Anda di halaman 1dari 3

Deteksi Dini Gangguan Disleksia

Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu dys yang berarti kesulitan dan leksia yang berarti
kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua Pelaksana
Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan
kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata
dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Terdapat dua
macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.
Developmental Dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dan karena faktor genetis atau
keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak dapat
disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami hambatan
mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anak-anak penyandang
disleksia memiliki tingkat kecerdasan normal atau bahkan di atas rata-rata. Dengan penanganan
khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan

Disleksia itu menurut penelitian sekitar 70 persen merupakan keturunan. Namun, sisanya 30
persen, berarti ada faktor lain di luar genetis yang hingga saat ini belum diketahui apa itu
penyebabnya. Selain karena keturunan, acquired dyslexia itu awalnya individu normal, tetapi
menjelang dewasa mengalami cedera otak sebelah kiri dan bisa menyebabkannya menjadi
disleksia, kata Kristiantini dalam Seminar Nasional Disleksia, Sabtu (31/7/2010) di Jakarta.
Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau
informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali ditandai dengan kesulitan dalam
membaca yang dapat memengaruhi area kognisi, seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan input,
kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi

kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek
perkembangan.
Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang disleksia di antaranya konsentrasi, daya ingat jangka
pendek (cepat lupa dengan instruksi). Penyandang disleksia juga mengalami masalah dalam
pengorganisasian. Mereka cenderung tidak teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai
kaus kaki. Masalah lainnya, kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka,
atau huruf, papar Kristiantini yang juga seorang dokter anak.
Gangguan membaca ditandai oleh gangguan kemampuan untuk mengenali kata, membaca yang
lambat dan tidak tepat, pemahaman yang rendah tanpa adanya kecerdasan yang rendah defisit sensorik
sensorik yang bermakna.

Anak yang mengalami gangguan membaca memiliki ciri-ciri, seperti: kesulitan dalam mengingat; evokasi
(gangguan pengucapan secara verbal), dan mengikuti huruf ,dan kata yang dicetak; dalam memproses
konstruksi tata bahasa yang sulit; serta mem) buat kesimpulan. Diperingkat pra sekolah anak dengan ciriciri: lambat bertutur, mengalami kesukaran sebutan atau irama, sukar menulis nama sendiri, sulit
mengenal bentuk atau warna, sulit memberitahu cerita yang telah didengarinya. Selama proses belajar,
anak-anak Disleksia memiliki ciri-ciri: gagal menguasai tugasan sekolah seperti membaca, menulis,
mengeja, tidak suka membaca dan mengelak dari membaca di kelas, meebaca terbalik (15 dengan
51; was menjadi saw; b dengan d; kurang koordinasi seperti sukar mengikat tali kasut; keliru
dengan konsep masa seperti semalam, hari ini , esok; kesukaran memahami, mengingati dan
mengikuti arahan; dan selalu tersalah letak atau hilang barang atau kerja sekolah.

Penyandang disleksia biasanya mengalami masalah-masalah, seperti :


1. Masalah fonologi: Yang dimaksud masalah fonologi adalah hubungan sistematik antara huruf dan
bunyi. Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan paku dengan palu; atau mereka keliru
memahami kata-kata yang mempunyai bunyi hampir sama, misalnya lima puluh dengan lima belas.
Kesulitan ini tidak disebabkan masalah pendengaran, tetapi berkaitan dengan proses pengolahan inputdi
dalam otak.
2. Masalah mengingat perkataan: Kebanyakan anak disleksia mempunyai level kecerdasan normal
atau di atas normal. Namun, mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka mungkin sulit
menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk memanggilnya dengan istilah temanku di
sekolah atau temanku yang laki-laki itu. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita, tetapi tidak
dapat mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
3. Masalah penyusunan yang sistematis atau berurut: Anak disleksia mengalami kesulitan menyusun
sesuatu secara berurutan misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu, atau susunan
huruf dan angka. Mereka sering lupa susunan aktivitas yang sudah direncanakan sebelumnya,

misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke rumah atau langsung pergi ke tempat
latihan sepak bola. Padahal, orangtua sudah mengingatkannya bahkan mungkin hal itu sudah pula ditulis
dalam agenda kegiatannya. Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan perkiraan
terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami instruksi seperti ini: Waktu yang
disediakan untuk ulangan adalah 45 menit. Sekarang pukul 08.00. Maka 15 menit sebelum waktu
berakhir, Ibu Guru akan mengetuk meja satu kali. Kadang kala mereka pun bingung dengan
perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya cukup untuk membeli
sepotong kue atau tidak.
4. Masalah ingatan jangka pendek: Anak disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang
panjang dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk Simpan tas di kamarmu di
lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke bawah lagi untuk makan siang bersama ibu,
tapi jangan lupa bawa serta buku PR Matematikanya, ya, maka kemungkinan besar anak disleksia tidak
melakukan seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat seluruh
perkataan ibunya.
5. Masalah pemahaman sintaks: Anak disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata
bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua atau lebih bahasa yang
mempunyai tata bahasa yang berbeda. Anak disleksia mengalami masalah dengan bahasa keduanya
apabila pengaturan tata bahasanya berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa
Indonesia dikenal susunan diterangkanmenerangkan (contoh: tas merah). Namun, dalam bahasa
Inggris dikenal susunan menerangkan-diterangkan (contoh: red bag).

http://pondokeluarga.blogspot.com/2012/11/deteksi-dini-gangguan-disleksia.html

Anda mungkin juga menyukai