Anda di halaman 1dari 11

I.

Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui pengujian aktivitas antipiretika pada tikus putih
jantan.

II.

Dasar Teori
Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh (suhu
tubuh yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek
antipiretik.
Demam adalah suatu bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh
melawan infeksi. Kebanyakan bakteri dan virus yang menyebabkan infeksi
pada manusia hidup subur pada suhu 37 derajat C. Meningkatnya suhu tubuh
beberapa derajat dapat membantu tubuh melawan infeksi. Demam akan
mengaktifkan sistem kekebalan tubuh untuk membuat lebih banyak sel darah
putih, membuat lebih banyak antibodi dan membuat lebih banyak zat-zat lain
untuk melawan infeksi (Wibowo, S., 2006). Suhu tubuh normal manusia
sekitar 370C, meskipun berbagai faktor dalam keadaan sehat seperti kerja otot,
variasi diurat dapat mengakibatkan variasi dalam suhu tubuh.
Pada keadaan panas dan demam, mekanisme sentral di hipotalamus
untuk mengatur suhu tubuh, yang sering diumpamakan seperti suatu
thermostat, seolah-olah di stel pada suhu yang lebih tinggi. Kesimbangan
antara produksi panas dan pengeluaran panas tetap terpelihara, hanya kini
untuk menjaga suhu tubuh tetap pada yang lebih tinggi, atau mungkin juga
produksi panas meningkat tanpa ada peningkatan dalam pengeluaran panas.
Obat-obat yang tergolong antipiretik primer tidak menghilangkan
stimulus yang merugikan ini, tetapi bekerja sentral pada hipotalamus untuk
menstel thermostat tubuh pada suhu yang lebih rendah melalui peningkatan
pengeluaran panas karena vasodilatasi pembuluh primer, meskipun dalam
keadaan suhu normal, obat-obat ini dapat menurunkan suhu tubuh.

Prinsip pengujian efek antipiretik obat ini adalah dengan mengukur


kemampuannya

untuk

menurunkan

panas

yang

diciptakan

secara

eksperimental pada hewan percobaan.

III.

Alat dan Bahan


1. Hewan percobaan : Tikus putih jantan
2. Rute pemberian

: Oral dan subkutan untuk pemberian pepton

3. Bahan

: Suspensi asetosal 10 % 300 mg/ kg bb, suspense

asetaminopen 300 mg/kg bb, larutan antalgin 10% 300 mg/ k bb, larutan
pepton 5% dosis 0,5 ml, PGA 10 %, dan bahan alam.
4. Alat

: alat suntik 2 ml, timbangan tikus, thermometer rectal,

alat suntik dan sonde oral.

IV.

Prosedur
a. Suhu rectal normal dari masing-masing tikus dicatat sebelum pemberian
obat.
b. Empat dari lima tikus disuntik dengan larutan pepton, tikus kelima
berfungsi sepenuhnya sebagai blanko, tidak diberi apa-apa.
c. Suhu rectal tiap tikus dicatat tiap selang setengah jam.
d. Pada saat tercapai pncak demam oleh pepton lazimnya empat jam setelah
pemberiannya, kepada empat tikus diberikan masing-masing sediaan uji
e. Suhu tubuh kelima tikus di catat selang 20, 40, 60, 90, 120, 150, dan 180
menit.
f. Tabelkan hasil pengamtan yang diperoleh, suhu tubuh sesudah dan
sebelum pemberian antipiretik dikaitkan dengan waktu setelah pemberian
obat.
g. Buatkan kurva suhu tubuh tikus dari hasil pengamatan dan data yang
diperoleh diolah secara statistic.

V.

Perhitungan
1. Pembuatan larutan PGA 2% sebanyak 100 mL
x 100 mL = 2 gram
Dosis 1 mL/ 200 g BB tikus
2. Paracetamol 500 mg
Bobot rata-rata = 540 mg
Konversi Paracetamol
500 mg x 0,018
= 9 mg/ 200 g BB tikus
=
x 540 mg
= 9,72 mg / 2 mL
= 243 mg / 50 mL

3. Konversi dosis empiris ekstrak bawang merah


No
1
2
3
4
5

Jumlah Bawang Merah (Siung)


Bobot (g)
3
20,05
3
21,23
3
16,68
3
17,63
3
18,89
Jumlah
94,48
Rata-rata
18,90
Dosis empiris : 18,90 g x 0,018
= 0,342 g / 200 g BB tikus
=
x 56 mL (hasil ekstrak)
= 0,2 mL/ 200 g BB tikus
Dosis 1 (setengah dari dosis empiris):
x 0,2 mL
= 0,1 mL/ 200 g BB tikus
Dosis 2 (dosis empiris):
0,2 mL/ 200 g BB tikus
Dosis 3 (dua kali dosis empiris):
2 x 0,2 mL
= 0,4 mL/ 200 g BB tikus

VI.

Hasil Pengamatan
A. Tabel Hasil Pengamatan Suhu Tubuh Mencit
1. Suhu Tubuh Setelah Pemberian Pepton

Kelompok
Uji

Negatif

Positif

Dosis 1

Dosis 2

Dosis 3

Suhu
Normal
37,7
34
36
32,7
33,8
32,2
36,8
37,1
36,7
36,9
37,7
37,7
37,3
38,3
37
37,5
37,7
37,2
36,4
36,3
35
37
37,3
36
34,1
32,8
36,1
36
34,6
34,1

30
37,8
36,9
36,7
35
36
34,1
37,5
37
37,5
37
37
36,9
36,4
36,5
35,7
37,5
37,4
37,3
36,7
36,7
35,7
37,7
37,9
36,7
35,3
34,7
36,6
34,8
34,8
35,4

Suhu Tubuh Setelah Diberikan Pepton


60
90
120
150
180
210
37,8 37,1 37,3 36,3 37,8 37,6
38
35,9
36
36,4 36,7
37
36,8
34
34,8 35,5
36
36,5
35,7 35,7 36,1 35,9 35,8 35,8
36
36
35,6 35,1
35
35,2
35,2 35,3 35,8
34
34,7 34,5
37
36,9 36,7
37
36,9 36,7
37,6 37,3 36,2 36,3 36,3 36,1
37,5 37,2 37,1
37
36,9 36,8
36,1 35,8
36
36
36,3 37,1
37,5 35,5 36,5 36,4 36,7 35,3
36
36,5 36,7 36,8
37
36,9
37,3
38
37,5 34,4 34,3 35,2
37,4 37,1 37,1
35
34,2 36,4
35,5 36,6 35,8 36,4
34
34,4
37,4 37,5 37,7 37,6 37,4 37,8
37,3 37,2 37,3 37,6 37,7
38
36,9 37,3 37,7 37,7 37,6 37,8
34,7 36,8 36,4 36,1
36
35,6
35,4 34,4 35,5 35,8 35,5
35
35,8 34,9 36,6 35,7 35,6 35,5
37,5 37,8 37,4 37,1
37
35,6
36,8 35,9 36,5 36,8 36,5 36,1
36,1 37,1 37,6 36,7 36,5 36,2
35,3 34,5
35
35,2 35,7 37,3
32,2 34,6 33,1
35
32,8 33,7
35,2 36,4
35
37,1 36,8 36,9
35,3 36,1 36,9 35,7 36,7 37,1
35,8 36,4 35,6 36,9
37
37
36,3 36,6 34,7
37
38,4 37,7

240
38
37,4
37,2
36,2
35,8
35,1
36,5
36
36,5
37,2
35,8
37,3
36,4
35,7
35,2
38
38,4
37,9
35,5
35
35,7
36,5
36,3
36,7
31
31,7
34
36,6
37
37

2. Suhu Tubuh Setelah Pemberian Sediaan Uji


Kelompok
Uji

Negatif

Positif

Dosis 1

Dosis 2

Dosis 3

Suhu
Normal
37,7
34
36
32,7
33,8
32,2
36,8
37,1
36,7
36,9
37,7
37,7
37,3
38,3
37
37,5
37,7
37,2
36,4
36,3
35
37
37,3
36
34,1
32,8
36,1
36
34,6
34,1

20
36
36,2
35,8
35,6
35,2
34,7
37,9
37,4
37,6
37,7
37,9
38,02
32,9
32
32,7
38,5
37,6
36,5
34,9
35,5
35,7
35,9
35,5
34,8
35,6
34,5
37,6
37,4
37,4
37,3

Suhu Tubuh Setelah Pemberian Sediaan Uji


40
60
90
120
150
36,4
36
35,9
36,6
36,4
36,7
36,5
36,7
37
36,6
36
36
36,5
36,3
36,4
35,7
35,5
35,3
35,1
34,9
35
35
35
34,8
34,5
34,6
34,3
34,1
33,9
33,8
35,8
35,3
34,8
34,5
34,3
36,6
36
33,9
33,7
33,5
37,9
37,8
34,7
34,2
34
37
36
36,3
34,7
34,6
34,8
35,2
36,1
35,2
35
36,5
36,5
36,5
36
35,8
32,3
34,8
35,5
35,8
36,1
35,1
34,3
33,5
33,8
36,1
34,6
33,4
34
34,2
35,1
37
36,7
36,7
36,5
36,5
37
37
36,8
36,4
36
35,4
35
35
34,8
34,5
33,1
34,8
34,2
34,3
34,2
34,3
34
33,8
33,3
33,2
35,7
33,7
33,5
33,3
33,1
34,2
35,8
35,5
35,3
35,2
35,3
35,6
34,8
34,3
34,2
31,5
34,7
34,5
34,3
33
35,4
34,9
33,3
33,1
33
34
33,9
33,5
33,2
33,1
37,7
37,2
37
36,8
36,5
37,1
37,1
36,3
35
34,8
36,7
37,7
35,5
35
34,5
36,7
37,8
36,5
36
35

180
36,7
36,5
36,3
34,9
34,4
33,7
34,2
33,3
33,8
34,3
34,7
35,6
36
36
34,9
35,1
36
34,1
34,1
33,5
33
35,1
34,5
32,8
32
31
36,1
34,5
34
34,2

Grafik Rata-Rata Suhu Rektal Tikus Sesudah


Perlakuan Terhadap Waktu
38
37.5
37
Suhu (C)

36.5
Kontrol Negatif

36

Kontrol Positif

35.5
35

Dosis 1

34.5

Dosis 2

34

Dosis 3

33.5
33
0

50

100

150

200

Waktu (menit)

B. Data Analisis Statistik


Tests of Normality
a

Kolmogorov-Smirnov
Statistic
data

df

Shapiro-Wilk

Sig.

,101

30

,200

Statistic
*

,962

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances


data
Levene Statistic
3,367

df1

df2
4

Sig.
25

,025

df

Sig.
30

,352

ANOVA
data
Sum of Squares
Between Groups

df

Mean Square

6,496

1,624

Within Groups

24,612

25

,984

Total

31,108

29

F
1,650

Sig.
,193

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: data
LSD
(I) kelompok

(J) kelompok

Mean Difference

Std. Error

Sig.

(I-J)

95%
Confidence
Interval
Lower Bound

kontrol positif

-,050

,573

,930

-1,23

dosis 1

,269

,573

,643

-,91

dosis 2

1,226

,573

,042

,05

dosis 3

,181

,573

,755

-1,00

kontrol negatif

,050

,573

,930

-1,13

dosis 1

,320

,573

,582

-,86

dosis 2

1,277

,573

,035

,10

dosis 3

,231

,573

,690

-,95

kontrol negatif

-,269

,573

,643

-1,45

kontrol positif

-,320

,573

,582

-1,50

kontrol negatif

kontrol positif

dosis 1

dosis 2

,957

,573

,107

-,22

dosis 3

-,088

,573

,879

-1,27

kontrol negatif

-1,226

,573

,042

-2,41

kontrol positif

-1,277

,573

,035

-2,46

dosis 1

-,957

,573

,107

-2,14

dosis 3

-1,045

,573

,080

-2,23

kontrol negatif

-,181

,573

,755

-1,36

kontrol positif

-,231

,573

,690

-1,41

dosis 1

,088

,573

,879

-1,09

dosis 2

1,045

,573

,080

-,13

dosis 2

dosis 3

Multiple Comparisons
Dependent Variable: data
LSD
(I) kelompok

(J) kelompok

95% Confidence Interval


Upper Bound

kontrol positif

1,13

dosis 1

1,45

dosis 2

2,41

dosis 3

1,36

kontrol negatif

1,23

dosis 1

1,50

dosis 2

2,46

dosis 3

1,41

kontrol negative
*

kontrol positif

dosis 1

kontrol negatif

,91

kontrol positif

,86

dosis 2

2,14

dosis 3

1,09

kontrol negatif

-,05

kontrol positif

-,10

dosis 2
dosis 1

,22

dosis 3

,13

kontrol negative
kontrol positif

1,00
,95

dosis 3
dosis 1

1,27

dosis 2

2,23

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

VII.

Pembahasan
Praktikum kali ini kami melakukan percobaan untuk mengetahui
aktivitas antipiretika ektrak bawang merah terhadap tikus putih jantan.
Pertama-tama tikus ditimbang dan diberi tanda. Tikus dibagi menjadi 5
kelompok:
kelompok 1 adalah kelompok, uji dosis 1
kelompok 2 adalah kelompok, uji dosis 2
kolompok 3 adalah kelompok, uji dosis 3,
kolompok 4 adalah kelompok control negative dan
kolompok 5 adalah kelompok kontrol positif,.
Semua kelompok diberi pepton secara subkutan dan diamati
perubahan suhunya selama 4 jam. Lalu setelah 4 jam tikus diberi sediaan uji
sesuai kelompoknya dan diamati selama 3 jam. Pemberian pepton
menyebabkan kenaikan suhu atau demam pada tikus tersebut dan terjadinya

demam tersebut dapat terlihat setelah pengukuran suhu dengan menggunakan


rectal thermostat. Hal ini disebabkan karena larutan pepton merupakan
pirogen eksogen yang dapat meningkatkan set point thermostat hipotalamus
sehingga memicu timbulnya kenaikan suhu (demam). Demam terjadi karena
terganggunya keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas di
hipotalamus.
Hewan yang digunakan adalah tikus putih jantan yang sebelumnya
telah dipuasakan selama 6 jam dengan tujuan untuk menghindari pengaruh
makanan terhadap tubuhnya. Hewan coba diberi tanda agar tidak tertukar saat
pengamatan berlangsung dan berat badannya ditimbang untuk menentukan
perhitungan dosis yang digunakan. Suhu rektal masing-masing tikus
ditentukan terlebih dahulu sebagai suhu awal, kemudian setiap tikus dibuat
demam dengan diberi larutan pepton secara subkutan. Berdasarkan hasil
pengamatan, semua kelompok menyatakan bahwa tikus mengalami kenaikan
suhu. Hal ini menyatakan bahwa induksi larutan pepton benar dapat
meningkatkan suhu tubuh.
selanjutnya setelah mencapai suhu puncak, semua tikus diberi sediaan
uji. Kelompok kami menguji dosis control positif yaitu ekstrak bawang merah
yang berfungsi sebagai obat antipiretik dengan dosis yang telah ditentukan
sesuai bobot badannya. Setelah pemberian obat parasetamol, suhu rektal tikus
setiap kelompok uji diukur kembali dengan selang waktu 20, 40, 60, 90, 120,
150, dan 180 menit. Dari hasil pengamatan diperoleh data yang menunjukkan
penurunan suhu rektal dengan cepat. Hal ini menunjukan bahwa obat ini
memiliki khasiat menghambat pirogen dihipotalamus sehingga suhunya dapat
kembali normal.
Selanjutnya data yang diperoleh dari setiap kelompok diolah secara
statistik menggunakan SPSS. Dilakukan uji homogenitas varian dengan
menggunakan significance level sebesar 5%. Jika probabilitas kurang dari
0,05 maka H0 ditolak dan jika probabilitas lebih besar 0,05 maka H0 diterima.
Nilai Levene Statistic atau Levene hitung adalah 3,367 dengan probabilitas

sebesar 0,025. Oleh karena probabilitas lebih kecil dari (0,025< 0,05) maka
H0 ditolak yang berarti ada perbedaan yang bermakna diantara kelompok
perlakuan atau varian dari kelompok sampel adalah berbeda. Dengan
demikian asumsi kesamaan varian untuk uji One-Way ANOVA terpenuhi.
Sedangkan pada hasil uji statistik parametrik analisis varian (ANOVA) satu
jalan diperoleh hasil yang tidak signifikan. Hal ini ditunjukan dengan nilai
signifikan 0,193 yang berarti lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa perlakuan terhadap tiap kelompok dosis tidak terdapat perbedaan yang
bermakna.

VIII.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa ekstrak bawang merah dapat digunakan sebagai antipiretika karena
pada bawang merah terdapat senyawa sikloaliin yang dapat menurunkan
panas dengan caramenekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat
sintesis prostaglandin.

IX.

Daptar Pustaka
Guyton, A.C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, terjemahan
P. Andrianto, ed 3. Jakarta: BCG
Katzung, B.G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan,
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam, Cetakan Pertama.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Anief, Moh. 1995. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta:
Gadjah Mada University

Anda mungkin juga menyukai