Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Oleh:
VICTOR JULIUS
1310019006
Pembimbing:
dr. Cort Darby Tombokan, Sp F, SH
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini masalah yang berkaitan dengan etika (ethical dilemmas) telah menjadi masalah
utama disamping masalah hukum, baik bagi pasien, masyarakat maupun pemberi asuhan
kesehatan. Masalah etika menjadi semakin kompleks karena adanya kemajuan ilmu dan
tehnologi yang secara dramatis dapat mempertahankan atau memperpanjang hidup manusia.
Pada saat yang bersamaan pembaharuan nilai sosial dan pengetahuan masyarakat menyebabkan
masyarakat semakin memahami hak-hak individu, kebebasan dan tanggung jawab dalam
melindungi hak yag dimiliki. Adanya berbagai faktor tersebut sering sekali membuat tenaga
kesehatan menghadapi berbagai dilema. Setiap dilema membutuhkan jawaban dimana
dinyatakan bahwa sesuatu hal itu baik dikerjakan untuk pasien atau baik untuk keluarga atau
benar sesuai kaidah etik.
Berbagai permasalahan etik yang dihadapi oleh tenaga kesehatan telah menimbulkan konflik
antara kebutuhan pasien (terpenuhi hak) dengan harapan tenaga kesehatan dan falsafah ketenaga
kesehatanan. Contoh nyata yang sering dijumpai dalam praktek ketenaga kesehatanan adalah
euthanasia, penolakan tindakan transfusi darah, dan penolakan transplantasi organ. Menghadapi
dilema semacam ini diperlukan penanganan yang melibatkan seluruh komponen yang
berpengaruh dan menjadi support sistem bagi pasien.
BAB II
ISI
DEFINISI ETIK
Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia, baik
secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya ( Pastur scalia,
1971 ). Etika juga berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan David
(1978) berarti kebiasaaan . model prilaku atau standar yang diharapkan dan kriteria
tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai
motif atau dorongan yang mempengaruhi prilaku. (Mimin. 2002).
Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana
sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsipprinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : baik dan buruk serta kewajiban dan
tanggung jawab
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup, sehingga
etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku
profesional. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang
digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang
seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. Sehingga juga dapat disimpulkan bahwa
etika mengandung 3 pengertian pokok yaitu : nilai-nilai atau norma moral yang menjadi
pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku, kumpulan azas atau
nilai moral, misalnya kode etik dan ilmu tentang yang baik atau yang buruk (Ismaini, 2001)
TIPE-TIPE ETIKA
1. Bioetik
Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik,
menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetika difokuskan pada
pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi,
pengobatan, politik, hukum, dan theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik merupakan
evaluasi etika pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan
pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi pada semua
tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan kemampuan organisme
terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan
pengobatan dan biologi
2. Clinical ethics/Etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah etik
selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical ethics: adanya persetujuan atau
penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang
bermanfaat (sia-sia).
3.
Inti falsafah
ketenaga kesehatanan adalah hak dan martabat manusia, sedangkan fokus etika ketenaga
kesehatanan adalah sifat manusia yang unik (k2-nurse, 2009)
TEORI ETIK
Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang
berlainan. Beberapa teori etik adalah sebagai berikut:
1.
Utilitarisme
Sesuai dengan namanya Utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa latinnya utilis
yang artinya bermanfaat. Teori ini menekankan pada perbuatan yang menghasilkan
manfaat, tentu bukan sembarang manfaat tetapi manfaat yang banyak memberikan
kebahagiaan kepada banyak orang. Teori ini sebelum melakukan perbuatan harus sudah
memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu.
2.
Deontologi
Deontology berasal dari kata deon dari bahasa yunani yang artinya kewajiban. Teori ini
menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas
pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori
ini tidak terpatok pada konsekuensi perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan terlebih
dahulu tanpa memikirkan akibatnya. (Aprilins, 2010)
pemecahan dilema etik banyak diutarakan dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses
ketenaga kesehatanan/pemecahan masalah secara ilmiah (Thompson & Thompson, 1985).
Banyak teori tentang pemecahan dilemma etik klinis secara ilmiah. Salah satunya adalah
dengan cara ethical methode of reasoning dimana merupakan langkah-langkah untuk
memutuskan dilema etik denagn menggunakan cara berfikir kritis untuk membuat keputusan
yang benar dalam menentukan tindakan kesehatan
Langkah-langkah Ethical Methode Of Resoning
a. Fact deliberation : pertimbangan terhadap fakta yang ada denagan cara
Case
Menentukan kasus yang akan ditelaah terlebih dahulau sambil memikirkan faktafakta yang ada
Deliberation of fact
Pengungkapan fakta dari kasus yang diangkat untuk diselesaikan
Identifikasi of problem
Menghubungkan masalah-masalah yang timbul dengan nilai-nilai yang di kandung
dalam kehidupan
c. Duty deliberation : pertimbanagan atas kemungkinan yang akan terjadi dan menentukan
pilihan yang terbaik
2.
3.
Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilemma
4.
5.
6.
tak satupun
keputusan memenuhi semua kriteria. Berhadapan dengan dilema etis bertambah pelik dengan
adanya dampak emosional seperti rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan
keputusan rasional. Pada pasien dengan kasus-kasus terminal sering ditemui dilema etik,
misalnya kematian batang otak, penyakit terminal misalnya gagal ginjal. Dikenal beberapa teori
lain yang mengusung pendapat tentang cara penyelesaian dilemma etik klinis diantaranya:
Mengkaji situasi
Melaksanakan rencana
Mengevaluasi hasil
Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan
yang tepat
Membuat keputusan
Memberi keputusan
Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya
Mengidentifikasi dilemma
Melengkapi tindakan
b.
c.
f.
1. Medical Indication
Pada topik Medical Indication dimasukkan semua prosedur diagnostik dan terapi yang
sesuai untuk mengevaluasi keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi
medis ini ditinjau dari dari sisi etiknya, dan terutama manggunakan kaidah dasar
bioetik Beneficence dan Nonmaleficence. Pertanyaan etika pada topik ini adalah serupa
dengan seluruh informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin
Informed consent.
2. Patient Preferrences
Pada topik Patient Preferrences kita memperhatikan nilai (value) dan penilaian
tentang manfaat dan beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah
Autonomy. Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat
volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat
keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai dan keyakinan yang dianut pasien, dan
lain-lain.
3. Quality of Life
Topik Quality of Life merupakan aktualisasi salah satu tujuan kedokteran, yaitu
memperbaiki, menjaga atau meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan
bagaimana melakukan penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar
prognosis, yang berkaitan dengan kaidah dasar bioetik yaitu Beneficence,
Nonmaleficence dan Autonomy.
4. Contextual Features
Prinsip dalam Contextual Features adalah Loyalty and Fairness. Disini dibahas
pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi keputusan, seperti factor keluarga,
ekonomi, agama, budaya, kerahasiaan, alokasi sumber daya dan faktor
hukum.
PRINSIP MORAL DALAM DILEMMA ETIK KLINIS
Prinsip-prinsip moral yang harus diterapkan oleh tenaga kesehatan dalam pendekatan
penyelesaian masalah / dilema etis adalah :
a. Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai.
Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat tenaga kesehatan
menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang tenaga kesehatanan
dirinya.
b. Benefisiensi
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau
kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam
situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.
c. Keadilan (justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam
praktek profesional ketika tenaga kesehatan bekerja untuk terapi yang benar sesuai
hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan (Geoffry hunt. 1994).
d. Non-malefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.
Segala tindakan yang dilakukan pada klien.
e. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk
meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan
kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi
Tenaga kesehatan
merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai
dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
LANDASAN HUKUM
- UU kesehatan pasal 15 ayat 1
dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan pasien, dokter dapat melakukan
tindakan medis tertentu
Dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila ;
Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahllian dan kewenangan sesuai
dengan tanggung jawab profesi berdasarkan pertimbangan tim ahli.
- Pasal 7 ayat 2 & 3( Peraturan Mententeri Kesehatan tahun 1989 tentang persetujuan tindakan
medik)
Tim medis dibolehkan untuk melakukan suatu tindakan untuk menyelamatkan pasien dalam
keadaan gawat darurat ana persetujuan informed consent.
- Permenkes no.585 tahun 1989
dokter harus menjelaskan informasi/penjelasan kepada pasien atau keluarganya diminta atau
tidak diminta
- Berdasarkan lafal sumpah dokter
nyawa dan kesehatan pasien merupakan prioritas utama dokter
ISU-ISU DILEMA ETIK KLINIS
Dilema etik klinis yang sering dihadapi oleh para tenaga medis di Indonesia antara lain adalah
a. Hak konstitusional wanita untuk melakukan aborsi
b. Bayi tabung
c. Transplantasi organ
d. Eutanasia
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan tentang isu etika biomedis dalam arti pertama
(bioetika) adalah antara lain terkait dengan: kegiatan rekayasa genetik, teknologi reproduksi,
eksperimen medis, donasi dan transpalasi organ, penggantian kelamin, eutanasia, isu-isu pada
akhir hidup, kloning terapeutik dan kloning repraduktif. Sesuai dengan definisi di atas tentang
bioetika oleh International Association of Bioethics, kegiatan-kegiatan di atas dalam pelayanan
kesehatan dan ilmu-ilmu biologi tidak hanya menimbulkan isu-isu etika, tapi juga isu-isu sosial,
hukum, agama, politik, pemerintahan, ekonomi, kependudukan, lingkungan hidup, dan mungkin
juga isu-isu di tenaga kesehatan lain.
Dengan demikian, identifikasi dan pemecaha masalah etika biomedis dalam arti tidak
hanya terbatas pada kepedulian internal rumah sakit saja-misalnya Komite Etika Rumah Sakit
dan para dokter saja seperti halnya pada penanganan masalah etika medis tradisionalmelainkan kepedulian dan tenaga kesehatang kajian banyak ahlimulti- dan inter-displiner tentang
masalah-masalah yang timbul karena perkembangan tenaga kesehatang biomedis pada skala
mikro dan makro, dan tentang dampaknya atas masyarakat luas dan sistem nilainya, kini dan
dimasa mendatang (F.Abel,terjemahan K.Bertens).
Studi formal inter-disipliner dilakukan pada pusat-pusat kajian bioetika yang sekarang
sudah banyak jumlahnya terbesar di seluruh dunia. Dengan demikian,identifikasi dan pemecahan
masalah etika biomedis dalam arti pertama tidak dibicarakan lebih lanjut pada presentasi ini.
Yang perlu diketahui dan diikuti perkembangannya oleh pimpinan rumah sakit adalah tentang
fatwa pusat-pusat kajian nasional dan internasional,deklarasi badan-badan internasional seperti
PBB, WHO, Amnesty International, atau fatwa Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional
(diIndonesia;AIPI) tentang isu-isu bioetika tertentu, agar rumah sakit sebagai institusi tidak
melanggar kaidah-kaidah yang sudah dikonsesuskan oleh lembaga-lembaga nasional atau
supranasional yang terhormat itu. Dan jika terjadi masalah bioetika dirumah sakit yang belum
diketahui solusinya, pendapat lembaga-lembaga demikian tentu dapat diminta.
Seperti sudah disinggung diatas, masalah etika medis tradisional dalam pelayanan medis
dirumah sakit kita lebih banyak dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya malpraktek, terutama
oleh dokter. Padahal, etika disini terutama diartikan kewajiban dan tanggung jawab institusional
rumah sakit. Kewajiban dan tanggung jawab itu dapat berdasar pada ketentuan hukum (Perdata,
Pidana, atau Tata Usaha Negara) atau pada norma-norma etika.
ABORSI
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mencapai viabilitas dengan usia
kehamilan < 22 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
Aborsi dan Kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan permasalahan yang terabaikan
dibanyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai tenaga kesehatan yang menyatu
dengan masyarakat, tenaga kesehatan sering didatangi oleh perempuan dengan masalah ini.
Penyebab terjadinya aborsi dan KTD : korban perkosaan, pengetahuan yang kurang tentang
kesehatan reproduksi, hingga kegagalan kontrasepsi. Menghadapi
kesehatan harus berperang antara keinginan menolong dengan hati nurani yang bertentangan,
belum lagi hukum yang melarang tindakan aborsi.
Menolak
atau tidak peduli pada perempuan yang mengalami permasalahan dengan KTD
seringkali berdampak fatal. Banyak kejadian yang menyebabkan perempuan cari jalan pintas
dengan melakukan aborsi tidak aman. Aborsi tidak aman bisa dilakukan oleh perempuan itu
sendiri, orang lain yang tidak memiliki keterampilan medis, tenaga kesehatan yang tidak
memenuhi standar kemampuan dan kewenangan.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu :
Aborsi Terapeutik / Medis : pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi
medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah
tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon
ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang
matang dan tidak tergesa-gesa.
Beberapa hal yang bisa dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk turut andil, upaya untuk
menurunkan kematian ibu dengan aborsi :
a.
1)
2)
b.
Melakukan konseling pada perempuan dengan masalah KTD, tanpa sikap menghakimi
c.
Untuk kasus - kasus tertentu (KTD akibat perkosaan) / klien tetap memutuskan ingin
mengakhiri kehamilannya, rujuk klien kepada tenaga kesehatan yang memiliki keahlian
dan keterampilan untuk tindakan aborsi yang aman.
EUTHANASIA
a. Pengertian
Euthanasia berasal dari Bahasa Yunani yaitu : -, eu yang artinya "baik", dan
, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau
hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit
yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring
dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan tenaga kesehatanan atau tindakan
medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya
dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat
selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
b. Kategori Euthanasia
Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
Eutanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau mengakhiri
hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian suatu senyawa
yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu contoh senyawa
mematikan tersebut adalah tablet sianida.
Eutanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan
sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas dan
dengan sadar untuk menerima tenaga kesehatanan medis meskipun mengetahui bahwa
Eutanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang
pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang
dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah dengan tidak
memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan, tidak
memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi
yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat
penghilang rasa sakit seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian.
Tindakan eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah
sakit.
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga
Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan
dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat
disamakan dengan pembunuhan.
Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi
bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.
Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk
mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien
(seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab
beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini
juga masih merupakan hal kontroversial.
d. Euthanasia Ditinjau Dari Sudut Tujuan
5. hak untuk memperoleh perhatian dalam pengobatan dan tenaga kesehatanan secara
berkesinambunagn walaupun tujuan penyembuhannya harus diubah menjadi tujuan
memberikan rasa nyama.
6. Hak untuk tidak meninggal dalam kesendirian
7. Hal untuk bebas dari rasa sakit
8. Hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaannya secara jujur
9. Hak untuk memperoleh bantuan dari tenaga kesehatan atau medis untuk keluarga yang
ditinggal agar dapat menerima kematiannya
10. Hak untuk meninggal dalam keadaan damai dan bermartabat
11. Hak untuk tetap dalam kepercayaan atau agamanya dan tidak diambil keputusan yang
bertentang dengan kepercayaan yang dianutnya
12. Hak untuk memperdalam dan meningkatkan kepercayaannya, apapun artinya bagi orang
lain
13. Hak untuk mengharapkan bahwa kesucian raga manusia akan dihormati setelah yang
bersangkutan meninggal.
ADOPSI
Adopsi berasal dari kata adaptie dalam bahasa Belanda. Menurut kasus hukum berarti
Pengangkatan seorang anak untuk anak kandungnya sendiri. Dalam bahasa Malaysia dipakai
kata adopsi, berarti anak angkat atau mengangkat anak. Sedangkan dalam Bahasa Inggris,
Edoft (Adaption), berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak. Dalam bahasa Arab
disebut Tabanni yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan Mengambil Anak
Angkat.
Sistim Hukum yang Mengatur Adopsi / Pengangkatan Anak
1)
masalah adopsi atau anak angkat yang ada hanyalah ketentuan tentang pengangkatan anak di luar
kawin, seperti yang diatur dalam buku BW hal XII bagian ketiga, pasal 280-289, tentang
pengakuan anak diluar kawin. Karena tuntutan masyarakat, maka dikeluarkan oleh Pemerintah
Hindia Belanda : Staats Blad no : 124/1917, khusus pasal 5-15, yg mengatur masalah adopsi
anak / anak angkat.
2) Pasal 8 menyebutkan bahwa ada 4 syarat untuk pengangkatan anak :
a) Persetujuan orang yang mengangkat anak.
b) Jika anak diangkat adalah anak syah dari orangtuanya, diperlukan izin dari orangtuanya itu.
Jika bapaknya sudah wafat dan ibunya kawin lagi, kasus ada persetujuan dari walinya.
c) Jika anak yang diangkat lahir di luar perkawinan, izin
mengakui sebagai anaknya. Jika anak tidak diakui harus ada persetujuan dari walinya.
d) Jika anak yang akan diangkat sudah berusia 14 tahun, maka persetujuan adalah dari anak
sendiri.
TRANSPLANTASI
a. Pengertian
Transplantasi organ adalah transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ
dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang
sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak befungsi pada
penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat merupakan
orang yang masih hidup ataupun telah meninggal. Teknik transplantasi dimungkinkan untuk
memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh manusia yang masih berfungsi baik, baik dari
orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal ke tubuh manusia lain.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari
dalam menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha
penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter dokter dalam
melakukan transplantasi. Upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya
penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu
cara penembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan
etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya ikut mempengaruhinya.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh
orang itu sendiri.
2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke
tubuh orang lain.
3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
b. Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum
memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang
dihadapi, baik resiko di tenaga kesehatang medis, pembedahan, maupun resiko untuk
kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan.
Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis.
Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah
timbulnya masalah.
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh sungguh
untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah
meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila
sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian
dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian
hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan
keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah
tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita
mempunyai hak untuk mendapatkan tenaga kesehatanan yang dapat memperpanjang hidup atau
meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar benar mengerti semua hal yang
dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat
memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa
hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia
menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan
orang banyak di masa yang akan datang.
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor,
resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal hal yang mungkin
akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di
kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan
tersebut.
4) Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material
apapun sebagai imbalan transplantasi.
5) Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
6) Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk keadaan
dari luar negri
BAYI TABUNG
Bayi tabung adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar
tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut dimasukkan kembali ke
dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana
layaknya kehamilan biasa. Status bayi tabung ada 3 macam :
1.
2.
3.
Beberapa Negara memperbolehkan donor sperma bukan suami, dan diakui secara legal.
Kerahasiaan identitas donor yang bukan suami senantiasa dijaga, untuk menghindarkan masalah
dikemudian hari. Terkait dengan proses bayi tabung, pada tahun 1979, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) pernah mengeluarkan fatwanya. Pada intinya, para ulama menyatakan bahwa bayi tabung
diperbolehkan selama sperma yang didonorkan berasal dari suami yang sah dari si perempuan
yang rahimnya hendak digunakan dalam proses bayi tabung. Hal itu karena memanfaatkan
teknologi bayi tabung merupakan hak bagi pasangan yang berikhtiar untuk memperoleh
keturunan. Namun, jika sperma dan rahim yang digunakan bukan berasal dari pasangan suami
istri yang sah, maka hal itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antara lawan jenis di luar
pernikahan yang sah. Dengan kata lain, bisa terjadi rahim seorang perempuan dipinjamkan untuk
proses bayi tabung dari embrio seorang lelaki yang bukan suaminya. Nah, hal itu sama saja
dengan perzinaan.
INFORMED CONSENT
Informed consen adalah izin/pernyataan setuju dari pasien yang diberikan secara bebas, sadar,
dan rasional, setelah ia mendapat inform yang dipahami dari dokter tentang penyakitnya
Tujuan informed consent
a. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan
medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan
medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi
pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan
biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan
medisnya.
b. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutantuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tidak terduga
dan bersifat negatif. Selama hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat
dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian atau
ketidaktahuan.
Fungsi informed consent
penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
menghindari penipuan dan miss leading oleh dokter
mendorong untukmengambil keputusan rasional
mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
b. Proksi consent adalah Consent yang diberikan oleh orang yang bukan si pasien itu
sendiri dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi
(suami, istri, anak, ortu, saudara kandung, dll)
Bentuk informed consent
a. Tersirat ( Implied Consent) adalah persetujuan yang diberikan pasien secara terirat,
tanpa pernyataan tegas
Contoh : melakukan jahitan, penagmbilan darah untuk pemeriksaan laboratorium,
penyuntikan
Presumed consent adalah jika pasien dalam keadaan gawat darurat, dan dokter harus
lakukan tindakan segera sedangkan pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan
persetujuan, dan keluargapun tidak ada di tempat, maka dokter segera melakukan
tindakan berdasarkan Permenkes 585 tahun 1989, pasal 11. Dengan arti bila pasien
dalam keadaan yang sadar akan menyetujui tindakan medik yang dilakukan
b. Dinyatakan (Ekpress Consent) adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau
tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang
biasa
Yang berhak menandatangani informed consent
pasal 8
keluarga pasien bila umur pasien 21, pasien dengan gangguan jiwa, tidak sadar, pingsan
pasal 9
pasien < 21 tahun/ sudah menikah dibawah pengampuan dan gangguan mental,
persetujuan diberikan pada wali
pasal 10
pasien < atau belum menikah dan tidak punya wali/ wali berhalangan, persetujuan
diberikan pada keluarga atau induk semang/ yang bertanggung jawab pada pasien
pasal 11
dalam keadaan pasien tidak sadar dan tidak ada wali/ keluarga terdekat dan dalam
keadaan darurat yang perlu tindakan medik segera tidak dibutuhkan informed consent
dari siapapun
UU No. 29 Tahun 2004 Pasal 45, persetujuan diberikan setelah diberikan penjelasan
kepada pasien.
Dari sudut hukum pidana informed consent harus dipengaruhi dengan adanya pasal 351
KUHP tentang penganiyaan
DAFTAR PUSTAKA
Monogragi
No:05.
Balai
Medan:
Achadiat CM.2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan Zaman. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guwandi J.2006. Dugaan Malpraktek Medik dan Draft RPP: Perjanjian Terapetik antara
Dokter dan Pasien. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Guwandi J. 2008, Informed Consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Hanafiah MJ, Amir Amri. 2007. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC