Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

BAB 1 Pendahuluan

BAB II Tinjauan Pustaka

2.1

Etiologi

2.2

Epidemiologi

2.3

Struktur dan proses replikasi virus dengue

2.4

Patogenesis infeksi dengue

2.4.1

Patogenesis dan respons imun pada dengue

2.4.2

Mekanisme trombositopenia pada dengue

13

2.4.3

Peranan NS1 dan anti NS1 pada patogenesis dengue

16

2.4

Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit

21

BAB III Penutup

24

Daftar Pustaka

25

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Distribusi DBD di Dunia

Gambar 2.2

Polipeptida Flavivirus dan Fungsi Protein

Gambar 2.3

Fenomena Antibody Dependent Enhancement (ADE)

11

Gambar 2.4

Mekanisme dari Secondary Heterologous Dengue Infection

12

Gambar 2.5

Faktor-faktor Yang Berperan Dalam Timbulnya Gejala Klinis DBD13

Gambar 2.6

Salah Satu Mekanisme Trombositopenia pada Dengue

15

Gambar 2.7

Peranan Antibodi Terhadap NS1 pada Infeksi Dengue

19

Gambar 2.8

Immunopatogenesis dan Peranan Antibodi NS1 Dengue

21

Gambar 2.9

Perjalanan Klinis Demam Berdarah Dengue

23

BAB I
PENDAHULUAN
Demam dengue/DD (dengue fever/DF) dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
(VD) dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan demam berdarah dengue yang ditandai dengan
rejatan/syok.1-8
Sejak awal tahun hingga pertengahan 2004, Indonesia dihadapkan kepada Kejadian
Luar Biasa (KLB) demam berdarah yang sangat meresahkan masyarakat. Kejadian tersebut
berdampak secara luas terhadap kepanikan petugas kesehatan di rumah sakit serta sarana
pelayanan kesehatan lain, karena terjadi lonjakan pasien yang dirawat di sarana-sarana
pelayanan kesehatan.1 Jumlah kasus Demam Berdarah Dengue yang telah dilaporkan ke
Ditjen PP&PL Departemen Kesehatan RI sepanjang tahun 2005 mencapai 80.837 kasus
dengan 1.099 kasus diantaranya berakhir dengan kematian.6
Selain Demam Bedarah Dengue yang telah dikenal luas dimasyarakat, infeksi virus
dengue dapat menunjukkan manifestasi klinis yang lebih berat lagi. Ditandai dengan
timbulnya renjatan pada pasien karena ekstravasasi cairan yang banyak ke kompartemen
interstitial dan sebagian masuk ke intraseluler. WHO menamakan fenomena ini sebangai
Dengue Shock Syndrome (DSS), atau dalam bahasa Indonesia menjadi Sindrom Renjatan
Dengue (SRD).1-8 Pengetahuan yang menyeluruh disertai dengan pemahaman yang tinggi
di dalam penanganan SRD akan sangat berpengaruh terhadap keselamatan pasien karena
munculnya syok pada seseorang yang terkenan demam berdarah dengue, maka case
fatality rate akan meningkat tajam mencapai 12 44% dari yang tadinya hanya 0,2 1%
pada DBD tanpa syok.6
Infeksi virus Dengue disebabkan oleh 1 diantara 4 serotipe virus (Den-1, Den-2,
Den-3, dan Den-4) dari genus flavivirus. Infeksi dari 1 serotipe virus tidak menyebabkan
timbulnya imunitas silang terhadap serotipe yang lain. Sehingga, seseorang yang berada di
daerah endemik, dapat terinfeksi ke empat serotipe virus tersebut selama hidupnya. 1,7
Adanya riwayat infeksi virus Dengue terdahulu menyebabkan gejala klinis yang berat pada

infeksi berikutnya (teori Infeksi Sekunder). Penduduk yang berada di daerah endemik
berisiko tinggi untuk mengalami hal ini.4,9
Pada infeksi sekunder masih terdapat antibodi terhadap VD yang dibentuk pada
infeksi terdahulu (infeksi primer). Antibodi ini dapat bersifat neutralizing atau nonneutralizing. Reaksi silang terhadap serotipe VD oleh antibodi anti-VD non-neutralizing
akan memudahkan infeksi Dengue pada monosit. Pada mekanisme tersebut mula-mula
dibentuk kompleks partikel VD-antibodi anti-protein non struktural tipe I VD (antibodi
NS1 VD). Kemudian dengan perantaraan reseptor F c, VD lebih mudah masuk ke dalam
monosit dan akan merangsang pengeluaran mediator pro-inflamasi yang memperberat
gejala klinis. Keadaan tersebut dikenal sebagai mekanisme antibody dependent
enhancement (ADE).1,2,4,9
Selain pada infeksi Dengue, mekanisme AD E

dilaporkan

juga

terjadi

pada

berbagai infeksi virus RNA lainnya dari keluarga Flavivirus.10 Tidak seperti infeksi virus
RNA pada umumnya, infeksi berat Dengue berkaitan erat dengan kejadian pendarahan,
terutama pada infeksi sekunder dari serotipe yang berbeda. Hal ini menandakan bahwa
mekanisme pendarahan pada infeksi Dengue tidak dapat dijelaskan hanya dengan hipotesis
ADE. Beberapa studi memperlihatkan trombositopenia terjadi pada infeksi Dengue dengan
derajat yang bervariasi, tetapi hitung trombosit tidak berkolerasi dengan kecenderungan
terjadinya pendarahan.11
Pada tahun 1973 Halstead mengeluarkan suatu hipotesis secondary heterologous
infection yang mengatakan bila reaksi DHF muncul setelah proses re-infeksi sehingga akan
ditemukan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.1 Hipotesis tersebut kemudian
disempurnakan oleh Kurane dan Ennis (tahun 1994) yang menyatakan bahwa infeksi virus
dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang akan mengaktivasi limfosit T-helper dan
sitotoksik sehungga diproduksi limfokin dan interferon-. Sekresi interferon- tersebut
yang akan menimbulkan aktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi
lainnya seperti TNF-, IL-1, PAF, IL-6 dan histamin maupun peningkatan C3a dan C5a
sehingga terjadi suatu disfungsi endotel dan kebocoran plasma. Melihat teori ini maka
infeksi dengue sekunder tentu akan menghasilkan manifestasi klinis yang lebih berat.1,2,4,9
Patomekanisme trombositopenia pada infeksi Dengue belum dipahami sepenuhnya.
Salah satu yang berkaitan dengan trombositopenia pada pasien DBD/SRD adalah
terjadinya peningkatan platelet associated IgG (PAIgG).12-14 Studi lain yang dilakukan
secara in vitro menunjukkan adanya reaksi silang antara antibodiNS1 VD dan trombosit

yang menyebabkan terjadinya trombositopenia.15 Hal yang sama didapatkan pula pada studi
in vivo pada penyuntikan IgG antibodi NS1 kelinci pada mencit tapi belum dipahami
apakah trombositopenia tersebut disebabkan oleh spesifisitas antibodi NS1 terhadap
trombosit atau akibat perbedaan spesies.16,17
Penelitian menunjukkan bahwa antibodi NS1 VD juga memiliki spektrum
spesifisitas antibodi terhadap matriks protein dan molekul adhesi di permukaan trombosit
dan sel endotel (molecular minicry). Reaksi silang tersebut menyebabkan aktivasi dan
peningkatan akselerasi klirens trombosit oleh fagosit yang diperantarai komplemen. 17
Penelitian terbaru menunjukan bahwa antibodi NS1 berikatan dengan Protein Disulfide
Isomerase (PDI) yang terdapat pada permukaan trombosit. Akibat ikatan tersebut
mengakibatkan hambatan dari agregasi trombosit sehingga mudah untuk timbul
perdarahan.20
Selain mengenai kejadian trombositopenia, penelitian terdahulu menunjukkan
adanya peranan antibodi NS1 terhadap keadaan kebocoran plasma. Penelitian terdahulu
menunjukkan salah satu mekanisme kebocoran plasma pada dengue akibat adanya
disfungsi endotel yang disebabkan oleh antibodi NS1. Falconar dkk menunjukkan adanya
reaksi silang antara antibodi terhadap NS1 virus dengue dengan sel endotel. 21 Sementara
itu dikatakan bahwa terdapat autoantibodi terhadap sel endotel manusia pada infeksi
dengue.22
Melihat uraian diatas maka sudah jelas bahwa trombositopenia dan kebocoran
plasma merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada infeksi dengue, terutama infeksi
dengue sekunder dan dapat mengancam jiwa. Bagaimana mekanisme hal tersebut terjadi
sampai saat ini masih belum secara penuh dapat dijelaskan. Sampai dengan saat ini telah
dilakukan berbagai penelitianuntuk mengetahui patomekanisme dari trombositopenia dan
kebocoran plasma termasuk dalam hal ini peranan dari antibodi NS1 virus dengue.
Percobaan in vitro maupun pada binatang percobaan menunjukkan adanya peranan
antibodi NS1 virus dengue terhada trombositopenia dan kebocoran plasma. Oleh karena itu
makalah ini akan membahas bagaimana peranan dari antibodi anti-NS1 terhadap
patofisiologi DD dn DBD terutama dalam hubungannya dengan trombositopenia dan
kebocoran plasma.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ETIOLOGI
Demam Dengue, Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Renjatan Dengue
merupakan jenis kelompok penyakit oleh karena infeksi virus dengue yang ditularkan
melalui vektor nyamuk Aedes agypti dan Aedes albopictus. Virus dengue sendiri termasuk
ke dalam famili Flaviviridae, memiliki diameter 30 nm dan terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4x10.2 Virus dengue memiliki 4 serotipe yang berbeda
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-3 diketahui sebagai serotipe terbanyak
yang menginfeksi di Indonesia, kemudian diikuti oleh DEN-2, DEN-1, dan terakhir DEN4. Telah diketahui terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan genus flavivirus
yang lain seperti virus Yellow Fever, Japanese encephalitis dan West Nile Virus.1,6
2.2 EPIDEMIOLOGI
Demam berrah dengue tersebar diwilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995)
dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk
pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2%
pada tahun 1999.26,27
Sejak awal tahun hingga pertengahan tahun 2004, Indonesia dihadapkan kepada
Kejadian Luar Biasa (KLB) demam berdarah yang sangat meresahkan masyarakat.
Kejadian tersebut berdampak secara luas terhadap kepanikan petugas kesehatan di rumah
sakit serta sarana pelayanan kesehatan lain, karena terjadi lonjakan pasien yang dirawat di
sarana-sarana pelayanan kesehatan.1 Jumlah kasus DBD yang telah dilaporkan ke DitJen
PP&PL Departemen Kesehatan RI sepanjang tahun 2005 mencapai 80.837 kasus dengan
1.099 kasus diantaranya berakhir dengan kematian.6
GAMBAR 2.1

2.3 STRUKTUR DAN PROSES REPLIKASI VIRUS DENGUE

Virus Dengue merupakan famili Flavivirus, yang anggota lainnya terdiri dari
beberapa virus patogen bagi manusia seperti virus Ensefalitis Jepang, virus demam kuning,
virus Tick Borne dan virus West Nile.24 Serupa dengan flavivirus lainnya, VD berbentuk
bola dengan diameter 500 ini, tersusun atas untai RNA rantai heliks tunggal positif.
Berdasarkan susunan antigen VD, dikenal 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4.1
Virion dengue merupakan partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan
ketebalan selubung 10 nm, sehingga diameter virion kira-kira 50 nm. Biologik selubung
virion berperan dalam fenomena hemaglutinasi, netralisasi, dan interaksi virus dengan sel
saat awal infeksi. RNA yang bertindak sebagai genom mampu langsung bersidat sebagai
mRNA dan tidak mempunyai poliadenosin pada ujung tiga prime-nya. Gen yang mengatur
sintesis protein struktural virus terdapat pada kira-kira seperempat bagian genom
keseluruhan dan terletak pada ujung lima prime-nya, sedangkan pada ujung lainnya
terletak gen yang mengatur sintesis berbagai protein non struktural.28
Genom VD terdiri dari 10.600 pasang basa, memiliki satu open reading frame
yang menyandi polipeptida tunggal. Bagian 5 genom tersebut menyandi 3 protein
struktural, yaitu protein kapsid (C), protein membran (M) yang diekspresikan sebagai
prekursor membrane (prM) dan Envelope (E). Sedangkan genom sisanya menyandi 7
protein non-struktural yang penting untuk replikasi virus. Ketujuh protein non struktural
tersebut berturut-turut adalah: 5- NS1-NS2A-NS2B-NS3-NS4A-NS4B-NS5-3. (Gambar
2.1)29,30
GAMBAR 2.2
Menurut nomenklatur dari Rice (1985), protein virus dengue adalah: C untuk
protein kapsid, M untuk protein membran, E untuk protein selubung, dan NS untuk protein
non struktural. Disamping itu, pada virion intraseluler ditemukan protein prM (pre M) yang
merupakan perkursor protein M. Selain terdiri atas protein, virion juga mengandung lipid
yang terletak di dalam selubungnya. Lipid selubung ini didapat saat morfogenesis lengkap
dan arena itu komposisinya lebih banyak tergantung pada sel yang diinfeksinya dan tempat
morfogenesis lengkap virus.29
Protein C adalah protein pertama yang dibentuk pada waktu translasi genom virus.
Berat molekulnya kira-kira 13.500 dan kaya akan asam amino lisin dan arginin sehingga
protein C bersifat basa. Oleh karena sifatnya itu makan protein C mampu berinteraksi

dengan RNA virion. Protein prM adalah glikoprotein dengan berat molekul 22.000 dan
pecah menjadi protein M dan glikoprotein yang lain menjelang morfogenesis lengkap
virion. Pemecahan ini tampaknya merupakan hal kritis bagi morfogenesis karena
pemecahan diikuti segera dengan naiknya titer virus infektif. Sementara itu protein E di
dalam sel terinfeksi dapat berada dalam bentuk heterodimer antara prM-E. Protein E berat
molekulnya antara 51.000-60.000 dan di dalam virion dalam bentuk homotrimer.29
Adapun protein non struktural virus terdiri dari 7 macam yang dikode oleh gen
terpisah. Protein tersebut adalah NS1, NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5. Salah
satu protein VD yang menjadi perhatian dan banyak diteliti adalah protein NS1. Protein
NS1 merupakan glikoprotein non struktural dengan berat molekul berkisar antara 45.00060.000. Protein NS1 bukan merupakan bagian dari struktur virus, namun diekspresikan
pada permukaan sel penjamu dan memiliki determinan-determinan spesifik. Pada awalnya,
glikoprotein ini digambarkan sebagai suatu antigen terlarut yang terikat pada komplemen
(SFC, soluble complement fixing) pada kultur sel yang terinfeksi virus.31
Protein NS1 diperlukan untuk menunjang kelangsungan hidup virus dan merupakan
protein penting dalam sel yang terinfeksi, yang berfungsi sebagai kofaktor replikasi RNA.
Meski demikian, hingga kini belum diketahui secara pasti aktifitas biologisnya. Protein
NS1 ini dihasilkan dalam 2 bentuk, yaitu terikat pada membran dan (mNS1) dan bentuk
sekresi (sNS1).29
Pada tahap awal setelah proses translasi, protein NS1 ditransfer ke endoplasmik
retikulum, dengan adanya sekuens hidrofobik pada bagian terminal C. Setelah proses
dimerisasi, protein ini kemudian ditransfer ke membran sitoplasma. Protein NS1
dilepaskan dalam bentuk heksamer terlarut (sNS1), yang terdiri dari 3 sub unit dimerik,
yang berikatan satu sama lain melalui ikatan konvalen. Bentuk heksamer yang larut ini
dilepaskan dari sel mamalia yang terinfeksi. Protein NS1 virus dengue dalam konsentrasi
tinggi disekresikan dan bersirkulasi dalam aliran darah penderita infeksi primer maupun
sekunder, selama fase infeksi akut dan pada hari pertama fase pemulihan.32
NS2 terdiri dari 2 jenis, yaitu NS2a yang berat molekulnya kira-kira 20.000 dan
NS2b yang berat molekulnya kira-kira 14.500. Kedua protein tersebut bukan merupakan
glikoprotein. NS2a berfungsi debagai enzim proteolitik bagi pematangan NS1, NS3
merupakan protein hidrofilik dengan berat molekul 70.000 dan berfungsi sebagai enzim
tripsin. Protein ini berperan sebagai enzim yang memecah poliprotein precursor protein
virus dan juga sebagai komponen dari RNA polimerase viral.29

NS4 sendiri sebenarnya fungsinya tidak jelas. NS4 terdiri atas 2 jenis yaitu NS4a
dan NS4b. Berat molekul protein ini adalah 16.000 untuk NS4a dan 27.000 untuk NS4b.
Kedua jenis protein ini bersifat hidrofobik. Sementara itu NS5 merupakan protein terbesar
dari kelompok protein non struktural dengan berat molekul dapat mencapai 150.000 dan
bertindak sebagai RNA polimerase.29
2.4 PATOGENESIS INFEKSI DENGUE
2.4.1 Patogenesis dan Respons Imun Pada Dengue
Patogenesis yang pasti dari terjadinya demam berdarah dengue masih menjadi
perdebatan, namun saat ini telah terdapat banyak bukti yang menguatkan bila mekanisme
imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan
dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD meliputi: A).
Respon imun humoral melalui pembentukan antibodi yang memicu proses netralisasi virus,
sitolisis dengan melibatkan peranan komplemen dan sitotoksitas yang dimediasi oleh
antibodi secara langsung.

Antibodi terhadap virus dengue sendiri berperan dalam

mempercepat replikasi virus pada monosit dan makrofag. Keseluruhan proses ini dikenal
dengan hipotesis antibody dependent enhancement (ADE). B). Respon imun seluler yang
melibatkan peran dari limfosit T, berikut T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8).
Sebagaimana telah diketahui T-helper 1 (TH1) akan memproduksi interferon-gamma, IL-2
dan limfokin sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. C). Monosit dan
makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Peranan fagositosis
ini juga menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. D).
Peran komplemen yang melalui C3a dan C5a.1,2,4,7,8,33,34
Kontak pertama virus dengue dengan sistem kekebalan tubuh adalah ketika virus
bertemu sel dendritik di jaringan. Sel dendritik berperan sebagai antigen presenting cells
(APC). Terdapat dua fase di dendritik sel yaitu: 1) fase imatur, dimana sel dendritik
memfagosit dan memproses antigen, dan 2). Fase matur, yang ditandai oleh up-regulation
ekspresi CD83, costimulatory lain dan molekul HLA-DR untuk presentasi antigen yang
lebih efektif ke sel T. Saat sel dendritik mengalami maturasi, dilepaskan sejumlah sitokin
seperti TNF- dan IFN- yang memiliki peran spesifik dalam patogenesis. TNF- dan
IFN- juga mengaktivasi sel dendritik lainnya, baik yang terinfeksi virus maupun yang
tidak terinfeksi.

Bersamaan dengan hal tersebut terjadi pelepasan IL-12p70, sitokin utama dalam
cell mediated immunity (CMI). Penambahan IFN- pada fase ini mengakibatkan
peningkatan sintesis IL-12p70. Hal ini menunjukkan bahwa IFN- adalah sinyal kedua
yang penting untuk sekresi IL-12 bioaktif dari sel dendritik, dan memiliki dampak dalam
ekspresi molekul yang menstimulasi respon sel T yang spesifik antigen. Hal ini mungkin
merupakan mekanisme pengaturan untuk mencegah

Anda mungkin juga menyukai