Mineralisasi dan Alterasi dalam Sistem Hidrotermal
Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus pembekuan magma. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang
dilewati akan
menyebabkan terubahnya mineral-mineral penyusun batuan samping dan
membentuk mineral alterasi. Larutan hidrotermal tersebut akan terendapkan pada suatu tempat membentuk mineralisasi (Bateman, 1981). Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pengendapan mineral di dalam system hidrotermal terdiri dari empat macam (Barnes, 1979; Guilbertdan Park, 1986), yaitu: (1) Perubahan temperatur; (2) Perubahan tekanan; (3) Reaksi kimia antara fluida hidrotermal dengan batuan yang dilewati; dan (4) Percampuran antara dua larutan yang berbeda. Temperatur dan pH fluida merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mineralogy system hidrotermal. Tekanan langsung berhubungan dengan temperatur, dan konsentrasi unsure terekspresikan di dalam pH batuan hasil mineralisasi (Corbett dan Leach, 1996). Guilbertdan Park (1986) mengemukakan alterasi merupakan perubahan di dalam komposisi mineralogy suatu batuan (terutama secara fisik dan kimia), khususnya diakibatkan oleh aksi dari fluida hidrotermal. Alterasi hidrotermal merupakan konversi dari gabungan beberapa mineral membentuk mineral baru yang lebih stabil di dalam kondisi temperatur, tekanan dan komposisi hidrotermal tertentu (Barnes, 1979; Reyes, 1990 dalam Hedenquist, 1998). Mineralogi batuan alterasi dapat mengindikasikan komposisi atau pH fluida hidrotermal (Henley et al., 1984 dalam Hedenquist, 1998). Corbett dan Leach (1996) mengemukakan komposisi batuan samping berperan mengontrol mineralogy alterasi. Mineralogi skarn terbentuk di dalam batuan karbonatan. Fase adularia K-feldspar dipengaruhi oleh batuan kaya potasium. Paragonit (Na-mika) terbentuk pada proses alterasi yang mengenai batuan berkomposisi albit. Muskovit terbentuk di dalam alterasi batuan potasik. Sistem pembentukan mineralisasi di lingkaran Pasifik secara umum terdiri dari endapan mineral tipe porfiri, mesotermal sampai epitermal (Corbett dan Leach, 1996). Tipe porfiri terbentuk pada kedalaman lebih besar dari 1 km dan batuan induk berupa batuanintrusi. Sillitoe, 1993a (dalam Corbett dan Leach,
1996) mengemukakan bahwa endapan porfiri mempunyai diameter 1 sampai> 2
km dan bentuknya silinder. Tipe mesotermal terbentuk pada temperature dan tekanan menengah, dan bertemperatur> 300oC (Lindgren, 1922 dalam Corbett dan Leach, 1996). Kandungan sulfide bijih terdiri dari kalkopirit, spalerit, galena, tertahidrit, bornit, dan kalkosit. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, karbonat (kalsit, siderit, rodokrosit), dan pirit. Mineral alterasi terdiri dari serisit, kuarsa, kalsit, dolomit, pirit, ortoklas, danlempung. Tipe epitermal terbentuk di lingkungan dangkal dengan temperatur< 300oC, dan fluida hidrotermal diinterpretasikan bersumber dari fluida meteorik. Endapan tipe ini merupakan kelanjutandari sistem hidrotermal tipe porfiri, dan terbentuk pada busur magmatic bagian dalam di lingkungan gunung apikalkalkali atau batuan dasar sedimen (Heyba et al., 1985 dalam Corbett dan Leach, 1996). Sistem ini umumnya mempunyai variasi endapan sulfide rendah dan sulfide tinggi (gambar 4). Mineral bijih terdiri dari timonid sulfat, arsenid sulfat, emas dan perak, stibnite, argentit, cinabar, elektrum, emasmurni, perakmurni, selenid, dan mengandung sedikit galena, spalerit, dan galena. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa, ametis, adularia, kalsit, rodokrosit, barit, flourit, dan hematit. Mineral alterasi terdiri dari klorit, serisit, alunit, zeolit, adularia, silika, pirit, dan kalsit.
Gambar :Model fluida sulfide tinggi dan rendah (Corbett dan Leach, 1996