Tutorial Anxietas
Tutorial Anxietas
Tutorial
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
GANGGUAN ANXIETAS
Oleh:
Setya Girindra Wardana
1310019003
Auliyaa Rahmah
1310019007
1310019008
Pembimbing
dr. Denny Jeffry Rotinsulu , Sp.KJ
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
ANXIETAS................................................................................................................................2
GANGGUAN KECEMASAN OBSESIF-KOMPULSIF..........................................................6
GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA / POST TRAUMATIC STRESS DISORDER
( PTSD )...................................................................................................................................10
KECEMASAN AKIBAT KONDISI MEDIS UMUM.............................................................19
GANGGUAN KECEMASAN YANG DIINDUKSI OLEH ZAT...........................................23
GANGGUAN KECEMASAN YANG TIDAK TERGOLONGKAN.....................................27
FOBIA SPESIFIK DAN FOBIA SOSIAL...............................................................................30
FOBIA SPESIFIK....................................................................................................................31
FOBIA SOSIAL.......................................................................................................................34
GANGGUAN PANIK..............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................46
ANXIETAS
GANGGUAN KECEMASAN UMUM/ MENYELURUH
EPIDEMIOLOGI
Gangguan kecemasan umum adalah suatu kondisi yang sering ditemukan tetapi,
dengan kriteria tetap dari DSM III-R dan DSM-IV , gangguan kecemasan umum sekarang
mungkin lebih jarang ditemukan debandingkan dengan mengguankan kriteria DSM-III.
Kriteria yang diterima untuk prevalensi gangguan kecemasan umum satu tahun terentang dari
3 sampai 8 persen. Rasio wanita dan laki-laki adalah kira-kira 2:1, tetapi rasio wanita
berbanding laki-laki yang mendapatkan perawatan rawat inap untuk gangguan tersebut, kirakira adalah 1:1 usia onset adalah sukar untuk ditentukan, karena sebagian besar pasien
melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama yang mendapat mereka ingat.
ETIOLOGI
Seperti pada sebagian besar gangguan mental, penyebab gangguan kecemasan umum
adalah tidak diketahui. Seperti yang sekarang di definisikan gangguan kecemasan umum
kemungkinan mempengaruhi kelompok pasien yang heterogen. Kemungkinan derajat
kecemasan tertentu adalah normal
kecemasan patologis dan membedakan faktor penyebab biologis dari faktor psikososial
adalah sulit.
Faktor Biologis
Manfaat terapeutik benzodiazepine dan azapirone sebagai contoh, buspirone telah
memusatakan usaha penelitian biologis pada sistem neurotransmiter, gama aminovutiric
acid dan seretonin. Benzodiazepine diketahui menurunkan kecenasan sedangkan flumazenile
dan beta karboline menginduksi kecemasan , walaupun tidak ada data yang menyakinkan
uang menyatakan bahwa reseptor dizepine ada;ah abnormal pada pasin dengan gangguan
kecemsan umum. Beberapa penelitian telah memusatkan pada lobus oksipitalis yang
memiliki konsentrasi benzodiapine yang tinggi di otak. Daerah otak lain yang telah diduga
terlibat dalam proses gangguan kecemasan adalah gangglia basalis , sistem limbik dan
korteks frontalis.
Hanya sejumlah terbatas penelitian pencitraan otak pada pasien dengan gangguan kecemasan
umum telah dilakukan. Satu penelitian tomografi emisi positron. Melaporkan suatu
penurunan kecepatan metabolik di ganglia basalis dan subsatnsi putih pada pasien gangguan
kecemasan umum.
Penelitian lain menunjukan genetika mungkin terjadi antara gangguan kecemasan umum
dibandingkan kontrol normal.
Faktor Psikososial
Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang menyebabkan
perkembangan gangguan kecemasan umum dan bidang psikoanalitik. Bidang kognitif prilaku
menhipotesiskan bahwa pasien dengan gangguan kecemasan umum adalah berespon secara
tidak tepat.
Suatu hirarki kecemasan adalah berhubungan dengan berbagai tingkat perkembangan.
Pada tingkat yang paling primitif, kecemasan mungkin berhubungan dengan dengan
ketakutan akan penghancuran atau difusi dengan orang lain. Pada tingkat perkembangan yang
lebih matur, kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek yang dic intai.
Pada tingkat yang masih lebih matur adalah berhubungan dengan hilangnya dengan objek
yang kita cintai.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding kecemasan umum adalah semua kondisi medis yang menyebabkan
kecemasan . Pemeriksaan medis yang dimaksud adalah tes kimia, darah standar,
elektrokardiogram , dan fungsi tiroid. Pemeriksaan status mental harus menggali
3
Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan obat biasanya
terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba (maksimum pemberian
obat selama 3 bulan). Penghentian obat secara mendadak memberikan gejala putus
obat (rebound phenomenon) seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor,
palpitasi atau insomnia.
Psikoterapi
Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun terapi
psikologis yang beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien.
Penerapan metode dapat secara personal maupun group (perkelompok). Psikiater berusaha
4
mengkombinasi pengobatan medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui
bahwa tidak ada pengobatan jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara
saja, dibutuhkan lebih kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini.
Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah cognitivebehavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan atau meditasi
ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai
dengan serangan panik.
Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam group support
yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa sekelompok orang yang
memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk mendukung proses terapi atau
keluarga juga dapat diambil sebagai group support ini.
Mencegah Kemunculan Gangguan Kecemasan
1) Kontrol pernafasan yang baik
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak "bekerja"
memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai
oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat, ketidakseimbangan jumlah oksigen dan
karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi
lemah dan gangguan visual. Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan
dengan perlahan-lahan akan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga
dapat menghindari srangan panik.
2) Melakukan Relaksasi
Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher, kepala
dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi
dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan
kenyamanan selama 30 menit.
3) Intervensi kognitif
Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi permasalahan, pikiranpikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranya adalah dengan
melakukan intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti diri dengan hal yang
positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuh dan pikiran dapat
merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif dapat
meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam menyelesaikan permasalahan.
4) Pendekatan agama
Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan terhadap
Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan positif. Dalam
Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa nyaman dan rasa
percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan turun. Tindakan bunuh
diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka dorongan bunuh diri (tentamina
Suicidum) pada simtom depresi akan hilang. Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga
efektif menyembuhkan insomnia.
5) Pendekatan keluarga
Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan. Jangan ragu untuk
menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan
masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat tidak
menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan
berusaha bersama-sama Anda untuk memecahakan masalah Anda yang terbaik.
6) Olahraga
Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olaharaga akan menyalurkan tumpukan stres
secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan rasa nyaman
kepada diri Anda.
GANGGUAN KECEMASAN OBSESIF-KOMPULSIF
DEFINISI
Obsesi: pikiran yang berkali-kali datang yang mengganggu - tampak tidak rasional - tidak
dapat dikontrol mengganggu hidup. dapat berbentuk keragu-raguan yang ekstrim,
penangguhan tidak dapat membuat keputusan.pasien tidak dapat mengambil kesimpulan.
Kompulsi: impuls yang tidak dapat ditolak mengulangi tingkah laku ritualistik berkali-kali.
Kompulsi sering berhubungan dengan kebersihan dan keteraturan. Penderita merasa apa yang
dilakukannya asing.
Gangguan Obsesif-kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD) adalah kondisi
dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang
sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat
mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya. Gangguan obsesifkompulsif merupakan gangguan kecemasan dimana dalam kehidupan individu didominasi
oleh repetatif pikiran-pikiran (obsesi) yang ditindaklanjuti dengan perbuatan secara berulangulang (kompulsi) untuk menurunkan kecemasannya.
6
Mandi dan menggosok badannya secara berkali-kali dengan sabun disinfektan (cemas
akan bakteri atau kuman yang dapat membuatnya terinfeksi)
Memeriksa toilet apakah ada binatang atau serangga hidup di dalamnya atau terjatuh
kedalam toilet (cemas untuk membunuh makhluk hidup)
Faktor neurobilogi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan
singulum
Depresi
TATALAKSANA
Psikoterapi
Psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan hampir sama
dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat sulit untuk
disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku)
dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal.
8
Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti
sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi
bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain
adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu
oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti
terapi.
Cognitive-behavioural therapy (CBT) adalah terapi yang sering digunakan dalam
pemberian treatment pelbagai gangguan kecemasan termasuk OCD. Dalam CBT penderita
OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara
bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu
OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan hilang secara
perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan
relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang
memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi
selama 3 bulan atau lebih.
Farmakoterapi
Pemberian obat-obatan medis berserta psikoterapi sering dilakukan secara bersamaan
dalam masa perawatan penderita OCD. Pemberian obat medis hanya bisa dilakukan oleh
dokter atau psikiater atau social worker yang terjun dalam psikoterapi. Pemberian obatobatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena beberapa dari obat tersebut mempunyai
efek samping yang merugikan.
Obat
medis
yang
digunakan
dalam
pengobatan
OCD
seperti;
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang dapat mengubah level serotonin dalam
otak, jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram
(Lexapro), paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa).
Trisiklik (Tricyclics). Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik
merupakan obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs.
Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis obat ini
adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk.
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs). Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil),
tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOIs harus diikuti
pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang
rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan
MOAIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.
9
10
Stresor adalah penyebab utama dalam perkembangan gangguan stress pasca trauma.
Tetapi tidak semua orang akan mengalami gangguan stress pascatrauma setelah suatu
peristiwa traumatik. Walaupun stressor diperlukan, namun stressor tidak cukup untuk
menyebabkan gangguan. Faktor-faktor yang harus ikut dipertimbangkan adalah faktor
biologis individual, faktor psikososial sebelumnya dan peristiwa yang terjadi setelah trauma.
Faktor kerentanan yang merupakan predisposisi tampaknya memainkan peranan penting
dalam menentukan apakah gangguan akan berkembang yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jika trauma terjadi pada masa anak-anak maka akan terjadi penghentian
perkembangan emosional, sedangkan jika terjadi pada masa dewasa akan terjadi regresi
emosional.
Faktor Psikodinamika
Model kognitif dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa orang yang
terkena stress pascatraumatik tidak mampu memproses atau merasionalkan trauma yang
mencetuskan gangguan. Mereka terus mengalami stress dan berusaha untuk tidak mengalami
kembali stress dengan teknik menghindar. Sesuai dengan kemampuan parsial mereka untuk
mengatasi peristiwa secara kognitif, pasien mengalami periode mengakui peristiwa dan
menghambatnya secara berganti-ganti.
Model perilaku dari gangguan stress pascatraumatik menyatakan bahwa gangguan
memiliki dua fase dalam perkembangannya. Pertama, trauma (stimulus yang tidak
dibiasakan) adalah dipasangkan, melalui pembiasaan klasik dengan stimulus yang dibiasakan
(pengingat fisik atau mental terhadap trauma). Kedua, melalui pelajaran instrumental, pasien
mengambangkan pola penghindaran terhadap stimulus yang dibiasakan maupun stimulus
yang tidak dibiasakan.
Model psikoanalitik dari gangguan menghipotesiskan bahwa trauma telah
mereaktivasi konflik psikologis yang sebelumnya diam dan belum terpecahkan. Penghidupan
kembali trauma masa anak-anak menyebabkan regresi dan penggunaan mekanisme
pertahanan represi, penyangkalan, dan meruntuhkan (undoing). Ego hidup kembali dan
dengan demikian berusaha menguasai dan menurunkan kecemasan. Pasien juga mendapatkan
tujuan sekunder dari dunia luar, peningkatan perhatian atau simpati, dan pemuasan kebutuhan
11
12
Gejala kecemasan patologis antara lain rasa was-was yang berlebihan, ketakutan,
penarikan diri dari masyarakat dan lingkungan, kesukaran konsentrasi dan berfikir, gejalagejala somatik seperti tremor, panas dingin, berkeringat, sesak napas, jantung berdebar, serta
dapat pula ditemui gejala gangguan persepsi seperti depersonalisasi, derealisasi dan mungkin
terdapat gejala yang lain.
DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis DSM-IV untuk gangguan stress pascatraumatik ditulis untuk
memperjelas beberapa kriteria dalam DSM-III-R. Pertama DSM-IV-R menggambarkan
stressor diluar rentang pengalaman manusia pada umumnya. Karena kriteria adalah tidak
jelas dan tidak dapat dipercaya, DSM-IV memperjelas artinya (Kriteria A). Dalam DSM-IV,
criteria B menyebutkan, seperti dalam DSM-III-R, bahwa pasien secara menetap mengalami
kembali peristiwa traumatik. Kriteria C dan D pada DSM IV tetap sama dengan DSM-III-R,
mereka menyebutkan penghindaran persisten terhadap situasi tertentu dan peningkatan
kesadaran pada pasien. DSM-IV menyebutkan bahwa gejala pengalaman, menghindar dan
kesadaran yang berlebihan harus berlangsung lebih dari 1 bulan.
Kriteria diagnostik untuk gangguan stress pascatraumatik
A. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut ini
terdapat :
1) Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian atau
kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang
sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada integritas fisik diri
atau orang lain.
2) Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau horor.
Catatan : pada anak anak hal ini dapat diekspresikan dengan prilaku yang kacau
dan terintegrasi.
B. Kejadian traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu (atau lebih) cara berikut :
1) Rekoleksi yang menderitakan, rekuren, dan mengganggu tentang kejadian,
termasuk angan pikiran atau persepsi. Catatan : pada anak kecil, dapat
menunjukkan permainan berulang dengan tema aspek trauma.
2) Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian.
3) Berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali.
4) Penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau
eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.
13
5) Reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik.
C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma dan kaku karena
responsivitas umum (tidak ditemukan sebelum trauma), seperti yang ditunjukkan oleh
tiga (atau lebih) berikut ini :
1) Usaha untuk menghindari pikiran, perasaan atau percakapan yang berhubungan
2)
3)
4)
5)
6)
D. Gejala
dengan trauma.
Tidak mampu untuk mengingat aspek penting dari trauma
Hilangnya minat atau peran serta yang jelas dalam aktivitas yang bermakna.
Perasaan terlepas atau asing dari orang lain
Rentang afek yang terbatas
Perasaan bahwa masa depan menjadi pendek.
menetap adanya peningkatan kesadaran yang ditunjukkan oleh dua (atau lebih)
berikut :
1) Kesulitan untuk tidur atau tetap tidur
2) Iritabilitas atau ledakan kemarahan
3) Sulit berkonsentrasi
4) Kewaspadaan berlebihan
5) Respon kejut yang berlebihan
E. Lama gangguan (gejala dalam kriteria b, c, d) adalah lebih dari satu bulan
F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.
Sebutkan jika :
Akut : jika lama gejala adalah kurang dari 3 bulan
Kronis : jika lama gejala adalah 3 bulan atau lebih
Sebutkan jika :
Dengan onset lambat : onset gejala sekurangnya enam bulan setelah stressor
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Stress Akut
A. Orang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik dimana kedua dari berikut ini
ditemukan :
1) Orang mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu kejadian atau
kejadian-kejadian yang berupa ancaman kematian atau kematian yang
sesungguhnya atau cedera yang serius, atau ancaman kepada integritas diri
atau orang lain.
2) Respon orang tersebut berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya atau
horor.
B. Salah satu selama mengalami atau setelah mengalami kejadian yang menakutkan,
individu tiga (atau lebih) gejala disosiatif berikut :
1) perasaan subyektif kaku, terlepas, atau tidak ada responsivitas emosi
14
menderita gejala ringan, 20% terus menderita gejala sedang, dan 10% tetap tidak berubah
atau menjadi buruk. Prognosis yang baik diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi
gejala yang singkat (kurang dari enam bulan), fungsi premorbide yang baik, dukungan sosial
yang kuat dan tidak adanya gangguan psikiatrik, atau berhubungan dengan zat lainnya.
Pada umumnya, orang yang sangat muda atau sangat tua memiliki lebih banyak kesulitan
dengan peristiwa traumatik dibandingkan mereka yang dalam usia pertengahan.
DIAGNOSIS BANDING
Pertimbangan utama dalam diagnosis banding gangguan stress pascatraumatik dengan
kemungkinan bahwa pasien juga mengalami cedera kepala selama trauma. Pertimbangan
organik lainnya yang dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi gejala adalah epilepsi,
gangguan penggunaan alkohol dan gangguan yang berhubungan dengan zat lainnya.
Intoksikasi akut atau putus dari suatu zat mungkin juga menunjukkan gambaran klinis yang
sulit dibedakan dari gangguan stress pascatraumatik sampai efek zat hilang.
Gangguan stress pascatraumatik pada umumnya sering keliru didiagnosis sebagai
gangguan mental lain, yang menyebabkan pengobatan yang tidak tepat. Klinisi harus
mempertimbangkan gangguan stress pasca traumatic pada pasien yang menderita gangguan
nyeri, penyalahgunaan zat, gangguan kecemasan lain, dan gangguan mood. Pada umumnya,
gangguan stress pascatraumatik dapat dibedakan dari gangguan mental organik dengan
mewawancarai pasien tentang peristiwa traumatik sebelumnya dan melalui sifat gejala
sekarang ini. Gangguan kepribadian ambang, gangguan disosiatif, gangguan buatan atau
berpura-pura juga harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang mungkin sulit
dibedakan dari gangguan stress pascatraumatik. Dua gangguan tersebut dapat terjadi
bersama-sama atau bahkan saling berhubungan sebab akibat. Kemungkinan, anak kecil masih
belum memiliki mekanisme untuk mengatasi kerugian fisik dan emosional akibat trauma.
Demikian juga orang lanjut usia, jika dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih muda,
kemungkinan memiliki mekanisme mengatasi yang lebih kaku dan kurang mampu
mengadakan pendekatan fleksibel untuk mengatasi efek trauma, terutama terjadi penurunan
darah, penurunan penglihatan, palpitasi dan aritmia. Tersedianya dukungan sosial juga
mempengaruhi perkembangan, keparahan, dan durasi gangguan stress pascatraumatik. Pada
umumnya, pasien yang mendapat dukungan sosial yang baik kemungkinan tidak menderita
gangguan atau tidak mengalami gangguan dalam bentuk yang parah.
PENATALAKSANAAN
16
adalah berbagi berbagai pengalaman traumatik dan mendapatkan dukungan dari anggota
kelompok lain. Terapi kelompok telah berhasil pada veteran Vietnam. Terapi keluarga
seringkali membantu mempertahankan suatu perkawinan melalui periode gejl ayagn
mengalami eksaserbasi. Perawatan di rumah sakit mungkin diperlukan jika gejala adalah
cukup parah atau jika terdapat risiko bunuh diri atau kekerasan lainnya.
Farmakoterapi
Obat-obat anti anxietas sebaiknya digunakan untuk waktu yang singkat karena ditakutkan
akan terjadi ketergantungan, meskipun banyak obat yang efektif untuk meredakan anxietas.
1. Trycyclic and monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)
Bahwa reversible MAOIs, moclobimide juga dapat berguna dalam perawatan
gangguan stress pascatrauma.
2. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
Perubahan terutama terlihat untuk reexperiencing dan gejala hyperarousal daripada
penolakan. Yang juga menarik adalah penurunan rasa bersalah dari yang selamat.
Fluvoxamine tampaknya lebih efektif. Digunakan pula paroxetine sampai 60 mg
untuk 12 minggu. Disamping itu dapat pula dicoba dengan Trazodone, dosis sampai
400 mg/hari.
3. Benzodiazepin
Benzodiazepin telah merupakan obat terpilih untuk gangguan kecemasan umum. Pada
gangguan benzodiazepin dapat diresepkan atas dasar jika diperlukan, sehingga pasien
menggunakan benzodiazepin kerja cepat jika mereka merasakan kecemasan tertentu.
Pendekatan alternatif adalah dengan meresepkan benzodiazepin untuk suatu periode
terbatas, selama mana pendekatan terapetik psikososial diterapkan. Beberapa masalah
adalah berhubungan dengan pemakaian benzodiazepin dalam gangguan kecemasan
umum. Kira-kira 25 sampai 30 persen dari semua pasien tidak berespon, dan dpat
terjadi toleransi dan ketergantungan. Beberapa pasien juga mengalami gangguan
kesadaran saat menggunakan obat dan dengan demikian, adalah berada dalam risiko
untuk mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mesin.
4. Obat-obat lainnya
Propanolol dan Clonidin, keduanya secara efektif menekan aktivitas noradrenergik,
telah digambarkan berguna dalam beberapa serial kasus terbuka. Selain itu juga
terdapat laporan kasus yang menunjukkan keberhasilan dari alfa-agonis Guanfacine
pada wanita muda. Serotonergik dibandingkan antidepresan lainnya juga berguna
untuk kasus gangguan stress pascatrauma, sebagai contoh Buspirone. Dosis 60
mg/hari atau lebih dapat efketif, trauma untuk gejala hyperarousal. Sebagai tambahan,
18
stress
pascatrauma.
Thymoleptics-lithium
Ada
Carbamazepine
beberapa
dan
laporan
Valproat
mengenai
dalam
kegunaan
gangguan
stress
pascatrauma.
KECEMASAN AKIBAT KONDISI MEDIS UMUM
Kecemasan dapat berkaitan dengan banyak kelainan medis pasien. Gejala kecemasan
yang timbul pada pasien dapat berupa serangan panik, kecemasan menyeluruh, obsesifkompulsif, dan kondisi distress lain. Pada semua kasus yang terjadi, gejala-gejala yang timbul
berkaitan dengan efek langsung fisiologis dari kondisi medis pasien.
EPIDEMIOLOGI
Gejala kecemasan akibat kondisi medis umum merupakan kondisi yang umum terjadi
pada pasien, namun insidensi gangguan kecemasan tersebut bervariasi sesuai dengan kondisi
medis spesifik pasien.
ETIOLOGI
Terdapat banyak kondisi medis yang dapat mengakibatkan gejala yang menyerupai
gangguan kecemasan pada pasien. Kondisi tersering yang berkaitan dengan gangguan
kecemasan adalah hipertiroid, hipotiroid, dan defisiensi vitamin B12. Selain itu,
pheochromocytoma juga dapat menimbulkan episode paroksismal dari gejala kecemasan
karena produksi epinephrine. Beberapa lesi pada otak serta peradangan pada enchefalon juga
dikaitkan dengan timbulnya gejala yang identik dengan gangguan obsesif-kompulsif. Kondisi
medis lain seperti aritmia dapat menyebabkan gejala panik. Kondisi hipoglikemi juga dapat
menyerupai gejala gangguan kecemasan pada pasien. Gejala kecemasan yang ditimbulkan
berbagai kondisi medis tersebut diduga terjadi melalui mekanisme yang mempengaruhi
sistem noradrenergik, selain itu diduga pula adanya peran sistem serotonergik meskipun hal
tersebut masih dalam penelitian.
19
DIAGNOSIS
Diagnosis gangguan kecemasan akibat kondisi medis umum memerlukan adanya
gejala-gejala gangguan kecemasan. DSM-IV memudahkan klinisi untuk menspesifikasikan
apakah ganguan kecemasan tersebut ditandai oleh gejala kecemasan menyeluruh, serangan
panik, atau gejala obsesif-kompulsif.
Klinisi harus mencurigai diagnosis ini jika menemui adanya kecemasan kronik atau
paroksismal yang berhubungan dengan penyakit fisik yang diketahui dapat menyebabkan
gejala-gejala tersebut pada beberapa pasien. Adanya hipertensi paroksismal pada pasien yang
cemas dapat memberikan indikasi untuk pemeriksaan kondisi pheochromocytoma.
Pemeriksaan medis umum dapat menunjukkan adanya diabetes, tumor adrenal, penyakit
tiroid, atau kondisi neurologis.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala pada gangguan kecemasan akibat kondisi medis umum dapat identik
dengan gejala-gejala pada gangguan kecemasan primer. Sindrom yang menyerupai gangguan
panik merupakan gambaran klinis yang terbanyak, selain itu sindrom yang menyerupai fobia
juga merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan pada pasien.
20
remisi
dapat
mempengaruhi dan mengganggu setiap aspek kehidupan pasien termasuk aspek sosial,
pekerjaan serta fungsi psikologis. Peningkatan kadar kecemasan pasien secara tiba-tiba akan
mendorong penderita untuk meminta bantuan medis atau psikiatrik lebih cepat dibandingkan
jika onsetnya terjadi secara perlahan.
Pengobatan dengan menghilangkan penyebab medis primer dari kecemasan biasanya
dapat memulai perbaikan gejala kecemasan pasien secara jelas. Namun, pada beberapa kasus,
gejala gangguan kecemasan dapat berlanjut meskipun kondisi medis primer diobati (contoh:
pasien pasca ensefalitis). Beberapa gejala, terutama gejala gangguan obsesif-kompulsif, dapat
berlangsung lebih lama dari gejala-gejala kecemasan lain. Jika gejala kecemasan tetap terjadi
meskipun pengobatan kondisi medis umum telah maksimal pada periode tertentu, maka
gejala sisa tersebut harus ditangani sebagai kodisi primer, yaitu dengan psikoterapi,
farmakoterapi atau keduanya.
TATALAKSANA
Pengobatan primer untuk gangguan kecemasan akibat kondisi medis umum adalah
dengan mengobati kondisi medis yang melatarbelakangi kondisi kecemasan tersebut. Jika
pasien juga memiliki riwayat ketergantungan alkohol atau zat tertentu, maka hal tersebut juga
harus ditangani untuk mengontrol gejala gengguan kecemasan pada pasien tersebut. Jika
dengan menghilangkan kondisi medis primer tidak memperbaiki gejala gangguan kecemasan
pasien, tatalaksana gejala-gejala tersebut harus mengikuti pedoman tatalaksana untuk
kelainan mental spesifik yang mungkin terjadi pada pasien tersebut. Secara umum modalitas
tatalaksana yang paling efektif adalah dengan pemberian agen anxiolitik, modifikasi tingkah
laku, dan antidepresan serotonergik.
GANGGUAN KECEMASAN YANG DIINDUKSI OLEH ZAT
Gangguan ini merupakan akibat langsung dari suatu bahan toksik, berupa
penyalahgunaan obat, pengobatan, keracunan, alcohol, dll.
EPIDEMIOLOGI
22
Gangguan kecemasan yang diinduksi oleh suatu zat merupakan kondisi yang biasa
terjadi akibat konsumsi obat rekreasional ataupun akibat obat yang diresepkan oleh dokter.
ETIOLOGI
Terdapat beberapa zat yang dapat menimbulkan gejala kecemasan yang menyerupai
beberapa gangguan kecemasan pada DSM-IV-TR. Zat tersering yang dapat menimbulkan
gejala tersebut adalah zat-zat simpatomimetik seperti amfetamin, kokain, dan kafein. Selain
itu, berbagai obat serotonergik (contoh: LSD dan MDMA) juga dapat menimbulkan sindrom
kecemasan akut ataupun kronik pada penggunanya.
DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan kecemasan yang diinduksi oleh zat
memerlukan adanya kecemasan yang menonjol, serangan panik, obsesi, atau kompulsi.
Pedoman DSM-IV-TR memberikan gambaran bahwa gejala-gejala kecemasan tersebut harus
terjadi selama pengunaan zat atau dalam sebulan setelah berhenti mengkonsumsi suatu zat.
Namun, hal tersebut harus ditunjukkan dengan pemeriksaan yang menunjukkan adanya
hubungan antara pemakaian suatu zat dengan gejala kecemasan yang terjadi. Pemeriksaan
untuk menunjang diagnosis tersebut harus mencakup spesifikasi zat (misalnya, kokain),
spesifikasi kondisi pasien yang sesuai saat onset terjadi (misalnya: intoksikasi), dan
menunjukkan pola gejala yang spesifik dari penderita tersebut (misalnya serangan panik).
23
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang terjadi pada pasien kecemasan yang diinduksi oleh zat dapat
bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan oleh penderita. Bahkan penggunaan
psikostimulan dapat menimbulkan gejala gangguan kecemasan pada beberapa orang.
24
Gangguan kognitif dalam memahami, menghitung, dan memori dapat berkaitan erat dengan
gejala gangguan kecemasan. Namun, deficit kognitif tersebut biasanya bersifat reversible jika
penggunaan zat tersebut dihentikan.
Hampir semua orang yang alkoholik mengkonsumsi alkohol untuk mengurangi
kecemasan yang mereka alami (terutama kecemasan sosial). Namun sebaliknya, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahwa efek alkohol pada
kecemasan dapat bervariasi dan dapat dipengaruhi secara signifikan oleh jenis kelamin,
jumlah alkohol yang dikonsumsi, serta budaya. Meskipun demikian, konsumsi alkohol dan
zat lain berhubungan dengan gangguan kecemasan. Pasien gangguan panik dengan konsumsi
alkohol berkisar sekitar 4 kali lebih besar dibandingkan populasi umum, 3,5 kali lebih umum
pada gangguan obsesif-kompulsif, dan sekitar 2,5 kali lebih umum pada gangguan fobia.
DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding kondisi ini adalah ganguan kecemasan primer, gangguan
kecemasan akibat kondisi medis umum, dan gangguan mood yang biasa disertai dengan
gejala kecemasan. Gangguan kepribadian dan kepura-puraan pasien (malingering) harus
dipertimbangkan sebagai diagnose banding.
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Perjalanan penyakit dan prognosis pasien umumnya bergantung pada zat yang terlibat
dan kemampuan jangka panjang penderita untuk membatasi konsumsi zat tersebut. Efek
anxiogenik kebanyakan zat umumnya bersifat reversible. Jika gejala kecemasan tidak
menghilang dengan penghentian penggunaan obat tersebut, klinisi harus mempertimbangkan
kembali
diagnosis
gangguan
kecemasan
yang
diinduksi
oleh
suatu
zat
atau
25
penggunaan zat tersebut telah dihentikan, maka tatalaksana selanjutnya dari gejala gangguan
kecemasan tersebut adalah dengan psikoterapi atau farmakoterapi yang sesuai.
GANGGUAN KECEMASAN YANG TIDAK TERGOLONGKAN
Beberapa pasien dapat memiliki gejala-gejala gangguan kecemasan yang tidak dapat
memenuhi kriteria diagnostik gangguan kecemasan DSM-IV-TR, gangguan penyesuaian
dengan kecemasan ataupun campuran kecemasan dan depresi. Pasien-pasien dengan kondisi
tersebut lebih tepat diklasifikasikan sebagai penderita kecemasan yang tidak spesifik. DSMIV-TR memasukkan empat contoh kondisi yang sesuai untuk diagnosis tersebut. Salah satu
contohnya adalah gangguan campuran cemas dan depresi (anxiety-depressive disorder).
kecemasan murni atau bahkan campuran keduanya. Di Eropa dan Cina, kebanyakan pasien
dengan gangguan campuran cemas dan depresi didiagnosa sebagai neurasthenia.
Epidemiologi. Kejadian gabungan antara gangguan depresi mayor dan gangguan panik biasa
terjadi pada seorang pasien. Sekitar duapertiga dari seluruh pasien dengan gejala depresi
memiliki gejala kecemasan yang menonjol juga, sedangkan sepertiganya memenuhi kriteria
diagnostik gangguan panik. Peneliti melaporkan bahwa 20-90% dari semua pasien dengan
gangguan panik memiliki episode gangguan depresi mayor. Data ini menunjukkan bahwa
kejadian gabungan antara gejala-gejala depresi dan cemas (yang tidak memenuhi kriteria
diagnostik gangguan depresi ataupun cemas) cukup banyak terjadi pada pasien. Saat ini,
belum ada data epidemiologis formal untuk kelainan cemas dan depresi. Meskipun demikian,
beberapa klinisi dan peneliti memperkirakan bahwa prevalensi gangguan tersebut pada
populasi umum dapat mencapai 1-10% dan pada klinik kesehatan primer sekitar 50%.
Etiologi. Ada 4 hal prinsip yang mengarahkan adanya keterkaitan penyebab gejala-gejala
cemas dan depresi pada beberapa pasien.
1. Beberapa peneliti melaporkan bahwa terdapat kesamaan temuan neuroendokrin pada
pasien gangguan depresi dan gangguan kecemasan (terutama pasien episode panik).
Kesamaan
tersebut
berupa
buruknya
respon
kortisol
terhadap
ACTH
sistem
noradrenergik
data
yang
merupakan
mengindikasikan
penyebab
yang
bahwa
dikaitkan
berhubungan dengan pasien gangguan depresi dan gangguan panik. Secara spesifik,
penelitian
tersebut
menunjukkan
adanya
peningkatan
konsentrasi
metabolit
Gambaran Klinis. Gambaran klinis dari gangguan campuran cemas dan depresi merupakan
gabungan gejala-gejala gangguan kecemasan dan beberapa gejala gangguan depresi. Selain
itu, gejala-gejala hiperreaktivitas sistem saraf autonom (keluhan gastrointestinal, dll)
merupakan temuan umum yang sering pada pasien.
Diagnosa Banding. Diagnosis banding gangguan kecemasan ini adalah gangguan kecemasan
dan depresi lainnya serta gangguan kepribadian. Pada gangguan kecemasan, gangguan
kecemasan menyeluruh merupakan temuan yang sering menyerupai gangguan campuran ini.
Sedangkan pada gangguan mood, gangguan distimik dan gangguan depresi minor merupakan
kondisi tersering yang menyerupai gambaran gangguan campuran cemas dan depresi ini.
Selain itu, berbagai gangguan kepribadian seperti gangguan obsesif-kompulsif, dependent,
dan avoidan juga memiliki gejala-gejala yang mirip. Gangguan somatoform juga harus
dipertimbangkan sebagai diagnosa banding. Oleh karena itu, untuk menyingkirkan berbagai
28
diagnosa banding pasien tersebut diperlukan adanya riwayat psikiatrik, pemeriksaan status
mental, dan pemeriksaan terhadap gejala gangguan spesifik pada kriteria diagnostik DSM-IVTR.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis. Berdasarkan data klinis yang ada, pasien dapat
memperlihatkan gejala-gejala kecemasan yang menonjol atau gejala depresi yang menonjol
atau bahkan gabungan dari keduanya dengan onset yang seimbang. Prognosis untuk
gangguan ini tidak diketahui secara pasti.
Tatalaksana. Tatalaksana yang mungkin diberikan oleh klinisi tidak spesifik, sehingga hanya
berdasarkan gejala-gejala yang timbul, keparahan, dan pengalaman klinisi terhadap berbagai
modaitas terapi. Hal tersebut akibat tidak adanya penelitian yang pasti tentang tatalaksana
pasien dengan gangguan kecemasan campuran ini. Pendekatan psikoterapi yang diberikan
dapat berupa terapi kognitif, modifikasi tingkah laku, dll. Sedangkan farmakoterapi yang
dapat diberikan adalah obat-obat antianxietas, antidepressan, atau gabungan keduanya. Obat
antianxietas yang biasa diindikasikan adalah triazolobenzodiazepine (misalnya alprazolam
[Xanac]). Selain itu, obat-obat yang mempengaruhi reseptor serotonin 5-HT 1A seperti
buspirone (BuSpar) juga dapat diberikan. Sedangkan obat antidepresan yang biasa diberikan
adalah antidepresan serotonergik seperti Venlafaxin (Effexor). Obat tersebut, Venlafaxin,
merupakan antidepresan yang efektif dan telah disetujui badan pengawas obat dan makanan
(FDA) Amerika Serikat sebagai terapi depresi, gangguan kecemasan menyeluruh serta
menjadi drug of choice gangguan gabungan.
FOBIA SPESIFIK DAN FOBIA SOSIAL
Penelitian mengatakan bahwa fobia merupakan suatu gejala yang sering ditemukan .
Diperkirakan 5 sampai 10 % populasi menderita gangguan yang menggangu dan
menimbulkan ketidakerdayaan. Pendeita yang berhubungan dengan fobia bahwa jika
gangguan itu tidak dikenali maka itu dianggap sebaganggaun mental, dapat menyebabkan
gangguan psikiatri lain, termasuk, gangguan depresif, gangguan yang berhubbngan dengan
zat atau gangguan yang berhubungan dengan alcohol.
Suatu fobia adalah suatu ketakutan yang abnormal sehingga menyebabkan
penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas atau situasi yang ditakuti. Sehingga
menimbulkan suatu ketakutan , ketegangan parah pada pasien yang terkena, yang mengetahui
adalah ini termasuk reaksi yang berlebihan.
29
Disamping agorofobia .Diagnostic and statistical manual pf mental disorder ( DSMIV) sehingga menyebutkan dua yaitu : fobia spesifik dan fobia social. Fobia spesifik
dikatakan fobia sederhana di dalam DSM edisi tiga ( DSM-III-R). Fobia social juga disebut
gangguan kecemasan social , ditandai dengan ketakutan yang berlebihan terhadap penghinaan
dan rasa ang memealukan, di dalam lingkungan. Tipe umum fobia sering kali merupakan
keadaan yang kronis yang menimbulkan keadaan yang ketidakberdayaan terhadap sebagian
besar situasi soial .
EPIDEMIOLOGI
Seperti yang dikatakan di atas , fobia adalah gangguan mental yang sering
ditemukan , walaupun sebagian besar orang fobik tidak mengunjungi klinisi karena fobianya
jika mereka dating intuk mendapatkan perhatian psikiatri atau medis.
FOBIA SPESIFIK
DEFINISI
Fobia spesifik merupakan penyakit kecemasan yang paling sering terjadi. Beberapa
fobia spesifik (misalnya takut binatang, kegelapan atau orang asing) mulai timbul pada masa
kanak-kanak. banyak fobia yang menghilang setelah penderita beranjak dewasa. fobia lainnya
(misalnya takut hewan pengerat, serangga, badai, air, ketinggian, terbang atau tempat
tertutup) baru timbul di kemudian hari. 5% penduduk menderita fobia tingkat tertentu pada
darah, suntikan atau cedera; dan penderita bisa mengalami pingsan, yang tidak terjadi pada
fobia maupun penyakit kecemasan lainnya.
Sebaliknya, banyak pendeita penyakit kecemasan yang mengalami hiperventilasi,
yang menimbulkan perasaan akan pingsan, tetapi mereka tidak pernah benar-benar pingsan.
Penderita seringkali dapat mengatasi fobia spesifik dengan cara menghindari benda atau
keadaan yang ditakutinya.
ETIOLOGI
Fobia spesifik dapat disebabkan dari pemasangan (pairing) objek atau situasi tertentu
dengan emosi ketakutan dan panik. Pada umunya, suatu kecendrungan tidak spesifik untuk
mengalami kecemasan dan ketakutan membentuk kelompok latar (backgroup); jika suatu
peristiwa spesifik (sebagai contoh, mengemudi) dipasangkan dengan pengalaman emosional
(sebagai contoh, kecelakaan), karena rentan terhadap asosiasi emosional permanen antara
mengemudikan kendaraan dan ketakutan atau kecemasan. Pengalaman emosional sendiri
dapat renponsif terhadap kejadian eksternal, seperti kecelakaan lalu lintas, atau kejadian
30
internal, paling sering adalah serangan panik. Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik dan
emosi fobik adalah modeling, di mana seseorang mengamati reaksi pada orang lain (sebagai,
contoh, orang tua), dan pengalihan informasi, di mana seseorang diajarkan atau diperingatkan
tentang bahaya objek tertentu (contoh: ular berbisa).
o Faktor genetika. Fobia spesifik cenderung berada di dalam keluarga. Tipe darah, injeksi,
cedera cenderung memiliki kecendrungan keluarga yang tinggi. Penelitian melaporakn bahwa
duapertiga sampai tigaperempat penderita yang terkena memiliki sekurangnya satu sanak
saudara derajat pertama dengan fobia spesifik dari tipe yang sama.
GAMBARAN KLINIS
Fobia ditandai oleh kesadaran dan kecemasan berat jika pasien terpapar dengan situasi
atau objek spesifik. DSM-IV menekankan kemungkinan bahwa serangan panik dapat dan
sering kali terjadi pada pasien dengan fobia spesifik dan sosial, tetapi serangan panik, kecuali
kemungkinan
bagi
beberapa
serangan
pertama.
Pemaparan
stimulus
fobik
atau
memperkirakan hampir selalu meyebabkan serangan panik pada orang yang rentan terhadap
serangan panik (panic attack-prone person).
Temuan utama pada pemeriksaan status mental adalah adanya ketakutan yang
irasional dan egodistonik terhadap situasi, aktivitas, atau objek tertentu; pasien mampu untuk
menggambarkan bagaimana mereka menghindari kontak dengan situasi fobik. Depresi sering
kali ditemukan pada pemeriksaan status mental dn mungkin ditemukan pada sebanyak
sepertiga dari semua pasien fobik
DIAGNOSIS
31
PENATALAKSANAAN
Terapi yang paling sering digunakan untuk fobia spesifik adalah terapi pemaparan
(exposure therapy), suatu tipe terapi perilaku yang asanya didahului oleh Joseph Wolpe. Ahli
terapi mendesensitasi pasien, dengan menggunakan pemaparan stimulus fobik yang serial,
bertahap, dan dipacu diri sendiri. Ahli terapi mengajari pasien tentang berbagai teknik untuk
menghadapi kecemasan, termasuk relaksasi, kontrol pernapasan, dan pendekatan kognitif
terhadap gangguan. Pendekatan kognitif adalah termasuk mendorong kenyataan bahwa
situasi tersebut pada dasarnya adalah aman. Aspek kunci dari terapi perilaku yang berhasil
adalah (1) komitmen pasien terhadap pengobatan, (2) masalah dan tujuan yang diidentifikasi
dengan jelas, dan (3) strategi alternatif yang tersedia untuk mengatasi perasaan pasien. Pada
situasi spesifik fobia darah, injeksi, dan cedera, beberapa ahli terapi menganjurkan bahwa
pasien mengencangkan tubuhnya selama pemaparan untuk membantu menghindari
kemungkinan pingsan akibat reaksi vasovagal terhadap stimulasi fobik. Antagonis
adrenergik-beta dapat berguna dalam pengobatan fobia spesifik.
32
FOBIA SOSIAL
Fobia sosial merupakan gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya kecemasan
ketika berhadapan dengan situasi sosial atau melakukan performa di depan umum. Misalnya,
kecemasan muncul ketika menjadi pusat perhatian orang lain atau ada rasa takut akan dinilai
atau bertingkah laku memalukan. Kecemasan dapat pula menimbulkan gejala-gejala otonom
atau kognitif yang mirip dengan serangan panik. Individu selalu berusaha menghindari situasi
sosial yang membangkitkan kecemasan tersebut atau bila ia bertahan pada situasi tersebut
dapat terjadi ketegangan yang hebat atau serangan panik.
Fobia sosial cukup sering ditemukan dalam masyarakat. Prevalensi satu tahun
berkisar antara 1,7%-7,4% sedangkan prevalensi selama hidup sekitar 13,3%. Awitan mulai
biasanya pada awal remaja dan biasanya kronik. Dalam perjalanan penyakitnya, fobia sosial
sering berkomorbiditas dengan gangguan anksietas atau mud (mood) lain . Episode pertama
depresi sering didahului oleh fobia sosial. Selain itu, risiko menderita gangguan jiwa lain tiga
kali lebih sering pada penderita fobia sosial bila dibandingkan dengan kontrol . Ada dua
subtipe fobia sosial yaitu spesifik dan umum (generalized social phobia). Fobia sosial umum
dikaitkan dengan gangguan fungsi (pekerjaan dan sosial) dan kualitas hidup seperti
rendahnya pendidikan, penghasilan serta kurangnya dukungan sosial dan buruknya hubungan
perkawinan.
Meskipun dampak psikososialnya cukup besar, jumlah penderita fobia sosial yang
mencari pengobatan sangat sedikit bila dibandingkan dengan gangguan mud atau anksietas
lain (<20%). Cukup banyak penderita fobia sosial yang tidak dikenali dan tidak mendapat
pengobatan. Usaha mendapatkan kasus dalam masyarakat sering terhambat oleh wawancara
psikiatri yang sering hanya mencakup situasi sosial yang kisarannya sangat sempit atau hanya
pada kasus-kasus berat yang derajat hendayanya juga sangat berat. Kedua hal di atas
menyebabkan rendahnya prevalensi fobia sosial dalam masyarakat.
Gejala fobia sosial dapat berupa takut berbicara di depan umum atau di kelompok
kecil meskipun orang-orangnya sudah dikenal, takut makan di restoran, menulis di depan
umum, berbicara dengan orang asing atau baru, bergabung dengan kelompok sosial, atau
berhadapan dengan orang yang memiliki otoritas. Fobia sosial biasanya disertai dengan harga
diri yang rendah dan takut akan dikritik. Keluhan dapat berupa rasa malu (wajah merah),
tangan gemetar, mual, atau ingin buang air kecil, bila berhadapan dengan kelompok sosial.
Pasien cenderung menghindar dan pada keadaan ekstrim dapat terjadi isolasi sosial total.
33
KRITERIA DIAGNOSTIK
Aspek Biokimia
Pada subyek normal, biasanya konsentrasi norepinefrin
meningkat beberapa menit pertama berbicara di depan umum dan setelah itu kembali normal
(paling lama 15 menit). Sedangkan pada penderita fobia sosial, peningkatan denyut jantung
jauh lebih tinggi dan kembalinya ke keadaan normal juga lebih lama.Peningkatan thyrotropi
releasing hormone (TRH) juga ditemukan pada
yohimbin (stimulansia)
peningkatan konsentrasi plasma MHPG - suatu hasil metabolit norepinefrin. Serangan panik
pada pemberian infus laktat atau inhalasi CO kepada pasien fobia sosial lebih jarang jika
dibandingkan dengan pasien dengan gangguan panik. Kafein tidak memprovokasi terjadinya
kecemasan pada pasien dengan fobia sosial. Pentagastrin dapat menginduksi serangan panik
pada fobia sosial dan kejadiannya hampir sama dengan yang ditemukan pada pasien dengan
gangguan panik. Dari data penelitian terlihat adanya persamaan dasar neurobiologi antara
fobia sosial dengan gangguan panik. Tidak ada perbedaan antara fobia sosial dengan kontrol
normal mengenai kadar kortisol urin dan dexamethasone suppression tes.
34
.
Sistem Dopaminergik
Kadar dopamin prefrontal diduga sebagai penyebab utama ekspresi anksietas. Enzim
catechol-o-methyltranferase
(COMT)
berfungsi
mengkatalisir
degradasi
dopamin.
pemberian MAOI juga lebih efektif bila dibandingkan dengan trisiklik. Hal ini menimbulkan
dugaan bahwa dopamin berperan pada fobia sosial. Dengan
computed tomography (SPECT)
Sistem Serotonin
Pelepasan serotonin dapat berefek anksiogenik atau
bergantung dari regio dan subtipe reseptor yang diaktivasi. Sebagian besar efek anksiogenik
dimediasi oleh serotonin 2A (5-HT 2A ) sedangkan anksiolitik oleh stimulasi 5HT 1A. Tikus
percobaan yang dirusak reseptor 5HT 1A nya memperlihatkan perilaku mirip anksietas
(anxiety- like behaviors). Tidak terlihat adanya perbedaan respons prolaktin terhadap
fenfluramin antara pasien dengan fobia sosial dengan kontrol
.
PENATALAKSANAAN
Gabungan psikofarmaka dengan psikoterapi lebih baik bila dibandingkan dengan
obat atau psikoterapi saja. Saat ini ada tiga jenis psikofarmaka yang dapat digunakan pada
fobia sosial yaitu: Monoamine Oxidase Inhibitors, Antidepresan SSRI dan Benzodiazepine
Monoamine Oxidase Inhibitors
Obat yang paling efektif untuk mengobati fobia sosial adalah MAOI. Beberapa obat
yang termasuk golongan MAOI antara lain iproniazide. Obat ini ditarik dari peredaran
karena toksik terhadap hepar. Tranylcypromine dan phenelzine juga ditarik dari peredaran
35
karena berinteraksi dengan tyramine (the cheese reaction) dan dapat menyebabkan krisis
hipertensi. Karena harus membatasi diet dan efek samping yang berbahaya, MAOI tidak lagi
menjadi pilihan. Enzim MAO memiliki dua bentuk isoenzim (A dan B) yang memetabolisme
neurotransmiter berbeda. MAO tipe A memetabolisme serotonin dan norepinefrin sedangkan
dopamin di metabolisme MAO tipe A dan B. Saat ini tersedia RIMA (reversible inhibitor of
monoamine oxidase A) yaitu obat yang juga memblok MAO tetapi bersifat reversibel.
Moclobemide (Aurorix) merupakan contoh golongan RIMA atau antidepresan yang
efektif untuk fobia sosial. Moclobemide merupakan suatu
menghambat CYP2C19, CYP2D6 dan CYP1A2 dan CYP 2D.Aktivitas enzim MAO kembali
baik dengan sempurna dalam 24-48 jam setelah dihambat oleh RIMA. Moclobemide
ditoleransi dengan baik dan pada pemakaiannya tidak perlu diet pembatasan tiramin. Obat ini
menjadi pilihan pertama (first-line treatment choice) untuk pengobatan fobia sosial.
Komorbiditas gangguan panik dengan fobia sosial juga dapat efektif diatasi dengan
moclobemide. Dosis moclobemide 450 mg/hari. Ia efektif dan aman. Efek samping yang
kadang-kadang (20% pasien) ditemui yaitu nyeri kepala, pusing, mual, insomnia dan mulut
kering. Moclobemide tidak menimbulkan ketergantungan. Mengganti moclobemide dengan
obat lain mudah atau dapat langsung tanpa menunggu jeda waktu. Dosis moclobemide mesti
dikurangi setengahnya jika digunakan dengan obat yang menghambat CYP2D6, misalnya
cimetidine. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hambatan metabolisme tiramin,
dianjurkan menggunakan moclobemide setelah makan. Insiden insomnia, disfungsi seksual
dan penambahan berat badan sangat jarang terjadi pada pemakaian moclobemide.
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Golongan SSRI seperti citalopram, fluvoxamine,
pilihan alternatif untuk fobia sosial; sebagian klinikus menyatakan bahwa SSRI merupakan
obat pilihan pertama. Karena pasien fobia sosial tidak memperlihatkan supersensitivitas
terhadap obat, seperti yang terlihat pada gangguan panik, dosis SSRI dapat dimulai seperti
dosis untuk antidepresan dan dititrasi berdasarkan respons klinik. Berikut beberapa SSRI
yang dapat digunakan untuk fobia sosial
Citalopram
Sekitar 86 % penderita fobia sosial berespons terhadap citalopram. Efeknya terlihat
setelah 12 minggu pengobatan. Citalopram (Cipram) merupakan salah satu SSRIs; dapat
diberikan oral dan intravena (iv). Absorbsinya tidak dipengaruhi oleh makanan. Konsentrasi
plasma puncak dicapai empat jam setelah pemakaian oral. Sekitar 80% citalopram dan dua
hasil metabolitnya yaitu demethylcitalopram (DCT) dan di demethylcitalopram (DDCT)
36
terikat pada protein serum. Ekskresi, sekitar 20%, dikeluarkan melalui ginjal.Citalopram
dimetabolisme menjadi
propionat inaktif yang berasal dari deaminasi citalopram. Citalopram ditemukan terutama di
dalam darah. Dibandingkan
delapan kali lebih kuat. Metabolisme terutama terjadi di hati. Waktu paruhnya 35 jam.
Klirensnya berkurang pada orang
tua.
metabolisme citalopram sehingga klirens turun menjadi 37% dan waktu paruh meningkat
dua kali lipat. Dosis 20mg/hari merupakan Dosis maksimum untuk pasien tua dan pasien
dengan
gangguan hati. Citalopram paling selektif dan paling kuat memblok serotonin.
dilaporkan.
Kulit
Gatal-gatal dan kemerahan pada kulit pernah dilaporkan pada uji klinik prapemasaran.
Sistem Saraf Pusat
37
Pada uji klinik dilaporkan bahwa sekitar 8 % penderita mengalami tremor dan sekitar 2 %
merasakan pusing
dilaporkan adanya mengantuk dan berkeringat. Pada uji klinik prapemasaran juga ditemukan
adanya pengaruh disfungsi seksual yang sama dengan SSRI lainnya.
Interaksi obat
Interaksi dengan obat-obat lain sangat kurang. Hal ini karena pengaruhnya yang
minimal terhadap sistem isoenzim sitokhrom 450. Kemampuan menghambat isoenzim CYP
1A dan 2C19, 2D6, CYP 3A4 kecil. Walaupun demikian, interaksi dengan cimetidine dan
metoprolol dapat terjadi.
dengan MAOI berpotensi menimbulkan sindrom serotonin. Bila ingin mengganti citalopram
dengan MAOI atau sebaliknya, diperlukan waktu bebas obat selama 14 hari.
Dosis dan pemberian
Citalopram tersedia dalam bentuk tablet 20 dan 40 mg. Dosis anjuran untuk fobia
sosial adalah 40 mg per hari. Untuk pasien yang sensitif dengan citalopram atau SSRIs lain
hendaklah dimulai dengan dosis rendah yaitu 10 mg dan dinaikkan setelah 4 atau 6 hari.
Fluoxetine
Pada uji klinik terbuka didapatkan bahwa fluoxetine efektif untuk fobia sosial. Tidak
ada penelitian dengan kontrol saat ini. Fluoxetine diabsorbsi secara oral. Metabolisme utama
di hepatosit hati. Konsentrasi plasma maksimum dicapai setelah 6-8 jam pemberian (dosis 40
mg). Makanan tidak mengganggu penyerapannya. Sekitar 95% fluoxetine terikat dengan
protein serum (albumin dan 1 -asam glikoprotein). Distribusi fluoxetine sangat luas dan
terdapat dalam ASI. Fluoxetine didemetilasi dalam hati menjadi norfluoxetine dan beberapa
metabolit lain yang belum teridentifikasi.
dikeluarkan melalui ginjal. Waktu paruh eliminasi fluoxetine, setelah pemberian jangka
pendek, 1-3 hari dan setelah pemberian jangka panjang adalah 4-6 hari. Sedangkan waktu
paruh norfluoxetine lebih panjang yaitu 4-6 hari. Waktu paruh yang panjang, baik fluoxetine
maupun norfluoxetine, dapat menyebabkan interaksi farmakokinetik obat sampai beberapa
saat setelah obat dihentikan. Gangguan fungsi hati dikaitkan dengan gangguan metabolisme.
Waktu paruh pada pasien dengan gangguan fungsi hati meningkat menjadi rata-rata
7,6 hari dan norfluoxetine menjadi rata-rata 12 hari. Oleh karena itu, perlu penurunan dosis
pada pasien dengan gangguan hati. Metabolisme fluoxetine atau norfluoxetine dosis tunggal
tidak terganggu pada pasien dengan gangguan ginjal. Untuk pemakaian dosis berulang,
penelitiannya belum ada. Oleh sebab itu, diperlukan penurunan dosis pada pasien gangguan
ginjal
38
melaporkan bahwa setelah 12 minggu terapi dengan fluvoxamine (150 mg), 7 dari 15 pasien
fobia sosial mendapat perbaikan sedangkan dengan plasebo hanya 1 dari 15 pasien yang
mengalami perbaikan.
demetilasi oksidasi dan deaminasi di hepar. Metabolit utamanya asam fluvoxamine, kurang
kuat menghambat ambilan serotonin. Waktu paruh pada orang tua lebih panjang yaitu ratarata 17,4 hari (dosis 50 mg) dan rata-rata 25,9 hari untuk dosis 100 mg. Disfungsi hepar
menurunkan klirens 30%, tetapi gangguan
klirens.
Paroxetine
Uji klinik terbuka dengan dosis rata-rata 36,6 mg per hari,
penderita fobia sosial, menunjukkan
dilakukan terhadap
Paroxetine diabsorbsi secara oral dan tidak dipengaruhi oleh makanan. Konsentrasi sistemik
maksimum dicapai 5,2 jam setelah
sinaptosal hipotalamus, tetapi dosis yang dibutuhkan 320 kali lebih tinggi bila dibandingkan
dosis untuk menghambat ambilan serotonin. Walaupun demikian, paroxetine adalah SSRIs
yang paling kuat menghambat NE bahkan lebih kuat daripada venlafaxine (suatu serotoninnoradrenergic reuptake inhibitor). Afinitas terhadap antikolinergik cukup bermakna dan
menimbulkan gejala mulut kering, konstipasi, mata kabur, dan gangguan buang air kecil.
Walaupun demikian, bila dibandingkan dengan amitriptilin, efek samping paroxetine jauh
lebih kecil. Ia tidak bekerja pada saluran sodium cepat jantung sehingga tidak menimbulkan
gangguan konduksi jantung. Paroxetine tidak menghambat aktivitas MAO. Pada orang tua,
39
dosis 20, 30, dan 40 mg dapat meningkatkan konsentrasi plasma sekitar 70-80 % lebih
tinggi. Gangguan ginjal dan hati dapat meningkatkan konsentrasi plasma. Oleh karena itu,
dosis awal mesti lebih kecil yaitu 10 mg per hari. Afinitas paroxetine terhadap 1 , 2 ,
adrenergik, D 2 , H 1 , 5- HT dan 5-HT 2 hampir tidak ada. Paroxetine mempunyai afinitas
kolinergik yang cukup signifikan, yang menyebabkan keluhan mulut kering, konstipasi, dan
mata kabur. Walaupun
paroxetine jauh lebih rendah. Paroxetine tidak aktif pada saluran ion sodium cepat jantung
sehingga tidak mengganggu efek konduksi jantung. Aktivitas MAO tidak dihambat oleh
paroxetine
Benzodiazepine
Benzodiazepine, seperti alprazolam dan clonazepam juga efektif untuk fobia sosial. Efek
samping benzodiazepin lebih ringan, mula kerjanya cepat tetapi responsnya kurang dan jika
obat dihentikan kekambuhan cepat terjadi. Pada gangguan panik, pada dosis terapeutik
toleransi jarang terjadi. Dosis awal dan terapeutik benzodiazepin untuk fobia sosial sama
dengan untuk gangguan panik.
Benzodiazepin pada Fobia Sosial
Alprazolam dapat digunakan rata-rata dosis per hari 1 mg. maksimum sekitar 3 mg
per hari untuk orang dewasa,. Rata-rata waktu paruh 6-20 jam. Obat
menimbulkan ketergantungan sehingga
ini berpotensi
gejala awal penyakit. Selain itu, obat ini juga menimbulkan rasa kantuk di siang hari.
Meskipun relatif kurang menimbulkan toksisitas pada keadaan kelebihan dosis, penggunaan
bersama dengan
alkohol dapat fatal. Benzodiazepin lebih dianjurkan untuk menghilangkan anksietas berat
dalam penggunaan jangka pendek.
Terapi menghilangkan penyebab fobia sosial jauh lebih penting. Menurut penelitian,
hasil terapi lebih baik bila terapi obat dengan psikoterapi digabung. Terapi gabungan ini
dapat mempercepat kerja obat dan efek terapi dapat bertahan lama walaupun obat telah
dihentikan. Dengan kata lain, kekambuhan jarang terjadi bila farmakoterapi disertai dengan
psikoterapi. Salah satu psikoterapi yang efektif untuk fobia
40
GANGGUAN PANIK
Karakteristik dari panic disorder ini adalah serangan panik yang tiba-tiba dan diluar
dugaan.
KRITERIA DIAGNOSIS DSM-IV-TR
Adanya kekhawatiran yang persisten selama 1 bulan akan :
1. Akan mengalami serangan lagi
2. Konsekuensi dari tiap serangan
3. Perubahan perilaku yang signifikan yang berhubungan dengan serangan tersebut
Gejala dari serangan panik :
1. Palpitasi, jantung berdebar-debar, heart rate meningkat
2. Berkeringat
3. Gemetaran
4. Pasien merasa napasnya pendek
5. Rasa tercekik
6. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada
7. Mual atau tidak nyaman pada perut
8. Rasa pusing, kepala terasa ringan, kehilangan keseimbangan, atau bahkan pingsan
9. Derealisasi dan depersonalisasi
10. Ketakutan akan kehilangan kendali atau menjadi gila
11. Takut mati
12. Rasa kaku pada sekujur tubuh
13. Rasa kedinginan atau kepanasan yang tidak wajar
Biasanya panic disorder disertai dengan agoraphobia, atau juga bisa tanpa adanya
agoraphobia. Agoraphobia merupakan kelainan dimana seseorang merasa takut ketika berada
di tempat umum atau tempat terbuka, atau tempat
tersebut memiliki ruang yang sedikit untuk bersembunyi ketika ada ancaman baginya.
Tempat yang aman baginya adalah dalam rumah, sehingga orang dengan kelainan seperti ini
takut untuk bepergian keluar rumah dan tetap berada dalam rumahnya.
Panic disorder lebih banyak diderita oleh wanita daripada laki-laki, mengingat bahwa
wanita lebih mudah mengkhawatirkan sesuatu daripada laki-laki. Dengan usia puncak pada
usia 30 tahun.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak didapatkan adanya kelainan, hanya seperti
yang dijelaskan pada kriteria diagnosis, seperti jantung berdebar-debar dan napas yang lebih
cepat.
PATOFISIOLOGI
Ada banyak teori mengenai terjadinya panic disorder, diantaranya yaitu :
1. Dicurigai disebabkan oleh reseptor serotonin post sinaptik yang menurun
sensitivitasnya, sehingga efek serotonin yang seharusnya tidak dihasilkan.
41
Dosis :
dewasa :
-
Kontraindikasi :
-
Hipersensitivitas
Penggunaan MAOIs
Paroxetine (Paxil)
Dosis :
Dewasa :
-
10-40 mg PO qhs
Kontraindikasi :
-
Hipersensitivitas
Penggunaan MAOIs
Intermediate-acting benzodiazepines
Lorazepam (Ativan)
Bersifat sedatif hipnotik dengan onset efek pendek dan waktu paruh yang sedang.
Meningkatkan efek GABA.
Dosis :
Dewasa :
-
Kontraindikasi :
-
Hipersensitivitas
COPD tingkat akhir
Gangguan hepar
Riwayat adiksi zat sedatif-hipnotik atau alkohol
Glaukoma sudut tertutup akut
Clonazepam (Klonopin)
Memiliki waktu paruh yang relatif lebih lama
Dosis :
Dewasa :
-
0,5-2 mg PO bid/tid
Kontraindikasi :
-
Hipersensitivitas
Penyakit hepar yang parah
43
gejala mirip.
Perawatan di IGD :
o Segera tangani serangan akut dengan benzodiazepine.
o Benzodiazepine akan sangat membantu dalam menenangkan pasien dan
memberikan efek anti anxietas sehingga memberikan kepercayadirian bagi
pasien bahwa pengobatan selanjutnya memang bermanfaat dan mampu
menghilangkan kemungkinan adanya serangan selanjutnya.
o Konsultasikan dengan bagian psikiatri, kemudian lanjutkan dengan pemberian
SSRIs dan psikoterapi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. (2009) Pedoman
Diagnosis dan Terapi, Edisi III, Surabaya: Airlangga University Press.
Kaplan, Sadock. (2010). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Edisi 10. Alih
bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara.
Maramis, Willy F, and Albert A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya:
Airlangga University Press
Maslim, R. (2001). Buku Saku Rujukan Ringkas Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III (PPDGJ III), cetakan pertama,.Jakarta: Nuh Jaya.
Maslim, R. (2007). Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga.
Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya..
44
World Health Organization. (1992). The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural
Disorders, Clinical Descriptions and Diagnostic Guidelines. Geneva.
45