualitas bukan kuantitas; tentang re-generation dari individu,
komunitas dan ekosistem buakan tentang akumulasi dari uang ataupun material.[10] Pengertian Green
economy lebih luas cakupannya dibandingkan Low-Carbon Economy (LCE) atau Low-Fossil-Fuel
Economy (LFFE) yaitu aktivitas ekonomi yang memberikan output minimal terhadap emisi GHG (Green
Houses Gas) yang dilepaskan.[11]
Sedangkan yang tercatat di Wikipedia,[12] Green Economy adalah model ekonomi baru yang
berkembang dengan sangat pesat, yang bertolak belakang dari model ekonomi sekarang (black
economic

model)

yang

menggunakan fossil

fuels. Green

Economy didasarkan

pada

pengetahuanEcological Economics yang membahas tentang ketergantungan manusia secara ekonomis


terhadap ekosistem alam dan akibat dari efek aktivitas ekonomi manusia terhadap climate
change dan global warming.
Definisi green economy akan terus bermunculan mengingat terminologi ini baru berkembang sekitar 5
(lima) tahun terakhir ini, tetapi yang menjadi dasar pengertian utamanya adalah segala usaha
perekonomian yang dilakukan manusia yang tidak merugikan atau merusak alam dan lingkungan hidup
pada saat ini maupun untuk masa mendatang.
II.2. Green Economy Initiatives (GEI)

UNEP menyatakan bahwa penerapan Green Economy dapat terlihat melalui:


1. peningkatan investasi public dan private disektor green
2. peningkatan dalam kuantitas dan kualitas lapangan kerja disektor green
3. peningkatan GDP dari sector green
4. penurunan penggunaan enerji/sumberdaya per unit produksi
5. penurunan level CO2 dan polusi /GDP
6. penurunan konsumsi yang banyak menghasilkan limbah
Pada level domestik inisiatif kebijakan dapat dilakukan antara lain:
1. reformasi pajak dan insentive lain
2. rasionalisasi penggunaan tanah dan kebijakan perkotaan
3. adopsi manajemen sumberdaya air yang terintegrasi
4. peningkatan dan pemberlakuan peraturan lingkungan
5. monitor dan akuntabilitas implementasi dari paket-paket stimulus
Pada level internasional rancangan kebijakan-kebijakan dapat meliputi:
1. perjanjian perdagangan multilateral dan bilateral untuk jalur barang dan jasa yang berhubungan
dengan lingkungan
2. 2. bantuan internasional untuk mendukung penerapan green economy
3. 3. aktivasi pasar karbon global
4. 4. pengembangan pasar global untuk servis ekosistem
5. 5. pengembangan dan transfer teknologi yang ramah lingkungan
6. 6. koordinasi internasional dalam implementasi paket stimulus green
Lebih lanjut, UNEP mencanangkan bahwa keberhasilan penerapan green economy akan menghasilkan:

1. 20 juta pekerjaan dibidang energi terbarukan pada tahun 2030 (sekarang 2,3 juta)
2. pasar sebesar 658 milyar USD untuk suply air bersih, sanitasi dan efisiensi air bersih pada tahun
2020 (sekarang 253 milyar USD)
3. di EU & US: green building akan menciptakan lapangan kerja sejumlah 2 3,5 juta
4. pertanian organik yang menciptakan 30 % lebih banyak pekerjaan / hektar
5. China: 10 juta pekerjaan dibidang recycle dan energi terbarukan yang akan menghasilkan 17
milyar USD / tahun dan membuka lapangan kerja untuk 1 juta pekerja
UNEP mengembangkan Green Economy Initiatives (GEI) yang dirancang untuk mendukung negaranegara dalam greening ekonomi mereka melalui pencanangan dan pemfokusan kebijakan-kebijakan,
investasi-investasi dan pembelanjaan pemerintah menuju beberapa sektor seperti; teknologi bersih,
enerji terbarukan, penggunaan air, transportasi hijau, pengolahan limbah, green buildings dan
pertanian dan kehutanan yang berkelangsungan.
GEI telah diluncurkan oleh UNEP sejak Oktober 2008 yang ditujukan untuk memotivasi dan mendukung
negara-negara agar berinvestasi di green economy untuk kepentingan umat manusia khususnya
penduduk miskin dan yang rentan terpengaruh, kepentingan ekonomi dan lingkungan. Pendanaan untuk
GEI didukung oleh Norwegia, Swiss, Inggris dan UN Foundation dan diimplementasikan oleh badan2
dibawah UN secara menyeluruh.
Komponen dari GEI adalah sebagai berikut:
NOTE:

TEEB: The Economics of Ecosystems and Biodiversities,

JCI: Joint Crisis Initiatives

GEI focus pada hubungan positif antara menjadi green dan pertumbuhan ekonomi / penciptaan
lapangan kerja / pengurangan kemiskinan. GEI juga mempromosikan sector-sektor hijau dan mendorong
negara-negara berkembang untuk menuju ekonomi modern dan GEI juga berpotensi untuk mengatasi
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh manusia saat ini, seperti resesi, kelaparan, kurang gizi, dllsb.
GEI dilakukan pada 3 tingkat secara simultan, yaitu global, regional dan nasional.

Ada 3 (tiga) pilar utama dalam GEI yaitu meningkatkan nilai dan pengarusutamaan sumber daya alam
pada tingkat nasional dan internasional, pengembangan lapangan kerja melalui green job dan
penetapan kebijakan-kebijakan, penggunaan instrumen untuk mengakselerasi transisi menuju green
economy.
Pada awalnya GEI dicanangkan sebagai proyek selama 2 (dua) tahun, tetapi kemudian berkembang
bahkan mencakup inisiatif badan PBB lainnya untuk meningkatkan investasi dibidang lingkungan yang
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penciptaan lapangan kerja dan pengurangan
kemiskinan.
II.3. Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan
Green economy juga erat dikaitkan dengan pembangunan berkelanjutan mengingat kedua pendekatan
ini mengusung keberlangsungan lingkungan hidup sebagai dasar dari pemikirannya.
Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Istilah
pembangunan berkelanjutan diperkenalkan dalam World Conservation Strategy (Strategi Konservasi
Dunia) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada
1980[13].
Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini kemudian dipopulerkan melalui laporan WCED berjudul Our
Common Future (Hari Depan Kita Bersama) yang diterbitkan pada 1987. Laporan ini mendefi nisikan
Pembangunan Berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Di dalam
konsep tersebut terkandung dua gagasan penting, yaitu:
1. gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan esensial kaum miskin sedunia yang harus diberi
prioritas utama.
2. gagasan keterbatasan, yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap
kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebututuhan kini dan hari depan.
Menurut Perman et al., (1996) dalam Fauzi (2004), setidaknya ada tiga alasan utama mengapa
pembangunan ekonomi harus berkelanjutan:

1. Menyangkut alasan moral. Generasi kini yang menikmati barang dan jasa yang dihasilkan dari
sumberdaya alam dan lingkungan memiliki kewajiban moral untuk menyisakan layanan
sumberdaya alam tersebut untuk generasi mendatang. Kewajiban moral tersebut mencakup
tidak mengekstraksi sumberdaya alam yang merusak lingkungan sehingga menghilangkan
kesempatan bagi generasi mendatang untuk menikmati layanan yang sama.
2. Menyangkut alasan ekologi. Keanekaragaman hayati, misalnya, memiliki nilai ekologi yang
sangat tinggi sehingga aktivitas ekonomi semestinya tidak diarahkan pada hal yang mengancam
fungsi ekologi tersebut.
3. Menyangkut alasan ekonomi. Alasan dari sisi ekonomi memang masih menjadi perdebatan
karena tidak diketahui apakah aktivitas ekonomi selama ini sudah atau belum memenuhi kriteria
berkelanjutan. Dimensi ekonomi keberlanjutan sendiri cukup kompleks, sehingga sering aspek
keberlanjutan dari sisi ekonomi ini hanya dibatasi pada pengukuran kesejahteraan antargenerasi
(intergenerational welfare maximization).
Sejak akhir tahun 1980 an kajian dan diskusi untuk merumuskan konsep pembangunan bekelanjutan
yang operasional dan diterima secara universal terus berlanjut. Pezzy (1992) mencatat, 27 definisi
konsep berkelanjutan dan pembangunan bekelanjutan, dan tentunya masih ada banyak lagi yang luput
dari catatan tersebut. Walau banyak variasi definisi pembangunan berkelanjutan, termasuk pertanian
berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan
ekologi (Munasinahe, 1993). Dengan perkataan lain, konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi
pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan
sosial manusia (people), keberlanjutan ekologi alam (planet), atau pilar Triple-P, seperti yang tergambar
berikut.
II.4. Penerapan Green Economy dan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Pemerintah Indonesia seperti yang terlihat di gambar berikut telah menetapkan green economysebagai
fokus utama agenda pembangunan untuk periode 2010 2014 seperti yang dipaparkan oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian di Tampak Siring, Bali, April 2010:
Gambar dari paparan Menko Ekonomi, 19 April 2010, Tampaksiring-Bali
Paparan diatas menetapkan bahwa green economy menjadi prinsip utama yang diterapkan pemerintah
dalam agenda pembangunannya untuk 5 (lima) tahun mendatang dengan sasaran menurunkan emisi

karbon sebesar 26 % pada tahun 2020 mendatang, dengan penekanan pada penerapan pembangunan
berkelanjutan.
Indonesia merupakan peserta aktif pada United Nations Conference on Environment and Development
(UNCED, juga dikenal sebagai KTT Bumi) di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1992. Pada tahun 1997,
Indonesia mengeluarkan Agenda 21 Nasional, yang persiapannya melibatkan lebih dari 1000 peserta
dari berbagai kalangan selama lebih dari dua tahun. Agenda 21 Nasional berisikan rujukan untuk
memasukkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam perencanaan pembangunan
nasional. Agenda 21 Nasional ini kemudian diikuti pula oleh Agenda 21 Sektoral yang dikeluarkan tahun
2000, meliputi sektor pertambangan, energi, perumahan, pariwisata dan kehutanan. Baru-baru ini,
beberapa pemerintah daerah telah memulai penyusunan Agenda 21 Lokal yang diharapkan dapat
memberi pedoman perencanaan pembangunan di tingkat kecamatan, dan menjadi rujukan bagi
berpagai pihak untuk menyusun rencana-rencana aksi. Sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk
pembangunan berkelanjutan, Dewan Pembangunan Berkelanjutan Nasional (National Council for
Sustainable Development/NCSD) saat ini tengah dipersiapkan. Pada tahun 2002, Indonesia akan menjadi
tuan rumah Prepcomm IV/WSSD tingkat menteri.
Indonesia juga telah menandantangani, meratifikasi dan menyetujui berbagai perjanjian lingkungan
multilateral termasuk Convention on International Trade of Endangered Species (CITES), Basel
Convention on Hazardours Waste, Vienna Convention on the Protection of the Ozone Layer dan
Montreal Protocol, United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD) dan Cartagena Protocol
on Biosafety, dan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Kyoto
Protocol, serta United Nations Convention to Combat Desertification (UNCCD).
Sejak tahun 1992, Indonesia telah cukup maju dalam mengeluarkan peraturan perundangan yang
mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Contohnya, Indonesia menerbitkan UU No. 23
tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup, menggantikan UU No. 4 tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU baru tahun 1999 tentang Kehutanan
menetapkan bahwa bila terjadi kebakaran di dalam kawasan perkebunan, tanggung jawab ditimpakan
pada pemegang konsesi hutan/perkebunan tersebut, Indonesia juga telah mengeluarkan peraturan
pemerintah yang melarang praktek pembakaran untuk membuka lahan. Untuk mengatasi kebakaran
hutan dan polusi asap lintas batas, Indonesia memprioritaskan pencegahan.

Indonesia juga mengeluarkan UU No. 22 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang menjadi dasar kebijakan dalam
pemerintahan dan pendanaan pembangunan lokal. Lebih lanjut, undang-undang tersebut juga
memberikan tanggung jawab yang lebih besar untuk pengelolaan sumber daya dan lingkungan di tingkat
daerah dan lokal. Desentralisasi merupakan pendekatan yang baik untuk pembangunan berkelanjutan
karena membuka pintu lebih lebar bagi partisipasi masyarakat di dalam wilayahnya sendiri. Namun
demikian, bagaimana hasil dari pendekatan desentralisasi ini masih perlu dilihat, sementara kapasitas
masyarakat dan pemerintah daerah mungkin perlu diperkuat.
Pembangunan di Indonesia saat ini dilaksanakan melalui Program Pembangunan Nasional yang, tidak
seperti di masa lalu, disahkan melalui Keputusan No. 25/2000 tentang Propenas 1999-2004 untuk
dilaksanakan melalui Properta dalam sektor-sektor dan Properda. Propenas telah mengandung tiga pilar
pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial budaya dan pengelolaan lingkungan walaupun
integrasi ketiganya masih lemah[14].
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Kasus PT. SMART Tbk Vs Green Peace
Sejak awal 2010, media nasional dan internasional ramai memberitakan laporan Green Peace
(Desember 2009)[15] yang menyatakan bahwa PT. SMART (Sinar Mas Agro Resources and Technology)
antara lain; membuka lahan tanpa analisis dampak lingkungan, pembukaan lahan tanpa ijin, pembukaan
lahan pada lahan gambut yang dalam. Tindakan-tindakan yang dinyatakan oleh Green Peace tersebut
melanggar hukum Indonesia dan prinsip-prinsip RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil). Selanjutnya
Green Peace menuntut agar Sinar Mas segera menerapkan moratorium terhadap pembukaan lahan dan
lahan gambut, perusahaan seperti Nestle harus segera berhenti membeli produk dari Sinar Mas dan
presiden harus segera menahan semua ijin yang diberikan untuk perusahaan-perusahaan Sinar Mas
selama penyelidikan pihak berwajib atas tindakan illegal yang dilakukan perusahaan tersebut
berlangsung.
Green Peace lebih lanjut menyatakan bahwa perusakan hutan menyumbang dampak besar terhadap
kehidupan lokal dan keberlangsungan pangan, menyebabkan dampak sangat buruk terhadap
keanekaragaman hayati serta menyumbang perubahan iklim global. Green peace memperkirakan rata-

rata emisi tahunan yang disebabkan oleh degradasi gambut untuk perkebunan minyak kelapa sawit
Sinar Mas pada satu propinsi (Riau) saja adalah 2,5 juta ton CO2.
Laporan tersebut akhirnya menyebabkan dua perusahaan besar memutuskan kontraknya membeli CPO
dari Sinar Mas untuk sementara, Nestle inc (kontrak 4000 ton CPO per tahun dihentikan pada bulan
Pebruari 2010) dan Unilever (kontrak 47,000 ton CPO per tahun senilai 32 juta USD dihentikan pada
akhir 2009[16]) terlepas dari kenyataan bahwa Sinar Mas adalah anggota dari RSPO.
Jumlah kontrak Nestle dan Unilever dengan Sinar Mas tidak terlalu besar tetapi kenyataan bahwa kedua
perusahaan internasional ini melakukan pemutusan kontrak setelah laporan Green Peace dikeluarkan
seakan menegaskan bahwa produsen CPO Indonesia telah melakukan pengrusakan hutan tropis seperti
yang dituduhkan oleh Green Peace di mata dunia internasional. Bahkan Unilever juga menghentikan
kontrak CPO nya dengan Duta Mas, produsen lain dari Indonesia, pada waktu yang bersamaan.
Melanjutkan aksi kampanyenya, Green Peace juga meminta agar Nestle dan perusahaan lain tidak
membeli CPO dari Cargill, international Trader, bila produk CPO tersebut berasal dari perkebunan Sinar
Mas.
Pihak Sinar Mas sebaliknya menuding bahwa laporan Green Peace tersebut tidak akurat; bahkan ada
pendapat bahwa laporan Green Peace ditunggangi kepentingan politik dari negara lain untuk
menjatuhkan produk CPO Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Achmad Manggabarani, director
general of plantation crops dari Departemen Pertanian[17] mengingat harga produk CPO Indonesia
lebih murah dibandingkan CPO produksi negara lain dan kenyataan bahwa transaksi CPO kini menguasai
60 70 persen perdagangan minyak nabati internasional dimana Indonesia menempati posisi sebagai
produsen utama CPO dunia.[18]
Pemerintah Indonesia akhirnya memediasi pertemuan untuk menengarai pertikaian antara Green Peace
dengan Sinar Mas pada tanggal 15 April 2010. Hasilnya, Sinar Mas kemudian menunjuk dua ahli dari IPB
untuk menjadi verifikator independent bagi CUC (Control Union Certification) dan BSI (British Standard
Institute) yang ditunjuk diawal April 2010 sebagai auditor independen atas laporan Green Peace.
Direncanakan pada akhir Juni 2010, para konsultan ini dapat menunjukkan hasil temuannya apakah
laporan Green Peace memang terbukti atau tidak.
III.2. Sistem Supply Chain RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil)

Promoting the growth and use of sustainable palm oil adalah misi dari RSPO yang merupakan
asosiasi Not-for-Profit internasional yang dibentuk pada 2004 dengan kantor pusat di Zurich, Swiss
dengan kantor secretariat di Kuala Lumpur, Malaysia. Tujuan dari pembentukan asosiasi iniadalah untuk
mendukung industri kelapa sawit yang berkelanjutan melalui standar global dan dukungan dari
stakeholder. Sampai dengan saat ini RSPO telah mempunyai anggota lebih dari 300.[19]
RSPO, sebagai badan sertifikasi internasional industri CPO, telah menetapkan bahwa perkebunan kelapa
sawit yang berkelanjutan harus memenuhi hal-hal berikut[20]:
1. Komitment terhadap transparansi
2. Memenuhi hokum dan peraturan yang berlaku
3. Komitment terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang
4. Penggunaan praktik terbaik, tepat oleh perkebunan dan pabrik
5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati
6. Pertimbangan bertanggung jawab atas karyawan, individu dan komunitas yang terkena dampak
perkebunan dan pabrik
7. Pengembangan perkebunan baru yang bertanggung jawab
8. Komitmen terhadap perbaikan yang terus menerus pada wilayah-wilayah utama aktifitas
III.3. Perkembangan Usaha CPO Indonesia
Terlepas dari permasalahan Sinar Mas tersebut, industri CPO Indonesia pada tahun 2009 dapat
memproduksi 20,2 juta ton dari areal seluas 7,9 juta hektar, dimana 2,7 hektar adalah perkebunan
rakyat. Industri CPO menyumbangkan devisa sejumlah 10 milyar USD per tahun[21] dan mampu
menyerap 14 juta orang pekerja baik petani maupun pekerja.[22]
Bila dilihat pada tabel dibawah tertera data realisasi ekspor Kementerian Perdagangan atas produksi
CPO Indonesia yang permintaannya meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya
kebutuhan konsumsi dunia:
Kinerja Ekspor CPO dan Produk Turunannya Asal Indonesia

Menurut Negara Tujuan Ekspor (2004-2009)


Tahun

India

China

Uni Eropa

Negara Lainnya

Total
Volume

Volume

Volume

Volume

Volume

2004

2,76

31,88 1,08

12,51 1,47

16,97 3,35

38,63 8,66

2005

2,56

24,66 1,35

13,06 1,89

18,24 4,57

44,05 10,38

2006

2,48

20,51 1,76

14,53 2,01

16,64 5,85

48,31 12,10

2007

3,31

27,84 1,44

12,14 1,83

15,38 5,30

44,65 11,88

2008

4,79

33,52 1,77

12,36 2,58

18,07 5,15

36,05 14,29

2009

5,50

32,66 2,65

15,72 3,14

18,63 5,55

32,99 16,83

Ket: Volume dalam Juta Ton.


Sumber: Greenomics Indonesia (Mei 2010), berdasarkan data Kementerian Perdagangan
Bahkan untuk tahun 2010 ditargetkan sebesar 23,20 juta ton oleh Kementerian Pertanian, kemudian
meningkat hingga 28,44 juta ton pada tahun 2014[23]. Data-data diatas belum menunjukkan adanya
tekanan terhadap permintaan produk CPO Indonesia karena isu lingkungan. Walaupun belum ada
perubahan permintaan dari Negara-negara pengimpor produk CPO Indonesia, tetapi perusahaanperusahaan yang bergerak di sektor tersebut perlu menyadari dan melihat perubahan kecenderungan
konsumen yang semakin menuntut produk-produk yang ramah lingkungan, oleh karena itu prinsip
perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan haruslah diterapkan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan yang ada untuk memenuhi tuntutan konsumen tersebut.

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan terhadap perkembangan penerapan Green Economy yang didukung oleh
lembaga dunia, internasional, akademisi, Non Profit Organization, seperti yang telah diuraikan diatas,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pendekatan Green economy telah diterapkan sekarang
Korporasi yang tidak menerapkan prinsip green economy akan ditinggalkan oleh konsumennya
Kerjasama Ekonomi Regional akan lebih focus pada produk dan jasa yang mendukung taraf hidup yang
berkelanjutan, oleh karena itu praktek bisnis yang menggunakan teknologi yang clean dan
berkelanjutan adalah yang akan berkembang dan didukung oleh konsumennya
Indikator pertumbuhan ekonomi seperti Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto dan
tingkat inflasi harus juga dilengkapi dengan informasi tentang nilai susutnya sumber daya alam (deplesi)
dan degradasi lingkungan yang terjadi akibat aktifitas ekonomi
Negara dan pihak korporasi wajib menganggarkan biaya untuk perbaikan lingkungan akibat dari
aktifitas ekonominya

DAFTAR PUSTAKA
1. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
2. Pezzy, J 1992. Sustainable Development Concepts : An Economics Analysis. Environment Paper
No. 2. The World Bank, Washington, D.C.
3. Munasinahe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development Environment
Paper No.3. The World Bank, Washington, D.C.
4. Makower, Joel. 2009. Strategies for the Green Economy: Opportunities and challenges in the
new world of business. Mc Graw Hill. US.
5. http://www.greeneconomics.net/what2f.htm (diakses 12 Juni 2010)
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Low-carbon_economy (diakses 12 Juni 2010)

7. http://web.bisnis.com/umum/sosial/1id184989.html (diakses 15 Juni 2010)


8. http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=3766%3A
MENUJU-GREEN-ECONOMY%3A-PERTUMBUHAN-EKONOMI-VERSUS-PEMBANGUNANLINGKUNGAN&Itemid=237&lang=en (diakses 15 Juni 2010)
9. http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/sosbud/2010/04/20/15728/Pelaks
anaan-Green-Economy-Butuh-Inovasi-Teknologi (diakses 28 Juni 2010)
10. http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/06/10/590461/pemerintah-kembangkangreen-budgeting-di-anggaran/ (diakses 28 Juni 2010)
11. www.unep.org/greeneconomy (diakses 12 Juni 2010)
12. http://www.unep.org/documents.multilingual/default.asp?documentid=548&articleid=5957&l=e
n (diakses 28 Juni 2010)
13. http://www.wpp.com/wpp/press/press/default.htm?guid={7d135945-e34d-456b-a209b27156624ce7} (diakses 28 Juni 2010)
14. http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/data%20bltn%202009.pdf(diakses 30 Juni
2010)
15. http://indonesiaforest.webs.com/agenda_21.pdf (diakses 30 Juni 2010)
16. www.smart-tbk.com/20100408_SMDO_CCPR_Press_Release.pdf (diakses 15 Juni 2010)
17. http://www.greenpeace.org/raw/content/seasia/id/press/reports (diakses 15 Juni 2010)
18. http://www.detikfinance.com/read/2010/04/07/123630/1333757/4/nasib-kontrak-cpo-sinarmas-ke-unilever-ditentukan-juni (diakses 25 Mei 2010)
19. Green Peace, December 2009. Kegiatan Ilegal Perusakan Hutan dan Lahan Gambut: Sinar Mas
apa yang telah kalian lakukan?. London. Laporan.
20. http://www.palmoilhq.com/PalmOilNews/update-indonesias-sinar-mas-refutes-greenpeacecharges/ (diakses 25 Mei 2010)

21. http://www.thejakartaglobe.com/home/nestle-shows-its-sweet-side-to-greenpeace-sinar-masin-indonesian-palm-oil-fight/375507 (diakses 25 Mei 2010)


22. Harian Kompas, Jakarta, 4 Januari 2010 Serap 1 Juta Pekerja Baru

[1] Sumber: http://web.bisnis.com/umum/sosial/1id184989.html


[2] Sumber: http://www.menlh.go.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=3766%
3AMENUJU-GREEN-ECONOMY%3A-PERTUMBUHAN-EKONOMI-VERSUS-PEMBANGUNANLINGKUNGAN&Itemid=237&lang=en
[3] Sumber:http://metrotvnews.com/index.php/metromain/newscat/sosbud/2010/04/20/15728/Pel
aksanaan-Green-Economy-Butuh-Inovasi-Teknologi
[4] Sumber:http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/06/10/590461/pemerintahkembangkan-green-budgeting-di-anggaran/
[5] Sumber : www.unep.org/greeneconomy
[6] Sumber
: http://www.unep.org/documents.multilingual/default.asp?documentid=548&articleid=5957&l=en
[7] Sumber : http://www.wpp.com/wpp/press/press/default.htm?guid={7d135945-e34d-456b-a209b27156624ce7}
[8] Green Peace, December 2009 Kegiatan Ilegal Perusakan Hutan dan Lahan Gambut: Sinar Mas apa
yang telah kalian lakukan?
[9] Sumber : www.unep.org/greeneconomy
[10] Sumber : http://www.greeneconomics.net/what2f.htm
[11] Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Low-carbon_economy
[12] Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Green_economy
[13] Sumber: http://bulletin.penataanruang.net/upload/data_artikel/data%20bltn%202009.pdf

[14] Sumber: http://indonesiaforest.webs.com/agenda_21.pdf


[15] Green Peace, December 2009 Kegiatan Ilegal Perusakan Hutan dan Lahan Gambut: Sinar Mas apa
yang telah kalian lakukan?
[16] Sumber

: http://www.palmoilhq.com/PalmOilNews/update-indonesias-sinar-mas-refutes-

greenpeace-charges/
[17] Sumber

: http://www.thejakartaglobe.com/home/nestle-shows-its-sweet-side-to-greenpeace-

sinar-mas-in-indonesian-palm-oil-fight/375507
[18] Sumber : Harian Kompas, Jakarta. 3 Juni 2010 Porsi yang adil bagi RI dan Dunia halaman 21 oleh
Hamzirwan
[19] Sumber : www.rspo.org
[20] Sumber:http://www.rspo.org/files/resource_centre/RSPO%20Criteria%20Final%20Guidance%20
with%20NI%20Document%20(BI).pdf
[21] Sumber : Harian Kompas, Jakarta. 3 Juni 2010 Porsi yang adil bagi RI dan Dunia halaman 21 oleh
Hamzirwan
[22] Sumber : Harian Kompas, Jakarta, 4 Januari 2010 Serap 1 Juta Pekerja Baru
[23] Sumber : Harian Ekonomi Neraca, Jakarta, 19 Mei 2010 Kinerja Ekspor CPO Indonesia tidak
terganggu Isu Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai