Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL PENELITIAN

PEMBUATAN CAT EMULSI BERBAHAN DASAR AIR DENGAN MINYAK SAWIT


SEBAGAI BAHAN UTAMA PEMBUATAN RESIN

Disusun oleh:
Lembar Firdillah Kurniawan

(10/296780/TK/36210)

Ifkar Eggyfrian

(10/301247/TK/36882)

LABORATORIUM TEKNIK REAKSI KIMIA


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Dengan judul
PEMBUATAN CAT EMULSI BERBAHAN DASAR AIR DENGAN MINYAK SAWIT
SEBAGAI BAHAN UTAMA PEMBUATAN RESIN

Disusun oleh:
Lembar Firdillah Kurniawan
(10/296780/TK/36210)
Ifkar EggyFrian
(10/301247/TK/36882)
Telah diperiksa dan disetujui
oleh Dosen Pembimbing Penelitian

Dosen Pembimbing Penelitian

Muslikhin Hidayat, , ST., M.T., Ph.D.


NIP. 132207706

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menengok pada sejarah kemasyarakatan zaman dahulu kala. Manusia gua
menggunakan bahan-bahan berwarna yang ditemukan di alam untuk menggambar
keadaan. Campuran pada saat itu terdiri dari arang, kapur dan warna tanah dan warna-

warna yang dihasilkan alam. Mereka mencampurkannya dengan air, perekat dari pohon
dan hewan dan adukan dari batu yang dapat dilunakkan sebagai semen, untuk merekatkan
warna. Tentu saja hal tersebut tidak terlalu rumit, tetapi tidak dapat tahan lama.
Cat minyak muncul pada abad 15, pada awalnya Leo Battista Alberta
menggunakan cat minyak yang kental dan dapat diencerkan dengan turpentine. Pada abad
19, industri cat dan pernis bukan lagi bersifat seni. Industri cat sudah menjadi bagian dari
industri kimia. Dengan kemajuan tersebut pabrik cat sudah dapat membuat cat yang siap
pakai.
Pada abad 20 kita sudah dapat menyaksikan perkembangan yang luar biasa.
Pengetahuan kimia telah menunjukan pada kita bahan-bahan lain dan proses lain seperti
pemasakan minyak dengan resin alam dan penemuan resin sintetis/resin buatan.
Saat ini, dipasar yang berorientasi pada pelanggan dan lingkungan, produsen cat
secara terus menerus meneliti dan mencari untuk pengembangan. Dalam melindungi
lingkungan, produsen cat telah memodifikasi formula tanpa menggunakan timbal (lead)
dan merkuri (air raksa) dan telah memperbaiki cat syntetis. Kita sekarang sudah dapat
menawarkan cat latex (waterbase) yang memenuhi kriteria lingkungan (commercial global
data research, 2011). Selain itu, ada cat duco yang digunakan sebagai cat dasar penutup
permukaan kayu atau logam sehingga didapatkan permukaan yang lebih rapat dan melalui
proses pengerjaan akan didapatkan permukaan yang lebih halus.

B. PERUMUSAN MASALAH
Pembuatan cat saat ini lebih banyak menggunakan campuran minyak sebagai
bahan utama pembuatan cat. Belakangan ditemukan teknologi pembuatan cat dengan air
sebagai campuran bahan dasar utama (solven). Penggunaan air sebagai bahan campuran
cat tersebut berdampak positif dalam cat yaitu mengurangi biaya produksi serta lebih
ramah lingkungan, karena penggunaan solven dalam prakteknya, solven tersebut ketika
sudah melekat pada media lain (dinding, kayu, dsb) akan menguap, dan solven yang

sekarang lebih banyak digunakan adalah SMT (setengah minyak tanah), ketika bahan
tersebut menguap akan mencemari lingkungan, tetapi apabila digunakan air sebagai bahan
campuran solven tersebut, akan mengurangi pencemaran lingkungan hingga sekitar 40%.

C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kualitas cat yang dihasilkan dengan
perubahan komposisi dalam pembuatan cat tersebut. Variabel- variabel yang akan
dipelajari adalah jenis resin (melalui bilangan asam), penambahan air dalam solven, waktu
pengadukan, dan kecepatan perputaran mixer.
D. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Cat
Beberapa banyak macam bahan baku terlibat dalam pembuatan cat, tapi intinya cat
terdiri dari padatan (solids) dan cairan (liquids). Dengan bagian padatan tersebut tertahan
(tersuspensi) dalam porsi cairan atau carrier. Solids atau padatan adalah bahan yang
tertinggal di permukaan setelah bagian liquid menguap. Solid terdiri dari beberapa material,
setiapnya didesain untuk menghasilkan beberapa fitur dari cat, namun yang utama adalah
pigment (pewarna) dan resin (perekat) (duraposita chemical, 2009).
Bagaimana cat bekerja
Ketika cat diaplikasikan ke permukaan proses pengeringan dimulai. Bagian
cair/carrier mulai menguap meninggalkan lapisan film, lapisan film terdiri dari resin,
additive dan pigment. Cat mengering pada 2 cara, yaitu penguapan solven pada cat basis
minyak/solven coalesce (persatuan) pada basis latex atau basis air. Pada basis minyak
partikel partikel cat mulai bergabung dan membentuk partikel yang lebih panjang, proses
ini dikenal sebagai chemical bonding (ikatan kimia). Pada cat basis air, pigment, resin dan
additive tidak secara kimiawi saling mengikat ketika cat mengering. Namun partikel
partikel bergerak merapat/mendekat/menyatu bersama sama untuk mengisi gap yang
ditinggalkan

oleh

coalescene/penyatuan.

menguapnya

partikel

air,

fenomena

ini

dikenal

sebagai

Proses pembuatan cat


Proses produksi cat secara umum dibagi menurut jenis cat yang akan dibuat :
1. Cat Tanpa Pigment
Pembuatannya hanya melibatkan proses penuangan, mixing dan stiring saja,
yaitu menuang bahan-bahan dengan urutan dan cara sesuai dengan jenis cat yang akan
dibuat ke dalam sebuah tangki dengan ukuran yang tepat. Kemudian mencampur bahanbahan dengan putaran mixer relatif pelan, hingga diperoleh suatu campuran yang benarbenar merata di semua titik. Waktu stiring dan kecepatan mixer disesuaikan dengan
jumlah dan kekentalan campuran. Bahan-bahan yang dimaksud adalah resin, solven, dan
additive
2. Cat dengan Pigment
Proses pembuatan cat jenis ini juga dibagi berdasarkan pada seberapa halus
padatan (pigment) terdispersi di dalam campuran. Jika diinginkan padatan terdispersi
secara kasar (dengan kehalusan antara 20 50 mikro), maka proses yang dibutuhkan
adalah cukup dengan proses dispersi saja, namun jika dikehendaki padatan terdispersi
secara halus (5 20 mikro) maka diperlukan proses penggilingan partikel padat dalam
mesin giling. Contoh jenis cat yang dibuat cukup dengan proses dispersi saja adalah cat
primer, undercoat, dan cat tembok dimana kehalusan partikel bukan merupakan sifat
yang harus dicapai.
Proses dispersi akan mendapatkan hasil optimal bila prinsip-prinsip dispersinya
terpenuhi. Adapun prinsip-prinsip dispersi yang perlu mendapat perhatian adalah bentuk
mixer, diameter mixer terhadap tangki, tinggi mixer dari dasar tangki, diameter tangki,
tinggi tangki dan perbandingan padatan dan cairan campuran (kadar padatan = PVC)
serta penambahan secara tepat additive wetting dan dispersingnya. Jika kondisi ideal
terpenuhi, maka akan terbentuk sebuah aliran yang menyerupai donat, terbentuk
doughnut effect. Pada kondisi ini diperoleh proses dispersi yang optimal.
Komponen penyusun cat :

a. Pigment
Pigment adalah padatan (serbuk) warna, yang memberi warna pada suatu cat dan
daya tutup. Pigment tersuspensi dalam carrier, inilah mengapa cat harus diaduk dahulu
sebelum digunakan. Komponen lainnya adalah resin atau pengikat yang menahan
material material cat, dimana beberapa additive diperlukan untuk menambah fitur cat
yang diinginkan. Liquid akan menguap setelah cat kering, disini resin membentuk
lapisan film. Pigment dapat dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non organik. Pigment
non organik dibuat dari beberapa logam (oksida logam) sementara pigment organik
dibuat dari bahan minyak bumi (carbon based). Pigment dapat lebih jauh lagi dibagi
menjadi pigment utama dan pigment ekstender. Kebanyakan cat mengandung keduanya.
Pigment utama memberikan cat dengan daya tutup dan warna. Pada warna pastel atau
warna dasar putih, pigment utama yang paling sering digunakan adalah titanium dioxide
yang mempunyai daya tutup dan daya pemutih yang kuat. Titanium dioxide tidak
digunakan dalam warna warna gelap, warna merah gelap misalnya menggunakan
pigment iron oxide merah sebagai pigment utamanya, warna hitam gelap menggunakan
pigment carbon black.
b. Solven
Sebuah cat membutuhkan bagian cair agar partikel pigment, resin dan material
padat lainnya dapat mengalir. Cairan pada suatu cat disusun oleh solven atau diluen.
Solven berasal dari kata dissolve dan diluen berasal dari kata dilute. Keduanya adalah
suatu cairan yang mempunyai kemampuan untuk melarutkan (dissolve) suatu material.

c. Additive
Sebagai tambahan selain solven, pigment dan resin, suatu cat dapat mengandung
satu atau lebih additive (zat tambahan). Hal ini mempengaruhi fitur vital dari cat
tergantung dari penggunaan akhir cat. Bentuk beberapa additive :

1. Thickener : menaikkan kekentalan cat, menambah flow dan leveling.


2. Pengawet : meningkatkan umur campuran dalam kaleng pada lapisan film yang telah
kering.
3. UV inhibitor : sinar yang merusak dari matahari adalah sinar ultraviolet, dan inhibitor
berfungsi untuk menangkalnya.
4. Anti-skinning : menjaga atau mengurangi membentuknya kulit cat setelah kaleng
dibuka.
5. Antifoam : mengurangi foam (busa) saat cat dibuat diaduk, dan diaplikasi.
6. Dan lain lain.
Kombinasi dari beberapa additive diatas digunakan untuk mendesain cat yang
diinginkan dan dapat bervariasi menurut area suatu negara dimana cat akan
diaplikasikan.

Contohnya

jika

cat

diaplikasikan

di Asia

Tenggara,

dimana

kelembabannya tinggi sehingga timbul masalah jamur, konsentrasi mildewcide (anti


jamur) harus ditambah. Di wilayah utara cat harus mempunyai fleksibilitas tinggi karena
ekstrimnya perubahan temperatur. Namun kualitas suatu cat utamanya bergantung pada
pigment yang dipakai dan jumlah serta tipe resin. (duraposita chemical, 2009)
d. Resin
Resin bertugas merekatkan partikel partikel pigment ke dalam lapisan film cat
dan membuat cat merekat pada permukaan. Tipe resin dan persentase resin dalam suatu
formula cat menentukan banyak hal dari performa cat seperti washability (ketahanan
saat terkena air), scrubbability (ketahanan saat digosok), color retention (kekuatan
warna) dan adhesi (daya rekat).
Resin dibuat dari material bernama resin yang bisa dari bahan alam bisa juga
sintesis. Semakin banyak resin atau resin dalam cat, semakin baik catnya, semakin
mengkilap, dan semakin tahan lama. Pada cat basis air, resin yang tak larut air diproses
secara kimia sehingga dapat larut dengan air, proses ini disebut emulsifikasi. Hasil
akhirnya sering disebut latex.
e. Alkyd Resin
Alkyd resin merupakan bagian dari produk polimer dengan proses polimerisasi
kondensasi. Polyester tak jenuh yang dimodifikasi minyak atau asam lemak ini sangat

luas pemakaiannya dalam system coating. Alkyd resin banyak digunakan dalam industri
cat, serta pembentukan film (Sandler, 1994). Tahan air, asam dan basa kuat/lemah,
pelarut organik. Stabil terhadap cahaya, dapat digunakan sampai suhu 95 oC. Industri cat
mempertimbangkan ekspansi dalam mengembangkan alkyd resin di industri automobile,
stasion tenaga nuklir, dan coating anti korosi (Hlaing dan Oo, 2008).
Alkyd terbagi dalam 3 kelompok :
1. Alkyd Long Oil
Sifat fisik:
-

Kering cukup lama (24 jam).

Kilap sangat baik.

Larut sangat baik dengan solvent alami (Minyak tanah, bensin, dan SMT).

Baik untuk cat minyak.

2. Alkyd Medium Oil


Sifat fisik:
-

Kering lebih cepat ( 3-4 jam).

Kilap cukup baik.

Larut cukup baik dalam solvent alami.

Baik untuk cat sintetis.

Resin alkid medium oil paling banyak digunakan dalam industri cat.
3. Alkyd Short Oil
a. Coconut
Sifat fisik:
-

Kering lebih lambat.

Kilap lebih baik.

Larut sangat baik dengan solvent aromatik (Xylene dan tolune).

Baik untuk cat NC dan stoving.


Resin ini bisa kering sangat cepat jika digabungkan dengan nitrocellulose,

kekerasannya juga sangat meningkat.


b. Soya / Fatty Acid
Sifat fisik:
-

Kering cukup lambat.

Kilap cukup baik.

Polimerisasi Kondensasi
Suatu molekul raksasa (makromolekul) yang terbentuk dari susunan ulang molekul
kecil yang terikat melalui ikatan kimia disebut polimer (poly = banyak; mer = bagian).
Suatu polimer akan terbentuk bila seratus atau seribu unit molekul yang kecil yang disebut
monomer, saling berikatan dalam suatu rantai. Jenis-jenis monomer yang saling berikatan
membentuk suatu polimer terkadang sama atau berbeda (Hart, 2003).
Berdasarkan asalnya, polimer dibedakan atas polimer alam dan polimer buatan.
Polimer alam telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, seperti amilum, selulosa, kapas,
karet, wol, dan sutra. Polimer buatan dapat berupa polimer regenerasi dan polimer sintetis.
Polimer regenerasi adalah polimer alam yang dimodifikasi. Contohnya rayon, yaitu serat
sintetis yang dibuat dari kayu (selulosa). Polimer sintetis adalah polimer yang dibuat dari
molekul sederhana (monomer) dalam pabrik.
Polimer-polimer ini terbentuk melalui suatu proses yang dinamakan polimerisasi.
Dua jenis utama dari reaksi polimerisasi adalah polimerisasi adisi dan polimerisasi
kondensasi. Jenis reaksi yang monomernya mengalami perubahan reaksi tergantung pada
strukturnya. Suatu polimer adisi memiliki atom yang sama seperti monomer dalam unit
ulangnya, sedangkan polimer kondensasi mengandung atom-atom yang lebih sedikit karena
terbentuknya produk sampingan selama berlangsungnya proses polimerisasi (Hart, 2003).
Polimerisasi adisi adalah polimer yang terbentuk dari reaksi polimerisasi disertai
dengan pemutusan ikatan rangkap diikuti oleh adisi dari monomer-monomernya yang
membentuk ikatan tunggal. Dalam reaksi ini tidak disertai terbentuknya molekul-molekul
kecil seperti H2O atau NH3).
Polimer kondensasi terjadi dari reaksi antara gugus fungsi pada monomer yang sama
atau monomer yang berbeda. Dalam polimerisasi kondensasi kadang-kadang disertai
dengan terbentuknya molekul kecil seperti H2O, NH3, atau HCl. Di dalam jenis reaksi
polimerisasi yang kedua ini, monomer-monomer bereaksi secara adisi untuk membentuk
rantai. Namun demikian, setiap ikatan baru yang dibentuk akan bersamaan dengan

dihasilkannya suatu molekul kecil (biasanya air) dari atom-atom monomer. Pada reaksi
semacam ini, tiap monomer harus mempunyai dua gugus fungsional sehingga dapat
menambahkan pada tiap ujung ke unit lainnya dari rantai tersebut. Jenis reaksi polimerisasi
ini disebut reaksi kondensasi.

E. LANDASAN TEORI
Pembuatan cat emulsi berbahan dasar air belum banyak dijelaskan secara khusus di
berbagai literatur. Oladipo (2011) menjelaskan tentang pembuatan cat secara rinci namun
tidak menjelaskan pembuatan cat dengan berbahan dasar air pada campuran solven.
Karakteristik kualitas cat sangat bergantung pada komposisi partikelnya. Susunan ini
dapat diidentifikasikan dengan :
1. Alkyd resin
Pengertian secara terminologi dari alkyd resin setiap tahun berubah sehingga
dapat membingungkan, ASTM mendefinisikan alkyd sebagai resin sintetis terbuat dari
polyhydric alcohol dan polybasic acid yang dimodifikasi dengan minyak nabati atau
asam lemak. Fisher dan Hayward (1998) menerangkan bahwa proses pembuatan alkyd
resin ada dua metode, yaitu :
a. Proses Monogliserida
Proses monogliserida adalah proses pembuatan alkyd resin dimana minyak
nabati direaksikan dengan polyol yang dipanaskan bersama dengan katalis seperti
timbal, sodium, calsium atau zink. Reaksi antara trigliserida (minyak nabati) dengan
gliserol (polyol) disebut dengan reaksi alkoholisis yang menghasilkan monogliserida,
setelah monogliserida terbentuk dapat langsung direaksikan dengan polybasic acid
atau anhydride.
b. Proses Fatty Acid (Asam Lemak)
Pada metode ini asam lemak, polyol (gliserol, atau pentaerythritol) dan
polybasic acid atau anhydride (maleic anhydride) dimasukkan bersama tidak perlu

membentuk monogliserida. Proses ini membutuhkan proses ekstra dan biaya yang
lebih mahal karena asam lemak terlebih dahulu dipisahkan dari minyak, tetapi metode
ini membutuhkan waktu yang lebih singkat karena prosesnya hanya satu tahap.
Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah proses monogliserida,
dimana minyak yang digunakan adalah minyak sawit dengan polybasic acidnya adalah
maleic anhydride. Pendekatan mekanisme reaksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut
(air dianggap menguap semua).
Mekanisme reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
b.1. Reaksi alkoholisis antara gliserol dan minyak sawit (trigliserida)

b.2. Reaksi esterifikasi antara maleic anhydride dan monogliserida membentuk alkyd
resin (ester maleic) yang menghasilkan produk samping air (H2O) dalam jumlah kecil
yang akan teruapkan

Reaksi di atas dapat disederhanakan sebagai berikut :


Tahap esterifikasi

Dimana :
MA = Maleic Anhydride
AM = Asam Maleic (Asam karboksilat)
EM = Ester Maleic
OH = Hidroksil
2. Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung
berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Bilangan

asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak.
Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar pula,
yang berasal dari hidrolisa minyak atau lemak, ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi bilangan asam, maka makin rendah kualitasnya.
3. Kualitas Cat
Untuk mendapatkan kualitas cat seperti yang diharapkan, berbagai usaha
harus diarahkan untuk mendapatkan kualitas hasil akhir dari setiap proses seoptimal
mungkin. Beberapa pengujian harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa resin,
pigment, solven dan additive yang dibuat sesuai spesifikasi.
Untuk itu harus dilakukan pengujian-pengujian dasar sebagai bertikut:

1. Bahan Baku
a. Resin
-

Penampilan : Membandingkan penampilan, seperti permukaan, bahan


asing, endapan, kejernihan, dan warna sampel resin.

Bilangan asam : Mengetahui senyawa asam yang terkandung dalam


resin.

b. Pigment
-

Penampilan : Membandingkan penampilan, seperti bahan asing,


gumpalan dan warna sampel.

c. Solven
-

Penampilan : Membandingkan penampilan, seperti : bahan asing,


endapan, kejernihan, gumpalan dan warna sampel.

d. Additive
Biasanya diuji secara langsung dengan menambahkan pada resep
bahan setengah jadi (pasta) atau cat, diproses dan dipakai dan kemudian
dibandingkan dengan additive standard pada semua aspek pengujian.
2. Cat
-

Penampilan Cat : Membandingkan penampilan sampel cat, seperti

bahan asing, endapan, kejernihan dan gumpalan.


Waktu Kering : Dengan mempergunakan sentuhan, tempel atau
tekanan jari pada cat yang masih basah. Waktu kering meliputi : kering

sentuh, tekan dan kering sempurna.


Penampilan Film : Pengujian film dilakukan setelah cat dikenakan
pada substrat tertentu dan kemudian mengering. Penampilan film
meliputi ada tidaknya kulit jeruk, gelembung udara, bercak-bercak,

tidak meratanya kilap, lekukan-lekukan kawah, kerut dan lain-lain.


Daya Lekat Film (Adhesi) : Film cat kering digores dengan sudut
cutter (30-45o) dan pada kecepatan 0.5 detik per satuan potongan
sehingga didapat 25 kotak dengan jarak pemotongan sesuai ketebalan
catnya. Kemudian dilekatkan selotip dan ditarik dengan kuat. Dari
banyaknya kotak lapisan cat yang terangkat bias kita nilai daya lekat
film tersebut (GT 0, tidak ada yang terkelupas hingga GT 4, terkelupas

> 65%)
Penampilan Warna : Selama pencocokan warna (colour matching),
sampel cat dibandingkan dengan warna standarnya.

Pengujian tersebut di atas bisa juga diperluas atau ditambah sesuai dengan
penggunaan cat dan kebutuhan, seperti : daya tahan terhadap sinar matahari perlu
dilakukan untuk jenis cat yang dipakai di luar terkena sinar matahari dan daya tahan
terhadap korosi pada cat yang dipakai pada lingkungan korosif.
Perubahan bilangan asam dan perubahan jumlah air dalam solven seharusnya
memberikan perbedaan kualitas cat yang dihasilkan karena

pada penambahan

bilangan asam secara teori akan menurunkan kualitas minyak. Berbanding lurus
dengan itu kualitas cat akan semakin kurang baik pula, maka dari itu diharapkan
dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan data-data tentang perubahan

bilangan asam terhadap kualitas cat. Demikian juga dengan perubahan jumlah air
dalam solven.

F. HIPOTESIS

Semakin lama waktu pengadukan, maka semakin banyak waktu yang tersedia
bagi bahan-bahan yang ada untuk tercampur menjadi produk yaitu berupa cat. Itu berarti
semakin baik kualitas produk yang dihasilkan.
Semakin cepat perputaran mixer, maka semakin baik kualitas cat yang dihasilkan
karena luas bidang kontak antar bahan semakin besar sehingga bahan-bahan yang ada
tercampur dengan baik.
Dengan penambahan air yang optimum maka produk memiliki kualitas yang baik.
Apabila penambahan air terlalu banyak maka dapat menyebabkan nilai scrubbability
(ketahanan saat digosok) rendah, sehingga menurunkan kualitas produk yang dihasilkan.
Namun, jika air yang ditambahkan terlalu sedikit maka dapat menyebabkan timbulnya
pola retak-retak pada produk yang ada ketika diaplikasikan.
Semakin banyak penambahan resin, maka semakin tahan lama produk yang
dihasilkan.

BAB II
RENCANA PENELITIAN

A. DIAGRAM PROGRAM PENELITIAN


Persiapan Bahan Baku

Reaksi Minyak dengan Gliserol

Reaksi Monogliserida dengan phtalic anhydride


Tidak
Ya

Tahap Persiapan Pembuatan Emulsifier

Pencampuran polisakarida dengan alkyd resin dan solven (SMT)

Pencampuran Emulsifier dengan Pigment dan Additive

Pengecekan Kualitas Produk


Tidak
ya

B. BAHAN
Produk ini adalah :
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian
1.
Minyak sawit.
2.
Gliserol.

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Anhydride pthalic.
CaCO3.
Air ledeng.
Aquadest.
SMT.
Additive.
NaOH.
HCl.
Etanol 96%.
Phenolphtalein.
KOH teknis.
CaO.

C. ALAT

Keterangan :
1. Labu Leher Tiga
2.. Termometer Raksa 360 oC
3. Pengaduk Merkuri
4. Motor Pengaduk
5. Pendingin Balik
6. Jaket Pemanas

Gambar 1. Rangkaian Alat Pembuatan Alkyd


Resin

Keterangan :
1. Motor Pengaduk
1

2
Pengaduk
3. Pengaduk

4. Larutan Campuran
5. Wadah Penampung

2. Besi

Gambar 2. Rangkaian Alat Pengadukan Bahan Cat

D. PROSEDUR PERCOBAAN
i. Tahap Penyiapan Alkyd Resin
4 sampel alkyd resin akan dibuat dengan pencampuran gliserol, phtalic anhydride,
dan ekstrak minyak dari biji dengan komposisi yang disiapkan pada awal tahap
percobaan yaitu minyak sawit 40%, phtalic anhydride 35%, dan gliserol 25%. Persen
diatas merupakan persen berat campuran. Monogliserida di tiap sampel dibuat dengan
cara memanaskan minyak, gliserol dan sedikit penambahan katalis CaO dengan
menggunakan alat seperti pada gambar 1. Campuran ini pertama dipanaskan hingga
200oC dan dijaga suhunya hingga 2 jam ke depan.
Pada awal tahap kedua, suhu operasi diturunkan menjadi 180 oC lalu phtalic
anhydride ditambahkan ke dalam larutan. Suhu operasi kemudian dinaikkan kembali
hingga mencapai 230-250oC. sedikit larutan yang ada diambil setiap 30 menit untuk
melihat penurunan bilangan asam dan kenaikan volume air pada larutan. Reaksi
kemudian dihentikan ketika nilai bilangan asam pada larutan bernilai sekitar 10
mgKOH/gr dan alkyd resin yang telah terbentuk didinginkan.
Kemudian percobaan diulang dengan menggunakan komposisi yaitu (minyak
sawit 50%, phtalic anhydride 30%, dan gliserol 20%), (minyak sawit 60%, phtalic
anhydride 25%, dan gliserol 15%), dan (minyak sawit 70%, phtalic anhydride 15%,
dan gliserol 15%).
ii. Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dengan Larutan HCl 0,1 N
HCl 1 N dengan pipet volume 10 ml dan memasukkannya ke dalam labu ukur 100
ml dan menambahkan aquadest hingga tanda batas kemudian digojog hingga

homogen, kemudian 10 ml larutan NaOH 0,1 N diambil dan dimasukkan ke dalam


Erlenmeyer 125 ml lalu ditambahkan 3 tetes indicator phenolphthalein, setelah itu
dilakukan titrasi antara larutan NaOH 0,1 N dengan larutan HCl 0,1 N hingga terjadi
perubahan warna dari ungu menjadi bening, volume HCl yang dibutuhkan kemudian
dicatat. Langkah ini kemudian diulangi sekali lagi sehingga didapat 2 data.
iii. Penentuan Asam Lemak Bebas
Larutan etanol netral dibuat dengan cara mengambil 20 ml etanol 96% dengan
menggunakan gelas ukur 100 ml dan memasukkannya ke dalam gelas beker 250 ml,
kemudian 3 tetes indikator phenolphthalein ditambahkan, setelah itu dilakukan titrasi
antara larutan NaOH 0,1 N hingga titik ekivalen menggunakan pipet tetes.
Selanjutnya, 3 gram alkyd resin ditimbang dengan neraca analisis digital dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, lalu 50 ml larutan etanol netral diambil
dengan pipet volume 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi minyak
dan 3 tetes indicator phenolphtalein ditambahkan, larutan kemudian dipanaskan di
atas kompor listrik selama 15 menit terhitung sejak larutan mendidih, setelah itu
larutan didinginkan tanpa melepas pendingin bola. Setelah itu dilakukan titrasi antara
campuran etanol plus minyak dengan NaOH 0,1 N hingga warna berubah dari keruh
menjadi merah muda keputihan, volume NaOH yang dibutuhkan dicatat.

iv. Pembuatan Emulsifier


Pembuatan emulsifier dilakukan dengan cara mencampurkan polisakarida, air,
alkyd resin (4 sampel yang telah dibuat) dan SMT. Percobaan dilakukan di wadah
penampung yang kemudian di mixing dengan menggunakan motor seperti pada
gambar 3. Komposisi yang disiapkan pada awal tahap percobaan yaitu air 40%,
polisakarida 5%, resin 20%, dan SMT 35%. Persen diatas merupakan persen berat
campuran. Kemudian percobaan diulang dengan menggunakan komposisi air dan
SMT yang berbeda yaitu (air 50%, polisakarida 5%, alkyd resin 20%, SMT 25%) dan
(air 60%, polisakarida 5%, alkyd resin 20%, SMT 15%).

v. Pembuatan Cat
Pembuatan cat dilakukan dengan cara mencampurakan emulsifier, SMT,
pigment, dan additive. Percobaan dilakukan di wadah penampung yang kemudian di
mixing dengan menggunakan motor seperti pada gambar 3. Percobaan dihentikan
setelah 30 menit. Percobaan diulang dengan menggunakan diameter wadah
penampung dan kecepatan putaran motor yang berbeda dan akhirnya didapat 9
sampel.

E. ANALISIS DATA
i.

Standarisasi Larutan NaOH 0,1 N dengan Larutan HCl 0,1 N


Standarisasi Larutan NaOH menggunakan larutan HCl yang telah diencerkan 10
kali. Normalitasnya dihitung berdasarkan persamaan :
N0 x V0 = N1 x V1
N1 = N0 x V0
V1
Dengan, N0 = Normalitas HCl sebelum pengenceran, N.

V0 = Volume HCl sebelum pengenceran, mL.


N1 = Normalitas HCl hasil pengenceran, N.
V1 = Volume HCl hasil pengenceran, mL.
Normalitas NaOH dihitung berdasarkan persamaan :
VNaOH x NNaOH = VHCl x NHCl
NNaOH = VHCl x NHCl
VNaOH
Dengan, NNaOH = Normalitas NaOH, N.
VNaOH = Volume NaoH, mL.
NHCl = Normalitas HCl, N.
VHCl = Volume HCl, mL.
ii.

Penentuan Ekivalen Asam Lemak Bebas


Ekivalen asam lemak bebas dihitung berdasarkan persamaan :
Ekivalen Asam Lemak Bebas = VNaOH x NNaOH
Berat Minyak

iii.

Penentuan Bilangan Asam


Bilangan Asam dihitung berdasarkan persamaan :
Bilangan Asam = Ekivalen Asam Lemak Bebas x BM NaOH

F. JADWAL RENCANA PENELITIAN

Kegiatan

Bulan
September Oktober November Desember Januari Februari

Persiapan
Pelaksanaan penelitian I (pembuatan
alkyd resin)
Pelaksanaan penelitian II (pembuatan
cat)
Uji karakteristik
Evaluasi dan pengolahan data
Pembuatan laporan

DAFTAR PUSTAKA

Aigbodian, A.I dan Okieimen, F.E., 2001, An Investigation of the Utilisation of African
Locustbean Seed Oil in the Preparation of Alkyd Resins, Industrial Crops and Product
13: 29-34
Chemical, D, 2009, Produksi Cat Tembok Berkualitas, scribd.com/doc/12325179/ebookProduksi-Cat-Tembok-Berkualitas.
Fisher L.A., Hayward, G.R., 1998, The Basic of Resin Technology, No.10, Oil and Coulor
Chemist Association, Wembley
Gooch, J.W, 2002, Emulsification and Polymerization of Alkyd Resins, Kluwer
Academic/Plenum Publishers, New York.
Jones, F.N. 1985. Alkyd Resins, in Ullmans Encyclopedia of Industrial Chemistry, Vol. AL,
5th ed. VCH, Weinheim, 409pp.
Martens, C.R., 1961, Alkyd Resins, Reinhold Publishing Corp, New York.
Okieimen, F.E and Aigbodion, A.I. 1997. Studies in molecular weight determination of
rubber seed oil alkyds. International Journal of Industrial Crops and Products, 6 : 155
161.
Oladipo, G.A, 2011, formation and characterization of paint based on alkyd resin derivative of
ximenia americana (wild olive) seed oil, Department of Chemistry, Agriculture
University, Abeokuta.
Sandler,S.R.,1994, Polymer Syntheses,Vol.2nd ed, pp.157-187, Academic Press, Inc.,
California.
Solomon, T.W.G., 1983, Organic Chemistry, John Wiley & Sons, New York
Stevens, M.P., 1989, Polymer Chemistry: An Introduction, 2nd ed., Oxford University Press,
inc.

Anda mungkin juga menyukai