BST Konjungtivitis
BST Konjungtivitis
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: An. IA
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 9 tahun
Pekerjaan
: Pelajar
Negeri Asal
: Padang
Mata kiri tampak merah sejak 7 hari yang lalu, awalnya luas kemerahan hanya
berupa bercak-bercak kecil dan semakin hari semakin meluas. Merah terjadi di
bola mata bagian bawah.
Pasien juga merasakan adanya sesuatu yang mengganjal dan nyeri pada mata kiri
yang merah.
Awalnya pasien demam tidak tinggi, hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien menderita batuk sejak 1 bulan yang lalu, awalnya batuk kering lalu 7 hari
kemudian berubah menjadi batuk berdahak, batuk panjang disertai dengan
muntah, kadang disertai bercak darah di akhir batuk.
Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit mata seperti ini.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama dan minum obat 6 bulan.
OD
OS
5/5
5/5
Refleks fundus
Silia/supersilia
Palpebra superior
Udem (-)
Udem (-)
Palpebra inferior
Udem (-)
Aparat lakrimalis
Lakrimasi N
Lakrimasi N
Konjungtiva tarsalis
Hiperemis (-)
Hiperemis (+)
Konjungtiva fornik
Hiperemis (-)
Hiperemis (+)
Konjungtiva bulbi
Perdarahan
Perdarahan
subkonjungtiva (-)
temporal inferior
Injeksi siliar (-)
Sklera
Putih
Putih
Kornea
Bening
Bening
Cukup dalam
Cukup dalam
Iris
Coklat
Coklat
Pupil
Bulat, rf +/+, 3 mm
Bulat, rf +/+, 3 mm
Lensa
Bening
Bening
Fundus:
-
Papil
Bulat,
batas
tegas, Bulat,
batas
cup/disk 0,3
cup/disk 0,3
pembuluh darah
aa/vv : 2/3
aa/vv : 2/3
retina
perdarahan (-)
perdarahan (-)
macula
N(palpasi)
N(Palpasi)
Ortho
Ortho
Bebas
Bebas
tegas,
polydex ed 6 x 1 OS
Anjuran :
Prognosis:
-
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad funtionam
: bonam
Quo ad sanationam
: bonam
BAB II
DISKUSI
Perdarahan subkonjungtiva ec susp TB DD/ susp pertusis ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien.. Berdasarkan teori
menurut mekanismenya perdarahan subkonjungtiva dibagi atas dua macam yaitu terjadi
spontan maupun karena trauma. Perdarahan tipe spontan diakibatkan oleh menurunnya
fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arteriosklerosis,
konjungtiva hemoragik, pemakaian antikoagulan, dan batuk rejan. Perdarahan tipe spontan
ini biasanya terjadi unilateral. Pada perdarahan tipe traumatik dari anamnesis didapatkan
bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang mengenai kepala daerah orbita.
Dari anamnesis didapatkan mata kiri tampak merah, adanya rasa mengganjal, dan
nyeri sejak 7 hari yang lalu secara mendadak. Awalnya pasien mengalami batuk sejak 1
bulan yang lalu, batuk awalnya kering lalu berubah menjadi batuk berdahak, batuk panjang
disertai muntah, kadang disertai bercak darah di akhir batuk. Keluhan tersebut tidak disertai
adanya penurunan tajam penglihatan dan kotoran yang berlebihan. Pada pemeriksaan fisik
pada mata kiri ditemukan hematom palpebra dan perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva ec susp TB DD/ susp pertusis dapat ditegakkan dengan
adanya tampak perdarahan pada mata yang salah satu penyebabnya adalah akibat batuk lama
dan dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya hematom palpebra dan perdarahan
subkonjungtiva pada mata kiri. Tatalaksana pasien ini adalah diberikannya polydex ed 6x1
OS.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan
episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada
pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi
berlanjut seperti yang ada pada kornea. Konjungtiva bulbar sangat tipis, mudah
digerakkan, mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan
mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel
goblet yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata prekornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.
3. Forniks:
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit di antaranya. Lapisan
ini paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapi
berkembang setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi
konjungtiva pada bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler.
b.
Lapisan fibrosa, terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal
daripada lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat
tersebut struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan
saraf konjungtiva. Bergabung dengan kapula tenon pada regio konjungtiva
bulbar.
2.3 Konjungtivitis
2.3.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,
infiltrasi selular dan eksudasi yang disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, seta iritasi bahan-bahan kimia.
2.3.2 Etiologi1
Faktor predisposisi untuk konjungtivitis bakterial adalah higien dan sanitasi yang
buruk. Mikroorganisme yang menyebabkan konjungtivitis antara lain:
- Staphylococcus aureus, merupakan penyebab tersering dari konjungtivitis bakteri.
- Staphylococcus epidermidis, merupakan flora yang tidak berbahaya di kelopak mata
dan konjungtiva.
- Streptococcus pneumoniae menyebabkan konjungtivitis akut.
- Streptococcus pyogenes
- Haemophilus influenzae
- Moraxella lacunata
- Pseudomonas pyocyanae
- Neisseria gonorrhoeae
- Neisseria meningtidis
- Corynebacterium diphteriae
2.3.3 Klasifikasi
Konjungtivitis dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan perjalanan klinisnya.
Berdasarkan etiologi, konjungtivitis dibagi menjadi:
Infeksi :
o Bakterialis
o Viral
o Parasitik
o Mikotik
Non infeksi:
o Akibat iritasi yang persisten (seperti pada gangguan sekresi air mata)
o Alergi
o Toksik (bahan-bahan iritan seperti rokok, debu)
o Akibat dari penyakit lain (seperti sindrom stevens-johnson)2
American Academy of Ophtalmology mengklasifikasikan konjungtivitis bakterialis
berdasarkan onset penyakitnya, seperti yang tercantum di tabel di bawah.3
Tabel 2.1 Klasifikasi konjungtivitis
Onset Penyakit
Lambat (hari - minggu)
Tingkat Keparahan
Ringan Sedang
Organisme Penyebab
Staphylococcus aureus
Moraxella lacunata
Proteus spp
Enterobacteriaceae
Pseudomonas
Sedang berat
( jam hari)
Haemophilus influenzae
Streptococcus pneumoniae
Staphylococcus aureus
Berat
Neisseria gonorrhoaea
Neisseria meningitides
2.3.4 Patogenesis
Konjungtivitis bakterialis dikarakteristikkan dengan pertumbuhan dan infiltrasi
bakteri ke lapisan epitel konjungtiva dan terkadang hingga substansia propia.Sumber dari
infeksi bakteri bisa didapat melalui kontak langsung dengan patogen (misalkan dari tangan,
handuk, kolam renang) atau melalui penyebaran infeksi dari kolonisasi organisme di nasal
maupun sinus mukosa.Pada orang dewasa yang terjangkit konjungtivitis bakterialis
unilateral, harus dilakukan pemeriksaan pada sistem nasolakrimalisnya. Obstruksi dari
duktus nasolakrimalis, dakriosistitis, dan kanalikulitis mungkin dapat menyebabkan
terjadinya konjungtivitis.4
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium.Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi
klinis.Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal,
penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah.Penggunaan antibiotik topikal
jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata,
serta resistensi terhadap antibiotik.
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang
berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan
air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau
kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.
Derajat keparahan konjungtivitis bakterialis bervariasi, mulai dari ringan hingga
mengancam penglihatan. Spesies organisme penyebab memegang peranan penting dari
derajat keparahan penyakit ini.4
2.3.5 Manifestasi Klinis
Umumnya, konjungtivitis mengenai kedua mata dengan derajat keparahan yang
berbeda.Gejala konjungtivitis adalah mata merah dengan produksi sekret yang berlebih
sehingga mata terasa lengket pada pagi hari setelah bangun tidur.Selain itu, pasien dapat
mengalami sensasi benda asing, terbakar, atau gatal, serta fotofobia.Rasa nyeri yang muncul
biasanya menandakan kornea juga terkena.Gejala yang dirasakan oleh pasien dapat
bervariasi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda dari konjungtivitis berupa:
Hiperemia: mata tampak merah akibat dilatasi pembuluh darah. Lokasi dan ukuran
hiperemia merupakan kriteria diagnosis yang penting. Dari gambaran injeksinya kita
dapt membedakan konjungtivitis dengan skleritis atau keratitis. Beberapa jenis
injeksi yaitu:
o Injeksi konjngtiva (merah muda, etrlihat jelas pelebarannya di konjungtiva,
semakin ke limbus semakin menipis)
o Injeksi siliar (tak bisa digambarkan secara jelas, berwarna terang di episklera
dekat limbus)
Gambar 2.4 Injeksi konjungtiva, mata tampak merah dengan dilatasi pembuluh darah
konjungtiva yang difus (injeksi konjungtiva)2
2
Epifora: lakrimasi yang berlebihan sebagai respons terhadap sensasi benda asing dan
iritan yang harus dibedakan dengan transudat. Transudat ringan yang timbul akibat
pelebaran pembuluh darah dapat bercampur dengan air mata.
Eksudasi: kuantitas dan sifat eksudat (mukoid, purulen, berair, atau berdarah)
bergantung dengan etiologi penyakit.
Pseudoptosis: jatuhnya kelopak bola mata karena infiltrasi pada otot Muller yang
dapat ditemukan pada konjungtivitis parah seperti keratokonjungtivitis trakoma.
Hipertrofi papiler: reaksi konjungtiva yang tidak spesifik berupa papil berukuran
kecil, halus, dan seperti beludru. Papil berwarna kemerahan pada infeksi bacterial,
sedangkan bentuk cobblestone ditemui pada konjungtivitis vernal.
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan
sering dijumpai edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak
mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena
adanya sekret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala
yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun
tidur.4
2.3.6 Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis biasanya dapat ditegakkan berdasarkan gambaran yang khas
pada mata. Gambaran-gambaran yang khas tersebut bisa didapatkan melalui beberapa
metode pemeriksaan, yaitu:
Pemeriksaan slit lamp: sifat dan lebar dari injeksi pembulu darah, discharge,
kemosis, dan lain-lainnya dapat dilihat menggunakan slit lamp.
Eversi kelopak mata: tindakan ini dilakukan untuk memeriksa ada atau tidaknya
folikel, palip, membran, ataupun benda asing di konjungtiva tarsalis superior dan
inferior.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan apabila konjungtivitis tidak responsif terhadap
antibitotik.Adapun
mengidentifikasi
pemeriksaan
yang
mikroorganisme
dilakukan
penyebab.
adalah
Pewarnaan
pewarnaan
Giemsa
Gram
untuk
bertujuan
untuk
mengidentifikasi tipe sel dan morfologi.Kerokan konjungtiva dan kultur dianjurkan apabila
terdapat sekret purulen, membranosa, atau pseudomembranosa.
Epithelial smear: tujuannya khusus pemeriksaan ini adalah untuk melihat klamidia,
walaupun juga bisa untuk mengidentifikasi patogen penyebab secara lebih jelas.
Gambaran sitologis yang ditemukan merupakan informasi penting terkait etiologi
dari penyebab konjungtivitis.
Konjuntivitis
Keratitis/iritis
Tajam penglihatan
Normal
Turun nyata
Silau
Tidak ada
Nyata
Sakit
Nyeri
Mata merah
Injeksi konjungtiva
Injeksi siliar
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Normal
Mengecil
Bakterial
Viral
Alergi
Klamidia
Gatal
Minimal
Minmal
Minimal
Hebat
Mata berair
Sedang
Banyak
Minimal
Sedang
Disertai sakit
Sesekali
Sesekali
Tak pernah
Tak pernah
Kongesti
Jelas
Sedang
Ringan sedang
Sedang
Kemosis
++
++
Perdarahan
Banyak
Minimal
Minimal
Banyak
Purulen atau
Berair
Kental / berair
Mukopurulen
tenggorokan dan
demam
subkonjungtiva
Eksudasi
Sekret
mukopurulen
Papil
++
Folikel
++
Pseudomembran
Pannus
Kalenjar getah
++
(kecuali vernal)
-
Bakteri, PMN
Monosit
Eosinofil
bening preaurikula
Pada kerokan dan
eksudat yang
badan inklusi
dipulas
2.3.8 Tatalaksana
Kebanyakan kasus konjungtivitis purulenta akut bisa ditatalaksana dengan terapi
antibiotik empiris. Terapi obat awal untuk konjungtivits bakterialis akut meliputi obat-obat
topical, yaitu: tetes mata kombinasi polimiksin, tetes mata aminoglikosida atau
fluorokinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levotloksasin, motitloksasin, atau gatifloksasin),
atau salep siprofloksasin atau basitrasin. Pemberian obat tersebut 4 kali sehari selama 57
hari kecuali ada indikasi lain. Antibiotik oral tambahan dianjurkan untuk pasien
konjuntivitis purulenta akut dengan faringitis, sindrom konjungtivitis-otitis, dan untuk
konjungtivitis Hemofilus pada anak.3
Pada setiap konjungtivitis yang pulasan Gram-nya menunjukkan diplokokus gramnegatif, sugestif neisseria, harus segera dimulai terapi topical dan sistemik,. Jika kornea
tidak terlibat, seftriakson 1 gram yang diberikan dosis tunggal per intramuskular biasanya
merupakan terapi yang adekuat. Jika kornea terlibat, dibutuhkan seftriakson parenteral 1-2
gram per hari selama 5 hari.5
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus konjungtivalis harus dibilas
dengan larutan saline untuk menghilangkan secret konjungtiva.Untuk mencegah penyebaran
penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan kebersihan perorangan secara
khusus.5
2.3.9 Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri.Tanpa diobati, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki fase kronik) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis).5
DAFTAR PUSTAKA
1. A.K Khurana.2007. Disease of Conjungtiva in Comprehensive Ophtalmology 4th
edition. India: New Age International (P) Limited.
2. Lang GK. 2000. Conjunctiva. In Lang Ophthalmology. New York: Thieme.
3. AAO. 2013-2014. External Disease and Cornea. Singapore: LEO
4. Schlote T, Rohrbach J, Grueb M, Mielke J. 2006. Pocket atlas of ophthalmology. New York:
Thieme.
5. Ferrer FJG, Schwab IR, Shetlar DJ.2007. Conjunctiva. In: Vaughan and Asburys General
Ophthalmology.16thed. USA: Mc.Graw-Hill companies.
6. Ilyas S. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: balai Penerbit FKUI. Hal:121-124