Anda di halaman 1dari 4

PENCEGAHAN

Karena tidak terdapat imunitas alami terhadap toksin tetanus, satu-satunya cara yang
efektif untuk mengontrol tetanus adalah dengan imunisasi profilaksis. Dengan demikian,
imunisasi dasar secara menyeluruh dengan mempertahankan kadar antitoksin yang adekuat yaitu
dengan booster pada waktu yang sesuai penting untuk melindungi semua kelompok usia. Jadwal
imunisasi dasar untuk profilaksis tetanus bervariasi untuk setiap usia pasien.
Jadwal Imunisasi Aktif yang Direkomendasikan
1. Bayi dan anak normal
Imunisasi harus dimulai pada masa awal bayi dan dibutuhkan empat suntikan DTaP yang
diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 15-18 bulan. Dosis ke-lima diberikan pada
usia 4-6 tahun (Seperti tampak pada Table 2). 10 tahun setelah dosis ke-lima (usia 14-16 tahun),
suntikan Td, yang mengandung dosis toksoid tetanus yang sama dengan DTP dan mengurangi
dosis toksoid difteri, harus diberikan dan diulangi setiap 10 tahun selama kehidupan individu
dengan catatan bahwa tidak ada reaksi yang signifikan terhadap DTP atau Td. Preparat diberikan
secara intramuksular.

2. Bayi dan anak di bawah usia 7 tahun yang tidak diimunisasi pada masa bayi awal
DTP harus diberikan pada kunjungan pertama dan, 2 dan 4 bulan setelah suntikan
pertama. Dosis ke-empat harus diberikan 6-12 bulan setelah suntikan pertama. Dosis ke-lima
diberikan di antara usia 4-6 tahun. 10 tahun setelah dosis ke-lima (usia 14-16 tahun), suntikan Td
harus diberikan dan diulang tiap 10 tahun selama kehidupan individu dengan catatan bahwa tidak

ada reaksi yang signifikan terhadap DTP atau Td. Dosis pra-sekolah tidak perlu diberikan jika
dosis DTP yang ke-empat sudah diberikan setelah usia 4 tahun.
3.

Orang dengan usia 7 tahun atau lebih yang belum diimunisasi


Imunisasi dibutuhkan setidaknya 3 suntikan Td. Suntikan ini harus diberikan pada

kunjungan pertama, 4-8 minggu setelah Td yang pertama, dan 6-12 bulan setelah TD yang
kedua. Suntikan Td harus diulang tiap 10 tahun selama kehidupan individu dengan catatan
bahwa tidak ada reaksi yang signifikan terhadap Td.
4. Wanita hamil yang belum diimunisasi
Tetanus neonatal dapat dicegah dengan pemberian imunisasi aktif pada wanita hamil.
Wanita hamil yang sebelumnya tidak imunisasi dan akan melahirkan anaknya pada keadaan yang
tidak higenis harus menerima 2 dosis Td terpisah dengan benar sebelum kelahiran, lebih baik
yaitu selama dua trimester akhir, diberikan dengan jarak 2 bulan. Tidak ada bukti toksoid tetanus
dan difteri bersifat teratogenik. Setelah melahirkan, ibu tersebut harus diberikan dosis ke-3 yaitu
6 bulan setelah dosis ke-2 untuk melengkapi imunisasi aktif. Suntikan Td harus diulang tiap 10
tahun selama kehidupan individu dengan catatan bahwa tidak ada reaksi yang signifikan terhadap
Td. Jika bayi dilahirkan dari ibu yang tidak diimunisasi tanpa perawatan obstetrik, bayi tersebut
harus menerima 250 unit human TIG. Imunisasi aktif dan pasif pada ibu juga harus dimulai.
TIG merupakan larutan gamma globulin yang diperoleh dari pembuluh darah vena
manusia, yang hyperimmunized dengan toksoid tetanus. Globulin imun ini telah ditemukan tidak
bereaksi terhadap HBsAg, melalui metode radioimmunoassay dari counterelectrophoresis.
Diberikan secara suntikan intramuskular pada ekstremitas yang berbeda dari tempat suntikan
intramukular untuk vaksin. Sejarahnya, imunisasi pasif seperti ini telah tersedia pada anti-toksin,
yang diterima baik dari serum equine atau bovine. Walaupun begitu, protein-protein asing dalam
produk-produk heterogen ini sering menyebabkan manifestasi alergi yang berat, meskipun pada
individu dengan hasil skin test dan/atau conjungtival test yang negatif pada pemberian
sebelumnya (5-30%). Sehingga, jangan memberikan produk-produk heterogen ini, kecuali pada
saat human antitoxin tidak tersedia, dan hanya jika kemungkinan terjadinya tetanus lebih
signifikan dibandingkan potensi reaksi dari produk-produk ini.

5. Anak di bawah usia 7 tahun dengan kontraindikasi vaksinasi pertusis


DT (untuk anak-anak) harus digunakan dibandingkan DTaP. Anak-anak tidak imun yang
di bawah usia 1 tahun menerima dosis DT pertama, harus diberikan 4 dosis DT total sebagai seri
primer, 3 dosis pertama pada tiap interval 4-8 minggu dan dosis ke-4 pada 6-12 bulan setelahnya.
Jika kedepannya dosis vaksin pertusis menjadi kontraindikasi setelah memulai seri DTaP pada
tahun pertama kehidupan, DT harus menjadi pengganti untuk tiap jadwal dosis DTaP yang
tersisa.
Anak-anak tidak imun pada usia 1 tahun atau lebih yang kontraindikasi DTaP harus
diberikan 2 dosis DT dengan jarak 4-8 minggu, diikuti dosis ke-3 pada 6-12 bulan setelahnya
untuk melengkapi seri primer. Anak usia 1 tahun atau lebih yang telah menerima 1-2 dosis DT
atau DTaP dan untuk mereka yang kedepannya kontrainikasi vaksin pertusis, harus diberikan 3
dosis DT total, dimana dosis ke-3 diberikan 6-12 bulan seletah dosis ke-2.
6. Kontaindikasi terhadap bahan yang terkandung dalam vaksin pertusis
Kontraindikasi vaksin pertusis, antara lain:
1. Riwayat kejang sebelumnya
2. Adanya keterlibatan kelainan neurologis (misalnya, epilepsi tidak terkontrol, spasme
infantile, ensefalopati progresif, dan lain-lain)
3. Reaksi sampingan terhadap DTaP atau antigen tunggal vaksinasi pertusis yang temasuk
salah satu dari berikut.
a. Hipersensitifitas alergik
b. Demam 40,5 C (105 F) atau lebih dalam 48 jam
c. Kolaps atau shock-like (episode hipotonik-hiporesponsif) dalam 48 jam
d. Menangis keras dan persisten sampai 3 jam atau lebih, atau tangisan dengan
lengkingan tinggi tidak seperti biasanya, terjadi dalam 48 jam.
e. Kejang-kejang dengan atau tanpa demam, terjadi dalam 3 hari (serangan seperti ini
tidak berpredisposisi menjadi kerusakan otak permanen)
f. Ensefalopati terjadi dalam 7 hari, termasuk perubahan yang buruk pada kesadaran
denagn tanda-tanda neurologis menyeluruh atau fokal (ensefalopati ini dapat
berkembang menjadi defisit neurologis yang permanen)

Walaupun

anemia

hemolitik

dan

purpura

trombositopenia

sebelumnya

telah

dipertimbangkan sebagai kontraindikasi, bukti adanya hubungan kausal antara kedua kondisi ini
dan vaksinasi pertusis tidak cukup untuk mempertahankannya sebagai kontraindikasi.
7. Bayi, atau bayi yang belum diimunisasi, dengan suspek memiliki penyakit neurologis
yang mendasari
It is prudent untuk menunda inisiasi imunisasi dengan DTaP atau DT sampai observasi
dan evaluasi lanjutan telah memperjelas status neurologis anak. Efek terapi, jika ada, dapat
dinilai. Keputusan untuk memulai imunisasi dengan DTaP atau DT harus dibuat tidak melebihi
usia tahun 1 anak.
8. Bayi dengan kejadian neurologis yang secara singkat berhubungan dengan vaksinasi
DTaP
9. Anak yang tidak diimunisasi lengkap dengan kejadian neurologis yang mucul di antara
dosis-dosis vaksinasi

Anda mungkin juga menyukai