Laporan SL Fisiologi Vital Sign
Laporan SL Fisiologi Vital Sign
BAB 1
PENDAHULUAN
Postur Tubuh
Pengamatan postur badan menyangkut pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, dan bentuk badan serta keseluruhannya. Juga perlu diperhatikan
tekstur kulit yaitu menyangkut turgor dan tonus serta warna kulit.
Pemeriksaan fisis umumnya dilakukan. Sesudah pengambilan anamnesis.
Pada pemeriksaan ini berturut-turut diperhatikan kepala, leher, torso badan
dan ekstremitas kiri dan kanan.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyusun sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan
dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.1
3.4 Tujuan
Tujuan Instruksional Umum, Yaitu:
1. Mendapatkan ketrampilan pemeriksaan fisik umum dan tanda vital dengan
menggunakan teknik pemeriksaan dan perilaku yang benar serta
professional.
Tujuan Perilaku Khusus
1. Mampu melakukan pemeriksaan fisik umum dengan cara yang benar.
a. Penilaian kesadaran
b. Penilaian bentuk tubuh
2. Mampu melaksanakan pemeriksaan tanda vital dengan cara yang benar.
a. Pengukuran tekanan darah a. Brachialis
b. Penilaian denyut nadi arteri perifer ( a. Brachialis dan a. Radialis )
c. Penilaian refleks pupil
d. Penilaian pernafasan
e. Pengukuran suhu tubuh
3. Mengetahui berbagai kelainan dalam pemeriksaan fisik umum dan tanda
vital pada pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
dapat dipakai untuk menilai keadaan tubuh pasien, terutama jari tangan .
Dalam pemeriksaan umum, tangan dipakai untuk pemeriksaan nadi, penilaian
suhu, pemeriksaan tingkat kesadaran dan pemeriksaan tekanan darah.
Perkusi merupakan pemeriksaan dengan menggunakan ketokan ujung
jari pada punggung jari lainnya (phalang distal), dengan maksud
mendengarkan bunyi yang dihasilkan dari ketokan tersebut. Suara yang
dihasilkan berupa sonor, redup, pekak dan timpani, yang menggambarkan
keadaan organ yang diperiksa. Pemeriksaan fisik umum belum menggunakan
perkusi, karena tidak menilai organ dalam tubuh. Perkusi dipakai lebih
spesifik pada organ tertentu seperti penentuan batas jantung, pemeriksaan
paru, abdomen dan pemeriksaan ekstremitas.
Auskultasi adalah pemeriksaan terakhir dengan menggunakan alat bantu
stetoskop. Dengan auskultasi , seorang dokter dapat menilai bunyi fisiologis
dan patologis yang ditemui di dalam tubuh pasien. Pada pemeriksaan fisik
umum auskultasi dipakai untuk pemeriksaan tekanan darah berupa penilaian
suara korotkoff. Auskultasi akan lebih banyak diandalkan dalam pemeriksaan
organ dalam thorak dan abdomen. Pemeriksaan fisik umum merupakan
langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan fisik
organ.2
2.1.1 Status Mental (Kesadaran)
Merupakan penilaian tingkat kesadaran berupa :
1. Composmentis, sadar sepenuhnya, baik/sempurna
2. Apatis, perhatian berkurang.
3. Somnolen, mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara
4. Soporous, dengan rangsangan kuat masih memberi respon gerakan
5. Soporocomatous, hanya tinggal reflek cornea (sentuhan kapas pada
kornea, akan menutup kelopak mata)
6. Koma, tidak memberi respon sama sekali.2
menilai tingkat kesadaran pasien, mulai dari keadaan sadar penuh hingga
keadaan Coma.3
Pada pemeriksaan Kesadaran atau GCS, ada 3 fungsi (E,Y,M) yang
hurus diperiksa, masing-masing fungsi mempunyai nilai yang berbeda-beda,
untuk penjelasannya bisa dilihat dibawah
1.
2.
3.
Cara penilaian :
No Jenis pemeriksaan
1
Nilai Respon
Eye (mata)
a. Spontan
b. Rangsangan suara
c. rangsangan nyeri
d. Tidak ada
Respon verbal
a. Orientasi baik
b. Bingung
tepat
d. Mengucapkan kata-kata yang
tidak jelas
e. Tidak ada
3
Respon motorik
a. Mematuhi perintah
perintah
b. Melokalisasi
c. Menarik
d. Fleksi abnormal
e. Ekstensi abnormal
Membentuk posisi
deserebrasi.contoh : ekstensi
pergelangan tangan
f. Tidak ada
b. Keadaan gizi
a. Baik
b. Sedang
c. Kurang
Parameter yang dipakai adalah :
a. Perbandingan tinggi badan dan berat badan
b. Lingkar lengan atas, lemak subkutan, intraabdomen, intramuskuler
d. Menghitung berat badan ideal berdasarkan
Tinggi badan (TB) dan berat badan(BB), dengan menggunakan
rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb :
i. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm -100) x 1 kg
ii. Bagi pria dengan tinggi badan < 160 cm dan wanita < 150
cm, rumus dimodifikasimenjadi :
Berat Badan Ideal (BBI) = (TB dalam cm -100) x 1 kg Berat badan
a. Normal : BB ideal 10%
b. Kurus : < BBI 10%
c. Gemuk : > BBI + 10%
Penilaian status gizi juga dapat dengan Indeks Massa Tubuh ( blok
lebih lanjut)
c.
Kulit
Fungsi utama kulit adalah menjaga homeostasis tubuh. Kulit
memberi perlindungan, keutuhan jaringan di dalam tubuh, melakukan
fungsi sekresi, ekskresi, absorbsi, sintesis (vitamin D). Komponenkomponen jaringan kulit dibentuk oleh berbagai macam organ viseral :
pembuluh darah, pembuluh limfe, jaringan ikat, saraf, dsb. Berbagai
macam variasi gangguan yang dapat ditemukan pada kulit. Lesi kulit dapat
merupakan pertanda adanya kelainan internal.
sedangkan pembacaan semu rendah terjadi bila pasien bernafas melalui mulut
dan minum minuman dingin.
Suhu tubuh menunjukkan perbedaan antara jumlah energi yang
dihasilkan oleh tubuh dengan jumlah energi yang hilang. Dalam keadaan
normal suhu tubuh dipertahankan dalam batas normal, hal ini diatur oleh
pusat pengaturan panas (thermoregulatory) pada hipotalamus. Sistem ini
mengatur keseimbangan antara panas yang dihasilkan oleh sistem
metabolisme pada tubuh seperti menggigil, kontraksi otot, penyakit, olahraga,
peningkatan aktifitas kelenjar tiroid dengan panas yang hilangsepertu
konduksi, konveksi dan evaporasi.
Suhu tubuh normal 36C-37,5C. Bila produksi panas berlebihan akan
menyebabkan demam/peningkatan suhu tubuh (hyperthermia). Kebalikannya,
bila aktifitas berlebihan dapat menyebabkan suhu tubuh menurun disebut
hypothermia. Temperatur dinyatakan dalam satuan Fahrenheit (F) atau
Celcius (C). Terdapat 2 macam termometer : termometer kaca (berisi air
raksa) dan termometer elektronik (digital). 5
1.
Oral
Pemeriksaan secara oral dengan memasukkan ujung termometer kaca
di bawah bagian depan lidah lalu mulut ditutup selama 3-5 menit,
kemudian baca hasilnya. Letakkan kembali termometer di bawah lidah
beberapa menit, baca hasilnya. Bila suhu masih bertambah, ulangi
prosedur sampai temperatur tetap. Sebelum pemakaian, termometer
dikocok agar kolom air raksa berada dibawah 35,5C. Dilakukan pada
pasien dewasa yang sadar. Sebelum pemeriksaan pasien tidak bernapas
memalui mulut, tidak minum air panas, air dingin dan tidak merokok
selama 15 menit. Faktorfaktor tersebut menyebabkan hasil pembacaan
tidak tepat. Kemungkinan kesalahan yang terjadi :
a. Penderita tidak menutup mulut dengan rapat
b. Penderita baru minum es atau air panas (pemeriksaan diundur 10-15
menit)
c. Penderita bernapas melalui mulut
d. Terlalu cepat menilai
e. Merokok (15 menit sebelumnya)6
2. Aksila
Cara pengambilan suhu melalui aksila dengan meletakkan ujung
termometer pada ketiak/aksila. Pasien memegang tangan yang lain melalui
dada, sehingga posisi termometer tetap. Bila pasien tidak mampu,
pemeriksa yang memegang termometer tersebut. Temperatur melalui
aksila dibaca setelah 5-10 menit. Pada sebagian rumah sakit lebih
menyukai cara ini untuk menghindari pecahnya termometer dan perforasi
rektum. Cara ini dilakukan pada pasien yang tidak bisa menutup mulut
secara oral, misalnya deformitas mulut, operasi mulut, pasien yang
memakai oksigen. Pengukuran dengan termometer digital dilakukan
selama 30 detik.6
3. Rektal
Penderita berbaring pada 1 sisi dengan paha difleksikan. Ujung
termometer diberi pelumas, masukkan ke anus sedalam 3-4 cm, baca
setelah 3 menit. Pada pemakaian termometer elektronik, pembacaan suhu
Kecepatan
a. Bradikardia
denyut
jantung
lambat
(<60x/menit),
meningkat,
peningkatan
tonus
vagus,
Irama
a. Reguler
b. Regularly irregular : dijumpai pola dalam iregularitasnya.
c. Irregularly
irregular
tidak
dijumpai
pola
dalam
selisih antara tekanan sistolik dan diastolik (penting untuk menilai derajat
syok).
Komponen suara jantung disebut suara korotkoff yang berasal dari suara
vibrasi saat manset dikempiskan. Suara korotkoff sendiri terbagi menjadi 5
fase yaitu :
1.
Klasifikasi
Normal
Pre hipertensi
Stadium I
Stadium II
b. Tekanan aorta
Berubah dari setinggi 120 mmHg saat sistole sampai serendah 80
mmHg saat diastole. Tekanan diastolik tetap dipertahankan dalam
arteri karena adanya efek lontar balik dari dinding elastis aorta. Ratarata tekanan aorta adalah 100 mmHg.
c. Perubahan tekanan sirkulasi sistemik
Darah mengalir dari aorta (dengan tekanan 100 mmHg) menuju arteri
(dengan perubahan tekanan dari 100 ke 40 mmHg) ke arteriol
(dengan tekanan 25 mmHg di ujung arteri sampai 10 mmHg di ujung
vena) masuk ke vena (dengan perubahan tekanan dari 10 mmHg ke 5
mmHg) dan sampai ke atrium kanan (dengan dengan tekanan 0
mmHg).9
2.2.3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Ada 5 faktor yang menentukan tingginya tekanan darah, yaitu : curah
jantung, tahanan pembuluh darah tepi, volume darah total, viskositas darah,
dan kelenturan dinding arteri. Faktor lain yang menentukan tekanan darah
adalah aktifitas fisik, stres emosi, nyeri, dan temperatur sekitar. 9
a. Curah jantung
Tekanan darah berbanding lurus dengan curah jantung (ditentukan
berdasarkan isi sekuncup dan frekuensi jantungnya).
b. Tahanan perifer terhadap aliran darah
Tekanan darah berbanding terbalik dengan tahanan dalam pembuluh.
Tahanan perifer memiliki beberapa faktor penentu:
1. Viskositas darah. Semakin banyak kandungan protein dari sel
darah dalam plasma, semakin besar tahanan terhadap aliran darah.
Peningkatan hematokrit menyebabkan peningkatan viskositas;
pada anemia, kandungan hematokrit dan viskositas berkurang.
2. Panjang pembuluh. Semakin panjang pembuluh, semakin besar
tahanan terhadap aliran darah.
3. Radius pembuluh. Tahanan perifer berbanding terbalik dengan
radius pembuluh sampai pangkat keempatnya.
terdiri
dari
sebuah
manset
lengan
untuk
untuk
membaca
tekanan,
sebuah
bulb
pemompa
kolom
raksa
secara
bersamaan
merupakan
cara
untuk
1. Metode Auskultasi
Tekanan darah arteri pada manusia secara rutin diukuk dengan metode
auskultasi. Suatu manset yang dapat dipompa dihubungkan pada manometer air
raksa kemudian dililitkan disekitar lengan dan stetoskop diletakkan diatas arteri
brakialis pada siku. Manset secara tepat dipompa sampai tekanan didalamnya
di atas tekanan sistolik.
Yang diharapkan dalam arteri brakialis. Arteri dioklusi oleh manset dan
tidak ada suara terdengar oleh stetoskop. Kemudian tekanan dalam manset
diturunkan secara perlahan-lahan. Pada titik tekana sistolik dalam arteri dapat
melampaui tekanan manset, semburan darah melewatinya pada tiap denyut
jantung dan secara sinkron dengan tiap denyut, bunyi detakan didengar
dibawah manset.9
2. Metode Palpasi
Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan dan
kemudian mebiarkan tekanan turun dan tentukan tekanan pada saat denyut
radialis pertama kali teraba. Oleh karena kesukaran dalam menetukan secara
pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang diperoleh dengan metode
rendah. Ketika aliran darah hadir, tetapi dibatasi, tekanan manset, yang
dipantau oleh sensor tekanan, akan bervariasi secara berkala selaras dengan
siklus ekspansi dan kontraksi arteri brakialis, yaitu, akan terombang-ambing.
Kemudian nilai-nilai sistolik dan tekanan diastolik dihitung, sebenarnya tidak
diukur dari data mentah, tetapi menggunakan algoritma, lalu hasil yang telah
dihitung akan ditampilkan.1
Oscillometric monitor bisa menghasilkan pembacaan yang tidak akurat
pada pasien dengan masalah jantung dan sirkulasi, yang meliputi arteri
sklerosis, aritmia, pre-eklampsia, pulsus alternans, dan pulsus paradoxus.
Dalam praktiknya, metode yang berbeda tidak memberikan hasil identik;
algoritma dan koefisien yang diperoleh secara eksperimental digunakan untuk
menyesuaikan hasil oscillometric untuk memberikan bacaan yang sesuai
dengan hasil auscultatory sebaik-baiknya. Beberapa peralatan komputer
menggunakan analisis dibantu sesaat gelombang tekanan arteri untuk
menentukan sistolik, berarti, dan diastolik poin. Karena banyak perangkat
oscillometric belum divalidasi, kehati- hatian harus diberikan karena
kebanyakan tidak cocok dalam klinis dan pengaturan perawatan akut.9
2.2.4
2.2.5
Pupil mata tidak seimbang dapat didiagnosis dengan Neuro Imaging atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI). Penggunaan kacamata matahari juga bisa
melindungi mata. Antibiotik dapat diberikan jika penyebabnya bakteri
meningitis. Sedangkan kortison dan penghilang rasa sakit digunakan untuk
mengobati pembengkakan dan mengurangi rasa sakit. Obat anti kanker atau
antikonvulsan juga dapat ditentukan tergantung pada tingkat kondisi
keparahan. Obat antikonvulsan dapat mengendalikan kejang dan gangguan
otak yang juga berhubungan dengan anisocoria.9
BAB 3
METODE KERJA (PROSEDUR KERJA)
denyut
yang
tidak
teratur
menunjukkan
beberapa
diameter
lengan
dan
3. Dengan cara palpasi, carilah denyut a. brachialis pada fossa cubiti dan
denyut a. Radialis pada pergelangan tangan pasien.
4. Setelah duduk tenang, siapkan stetoskop di telinga saudara. Pompa
manset sambil meraba a. Radialis pada pergelangan tangan atau a.
Brachialis pada derah lipat siku (fossa cubiti ) sampai denyut nadi
tidak teraba lagi (tekanan sistolik).
5. Naikkan lagi tekanan dalam manset sebesar 30 mmHg di atas
tekanan sistolik palpas.
6. Letakkan Stetoskop di daerah lipat siku (fossa cubiti) sesuai dengan
letak a. Brachialis.
7. Sambil melakukan auskultasi pada a. Brachialis, turunkan tekanan
manset secara perlahan-lahan ( 2-3 mmHg/detik ) dan tetapkan ke 5
fase korotkoff.
8. Catatlah hasil pengukuran (tekanan sistolik/tekanan diastolik mmHg).
9. Ulangi tekanan pengukuran butir 5-8 sehingga diperoleh 2 hasil
pengukuran. Nilai tekanan darah adalah nilai rata-rata kedua
pengukuran.
Gambar.3.6 Pengukuran
tekanan darah secara auskultasi
menghindari
terjadinya
pembendungan
yang
dapat
BAB 4
HASIL PEMERIKSAAN
: Wahyuni Ananda
2. Jenis Kelamin
: Perempuan
4. Waktu
: Siang
5. Jenis Kesadaran
: Kompos Menitis
6. Suhu tubuh
: 36,5 C
Pemeriksaan Pupil
1. Nama pasien
: Wahyuni Ananda
2. Refleks pupil
: + (ada)
3. Bentuk pupil
4. Ukuran pupil
: 3 milimeter
4.2.2
Pemeriksaan Nadi
1. Frekuensi
a. Arteri Radialis
: 84/menit
b. Arteri Brachialis
:80 /menit
: teratur (regular)
3. Kekuatan
: Kuat
: Wahyuni Ananda
2. Tekanan darah
a. Palpasi
i.
ii.
iii.
Rata-rata
b. Auskultasi
i.
ii.
iii.
Rata-rata
: Wahyuni Ananda
2. Frekuensi
: 20 kali/menit (Takibnea)
3. Sifat Pernafasan
: Torako-Abdominal
: Pernafasan Normal
5. Kedalaman
: Dangkal
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1 Kesadaran
Berdasarkan jawaban dari Wahyuni Ananda ketika pemeriksaan
kesadaran dapat disimpulkan bahwa derajat kesehatan Wahyuni adalah
kompos mentis. Kompos mentis adalah sadar sepenuh nya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan disekelilingnya
5.2 Suhu Tubuh
Berdasarkan hasil pemeriksaan suhu tubuh saudari Wahyuni Anada, suhu
tubuh Wahyuni adalah 36,5 C. Suhu tubuh Wahyuni termasuk dalam
keadaan normal, karena suhu normal berkisar antara 36,5C 37,5C.
5.3 Denyut Nadi
Hasil pengukuran denyut nadi saudari Wahyuni Ananda pada arteri
radialis adalah 84 kali/menit sedangkan pada arteri branchialis denyut
nadinya 80 kali/menit dan dapat dinyatakan bahwa frekuensi denyut nadi
adalah normal. Kekuatan denyut nadi pun kuat dan iramanya teratur. Denyut
nadi juga di pengaruhi posisi duduk dan keadaan si pasien. Apabila diperiksa
dalam kondisi duduk maka denyut nadi akan lebih stabil.
5.4 Pemeriksaan Pupil
Keadaan pupil mata saudari Wahyuni Ananda baik yang kiri maupun
yang kanan dari segi bentuk, refleks, dan ukurannya sama. Kondisi ini
disebut dengan isokor. Hal itu menandakan kondisi pupil dalam keadaan
normal. Kedua pupil menunjukkan adanya refleks ketika diberi rangsangan
berupa cahaya. Bentuk dan ukurannya pun sama yaitu bulat dan berukuran 3
milimeter.
5.5 Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah pada saudari Wahyuni Ananda di lakukan
masing masing sebanyak dua kali dengan cara yang berbeda, yaitu palpasi
dan juga auskultasi. Pada pemeriksaan secara palpasi didapti hasil tekanan
sistolik Wahyuni rata-rata 110 mmHg. Sedangkan pada pemeriksaan secara
auskultasi pada arteri branchialis hasilnya adalah 115 mmHg untuk tekanan
sistolik dan 80 mmHg untuk tekanan diastoik. Dari hasil pemeriksaan yang
didapat menunjukkan bahwa tekanan darah saudari Wahyuni dalam keadaan
normal. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi duduk, karena apabila
dilakukan dengan kondisi berbaring ataupun berdiri itu akan mempengaruhi
tekanan darah seseorang.
5.6 Respiratory Rate
Hasil pemeriksaan pernapasan, frekuensi pernapasan saudari Wahyuni
Ananda dalam keadaan normal yaitu 20 kali/menit dengan sifat pernapasan
toraco-abdominal yang umumnya terjadi pada wanita sehat, kedalaman
pernapasan dangkal dan jenis irama pernapasannya normal.
BAB 6
SIMPULAN
1. Pemeriksaan fisik umum atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari
seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis
penyakit.
2. Pemeriksaan fisis umum mencangkup pemeriksaan beberapa aspek fisis
pasien, yaitu :
a. Keadaan umum
b. Tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, pupil mata,
respiratory rate)
c. Postur tubuh
3. Pemeriksaan tanda vital adalah suatu cara untuk mendeteksi adanya perubahan
sistem tubuh.
4. Pupil adalah lingkaran hitam terkecil di bola mata yang normalnya kedua
ukurannya sama. Tapi bila ukuran pupil tidak sama itu artinya ada yang tidak
beres dengan mata.
5. Suhu
tubuh
mencerminkan
keseimbangan
antara
pembentukan
dan
pengeluaran panas.
6. Denyut nadi adalah gelombang darah yang dapat dirasakan karena dipompa
kedalam arteri oleh kontraksi ventrikel kiri jantung.
7. Tekanan darah arteri merupakan tekanan atau gaya lateral darah yang bekerja
pada dinding pembuluh darah.
8. Proses fisiologis yang berperan pada proses pernafasan adalah : ventilasi
pulmoner, respirasi eksternal dan internal.
9. Pemeriksaan tanda vital bertujuan untuk mengetahui keadaan fisiologis
seseorang agar dapat mendiagnosis penyakit atau perubahan pada sistem
tubuh seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
Adams. 1990. Diagnosis fisik. 17th ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.Hal. 67-85.
[3]
Weinstock, doris. 1990. Rujukan cepat di ruang ICU/ CCU. Jakarta: EGC.
[4]
Hidayat, A. aziz Alimul, & Musrifatul Uliyah. 2004. Buku Saku Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:EGC.
[5]
Bates B. 1995. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. 2nd ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 41-2, 151-5.
[6]
Delp MH, Manning RT. 1996 Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia
Radja Siregar. Jakarta : EGC.
[7]
[8]
Buku Panduan Tutorial semester II Blok III. 2013. Ilmu Kedokteran Dasar.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala.
[9]
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.