Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENGUJIAN LOGAM DAN METROLOGI 2

DISUSUN OLEH:
FAHMI ALGHIFARI

(05) - 1212010085

FAHMI MAULANA

(06) - 1212010055

FAJAR MAULANA

(07) - 1212010056

FAUZI AKBAR

(08) - 1212010007

HAFIDZ RAMADHAN PRADANA (09) - 1212010062

5A - KONSTRUKSI & PERANCANGAN


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
Alamat : Jl. Siwabessy, Kampus UI Depok. Telepon : 021-7270036, 021-7270044
Faksimili : 021-7270044 Website: http://www.pnj.ac.id

2014

PRAKATA
Assalammualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kahadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah dan hidayah-Nya
sehingga penulis bisa menyelasaikan laporan ini dengan baik.
Adapun judul laporan ini adalah Laporan Praktikum Pengujian Logam dan Metrologi 2
yang merupakan salah satu tugas praktikum yang dilakukan di laboratorium Teknik Mesin
Politeknik Negeri Jakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Muhammad Zakinura, MEng. sebagai dosen pembimbing dalam menyelesaikan praktikum ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan laporan ini di
masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan ini
bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Wasalammualaikum Wr. Wb.

Penulis

2|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

DAFTAR ISI

Contents
PRAKATA ....................................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 5
VI.I.

Latar Belakang............................................................................................................................... 5

VI.II.

Tujuan Percobaan ......................................................................................................................... 5

VI.III.

Batasan Masalah ....................................................................................................................... 5

VI.IV.

Sistematika Penulisan ............................................................................................................... 5

BAB II DASAR TEORI ...................................................................................................................................... 6


BAB III METODE PERCOBAAN ..................................................................................................................... 21
VI.V.

Alat dan Bahan ............................................................................................................................ 21

III.I.I.

Alat yang digunakan ............................................................................................................ 21

III.I.II.

Bahan yang digunakan ........................................................................................................ 21

VI.VI.

Prosedur Percobaan ................................................................................................................ 21

BAB IV DATA PERCOBAAN........................................................................................................................... 23


VI.I.

Data Percobaan ........................................................................................................................... 23

BAB V PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 26


BAB VI KESIMPULAN dan SARAN ................................................................................................................ 27
VI.I.

Kesimpulan.................................................................................................................................. 27

VI.II.

Saran ........................................................................................................................................... 28

Daftar Pustaka............................................................................................................................................. 29

3|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Hasil Uji Kekerasan Sebelum Proses Hardening ........................................................................ 23


Tabel 2 Hasil Uji Kekerasan Setelah Proses Hardening .......................................................................... 24
Tabel 3 - HasilUji Kekerasan Setelah Proses Tempering ........................................................................... 24
Tabel 4 - Hasil Uji kekerasan Setelah Proses Normalizng ......................................................................... 25

4|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

BAB I
PENDAHULUAN
VI.I. Latar Belakang
Pengujian kekerasan suatu bahan sangatlah penting adanya,ini dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menopang suatu beban tertentu. Maka dari itu
dilakukanlah suatu pengujian terhadap bahan tersebut,seberapa keras bahan dapat
digunakan dalam suatu konstruksi .Untuk mengetahui seberapa kuat bahan tersebut
tahan terhadap pukulan maupun gaya gesekan.
VI.II. Tujuan Percobaan
1. Mahasiswa dapat mengetahui seberapa keras bahan yang diujikan.
2. Mengetahui seberapa kuat bahan tersebut menahan beban.
3. Mengetahui kekerasan logam ( bahan ) sebagai ukuran ketahanan logam
tersebut terhadap deformasi plastis. Kekerasan ini dinyatakan dengan angka
kekerasan brinnel, Vickers atau skala Rockwell.
VI.III.

Batasan Masalah
Ruang lingkup dari pengujian kekerasan ini yaitu hanya mengetahui prosedur
pegujian serta nilai kekerasan suatu logam. Adapun batasan masalahnya adalah
material uji yaitu baja ST45, ST60, ST80, Amutit. Kemudian baja yang belum/sudah
mengalami proses treatment diuji dengan uji kekerasan rockwell dengan indentor intan
dan indentor bola.

VI.IV.

Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab. Dimana BAB I menjelaskan

mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan.


BAB II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari
percobaan yang dilakukan. BAB III menjelaskan mengenai metode penelitian. BAB IV
menjelaskan mengenai data percobaan. BAB V menjelaskan mengenai pembahasan dan
BAB VI menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan.

5|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

BAB II
DASAR TEORI

Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang
berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi
sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk
insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur
mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih
bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong.Begitu banyak
konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsepkonsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material
yang diuji.
Setiap material yang akan digunakan, maka sebelumnya perlu dilakukan pengujian/pengetesan
material/logam, meliputi antara lain:
1. Uji tarik material,
2. Uji kekerasan material,
3. Uji metalografi, dan lain-lain.
Setiap material sebelum digunakan perlu dilakukan pengujian material/logam seperti di
atas, dengan maksud dan tujuan yang pada umumnya adalah untuk mengetahui sifat-sifat utama
dari material/logam tersebut, baik dari segi kekuatannya, ketahanan maupun sifat-sifat yang lain
terhadap suatu beban yang akan diberikan
Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai
ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras.
Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun
ndentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme
penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:

1. Metode Gores

6|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material
lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh
Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang
kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan
yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai
nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan
nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh:
1. Talc
2. Orthoclase Gipsum
3. Quartz
4. Calcite
5. Topaz
6. Fluorite
7. Corundum
8. Apatite
9. Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6)
tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada
antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan
utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineralmineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9
saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.
2. Metode Elastik/Pantul (Rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope
yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang
dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan
(rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan
tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai
semakin tinggi.
7|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

3. Metode Indentasi
Tipe pengetesan kekerasan material/logam ini adalah dengan mengukur tahanan
plastis dari permukaan suatu material komponen konstruksi mesin dengan speciment
standar terhadap penetrator. Adapun beberapa bentuk penetrator atau cara pegetesan
ketahanan permukaan yang dikenal adalah :
1. Ball indentation test [ Brinel]
2. Pyramida indentation [Vickers]
3. Cone indentation test [Rockwell]
4. Uji kekerasan Mikro

Penjelasan beberapa penetrator atau cara pengetesan ketahanan permukaan yang dikenal:
a. Metode Brinell
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor)
yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian
Brinnel diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinnel sampai 400 HB,
jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell
ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinnel (HB) didefinisikan sebagai hasil bagi
(Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102
dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.
Identor (Bola baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan
Karbida Tungsten. Jika diameter Identor 10 mm maka beban yang digunakan (pada
mesin uji) adalah 3000 N sedang jika diameter Identornya 5 mm maka beban yang
digunakan (pada mesin uji) adalah 750 N.
Diameter bola dengan gaya yang di berikan mempunyai ketentuan, yaitu:

Jika diameter bola terlalu besar dan gaya yang di berikan terlalu kecil maka
akan mengakibat kan bekas lekukan yang terjadi akan terlalu kecil dan
mengakibat kan sukar diukur sehingga memberikan informasi yang salah.

8|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

Jika diameter bola terlalu kecil dan gaya yang di berikan terlalu besar makan
dapat mengakibat kan diameter bola pada benda yang di uji besar (amblas nya
bola)sehingga mengakibat kan harga kekerasan nya menjadi salah.

Pengujian kekerasan pada brinneel ini biasa disebut BHN(brinnel hardness


number). Pada pengujian brinnel akan dipengaruhi oleh beberapa factor berikut:
1. Kehalusan permukaan.
2. Letak benda uji pada identor.
3. Adanya pengotor pada permukaan.

Dalam Praktiknya, pengujian Brinnel biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HB 5 /


750 / 15 hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja
(Identor) berdiameter 5 mm, beban Uji adalah sebesar 750 N per 0,102 dan lama
pengujian 15 detik. Mengenai lama pengujian itu tergantung pada material yang akan
diuji. Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedang untuk material
bukan besi lama pengujian adalah 30 detik.

b. Metode Vickers
Vickers adalah hampir sama dengan uji kekerasan Brinell hanya saja dapat
mengukur sekitar 400 VHN. Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 136.Derajat yang ditekankan pada permukaan
material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi
(koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102
dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.
Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV sama dengan 1,854 dikalikan beban
uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang dikuadratkan. Beban uji (F) yang biasa dipakai
adalah 5 N per 0,102; 10 N per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam
Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti
bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102
dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa

9|Uji Logam FFFFH PNJ 5A

kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama
pembebanan 30 detik.
c. Metode Rockwell
Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple dan
tidak menghendaki keahlian khusus. Digunakan kombinasi variasi indenter dan beban
untuk bahan metal dan campuran mulai dari bahan lunak sampai keras.
Indenter :
1. Bola baja keras berukuran 1/16 , 1/8 , 1/4 , 1/2 inci (1,588; 3,175; 6,350;
12,70 mm)
2. Intan kerucut
Hardness number (nomor kekerasan) ditentukan oleh perbedaan kedalaman
penetrsi indenter, dengan cara memberi beban minor diikuti beban major yang lebih
besar. Berdasarkan besar beban minor dan major, uji kekerasan rockwell dibedakan atas
2:

Rockwell

Rockwell superficial untuk bahan tipis

Uji kekerasan rockwell :


- Beban minor : 10 kg
- Beban major : 60, 100, 150 kg

Uji kekerasan rockwell superficial :


- Beban minor

: 3 kg

- Beban major : 15, 30, 45 [kg]

Skala kekerasan :
SIMBOL

INDENTER

BEBAN MAJOR (KG)

Intan

60

Bola 1/16 inch

100

Intan

150

10 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Intan

100

Bola 1/8 inch

100

Bola 1/16 inch

60

Bola 1/16 inch

150

Bola 1/8inch

60

Bola 1/8 inch

150

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah :


a. HRa(Untuk material yang sangat keras)
b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan
diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.
c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa
Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derajat dan beban uji sebesar
150 kgf.
Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji
(speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut.

d. Uji Kekerasan Mikro


Pada pengujian ini identor nya menggunakan intan kasar yang di bentuk
menjadi piramida. Bentuk lekukan intan tersebut adalah perbandingan diagonal
panjang dan pendek dengan skala 7:1. Pengujian ini untuk menguji suatu material
adalah dengan menggunakan beban statis. Bentuk idento yang khusus berupa knoop
meberikan kemungkinan membuat kekuatan yang lebih rapat di bandingkan dengan
lekukan Vickers. Hal ini sangat berguna khususnya bila mengukur kekerasan lapisan
tipisatau emngukur kekerasan bahan getas dimana kecenderungan menjadi patah
sebanding dengan volume bahan yang ditegangkan.
Hardenability adalah sifat yang menentukan dalamnya daerah logam yang
dapat dikeraskan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat dihindarkan karena dapat
menyebabkan permukaan logam (baja) retak..
11 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan sebuah benda (benda kerja)


terhadap penetrasi/daya tembus dari bahan lain yang kebih keras penetrator).
Kekerasan meru-pakan suatu sifat dari bahan yang sebagian besar dipengaruhi oleh
un-sur-unsur paduannya dan kekerasan suatu bahan tersebut dapat berubah bila
dikerjakan dengan cold worked seperti pengerolan, penarikan, pemakanan dan lainlain serta kekerasan dapat dicapai sesuai kebutuhan dengan perlakuan panas.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekerasan dalam perlakuan panas
antara lain; Komposisi kimia, Langkah Perlakuan Panas, airan Pendinginan,
Temperatur Pemanasan, dan lain-lain Proses hardening cukup banyak dipakai di
Industri logam atau bengkel-bengkel logam lainnya.Alat-alat permesinan atau
komponen mesin banyak yang harus dikeraskan supaya tahan terhadap tusukan atau
tekanan dan gesekan dari logam lain, misalnya roda gigi, poros-poros dan lain-lain
yang banyak dipakai pada benda bergerak. Dalam kegiatan produksi, waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu produksi adalah merupakan masalah yang
sangat sering dipertimbangkan dalam Industri dan selalu dicari upaya-upaya untuk
mengoptimalkannya. Pengoptimalan ini dilakukan mengingat bahwa waktu (lamanya)
menyelesaikan suatu produk adalah berpengaruh besar terhadap biaya produksi.
Hardening dilakukan untuk memperoleh sifat tahan aus yang tinggi, kekuatan
dan fatigue limit/ strength yang lebih baik. Kekerasan yang dapat dicapai tergantung
pada kadar karbon dalam baja dan kekerasan yang terjadi akan tergantung pada
temperatur pemanasan (temperatur autenitising), holding time dan laju pendinginan
yang dilakukan serta seberapa tebal bagian penampang yang menjadi keras banyak
tergantung pada hardenability.
Langkah-langkah proses hardening adalah sebagai berikut :
1.

Melakukan pemanasan (heating) untuk baja karbon tinggi 200-300


diatas Ac-1 pada diagram Fe-Fe3C, misalnya pemanasan sampai suhu
9200, tujuanya adalah untuk mendapatkan struktur Austenite, yang
salah sifat Austenite adalah tidak stabil pada suhu di bawah Ac1,sehingga dapat ditentukan struktur yang diinginkan. Dibawah ini
diagram Fe-Fe3C dibawah ini :

12 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

2.

Penahanan suhu (holding), Holding time dilakukan untuk mendapatkan


kekerasan maksimum dari suatu bahan pada proses hardening dengan
menahan pada temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan
yang homogen sehingga struktur austenitnya homogen atau terjadi
kelarutan karbida ke dalam austenit dan diffusi karbon dan unsur
paduannya. Pedoman untuk menentukan holding time dari berbagai
jenis baja:

Baja Konstruksi dari Baja Karbon dan Baja Paduan Rendah


Yang mengandung karbida yang mudah larut, diperlukan
holding time yang singkat, 5 15 menit setelah mencapai
temperatur pemanasannya dianggap sudah memadai.

Baja Konstruksi dari Baja Paduan Menengah Dianjurkan


menggunakan holding time 15 -25 menit, tidak tergantung
ukuran benda kerja.

Low Alloy Tool Steel Memerlukan holding time yang tepat,


agar kekerasan yang diinginkan dapat tercapai. Dianjurkan
menggunakan 0,5 menit per milimeter tebal benda, atau 10
sampai 30 menit.

High Alloy Chrome Steel Membutuhkan holding time yang


paling panjang di antara semua baja perkakas, juga
tergantung pada temperatur pema-nasannya. Juga diperlukan
kom-binasi temperatur dan holding time yang tepat. Biasanya
dianjurkan menggunakan 0,5 menit permilimeter tebal benda
dengan minimum 10 menit, maksimum 1 jam.

Hot-Work Tool Steel Mengandung karbida yang sulit larut,


baru akan larut pada 10000 C. Pada temperatur ini
kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir sangat besar,
karena itu holding time harus dibatasi, 15-30 menit. High
Speed Steel Memerlukan temperatur pemanasan yang sangat
tinggi,

1200-13000C.Untuk

mencegah

terjadinya

13 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

pertumbuhan butir holding time diambil hanya beberapa


menit saja. Misalkan kita ambil waktu holding adalah selama
15 menit pada suhu 8500 .
3.

Pendinginan. Untuk proses Hardening kita melakukan pendinginan


secara cepat dengan menggunakan media air. Tujuanya adalah untuk
mendapatkan struktur martensite, semakin banyak unsur karbon,maka
struktur martensite yang terbentuk juga akan semakin banyak. Karena
martensite terbentuk dari fase Austenite yang didinginkan secara cepat.
Hal ini disebabkan karena atom karbon tidak sempat berdifusi keluar
dan terjebak dalam struktur kristal dan membentuk struktur tetragonal
yang ruang kosong antar atomnya kecil,sehingga kekerasanya
meningkat.
Proses pendinginan sendiri memiliki dua macam proses, yaitu :
a. Proses pendinginan secara langsung
Proses ini dilakukan dengan cara logam yang sudah
dipanaskan hingga suhu austenite dan setelah itu logam
didinginkan dengan cara mencelupkan logam tersebut ke dalam
media pendingin cair, seperti air, oli, air garam dan lain-lain.
Pada percobaan Jominy, kecepatan pendinginan tidak
merata.

Hal

tersebut

disebabkan

karena

hanya

satu

bagian/ujung (bagian bawah) dari benda uji diquench dengan


semprotan air sehingga kecepatan pendinginan yang terjadi
menurun sepanjang benda uji, dimulai dari ujung yang
disemprot air.
Perlu

dibedakan

pengertian

kekerasan

dengan

kemampukerasan. Kekerasan adalah kemampuan dari suatu


material untuk menahan beban samapai deformasi plastis.
Sedangkan

kemampukerasan

adalah

kemampuan

suatu

material untuk dikeraskan.

14 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Pada percobaan ini pelaksanaannya menggunakan dua


metode, dimana cara pendinginan untuk ujung yang bawah
dengan cara menyemprotkan air langsung yaitu quench
sedangkan untuk ujung yang lain dilakukan dengan cara
normalizing.
Pendinginan di ujung yang disemprot dengan air
pendinginannya lebih cepat daripada ujung yang satunya
karena bantuan udara/suhu ruangan. Jadi laju pendinginan
terbesar terjadi di ujung benda uji yang disemprot air.
a. Proses pendinginan secara tidak langsung
Proses ini dilakukan dengan cara, logam yang telah
dipanaskan sampai dengan suhu austenite setelah itu logam
didinginkan dengan cara menyemprotkan air pada salah satu
ujung dari logam tersebut atau dengan cara didinginkan pada
udara terbuka atau temperature kamar.
Adapun metode-metode pendinginan sebagai berikut :
1. Quenching
Quenching

merupakan

suatu

proses

pendinginan yang termasuk pendinginan langsung.


Pada proses ini benda uji dipanaskan sampai suhu
austenite

dan

dipertahankan

sehingga

strukturnya

beberapa

seragam,

setelah

lama
itu

didinginkan dengan mengatur laju pendinginannya


untuk mendapatkan sifat mekanis yang dikehendaki.
Pemilihan temperature media pendingin dan laju
pendingin pada proses quenching sangat penting,
sebab apabila temperature terlalu tinggi atau
pendinginan terlalu besar, maka akan menyebabkan
permukaan logam menjadi retak.
Hasil quench hardening ->

15 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Menghasilkan produk yang keras tetapi getas

Menghasilkan tegangan sisa

Keuletan dan ketangguhan turun. Fluida yang


ideal untuk media quench agar diperoleh
struktur martensit, harus bersifat:
1.

Mengambil

panas

dengan

cepat

didaerah temperatur yang tinggi.


2.

Mendinginkan

benda

kerja

relatif

lambat di daerah temperatur yang


rendah, misalnya di bawah temperatur
350C agar distorsi atau retak dapat
dicegah.
2. Tempering
Tempering dimaksudkan untuk membuat
baja yang telah dikeraskan agar lebih menjadi liat,
yaitu dengan cara memanaskan kembali baja yang
telah diquench pada temperature antara 3000F
sampai dengan 12000F selama 30 sampai 60 menit,
kemudian didinginkan dengan temperature kamar.
Proses ini dapat menyebabkan kekerasan menjadi
sedikit menurun tetapi kekuatan logam akan
menjadi lebih kuat.
3. Annealing
Proses ini dilakukan dengan memanaskan
spesimen sampai di atas suhu transformasi, dimana
keseluruhannya

menjadi

fasa

austenite

lalu

didinginkan perlahan-lahan di dalam tungku. Pada


proses annealing ini proses pendinginan secara
perlahan-lahan sehingga tidak terdapat martensit
4. Normalizing
16 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Proses memanaskan baja sehingga seluruh


fasa menjadi austenite dan didinginkan pada
temperature suhu kamar, sehingga dihasilkan
struktur normal dari perlit dan ferit.
Dapat disimpulkan bahwa dengan proses
hardening

pada

baja

karbon

tinggi

akan

meningkatkan kekerasanya. Dengan meningkatnya


kekerasan, maka efeknya terhadap kekuatan adalah
sebagai berikut :

Kekuatan impact (impact strength) akan


turun

karena

dengan

meningkatnya

kekerasan, maka tegangan dalamnya akan


meningkat.

Karena

pada

pengujian

impact beban yang bekerja adalah beban


geser dalam satu arah , maka tegangan
dalam akan mengurangi kekuatan impact.

Kekuatan tarik (tensile sterngth) akan


meningkat. Hal ini disebabkan karena
pada pengujian tarik beban yang bekerja
adalah secara aksial yang berlawanan
dengan

arah

dari

tegangan

dalam,

sehingga dengan naiknya kekerasan akan


meningkatkan kekuatan tarik dari suatu
material.
Proses

kombinasi

pemanasan

dan

pendinginan yang bertujuan mengubah struktur


mikro dan sifat mekanis logam disebut Perlakuan
Panas ( Heat Treatment) . Pada pengujian Jominy
ini kita melakukan proses pendinginan secara
langsungkarena pendinginan dilakukan dengan cara

17 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

menyemprotkan logam dengan air pada salah satu


ujungnya.
Pada proses ini kita sebaiknya menghindari
laju pendinginan yang cepat karena, pada prose
pendinginan cepat akan mengakibatkan benda uji
akan mengalami retak-retak, sedangkan pada laju
pendinginan yang lambat benda uji yang dihasilkan
akan memiliki tingkat kekerasan yang tinggi dan
keuletan yang baik.

Logam yang didinginkan dengan kecepatan


yang

berbeda-beda

pendingin

yang

misalnya
berbeda,

dengan

air,

media

udara

atau

minyak akan mengalami perubahan struktur mikro


yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa
martensit, bainit, ferit dan perlit merupakan hasil
transformasi fasa dari fasa austenit. Masing-masing
fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan
yang berbeda-beda dimana untuk setiap paduan
bahan dapat dilihat pada diagram Continous
Cooling

Transformation

Temperature

(CCT)

Transformation

Masing-masing fasa

dan

(TTT)

Time

diagram.

di atas mempunyai nilai

kekerasan yang berbeda. Dengan pengujian Jominy


maka dapat diketahui laju pendinginan yang
berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang
berbeda. Pada percobaan Jominy ini , mampu keras
dari suatu baja yang sama akan bervariasi karena
dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komposisi
tersebut merupakan komposisi kimia dan terdapat
ukuran-ukuran dari setiap benda uji atau spesimen.
18 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Spesimen yang biasa digunakan dalam percobaan


Jominy

test

ini

adalah

baja

karbon.

Pada

baja,pendinginan yang cepat dari fasa austenit


menghasilkan

fasa

martensit

yang

tinggi

kekerasannya. Untuk pendinginan lambat akan


mendapatkan struktur Laju pendinginan bergantung
pada media pendinginnya juga. Adapun media
pendingin adalah sebagai berikut :
o Brine (air + 10 % garam dapur)
o Air

Sangat

umum

digunakan

sebagai

quenching, dan juga mudah diperoleh


sehingga tidak ada kesulitan dalam
pengambilan dan penyimpanan.

Panas jenis dan konduktivitas termal


tinggi,

sehingga

kemampuan

mendinginkannya tinggi.

Dapat mengakibatkan distorsi

Digunakan untuk bendabenda kerja


yang simetris dan sederhana

o Salt bath, merupakan campuran nitrat dan


nitrit (NaNO3 dan NaNO2)
o Larutan minyak dalam air
o Udara

dimana

pendinginan

dilakukan

dengan menyemprotkan udara bertekanan ke


benda kerja
o Oli

Banyak digunakan

19 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Laju

pendinginan

lebih

lambat

dibandingkan air

Konduktivitas

termal,

panas

laten

penguapan rendah

Viskositas tinggi, laju pendinginan


menjadi rendah(pendinginan lambat)

Viskositas yang rendah menyebabkan


laju pendinginan tinggi dan menjadi
mudah terbakar.

Metode hardening selain Jominy test adalah


Grossman test. Hardenability suatu baja diukur oleh
diamater suatu baja yang struktur mikro tepat di
intinya adalah 50 % martensite setelah dilakukan
proses hardening dengan pendinginan tertentu. Baja
berbentuk silinder (panjang min 5xD) dengan
variasi diameter dilakukan pengerasan dengan
media pendingin tertentu. Hasil pengersan diuji
metallography

dan

kekerasan,

diameter

baja

tersebut yang intinya tepat 50 % martensite


dianyatakan sebagai diameter kritis (Do), pada
suatu laju pendinginan tertentu Laju pendinginan
dinyatakan dengan koefisien of severity (H). Karena
harga

Do

pendinginan

masih

tergantung

dengan

laju

tertentu maka dirumuskan Harga

diameter baja tersebut (50% martensite) dengan


pendinginan Ideal (H=tak Hingga) yang disebut
sebagai diameter ideal (Di).

20 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

BAB III
METODE PERCOBAAN

VI.V.

Alat dan Bahan


III.I.I.

Alat yang digunakan


1. Mesin uji kekerasan Rockwell dengan satu set perlengkapannya.
2. Indentor berbentuk intan dan Indentol Bola.
3. Mesin heat treatment
4. Wadah / tempat

III.I.II.

Bahan yang digunakan


1. Baja ST45
2. ST60
3. ST80
4. Amutit

VI.VI.

Prosedur Percobaan
Percobaaan 1
1.

Mempersiapkan benda uji yaitu baja ST45, ST60, ST80, Amutit.

2.

Amplas permukaan benda uji yang akan di uji.

3.

Memasang indentor intan dan meletakan benda uji pada posisi yang benar.

4.

Mengatur posisi nyala lampu pada mesin Rockwel seperti nyala lampu pada
saat dipasang indentor intan.

5.

Melakukan proses pengujian

6.

Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya.

7.

Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan.

Percobaan 2
21 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

1.

Mempersiapkan benda uji yaitu baja ST45, ST60, ST80, Amutit yang sudah
di catat kekerasannya kemudian di kikir sampai rata, lalu siap kan mesin
heat treatment untuk memanaskan baja tsb.

2.

Panaskan baja tsb pada mesin heat treatment sampai bersuhu 9200C.

3.

Setelah itu pasahkan baja tsb untuk diproses pendinginannya yang berbeda,
yaitu dengan media pendinginan berupa air, oli, larutan NaCl. Setelah
kering.

4.

Amplas permukaan benda uji yang akan di uji.

5.

Memasang indentor intan dan meletakan benda uji pada posisi yang benar.

6.

Mengatur posisi nyala lampu pada mesin Rockwel seperti nyala lampu pada
saat dipasang indentor intan.

7.

Melakukan proses pengujian

8.

Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya.

9.

Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan.

22 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

BAB IV
DATA PERCOBAAN
VI.I.

Data Percobaan
Tabel 1 Hasil Uji Kekerasan Sebelum Proses Hardening
Tabel Data Hasil Uji Kekerasan
Sebelum Hardening
Benda Uji

Kekerasan

St. 37

93,20

HRB-D
92,67

92,4

St. 60

Rata-rata ( ) Parameter Kekerasan

92,4

HRB-D

105,2 NG

HRB-D

105,1 NG

105,63 NG

106,6 NG
St. 80

Amuntit

HRB-D

104,5

HRB-D
HRB-D

104,93

HRB-D

105,4

HRB-D

104,9

HRB-D

89,4

92,3

HRB-D

94,4

HRB-D

93,1

HRB-D

23 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Tabel 2 Hasil Uji Kekerasan Setelah Proses Hardening


Tabel Data Hasil Uji Kekerasan
Setelah Hardening
Benda Uji

Kekerasan

St. 37

22,00

St. 60

St. 80

Amuntit

Rata-rata ( ) Parameter Kekerasan


21,1

HRC-D

20,8

HRC-D

20,5

HRC-D

55,1

56,23

HRC-D

56,7

HRC-D

56,9

HRC-D

39.2

39.1

HRC-D

39.8

HRC-D

38.3

HRC-D

64.7

65.4

HRC-D

66.1

HRC-D

65.4

HRC-D

Tabel 3 Hasil Uji Kekerasan Setelah Proses Tempering


Tabel Data Hasil Uji Kekerasan
Setelah Tempering
Benda Uji

Kekerasan

St. 37

72,5
72,1

Rata-rata ( )

HRB
71,8

71,0
St. 60

85,7

Parameter Kekerasan

HRB
HRB

86,2

HRB

86,5

HRB

86,3

HRB
24 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

St. 80

Amuntit

83,7

HRB

84,2

83,4

HRB

85,4

HRB

87,8

HRB

88,1

87,8

HRB

88,7

HRB

Tabel 4 - Hasil Uji kekerasan Setelah Proses Normalizng


Tabel Data Hasil Uji Kekerasan
Setelah Normalizing
Benda Uji

Kekerasan

St. 37

56.8
62.6

St. 60

HRB
59.967

HRB
HRB

68.6

HRB
68.7

HRB

69,7

HRB

68.9

HRB

70.3

Amuntit

Parameter Kekerasan

60.5

67.8

St. 80

Rata-rata ( )

69.067

HRB

68.0

HRB

81.5

HRB

83.0
78.5

81

HRB
HRB

25 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan untuk pengujian Ke-1, material Amutit yang
sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan
Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan ratarata hasil kekerasan yaitu 71.2 HRD untuk proses pendinginannya dengan media oli, 72.2 HRD
untuk proses pendinginannya dengan media air.
percobaan Ke-2, material ST45 yang sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian
dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan
pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 49.8 HRD untuk proses
pendinginannya dengan media oli, 62.0 HRD untuk proses pendinginannya dengan media air.
percobaan Ke-3, material ST60 yang sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian
dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan
pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 35.3 HRD untuk proses
pendinginannya dengan media oli, 59.4 HRD untuk proses pendinginannya dengan media air.
percobaan Ke-4, material ST80 yang sudah mengalami tretmen dilakukan pengujian
dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan. Pengujian dilakukan
pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 47.0 HRD untuk proses
pendinginannya dengan media oli, 54.7 HRD untuk proses pendinginannya dengan media air.

26 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

BAB VI
KESIMPULAN dan SARAN
VI.I.

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
yaitu:
1.

Baja yang sudah mengalami proses heat treatment menjadi keras dari
baja yang belum di heat treatment.

2.

Media pendinginan yang berupa air dan oli mempunyai kekerasan yang
berbeda-beda.

3.

Temperature pemanasan, laju pendinginan, komposis kimia, kondisi


permukaan, ukuran dan berat benda kerja juga berpengaruh pada proses
heat treatment.

4.

Pendinginan yang cepat seperti menggunakan media air maka baja tsb
akan keras dan getas, sedangkan proses pendinginan yang lambat akan
mengakibatkan baja menjadi ulet dan liat.

5.

Laju proses pendinginan air lebih cepat dari pada oli.

6.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan bahwa dari kekerasan besi


satu dengan yang lainnya mempunyai kekerasan yang berbeda-beda
karena dalam struktur yang di kandung dalam logam berbeda-beda.

27 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

VI.II.

Saran
Dalam praktek ini diperlukan kehati-hatian dalam menjalankannya, dan
utamakan keselamatan. ketika hendak melakukan pemanasan pada setiap proses,
ada baiknya dapur selalu dikontrol temperaturnya sehingga waktu pemanasan
material tidak lebih maupun kurang. Lalu ketika hendak melakukan pendinginan,
baik langsung maupun tidak langsung, benda harus diperlakukan secara halus
sehingga perubahan struktur dan kekerasan tidak terjadi akibat penanganan yang
tidak baik. Dapur untuk proses Heat Treatment memiliki temperatur yang sangat
tinggi, juga benda yang sedang dilakukan proses Heat Treatment akan menjadi
sangat panas dan berbahaya apabila tidak ditangani secara hati-hati, maka
hendaknya dalam menangani benda harus selalu teliti, waspada, dan wajib
menggunakan piranti keselamatan seperti safety shoes, safety gloves, apron,
masker, goggle glasses dan sebagainya.

28 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Daftar Pustaka
Budimulyani, Estuti. MH.Bhakti, Dadang. (2013). Diktat Teknologi Bahan. Jakarta: Politeknik
Negeri Jakarta
Chandra, Dewi dan Estuti Budimulyani.2003.Pengetahuan Bahan Teknik.Politeknik Negeri
Jakarta
"Principles of Physical Metallurgy". Reed-Hill, Robert. 3rd edition. PWS Publishing, Boston.
1994.
Heat Treating. In Wikipedia Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Heat_treating

29 | U j i L o g a m F F F F H P N J 5 A

Anda mungkin juga menyukai